I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

I. PENDAHULUAN. Iridoviridae yang banyak mendapatkan perhatian karena telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sangat akut dan mudah sekali menular. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

BAB I PENDAHULUAN. Rotavirus merupakan penyebab diare berat pada anak berumur kurang

I. PENDAHULUAN. sehingga berpengaruh pada kondisi kesehatan dan kemungkinan mengakibatkan. berbagai penyakit-penyakit yang dapat dialaminya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan gejala saraf yang progresif dan hampir selalu berakhir dengan kematian. Korban

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan wabah dan menyebabkan kematian. Dalam kurun waktu 50 tahun

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini

I. PENDAHULUAN. dengan insiden dan mortalitas yang tinggi (Carlos et al., 2014). Sampai saat ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

I. PENDAHULUAN. wanita di dunia. Berdasarkan data dari WHO/ICOInformation Centre on. jumlah kasus sebanyak kasus dan jumlah kematian sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. oleh virus dan bersifat zoonosis. Flu burung telah menjadi perhatian yang luas

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang tinggi. Ikan mas dibudidayakan untuk tujuan konsumsi, sedangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Maternal antibodi atau yang bisa disebut maternally derived antibodies atau

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit infeksi

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Ikan merupakan komoditas budidaya unggulan di Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berproduksi secara maksimal adalah kelompok ayam pada peternakan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB 1 PENDAHULUAN. Influenza adalah suatu penyakit infeksi saluran pernafasan. akut yang disebabkan oleh virus influenza. Penyakit ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. penyakit zoonosis yang ditularkan oleh virus Avian Influenza tipe A sub tipe

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Ekonomi Pertanian tahun menunjukkan konsumsi daging sapi rata-rata. Salah satu upaya untuk mensukseskan PSDSK adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. positif, dan membentuk spora merupakan agen etiologik penyakit antraks yang

Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS

MODUL 2 DASAR DASAR FLU BURUNG, PANDEMI INFLUENZA DAN FASE FASE PANDEMI INFLUENZA MENURUT WHO

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penderitaan yang berat dengan gejala saraf yang mengerikan dan hampir selalu

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

Termasuk ke dalam retrovirus : famili flaviviridae dan genus hepacivirus. Virus RNA, terdiri dari 6 genotip dan banyak subtipenya

BAB I PENDAHULUAN. pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan fibrin. Pneumonia masih

FLU BURUNG AVIAN FLU BIRD FLU. RUSDIDJAS, RAFITA RAMAYATI dan OKE RINA RAMAYANI

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN FLU BURUNG DI DESA KIPING KECAMATAN SAMBUNGMACAN KABUPATEN SRAGEN

Proses Penyakit Menular

Pertanyaan Seputar Flu A (H1N1) Amerika Utara 2009 dan Penyakit Influenza pada Babi

SURVEILANS SWINE INFLUENZA DI WILAYAH KERJA BBVET WATES JOGJAKARTA TH

Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Indluenza

Tinjauan Mengenai Flu Burung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan epidemiologi Avian Influenza

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peternakan babi berperan penting dalam meningkatkan perekonomian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Avian influenza (AI) dan Newcastle disease (ND) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan konsumsi pangan asal hewan di Indonesia semakin meningkat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berbentuk coccus (Rosenkranz et al., 2001). Secara serologis, sampai saat ini

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. melioidosis (Udayan et al., 2014). Adanya infeksi B. pseudomallei paling sering

BAB I PENDAHULUAN. perikanan pada posisi yang penting sehingga menyebabkan intensifikasi yang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENDAHULUAN. Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun Jumlah (ekor) Frekuensi

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia serta negara-negara Asia lainnya berasal dari tumbuh-tumbuhan

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. Rabies merupakan suatu penyakit zoonosis yaitu penyakit hewan berdarah panas yang

Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi virus Human. merupakan virus RNA untai tunggal, termasuk dalam famili Retroviridae, sub

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah. kesehatan global, terutama pada daerah berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. I. A. Latar Belakang. Infeksi virus hepatitis B (VHB) masih merupakan. masalah kesehatan pokok dengan tingkat morbiditas dan

BUKU SAKU FLU BURUNG. Posko KLB Ditjen PP dan PL : SMS GATE WAY :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

2015 ISOLASI DNA PARSIAL GEN

Pedoman Surveilans dan Respon Kesiapsiagaan Menghadapi Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-COV) untuk Puskesmas di Kabupaten Bogor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batasan anak balita adalah setiap anak yang berada pada kisaran umur

Gambar 4 Diagram batang titer antibodi terhadap IBD pada hari ke-7 dan 28.

I. PENDAHULUAN. Kanker serviks yang disebabkan oleh Human papillomavirus (HPV)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

BAB I PENDAHULUAN. dengue. Virus dengue ditransmisikan oleh nyamuk Aedes aegypti. Infeksi dengan

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 2 Hipotesis... 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

WASPADA, ADA PMK DI DEPAN MATA Perlunya Analisa Risiko

M. ESHA FAHLUTHFI PEMBIMBING : DR. HJ. IHSANIL HUSNA, SP.PD

I. PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. rata-rata konsumsi daging sapi selama periode adalah 1,88

Jika tidak terjadi komplikasi, penyembuhan memakan waktu 2 5 hari dimana pasien sembuh dalam 1 minggu.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. mamalia dan memiliki tingkat kematian yang sangat tinggi. Sangat sedikit penderita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat yang utama di dunia. Mycobacterium tuberculosis,

I. PENDAHULUAN. patin termasuk komoditi yang memiliki prospek cerah untuk dibudidayakan. Hal

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

BAB 1 PENDAHULUAN. kepercayaan, kita dihadapkan lagi dengan sebuah ancaman penyakit dan kesehatan,

Ringkasan Pengkajian Keamanan Lingkungan Produk Rekayasa Genetik Himmvac Dalguban N plus Oil Vaccine.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

OUTLINE PENDAHULUAN CIRI-CIRI VIRUS STRUKTUR SEL VIRUS BENTUK VIRUS SISTEM REPRODUKSI VIRUS PERANAN VIRUS

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pertama kali saat terjadinya perang di Crimea, Malta pada tahun Gejala

I. PENDAHULUAN. perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara sedang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Broiler atau ayam pedaging merupakan ternak yang efisien dalam

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) adalah penyakit menular ganas pada babi yang disebabkan oleh virus dengan gejala utama gangguan reproduksi dan pernafasan dan mengakibatkan kerugian ekonomi cukup besar. Keberadaan virus tersebut baru dilaporkan pertama kali pada tahun 1980-an. Agen penyebab virus PRRS diisolasi pertama kali di Belanda dan dinamakan European type yang diwakili oleh virus Lelystad (Wensvoort et al., 1991) dan North American type yang diwakili oleh virus VR-2332 yang di isolasi di Amerika pada tahun 1992 (Benfield et al., 1992). Materi genetik kedua tipe virus tersebut adalah sama, yaitu virus ribo nucleic acid (RNA), beramplop, tergolong famili Arteriviridae, beruntai pendek dan tidak bersegmen (Benfield et al., 1992). Manifestasi klinis penyakit PRRS pada babi secara umum tergantung pada tipe virus dan tingkat patogenitas virus. Gejala klinis yang ditimbulkan sangat bervariasi dari asimptomatik sampai dengan gejala yang multisistemik. Secara umum gejala klinis terbagi dalam bentuk gangguan reproduksi dan pernafasan (Hirose et al.,1995). Infeksi virus PRRS yang dilaporkan di Amerika Serikat pada tahun 1996 merupakan virus yang lebih virulen dan telah menginfeksi populasi babi yang telah divaksinasi dan mengakibatkan tingkat abortus dan kematian yang tinggi (Mengeling et al., 1998), sehingga kasus infeksi virus PRRS tersebut dikenal 1

sebagai infeksi PRRS akut. Kriteria untuk diagnosis PRRS akut, meliputi onset penyakit, tanda klinis (selama 2-4 minggu), kematian lebih dari 5% pada induk babi dan babi hutan, serta tingkat aborsi lebih dari 10% (Zimmerman et al., 1997). Pada tahun 2006-2007, kasus kematian babi yang sangat tinggi dilaporkan di Cina. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa wabah tersebut disebabkan oleh virus PRRS. Gejala klinis dan patogenesitas dari wabah tersebut berbeda dengan PRRS tradisional. Mortalitas pada kasus di Cina ini dapat lebih dari 60% dan morbiditas dapat mencapai sampai 100% (Tian et al., 2007). Gambaran molekuler dari virus PRRS yang diisolasi dari wabah tersebut menunjukkan adanya delesi 30 asam amino dari non struktural protein 2 (NSP2). Berdasarkan gejala klinis, patogenisitas, dan perbedaan gambaran molekuler dengan virus klasik maupun kejadian akut, maka penyakit ini kemudian disebut highly pathogenic porcine reproductive and respiratory syndrome (HP-PRRS) (Tian et al., 2007). Semenjak wabah tahun 2006-2007, berdasarkan analisis filogenetik, virus PRRS Cina diklasifikasikan menjadi empat sub kelompok yang sekuen genomnya memiliki kemiripan sebesar 99%. Berdasarkan penemuan baru ini, genotip ini kemudian disebut sebagai virus PRRS tipe North America (NA) strain Cina yang dikenal dengan HP-PRRS (Li et al., 2010). Pada wabah virus PRRS tahun 2007 di Vietnam dilaporkan bahwa varian virus PRRS yang ditemukan di negara ini mempunyai homologi nukleotida sebesar 99% dengan virus PRRS Cina. Laporan tersebut menyimpulkan bahwa virus PRRS Cina tahun 2006 telah menyebar ke 2

Vietnam dan kemudian bersirkulasi secara cepat di negara tersebut dan akhirnya menyebar ke negara-negara Asia Tenggara, meliputi Filipina dan Thailand tahun 2008, Laos dan Kamboja tahun 2010 serta Myanmar tahun 2011 (FAO, 2011). Salah satu penjelasan sehubungan dengan wabah ini adalah turunan virus PRRS tipe NA yang berevolusi menjadi suatu strain yang sangat virulen. Hal ini mungkin terjadi karena adanya tekanan yang dipicu oleh perubahan praktekpraktek peternakan babi di Cina, keterkaitan epidemiologis antara tingginya populasi babi dengan tatanan sistem manajemen dan produksi yang berbeda-beda serta faktor lingkungan (temperatur dan kelembaban) yang menyebabkan virus tersebut harus mempertahankan siklus hidupnya dengan melakukan mutasi, delesi ataupun insersi dan akhirnya virus menjadi lebih virulen. Koinfeksi virus PRRS dengan virus lain, misalnya swine influenza virus, porcine circo virus dan classical swine fever atau bakteri dapat berkontribusi terhadap manifestasi klinis dari virus PRRS yang sangat virulen tersebut (FAO, 2011). Penyakit PRRS mempunyai dampak ekonomi yang luas pada peternakan babi di Eropa, Amerika Utara, dan Cina. Kerugian akibat penyakit ini terutama akibat kematian, abortus, dan mumifikasi fetus, serta biaya pengobatan yang tinggi karena morbiditas dapat mencapai 100% serta biaya untuk sanitasi. Kerugian lain adalah anak babi yang lahir dari induk yang terinfeksi biasanya lemah dan kerdil sehingga feed conversion rate (FCR) menjadi tinggi (Neumann et al., 2005). Kerugian akibat wabah virus PRRS dapat mencapai $ 236/babi betina dewasa atau sekitar 600 juta dolar per tahun untuk produksi babi di seluruh dunia (Molenpkam et al., 2013). 3

Penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) sepantasnya mendapat perhatian di Indonesia. Genotipe virus PRRS yang ada di Indonesia belum diketahui. Kemungkinan adanya HP-PRRS perlu diungkapkan karena dampak ekonominya yang besar bagi industri babi. Informasi tentang hal tersebut sangat bermanfaat dalam kaitan surveilans, pencegahan dan penanggulangan penyakit babi. Indonesia adalah negara produsen babi terbesar kelima di Asia Tenggara maka harus senantiasa meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya HP-PRRS. Letupan virus PRRS diindikasikan ada di Sumatera Utara pada tahun 2008 (Hutagaol et al., 2010). Pada tanggal 01 April 2013 diterbitkan surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4026/Kpts./OT.140/3/2013 tentang penetapan jenis penyakit hewan menular strategis yang memasukkan penyakit porcine reproductive and respiratory syndrome (PRRS) sebagai salah satu penyakit strategis nasional, memberikan suatu perhatian yang baik terhadap penyakit ini. Kurangnya pengaturan dan pelayanan teknis dari pemerintah terhadap sektor peternakan babi, menyebabkan pelaksanaan surveilan tergolong minim dan kesiapsiagaan terhadap munculnya penyakit babi yang baru, termasuk HP-PRRS sangat rendah. Memasuki pasar global pada dekade ini, maka setiap virus yang muncul dalam bentuk sangat ganas dan berpotensi melintas batas (transboundary) harus dianggap sebagai suatu ancaman, sebagai tindakan dalam kewaspadaan dini (early warning system, EWS). Virus PRRS sudah dideteksi secara serologis pada babi di Indonesia sejak tahun 1998, namun belum ada data yang akurat tentang distribusi 4

keberadaan penyakit ini di Indonesia. Sampai saat ini informasi tentang kejadian infeksi virus PRRS masih sangat terbatas sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk mendapatkan data atau informasi yang akurat tentang penyakit tersebut. Teknik yang umum digunakan untuk mengetahui genotipe virus PRRS adalah reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) (Wasilk et al., 2004). Analisis genom virus PRRS paling sering dilakukan pada gen penyandi open reading frame 5 (ORF5) yang mengekspresikan glikoprotein 5 (GP5), dan ORF7 yang mengekspresikan glikoprotein 7 (GP7). Glikoprotein ini digunakan untuk mengetahui variasi genetik dan analisis filogenetik virus PRRS (Badaoui et al., 2013, Meulenberg et al., 1995). Glikoprotein 5 merupakan protein yang mempunyai variabilitas yang tinggi dan merupakan protein permukaan virus serta berinteraksi dengan sel yang diinfeksi oleh virus tersebut. Analisis filogenetik terhadap ORF5 sudah banyak dilaporkan; gen ini dianggap sebagai marker genetik untuk membedakan tipe dan subtipe virus PRRS (Meulenberg et al., 1995). Informasi sekuen protein GP5 dapat digunakan untuk membandingkan isolat virus PRRS; protein ini merupakan marker yang berharga untuk memantau strain virus PRRS dalam kawasan peternakan dari waktu ke waktu. Keberadaan protein ini dapat membedakan antara virus klasik dan virus baru serta dapat membedakan antara virus vaksin dan virus alami yang bersirkulasi di lapangan (Yang et al., 1998). Protein GP5 merupakan protein struktural utama yang membentuk amplop virus (major envelope proteins) dan protein tersebut telah banyak dipelajari sehubungan 5

dengan perannya dalam proses budding virus, sebagai target respon imun, dan sebagai kandidat vaksin (Dokland, 2010). Open Reading Frame 7 (ORF7) menyandi protein nukleokapsid (N) dengan urutan N-terminal yang bermuatan positif, dan memfasilitasi interaksi dengan RNA dalam perakitan partikel virus yang infeksius. Protein N diekspresikan secara berlimpah dan mempunyai imunogenisitas yang tinggi sehingga protein tersebut secara umum dipakai sebagai bahan dalam uji diagnostik (Yoo et al., 2003). Non struktural protein 2 (NSP2) adalah protein non-struktural yang mempunyai perbedaan cukup besar di antara kedua tipe virus PRRS (EU dan NA). Pada tingkat asam amino, homologi antara kedua tipe virus tersebut berkisar antara 40%. Selain itu protein NSP2 adalah sebagai kunci perbedaan genomik antara tipe EU dan NA. Mutasi (delesi atau insersi) sering terdapat di daerah tengah atau di wilayah N-terminal dari sekuen virus lapang. Protein NSP2 merupakan daerah yang mempunyai variabel tinggi dari virus PRRS dan memiliki epitop B pada daerah ini (Fang et al., 2007). Pada wabah HP-PRRS di Cina tahun 2006, telah ditemukan hal yang unik pada gen penyandi NSP2, yaitu adanya delesi sebanyak 30 asam amino pada gen penyandi protein tersebut. Delesi satu asam amino pada posisi 482 dan 29 asam amino pada posisi 533-561 dari isolat Cina yang termasuk tipe NA merupakan suatu penanda genetik (genetic marker) tersendiri terhadap isolat Cina semenjak tahun 2006. Menurut Tian et al. (2007) delesi ini menandakan adanya potensi virus PRRS menjadi lebih virulen (virulence marker) sehingga virus ini dikenal sebagai highly pathogenic PRRS 6

(HP-PRRS). Mekanisme virulensi ini tampaknya terkait dengan delesi 30 asam amino pada gen penyandi protein NSP2. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1. Apakah sudah terjadi infeksi virus HP-PRRS pada babi di Indonesia dan tipe virus PRRS apa saja yang bersirkulasi di Indonesia? 2. Bagaimanakah urutan nukleotida dan asam amino gen penyandi ORF5, ORF7, dan NSP2 serta variasi genetik pada virus PRRS yang diteliti? 3. Dari manakah kemungkinan asal virus PRRS yang ada di Indonesia? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui keberadaan virus HP-PRRS di Indonesia dan keberadaan tipe virus PRRS yang bersirkulasi di Indonesia 2. Mengetahui sekuen nukleotida dan asam amino serta variasi genetik dari gen penyandi ORF5, ORF7, dan NSP2 pada virus yang diteliti 3. Mengetahui kemungkinan asal penularan virus PRRS di Indonesia 7

D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang: 1. Keberadaan virus HP-PRRS di Indonesia dan keberadaan tipe virus PRRS yang bersirkulasi di Indonesia 2. Mendapatkan data base genetic berupa sekuen nukleotida dan asam amino serta variasi genetik dari gen penyandi ORF5, ORF7, dan NSP2 pada virus yang diteliti 3. Mengetahui kemungkinan asal penularan virus PRRS di Indonesia E. Keaslian Penelitian Analisis gen penyandi ORF5 virus PRRS tipe EU dan NA pada isolat Thailand tahun 2010-2011 telah dilakukan oleh Nilubol et al. (2013). Li et al. (2012) melakukan analisis pada gen penyandi NSP2, ORF5, dan ORF7 pada sebelas isolat virus PRRS asal Cina dan melaporkan telah terjadi evolusi yang cepat pada gen penyandi NSP2, ORF5, dan ORF7 pada isolat tersebut. Penelitian Shi et al. (2013) pada gen penyandi ORF5, ORF7, dan NSP2 memberikan kontribusi dan pengertian adanya variasi molekular dan epidemiologi penyakit PRRS pada isolat Cina tahun 2006-2012. Virus HP-PRRS Cina berkembang dengan pesat, hasil penelitian Liu et al, (2013) pada gen penyandi NSP2 dan ORF5 menunjukkan bahwa cepatnya evolusi yang terjadi pada virus HP-PRRS 8

Cina semenjak wabah tahun 2006 dan untuk penanggulangan tersebut perlu dibuatkan vaksin dari virus HP-PRRS atau turunannya. Di Indonesia deteksi titer antibodi terhadap virus PRRS sudah dilaporkan sejak tahun 1996 (Sendow et al., 1997). Deteksi virus PRRS asal Sumatera Utara dengan uji PCR pada virus tahun 2008 menunjukkan hasil positif (Hutagaol et al. 2010). Penelitian tentang penentuan subtipe dan studi keragaman genetik virus PRRS pada babi di Indonesia berdasarkan analisis gen penyandi ORF5, ORF7, dan NSP2 belum pernah dilakukan. 9