BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Dasar Pengukuran Satelit Altimetri =( )/2 (2.1)

B 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 4 IDENTIFIKASI DAN ANALISIS WAVEFORM TERKONTAMINASI

BAB 3 DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I.1.

WAVEFORM RETRACKING SATELIT JASON 2 DI PERAIRAN JAWA TIMUR KADEK SURYA SUMERTA

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KARAKTERISTIK FISIS WAVEFORM SATELIT ALTIMETRI STUDI KASUS: PESISIR PULAU JAWA

SATELIT ALTIMETRI DAN APLIKASINYA DALAM BIDANG KELAUTAN

BAB II SATELIT ALTIMETRI

ANALISIS RETRACKING WAVEFORM SATELIT JASON-2 DI LAUT JAWA MUHAMMAD ROMDONUL HAKIM

PENINGKATAN AKURASI ESTIMASI TINGGI PARAS LAUT MELALUI ANALISIS RETRACKING WAVEFORM SATELIT JASON-2 DI LAUT JAWA

WAVEFORM RETRACKING SATELIT JASON-2 PADA PESISIR SELATAN JAWA TENGAH DAN JAWA BARAT DANU ADRIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

WAVEFORM RETRACKING SATELIT JASON 2 TAHUN 2012 DI PESISIR PULAU MENTAWAI, SUMATERA BARAT MEILANI PAMUNGKAS

SEA SURFACE VARIABILITY OF INDONESIAN SEAS FROM SATELLITE ALTIMETRY

Bab III Satelit Altimetri dan Pemodelan Pasut

BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISIS

BAB II TEKNOLOGI SATELIT ALTIMETRI DAN PASUT LAUT

BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang

IDENTIFIKASI WAVEFORM DATA SATELIT ALTIMETER PADA PERAIRAN PESISIR DAN LAUT DALAM DI PERAIRAN SELATAN JAWA

PEMODELAN MUKA AIR LAUT RERATA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI ENVISAT

KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Tabel 2 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian. No. Alat dan Bahan Type/Sumber Kegunaan.

Jurnal Geodesi Undip APRIL 2015

BAB III PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN SUMATERA BARAT BERDASARKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2

PEMODELAN TOPOGRAFI MUKA AIR LAUT (SEA SURFACE TOPOGRAPHY) PERAIRAN INDONESIA DARI DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1 MENGGUNAKAN SOFTWARE BRAT 2.0.

BAB III SATELIT GRACE DAN VARIASI TEMPORAL GEOID. 3.1 Satelit GRACE (Gravity Recovery and Climate Experiment).

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Bab IV Pengolahan Data dan Analisis

Gambar 1. Pola sirkulasi arus global. (

TEORI DASAR. variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah. eksplorasi mineral dan lainnya (Kearey dkk., 2002).

ANALISA FENOMENA SEA LEVEL RISE PADA PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE TAHUN

Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Pelabuhan Perikanan Pantai Sadeng Yogyakarta berdasarkan Data Multi Satelit Altimetri

Aplikasi Modulasi pada Gelombang Radar

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

STUDI PASANG SURUT DI PERAIRAN INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

PEMANFAATAN INTERFEROMETRIC SYNTHETIC APERTURE RADAR (InSAR) UNTUK PEMODELAN 3D (DSM, DEM, DAN DTM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Global Positioning System (GPS) adalah satu-satunya sistem navigasi satelit yang

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari buah

PERTEMUAN IV SURVEI HIDROGRAFI. Survei dan Pemetaan Universitas IGM Palembang

Analisis Karakteristik Gelombang di Perairan Pulau Enggano, Bengkulu

Journal of Dynamics 1(1) (2016) Journal of Dynamics. e-issn:

SURVEI HIDROGRAFI PENGUKURAN DETAIL SITUASI DAN GARIS PANTAI. Oleh: Andri Oktriansyah

STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA)

B A B I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. bab 1 pendahuluan

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sinkronisasi Sinyal RADAR Sekunder Untuk Multi Stasiun Penerima Pada Sistem Tracking 3 Dimensi Roket

PENENTUAN KOMPONEN KOMPONEN PASANG SURUT DARI DATA SATELIT JASON DENGAN ANALISIS HARMONIK METODE KUADRAT TERKECIL

BAB VII ANALISIS. Airborne LIDAR adalah survey untuk mendapatkan posisi tiga dimensi dari suatu titik

ANALISA SEA LEVEL RISE DARI DATA SATELIT ALTIMETRI TOPEX/POSEIDON, JASON-1 DAN JASON-2 DI PERAIRAN LAUT PULAU JAWA PERIODE

GPS (Global Positioning Sistem)

STUDI ANALISA PERGERAKAN ARUS LAUT PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE (STUDI KASUS : PERAIRAN INDONESIA)

STUDI PASANG SURUT DI PERAIRAN INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

PEMETAAN BATHYMETRIC LAUT INDONESIA

STUDI SEA LEVEL RISE (SLR) MENGGUNAKAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI K. SAHA ASWINA D., EKO YULI HANDOKO, M. TAUFIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1 Prinsip Kerja GPS (Sumber :

BAB III BAHAN DAN METODE

Studi Analisa Pergerakan Arus Laut Permukaan Dengan Menggunakan Data Satelit Altimetri Jason-2 Periode (Studi Kasus : Perairan Indonesia)

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Remote Sensing (Penginderaan Jauh)

Gambar 8. Lokasi penelitian

ALGORITMA TDOA UNTUK PENGUKUR JARAK ROKET MENGGUNAKAN TEKNOLOGI UHF

BAB 11 MICROWAVE ANTENNA. Gelombang mikro (microwave) adalah gelombang elektromagnetik dengan frekuensi super

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 2 A. PENGINDERAAN JAUH NONFOTOGRAFIK. a. Sistem Termal

BAB IV STUDI KASUS GUNUNG API BATUR - BALI

ANALISA SEA LEVEL RISE DARI DATA SATELIT ALTIMETRI TOPEX/POSEIDON, JASON-1 DAN JASON-2 DI PERAIRAN LAUT PULAU JAWA PERIODE

BAB III TEKNOLOGI LIDAR DALAM PEKERJAAN EKSPLORASI TAMBANG BATUBARA

Gambar 4.1. Kemampuan sensor LIDAR untuk memisahkan antara permukaan tanah dengan vegetasi di atasanya [Karvak, 2007]

STUDI FENOMENA PERUBAHAN MUKA AIR LAUT MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-2 PERIODE TAHUN (STUDI KASUS: PERAIRAN INDONESIA)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Gambaran ellipsoid, geoid dan permukaan topografi.

Jurnal Geodesi Undip Januari 2016

PENGGUNAAN TEKNOLOGI GNSS RT-PPP UNTUK KEGIATAN TOPOGRAFI SEISMIK

BAB 2 STUDI REFERENSI

PEMANFAATAN DATA MULTI SATELIT ALTIMETRI UNTUK KAJIAN KENAIKAN MUKA AIR LAUT PERAIRAN PULAU JAWA DARI TAHUN 1995 s.d 2014

Modulasi. S1 Informatika ST3 Telkom Purwokerto

PENENTUAN POSISI DENGAN GPS

11/25/2009. Sebuah gambar mengandung informasi dari obyek berupa: Posisi. Introduction to Remote Sensing Campbell, James B. Bab I

PEMODELAN POLA ARUS LAUT PERMUKAAN DI PERAIRAN INDONESIA MENGGUNAKAN DATA SATELIT ALTIMETRI JASON-1

Tabel 4.1 Perbandingan parameter hasil pengolahan data dengan dan tanpa menggunakan moving average

BAB I PENDAHULUAN. Halaman Latar Belakang

PEMODELAN GEOID DARI DATA SATELIT GRACE

Memantau apa saja dengan GPS

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. bentuk spasial yang diwujudkan dalam simbol-simbol berupa titik, garis, area, dan

Sonar merupakan singkatan dari Sound, Navigation, and Ranging. Sonar digunakan untuk mengetahui penjalaran suara di dalam air.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 3 PENGOLAHAN DATA DAN HASIL. 3.1 Data yang Digunakan

Ira Mutiara Anjasmara 1, Lukman Hakim 1 1 Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

BAB IV TINJAUAN MENGENAI SENSOR LASER

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Transkripsi:

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Konsep Dasar Satelit Altimetri Satelit altimetri adalah wahana untuk mengukur ketinggian suatu titik terhadap referensi tertentu. Satelit altimetri terdiri atas tiga komponen utama yaitu radar altimeter, radiometer, dan sistem positioning. Radar altimeter berfungsi untuk mengukur jarak dari satelit ke permukaan target dengan menafaatkan informasi waktu tempuh. Radiometer berfungsi untuk mengukur kondisi atmosfer, sedangkan positioning system berfungsi untuk menentukan posisi satelit yang presisi pada bidang orbitnya. Dengan menggunakan kombinasi data ini, satelit altimetri mampu menghasilkan dengan ketelitian hingga beberapa centimeter (Marsh, et al., 1992). Satelit altimetri menggunakan radar dengan frekuensi dual-band untuk mengukur jarak dari satelit ke altimetri yang dikombinasikan dengan teknologi GPS untuk mengukur posisi teliti terhadap bidang referensinya. Frekuensi dual-band yang panjang gelombangnya berbeda ini dimaksudkan untuk mengeliminasi efek ionospheric delay (http://www.aviso.oceanobs.com). 2.2 Sejarah Satelit Altimetri Sejarah satelit altimetri dimulai ketika pada Kongres Geophysics Williamstown tahun 1969 dimana pada saat itu dibahas rencana pembuatan instrumen radar untuk keperluan space oceanography. Selanjutnya, Amerika Serikat meluncurkan Skylab (1973) dan Geos3 (1975) sebagai satelit dengan fungsi sebagai altimeter untuk menentukan topografi permukaan laut. Kemudian pada 1978 diluncurkan Seasat sebagai satelit pertama yang datanya sudah dapat digunakan. Selain Amerika Serikat dengan NASA-nya, CNES yang merupakan Badan Antariksa Eropa juga meluncurkan satelit altimeter pada tahun 1981 dengan misi Poseidon. Di saat yang sama NASA mengembangkan Seasat dengan misi Topex (Topography Experiment). Pada tahun 1987, untuk alasan efektifitas dan penghematan biaya, CNES dan NASA 8

melakukan kerjasama sehingga Topex dan Poseidon digabungkan dalam satu misi menjadi Topex/Poseidon. Pengukuran Topex/Poseidon per sepuluh hari menghasilkan data pengamatan skala global yang lebih baik dari pengamatan in-situ sejak ratusan tahun yang lalu. Sejak itu, diluncurkan beberapa satelit hasil kombinasi CNES dan NASA seperti ERS (1998), GFO (1998), Jason-1 (2001) dan Envisat (2002), dan yang terakhir Jason-2 (2008). Satelit Jason-2 merupakan pengembangan dari satelit Jason-1 dengan menggunakan track satelit Jason-1. Sedangkan Jason-1 sendiri menggunakan interleaved track Topex/Poseidon. 2.2.1 Manfaat Satelit Altimetri Satelit altimetri dengan berbagai jenisnya telah berkontribusi cukup banyak untuk informasi laut seperti penentuan tinggi muka laut global dan penentuan geoid. Namun selain itu masih banyak pemanfaatan satelit altimetri lainnya. Berikut adalah beberapa pemanfaatan satelit altimetri (Rosmorduc, et al., 2011). a. Mean sea surface mapping, b. Pembentukan model geoid, c. Studi pergerakan lempeng tektonik, d. Studi tsunami, e. Estimasi bathimetri, f. Studi ice sheet dan sea ice, g. Fisheries. 2.2.2 Metode Pengukuran Satelit Altimetri Konsep dasar dari pengukuran satelit altimetri sebenarnya cukup sederhana. Satelit mengirimkan pulsa microwave dengan frekuensi tertentu ke permukaan laut, lalu sinyalnya kembali ke satelit dengan waktu tempuh yang dihitung dengan akurat di wahana oleh OSU (onboard ultra-stable oscillator) dengan persamaan 2.1 berikut ini (Chelton,et al., 2011) : 9

R = c Δt 2 (2.1) Dengan c adalah kecepatan cahaya dan Δt adalah selisih waktu tempuh sinyal dari satelit kembali ke satelit. Gambar 2.1 Perjalanan Pulsa Satelit Altimetri dan Koreksi yang Harus Diaplikasikan (Chelton, et.al.,2001) Pada Gambar 2.1 seharusnya R (range) dapat ditentukan secara sederhana, apabila atmosfer dalam keadaan vacuum dan distribusi gelombang laut juga homogen. Namun karena banyaknya hambatan dari satelit ke permukaan laut, maka nilai R dari satelit ke permukaan laut harus dikoreksi. Koreksi yang harus digunakan adalah koreksi jarak dan koreksi geofisis. Yang termasuk koreksi jarak adalah koreksi yang berhubungan dengan kecepatan radar dan proses scattering-nya seperti koreksi atmosfer dan sea state bias. Sedangkan koreksi geofisis berhubungan dengan fenomena geofisis seperti pasut dan tekanan atomsfer. 10

2.2.3 Terminologi dalam Satelit Altimetri Satelit yang digunakan dalam penelitian ini adalah Jason-2 yang beroperasi mulai tahun 2008 dan merupakan misi kerjasama antara Eropa dan Amerika Serikat. Setiap satelit memiliki spesifikasi tersendiri. Satelit Jason-2 sendiri memancarkan dualfrequency yaitu Ku-Band dan C-Band (Altimetry Principle, 2012). Satelit Jason-2 melewati satu tempat yang sama di permukaan bumi dalam satu periode yang disebut cycle. Satu cycle satelit Jason-2 adalah 10 hari, atau ± 9.91 hari, yang melewati 254 pass. Pass adalah perjalanan satelit dari kutub ke kutub. Yang disebut dengan 1 pass adalah perjalanan satelit dari kutub utara ke kutub selatan untuk pass bernomor genap (descending pass), atau kutub selatan ke utara untuk pass bernomor ganjil (ascending pass). 2.3 Perjalanan Sinyal Satelit Altimetri Pulsa yang ditransmit oleh satelit tersebar dalam bentuk sferis ke permukaan laut, Pada saat T 0 <T<T 1 pulsa ditransmisikan oleh satelit menuju ke permukaan bumi. T 1 adalah waktu ketika pulsa pertama kali menyentuh satu titik, yang kemudian disebut titik nadir, di permukaan bumi. Saat itu pula permukaan bumi mulai memantulkan pulsa kembali ke satelit. Titik nadir ini kemudian membesar membentuk area berbentuk lingkaran dalam interval waktu T 1 <T<T 2. T 2 adalah waktu maksimum pulsa membentuk lingkaran atau dinamakan PLF (Pulse Limited Footprint). Sejak itu pula pulsa membentuk anullar ring yang menandakan bahwa pulsa yang dipancarkan telah maksimum. Gambar 2.2 menunjukkan proses pembentukan waveform. 11

Gambar 2.2 Proses pembentukan waveform (Chelton, 1989) Banyak informasi yang bisa didapat dan diolah dari perjalanan pulsa microwave ini, diantaranya adalah dari besaran (power) dan bentuk gelombang pantulan (waveform) terkandung karakteristik dari permukaan target. Dari waveform ini juga dapat dihitung tinggi gelombang dan kecepatan angin di lautan, selain itu surface roughness juga dapat ditentukan dari waveform. Pulsa microwave yang dipancarkan dan dipantulkan kembali oleh permukaan target diterima oleh satelit dengan besaran power yang berbeda-beda sebagai fungsi terhadap waktu (Chelton,et al.,2001). Dari data waveform dapat ditentukan jarak terhadap permukaan target. Selain itu data waveform juga dapat mengindikasikan adanya reflektifitas (dari besarnya power) dan large-scale roughness dari permukaan yang memantulkan sinyal dari slope leading edge (Deng, 2003). Sinyal dari satelit dipancarkan dengan interval yang teratur oleh PRF (Pulse Repetition Frequency). Sinyal yang terpantul kemudian direkam oleh satelit dalam sabuah tracking window yang terdiri dari 104 gates pada Jason-2. 12

Gambar 2.3 Komponen sebuah Waveform (Rosmorduc, et al., 2011) Gambar 2.3 menunjukkan komponen sebuah waveform. Menurut (Brown, 1977), terdapat tiga bagian penting dalam sebuah waveform : 1. Thermal Noise (Po), yang merepresentasikan besarnya power sebelum pulsa menyentuh permukaan laut 2. Leading edge, merepresentasikan besarnya power pantulan dalam area PLF. Leading edge ini menyimpan informasi mengenai SWH (Significant wave height) dan range antara satelit dengan permukaan bumi. 3. Trailing edge, merepresentasikan besarnya power pantulan di luar area PLF. Pada satelit terdapat sebuah alat yaitu on-board tracker yang fungsinya meng-adjust range window agar posisi leading edge waveform berada di pusat range window. Posisi ini dinamakan tracking gate atau tracking point. Posisi tracking gate selalu tepat di tengah leading edge apabila altimeter tracker bekerja dengan baik. Idealnya, posisi tracking gate pada satelit altimetri Jason-2 selalu berada di gate ke-30 dan angka tersebut sudah ditentukan sejak satelit diluncurkan. Dari data tracking gate bisa didapat range, kemudian didapat SSH (sea surface height). SSH adalah perbedaan jarak antara posisi satelit terhadap ellipsoid dan range (jarak satelit ke permukaan laut) yang telah dikoreksi. Waktu perjalanan pulsa adalah mid-point dari leading edge sehingga dapat dikatakan bahwa bagian paling penting dalam waveform adalah leading edge karena mid-point dari leading edge adalah 13

waktu tempuh sinyal dari satelit ke permukaan laut yang berhubungan dengan jarak sesuai dengan persamaan 2.1. Mid-point dari leading edge ini selanjutnya akan disebut TLEP (Time of Leading Edge Position). 2.4 Permasalahan Satelit Altimetri di Wilayah Pesisir Permukaan laut lepas adalah permukaan target yang bentuk gelombang pantulannya (waveform) paling baik karena permukaan laut lepas memiliki karakteristik yang relatif homogen. Sedangkan pada permukaan laut pesisir, hasil gelombang pantulannya mengandung banyak noise dan sulit diinterpretasikan karena adanya pengaruh permukaan laut yang terkontaminasi daratan. Kenyataatan yang terjadi adalah bentuk pantulan pulsa biasanya tidak sesuai model teoritis yaitu mengikuti pola Brown, terutama ketika satelit memancarkan pulsa ke daratan, pulsa pantulannya terhambat oleh pengaruh refleksi karena adanya air, vegetasi, dan topografi yang tidak beraturan, sehingga waveform yang terpengaruh daratan tidak memiliki bentuk ideal seperti Brown-Like model namun akan lebih kompleks, multi-peaked, dan dapat mempengaruhi penentuan jarak altimetri yang presisi. Pada kasus ketika satelit altimetri melewati area transisi dari darat ke laut atau sebaliknya, sebagian footprint satelit dapat merekam area laut dan sebagian lainnya merekam area darat. Dapat dikatakan bahwa hal-hal yang berkontribusi terhadap bentuk waveform pesisir adalah geometri dari garis pantai, relief, keadaan garis pantai, dan berbagai macam karakteristik pesisir yang bisa sangat berbeda di berbagai belahan dunia (Deng, 2011). Identifikasi perbedaan karakteristik waveform antara satu daerah pesisir dengan daerah pesisir lain dapat memudahkan proses selanjutnya yaitu algoritma retracking. Retracking adalah sebuah waveform post-processing untuk menentukan jarak yang sebenarnya. Retracking terdiri atas pengklasifikasian waveform berdasarkan bentuk dan peak-nya, dan pengaplikasian berbagai metode retracking seperti OCOG (Offset of Centre of Gravity), Threshold Retracking, dan lain sebagainya. 14

2.5 Metode 50% Threshold Retracking Banyak metode yang dapat digunakan untuk melakukan retracking waveform. Penentuan nilai TLEP adalah salah satu usaha retracking yang nantinya dapat memperbaiki nilai jarak dari satelit ke permukaan laut. Untuk menentukan TLEP pada Tugas Akhir ini, digunakan salah satu metode retracking yaitu Threshold, yaitu salah satu metode retracking waveform yang cukup sederhana dan merupakan pengembangan dari OCOG (Offset Centre of Gravity) yang dikembangkan oleh Wingham et.al. (1986). Threshold sendiri dikembangkan oleh Davis (1995, 1997). Prinsip dari Threshold retracker adalah menentukan sebuah batas (threshold), dimana apabila kekuatan dari waveform sudah pada batas ini, maka posisi waveform tersebut dinyatakan sebagai pertengahan posisi leading edge (Khusuma, 2012). 15