Seminar Nasional Peterakan dan Veleriner 2000 POTENSI KABUPATEN BANYUMAS SEBAGAI DAERAH BINAAN BPT-HMT BATURRADEN DALAM MENDUKUNG PENYEDIAAN BIBIT SAN PERAH DI TINGKAT PETERNAKAN RAKYAT ANNEKE ANGGRAENI', A. SALEH', LISA PRAHARANI I, C. THALIB ', dan K. DIWYANro2 1 Balai Penelitian Ternak P.O. Box 221, Bogor 16002 2 Puslitbang Peternakan, Man Raya Pajajaran Kav E 59, Bogor 16151 ABSTRAK Usaha sapi perah nasional telah memberikan sejumiah peran nyata dalam pembangunan subsektor petemakan, antara lain sebagai lahan usaha petemak, sumber protein hewani (susu clan daging) masyarakat, serta mendukung kegiatan pembangunan berwawasan lingkungan. Namun produksi susu yang dihasilkan masih lebih rendah dibandingkan kebutuhannya- Salah satu aspek yang perlu diupayakan untuk meningkatkan kernampuan produksi susu segar di dalam negeri adalah dengan mengidentifikasi daerah-daerah sentra produksi susu yang prosfektif untuk terus terus dikembangkan petemakan sapi perahnya. Kabupaten Banyumas, sebagai daerah budidaya petemakan sapi perah FH binaan BPT-HMT Baturraden, atas dam pertimbangan tiga aspek meliputi ketinggian, kapasitas tampung dan kepadatan penduduk telah dikaji potensi setiap kecamatannya dalam mendukung pengadaan bibit sapi perah FH. Atas dasar pertimbangan ketiga spek tersebut dapat diketahui sejumlah kecamatan di Kabupaten Banyumas mempunyai prospek yang baik untuk terus dikembangkan budidaya dalam mendukung pengadaan bibit sapi FH, adalah Kecamatan Pekuncen, Cilongok, dan Baturraden yang mempunyai ketinggian diatas 200 m dpl, dengan penambahan kapasitas tampung lebih dari 8.000 ST, dan kepadatan penduduk kurang dari 1000 orang/km2. Kats kunci : Sapi perah, potensi wilayah, pengembangan budidaya PENDAHULUAN Petemakan sapi perah merupakan komponen subsektor petemakan nasional yang mampu memberikan lahan usaha clan meningkatkan kesejahteraan bagi sebagian masyarakat di pedesaan. Data statistik menunjukkan pada saat ini tidak kurang sejumlah 98.000 rumah tangga telah menjadikan usaha petemakan sapi perah sebagai lahan usaha mereka, baik sebagai mata pencaharian pokok ataupun sampingan. Petemakan sapi perah domestik yang telah berkembang kuat dengan berbasis pada budidaya petemakan rakyat tersebut masih tetap terkonsentrasi pada daerah padat penduduk di pulau Jawa. Penyebamnnya hampir merata pada tiga propinsi meliputi sekitar 26,53% petemak di Jawa Barat, 31,63% di Jawa Tengah, clan 39,80% di Jawa Timur ; serta dalam jumlah relatif kecil di DI Yogyakarta 1,02% (STATISTIK PETERNAKAN, 1998). Meskipun petemak rakyat dapat mensuplai sebagian besar dari produksi susu segar di dalam negeri (sekitar 93%), namun apabila dibandingkan dengan total jumlah kebutuhan susu nasional, maka sumbangan yang diberikannya masih rekatif kecil (sekitar 40%). Kebutuhan konsumsi susu domestik ini tentunya akan menjadi semakin meningkat lagi pada masa-masa mendatang sebagai konsekuensi logis dari adanya peningkatan jumlah penduduk, kesejahteraan, clan kondisi sosial masyarakat secara umum. Dengan demikian usaha petemakan sapi perah khususnya pada tingkat petemakan rakyat dituntut untuk lebih dapat meningkatkan kinerjanya dalam menghasilkan produksi susu segar. 413
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1000 Sebagaimana yang diketahui budidaya sapi perah dengan tingkat keterbatasan lahan usahanya di pulau Jawa selama ini telah berinteraksi kuat dengan pola usaha tani tanaman pangan (dcn jugc perkebunan). Dengan demikian untuk meningkatkan pengembangan budidaya sapi perah di suatu wilayah perlu dilakukan pengkajian bagaimana kondisi agroklimatnya antara lain iklim yang mendukung, pola pertanian tanaman pangan yang ada, lahan pendukung ketersediaan pakan,dan tingkat kepadatan penduduk. Semua aspek tersebut akan menjadi faktor penentu dalam keberhasilan bagi pengembangan daerah sentra produksi susu. Tentunya sejumlah faktor penentu lain seperti sosialisasi masyarakat dalam beternak, sapi perah, ketersediaan fasilitas dan scrana yang mencukupi serta kelembagaan (distribusi dan pemasaran susu) juga perlu mendapatkan pertimbangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi Kabupaten Banyumas (Jawa Tengah) sebagai daerah binaan dari balai bibit sapi perah FH di BPT-HMT Baturraden dalam kemampuanannya mendukung program penyediaan bibit sapi perah FH di tingkat peternakan rakyat. Letak geografis Kabupaten Banyumas Perkembangan budidaya sapi perch FH 41 4 MATERI DAN METODE Banyumas merupakan salah satu daerah sentra produksi susu sapi FH dengan sebagian besar peternak sapi perahnya telah lama menjadi binaan dari BPT-HMT Baturraden. Untuk mendukung pengadaan bibit di tingkat peternakan rakyat, akan dievaluasi potensi sumberdaya wilayahnya dalam mendukung kelangsungan program pembibitan yang sudah ditetapkan. Sejumlah informasi telah dikumpulkan data sekunder mengenai program, operasional, sumberdaya alam, jumlah petemak, karakteristik populasi ternak (sapi perah dan ternak lainnya). Bersumber dari sejumlah instansi terkait yakni BPT-HMT Baturraden, Dinas Peternakan Kab. Banyumas, Badan Pusat Statistik Kab. Banyumas, dan koperasi susu. Untuk mengetahui potensi Kabupaten Banyumas sebagai wilayah pengembangan sapi perah, dilakukan evaluasi dan pengkajian potensi setiap kecamatan yang ada atas dasar pertimbangan ketinggian lokasi, luas dan pemanfaatan lahan, dan kepadatan penduduknya. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut akan ditentukan kecamatan yang prospektif untuk dikembangkan pemeliharaan sapi perahnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Kabupaten Daerah TK II Banyumas terletak diantara 109' dan 109' 30' Garis Bujur Timur dan sekitar 7 30' Garis Lintang Selatan. Kabupaten Banyumas mempunyai abatsan wilayah berikut : 1) sebelah utara berbatasan dengan Kab. Tegal dan Kab. Pemalang, 2) sebelah selatan berbatasan dengan Kab. Cilacap, 3) sebelah barat berbatasan dengan Kab. Cilacap dan Kab. Brebes, serta 4) sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten DATI II Purbclingga, Banjarnegara, dan Kebumen. Masyarakat kabupaten Banyumas mulai lebih mengenal usaha budidaya sapi perah sejak disebarkannya sejumlah ternak sapi perah FH impor berupa breeding stock dan commercial stock dari New Zealand oleh BPT-HMT Baturraden. Penyebaran sapi perah FH bantuan dimulai sejak tahun 1986/87 hasil implementasi dari financing agreement proyek bantuan MEE pada Baturraden Dairy Development Project (ATA-174). Disamping itu, dalam jumlah relatif kecil dipelihara pula sapi FH impor tersebut dalam lingkungan Balai. Penyebaran ternak menerapkan sistem kontrak
Seminar Nasiona! Peiernakan dan Ve(eriner 2000 Sumba yang prinsipnya setiap penduduk yang berminat dan dinyatakan layak untuk memperoleh kredit untuk beternak sapi perah menerima satu paket kredit sebanyak dua ekor sapi bunting tua kemudian dikenakan kewajiban mengembalikan empat ekor keturunanya yang betina setelah tercapai bobot 250 kg. Jangka waktu pengembalian kredit ditetapkan dalam batas maksimal lima tahun sejak sapi diterima peternak. Melalui pemberian sejumlah bantuan teknis seperti sapronak, pelayanan kesehatan, pelayanan IB, dan bantuan kredit sapi perah, dan pembinaan secara terus-menerus oleh institusi terkait seperti BPT-HMT Baturraden, Dinas Peternakan TK II Banyumas, koperasi primer Banyumas (Supraba) dan GKSI Jawa Tengah, telah memberikan perkembangan sapi perah pada wilayah yang lebih meluas. Perkembangan area budidaya, jumlah peternak, dan populasi sapi perah FH di Kabupaten Banyumas sejak dimulai penyebarannya oleh BPT-HMT Baturraden tahun 1986/87 sampai tahun 1999 dicantumkan pada Tabel 1. Selama tiga belas tahun dikenalkan budidaya sapi perah di sejumlah kecamatan di Kabupaten Banyumas, telah memberikan perkembangan cukup berbeda. Pertumbuhan peternak dan populasi sapi perah terjadi cukup pesat di kecamatan Baturraden yang benmula dari desa Kemutug Lor telah menyebar pada empat desa lainnya. Selam itu budidaya telah berkembang sarrpai kecamatan Cilongok (dengan lima desa) yang semula belum mendapat prioritas untuk peternakan sapi perah. Namun kondisi sebaliknya ditemukan di kecamatan Karang Lewas dimana terjadi penurunan jumlah peternak dan jumlah sapi perah secara nyata. Perkembangan cukup baik berlangsung di kecamatan Pekuncen ditunjukkan dengan semakin meningkatnya jumlah peternak dan sapi perah khususnya di desa Tumiyang. Sedangkan kedua performan di kecamatan Sumbang memperlihatkan perkembangan relatifkonstan. Potensi pengembangan sapi perah FH Budidaya sapi perah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen produksi rnenyangkut peternak sebagai pelakon produksi, lahan sebagai input produksi, sapi perah sebagai mesin biologis, dan lingkungan (ekosistem) tempat berinteraksi proses produksi. Untuk mengembangkan budidaya sapi perah secara mantap dan berkesinambungan, perlu kiranya keempat komponen mendapatkan perhatian dalam upaya mengalokasikan berbagai input produksi secara sinergis dan efektif agar diperoleh manfaat sebesar-besarnya dalam menghasilkan produksi susu clan sejumlah produk ikutannya. Pada kondisi kabupaten Banyumas yang sudah memprioritaskan pengembangan sapi perah rumpun FH, diperlukan evaluasi terutama berkaitan dengan potensi lahan bagi pengadaan pakan (hijauan dan konsentrat), kepadatan wilayah, dan kondisi iklim (terutama suhu dan kelembaban) lingkungannya. Potensi lahan sebagai penghasil hijauan Pengembangan budidaya sapi perah perlu mempertimbangkan kemapuan wilayah tersebut dalam menyediakan pakan hijauan. Kabupaten Banyumas yang terdiri dari 27 kecamatan mempunyai pola pemanfaatan lahan cukup bervariasi yang tidak terlepas dari kondisi iklim, topografi, vegetasi lahan, clan kondisi sosial ekonomi masyarakat, seperti tertera pada Tabel 2. Berdasarkan data pemanfaatan lahan ini, dilakukan estimasi kemampuan produksi hijauan dari setiap kecamatan dalam menampung ternak, dengan cara mengkoversikan pada penggunaan lahan kedalam kapasitas tampung berdasarkan satuan ternak (ST). Pola lahan yang dipergunakan untuk mengetahui potensinya sebagai sumber hijauan dengan demikian tidak memperhitungkan kolam dan 41 5
Seminar Nasional Peternakan dan Peteriner 2000 penggunaan lainnya. Dengan mengkonversikan pula setiap jenis temak yang ada di setiap kecamatan kedalam satuan Tenak, diketahui jumlah temak (ST) yang ada di setiap lokasi. Selanjutnya potensi setiap lokasi untuk pengembangan temak diketahui dengan mengurangkan kapasitas tampung terhadap jumlah temak (ST) di setiap kecamatan didapatkan seperti Tabel 3... Tabel 1. Lokasi dan populasi sapi perah FH pada peternakan rakyat di Kabupaten Banyumas Tahun 1986/87 " Tahun 19992) No. Kecamatan/Desa Jumlah Peternak Jumlah Sapi Jumlah Peternak Jurnlah Sapi (orang) (ekor) 3 ) (orang) Satuan Ternak I. Sumbang I. Banjarsari Wetan 18 36 5 13,1 2. Banjarsari Kulon 34 68 11 26,4 3. Banteran 17 34 1 1,9 4. Karanggintung 24 48 32 4,3 5. Limpa Kuwus 31 62 63 186,3 6. Keyatasa - - 5 14,7 Subtotal 124 248 117 246,7 II. Pekuncen 1. Pekuncen 10 20 5 17,6 2 Glempang 10 20 13 20,2 3 Turniyang 47 94 93 226 Subtotal 67 134 111 263,8 III. Karang Lewas 1. Karang Kemiri 32 64 1 3 2. Karanggude Kulon 41 82 10 38,8 3. Jipang 23 46 1 2 4. Singosari 34 68 4 49 5. Babakan 30 60 8 22,8 6. Sunyalangu - - 6 12 Subtotal 160 320 30 127,6 IV._ Baturraden 1. Kemutug Lor 27 54 36 151 2. Karang Tengah - - 4 11,6 3, Karang Salun - - 31 145,6 4. Karang Mangu - - 1 2,6 5. Ketenger - - 21 73 Subtotal 27 54 93 375,8 V. Cilongok 1. Panernbangan - - 12 58 2. Karang Tengah - - 32 186,7 3. Sambiroto - - 19 5,5 4. Gunung Lurah - - 7 22 5. Sokawera - - 5 15,8 Subtotal - - 75 288 Total 378 756 426 13.019 Keterangan: 1) Dikutip dari Laporan Tahunan pada Tahun 1990 BPT-HMT Baturraden 2) Dikonversi dari data temak sapi perah (sapi dewasa = I ST, muda = 0,6 ST, dan anak = 0,25 ST) Laporan Triwulanan ke 11 Tahun 1999 Dinas Peternakan TK 11 Banyumas 3) Sernua sapi dalam kondisi bunting tua
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 2000 Tabel 2. Pola pemanfaatan lahan (ha) per Kecamatan di Banyumas Kecamatan Sawah Pekarangan/ Tegalan/ Ladang/P. Kolam Hutan Hutan Perkebunan Lainlain Jumlah Bangunan Kebun rumput Rakyat Negara - ha -------- --_-_--- Lumbir 914 509 4.962-5 140 3.237 282 217 10.266 Wangon 1.428 1.017 2.610-5 236 427 288 67 6.078 Jatilawang 1.640 805 1.699-10 45 433-184 4.816 Rawalo 1.397 858 1.449-7 51 1.035 29 138 4.964 Kebasen 958 1.585 1.087-11 565 916-313 5.399 Kemranjen 1.881 787 396-33 1.006-1.571 397 6.071 Sumpiuh 1.656 744 540-20 179 1.468 1.138 256 6.001 Tambak 1.725 1.561 309 25 8 36 1.369-170 5.203 Somagede 585 186 933-8 - 81 2.053 165 4.011 Kalibagor 973 1.026 781 - - 679-12 102 3.573 Banyumas 571 417 797-11 668 33 1.136 176 3.809 Patikraja 1.435 556 1.094-12 239 695-292 4.323 Purwojati 874 826 856-5 691 427-107 3.786 Ajibarang 1.642 581 1.913-16 1.009 604 665 223 6.653 Gumelar 1.094 870 1.799-3 2.381 2.544 579 125 9.395 Pekuncen 1.863 901 686 12 10 1.746 3.835 6 211 9.270 Cilongok 2.468 1.094 295-43 913 3.009 2.437 275 10.534 Karanglewas 960 983 139-31 - 612 319 204 3.284 Kedungbanteng 1.206 578 1.015-39 120 2.937-127 6.022 Baturaden 969 314 547 5 21-2.585 5 107 4.553 Sumbang 2.153 566 309 -. 21 741 847 526 179 5.342 Kembaran 1.781 347 298-24 - - - 142 2.592 Sokaraja 1.723 543 572-29 - - - 125 2.992 Purwokerto Selatan 253 828 60-16 73 - - 145 1.375 Purwokerto Barat 259 377 5-15 - - - 84 740 Purwokerto Timur 222 490 - - - - - - 130 842 Purwokerto Utara 356 477 - - 8 - - 60 901 Jumlah 32.986 19.826 25.151 42 411 11.518 27.094 11.046 4.685 132.759 Sumber : BADAN PUSAT STATISTIR 13ANYUMAS (1998)
Seminar Nasional Perernakan dan Veleriner 2000 Tabel 3. Estimasi kapasitas lahan per kecamatan untuk menampung temak di Kabupaten Banyumas Kecamatan Lumbir Kapasitas Tampung (ST) 3.892 Jumlah Termak (ST) 4.139 Penambahan Temak (ST) -247 Wangon 14.445 3.229 +11.217 Jatilawang 5.097 1.734 +3.364 Rawalo 3.973 2.225 +1.748 Kebasen 5.858 3.659 +2,199 Kemranjen 6.960 2.021 +4.939 Sumpiuh 6.496 2.343 +4.153 Tambak 8.652 2.645 +6.008 Somagede 5.704 3.824 +1.881 Kalibagor 3.629 2.780 +849 Banyumas 3.370 2.551 +819 Patikraja 5.213 2.102 +3.112 Purwojati 6.948 2.156 +4.792 Ajibarang 6.358 2.961 +3.841 Gumelar 8.166 2.663 +5.205 Pekuncen 18.865 5.126 +16.202 Cilongok 20.915 1.851 +15.789 Karanglewas 16.049 883 +14.197 Kedungbanteng 4.091 2.414 +3.209 Baturraden 11.220 4.412 +8.806 Sumbang 10.595 3.389 +6.183 Kembaran 7.320 1.102 +3.931 Sokaraja 1.966 720 +865 Purwokerto Selatan 712 581-8 Purwokerto Barat 659 284 +78 Purwokerto Timur 456 667 +172 Purwokerto Utara 550 667-117 Keterangan : 0 0 0 0 0 Sumber BPS Kabupaten Banyumas (1998) Estimasi kapasitas tampung tidak memperhitungkan kolam, padang rumput, dan lahan lain4ain. Standar kapasitas tampung (Dit. Jen. Petemakan, 1996) adalah sawah = 0,763 ST, tegalan /pekarangan/ladang = 0,584 ST, hutan = 3,264 ST. Estimasi jumlah temak tidak memperhitungkan babi dan ayam ras. Standar satuan temak sapi perah = 1, sapi potong = 0,76, kerbau = 0,91, kuda = 0,69, kambing = 0,12, domba = 0,13, syam = 0,02, dan itik = 0,03. Berdasarkan estimasi ketersediaan pakan hijauan (Tabel 3), masih banyak kecamatan yang berpotensi untuk menampung ternak dalam jumlah yang besar, seperti kecamatan Pekuncen, Cilongok, dan Karang Lewas yang mempunyai kemampuan untuk menerima berurutan sejumlah 16.202, 15.789, dan 14.197 ST. Sebaliknya terdapat beberapa kecamatan yang sudah berat untuk mendapatkan tambahan beban pemeliharaan ternak seperti kecamatan Lumbir, Purwokerto, Kalibago, Banyumas, dan Sokaraja. 41 8
Seminar Nasionat Peternakan clan Veteriner 2000 Ketinggian wilayah Sebagian kecamatan di Kabupaten Banyumas merupakan clataran rendah, dengan sedikit lokasi (tiga kecamatan) terletak pada ketinggian 200 meter dari penmukaan laut. Letak ketinggian 200 m dpl sebenarnya masih merupakan dataran renclah, bila dihubungkan dengan kondisi iklim (suhu clan kelembaban) yang diperlukan untuk kenyaman biologis sapi perah Bos terus (FH) melakukan aktivitas metabolisme tubuh clan berproduksi susu. Menurut WRIGHT dalam ATMADILAGA (1959) cliperlukan kisaran suhu 18,3 C sampai 21,1 C dengan kelembaban udara di atas 55 persen agar sapi perah Bos taurus dapat berproduksi secara optimal. Dengan demikian daerah tropis di Indonesia yang sesuai untuk pemeliharaan sapi perah rumpun FH adalah daerah pegunungan yang mempunyai ketinggian > 750 meter dpl. Bila dihubungkan dengan lokasi pengembangan budidaya sapi perah FH di Banyumas, terlihat pendekatan pengembangan yang dilakukan sudah mengarah pada upaya untuk memberikan kenyamanan bagi sapi berproduksi. Sebagian besar dari kecamatan yang sudah berkembang sapi perahnya terletak pada lokasi relatif lebih tinggi dibandingkan kecamatan lainnya, berkisar antara 140-300 meter dpl. Memang sapi perah rumpun FH termasuk salah satu rumpun sapi perah Bos taurus yang cukup sulit beradaptasi pada iklim dataran renclah daerah tropis. Namun dengan perhatian manajemen, pemberian pakan, clan pemeliharaan sanitasi clan kesehatan dapat membantu sapi-sapi ini untuk berproduksi susu cukup baik. Terbukti dengan adanya pengadaan input produksi secara baik misalnya pengaclaan pakan hijauan yang mencukupi di kecamatan Baturraden clan Cilongok, dapat terus berkembang jumlah peternak clan populasi sapi perah FH-nya. Kepadatan penduduk Kepadatan penduduk dari suatu lokasi (kecamatan) merupakan salah satu faktor penentu dalam mengetahui potensi wilayah untuk pengembangan ternak. Pada penelitian, suatu kecamatan dinyatakan daerah paclat apabila mempunyai kepadatan penduduk lebih dari 900 orang per kilo meter persegi. Wilayah prospektif bagi pengembangan sapi perah Penentuan wilayah atau kecamatan dengan prospek yang baik untuk terus dilakukan pengembangan sapi perah dalam penelitian diperingkat berdasarkan pertimbangan ketinggian, kapasitas tampung ternak, clan tingkat kepadatan penduduk (Tabel 4). Ketinggian tempat diberikan bobot pertimbangan lebih besar dibandingkan kapasitas tampung clan kepadatan penduduk. Pada lokasi dengan ketiga faktor bernilai positip berarti merupakan kecamatan prospektif untuk terus dikembangkan budidaya sapi perah. Apabila hanya ketinggian lokasi clan kapasitas tampung bernilai positip, juga masih layak dikembangkan usaha sapi perah. Akan tetapi apabila faktor kapasitas tampung clan kepadatan penduduk bernilai positip, disarankan untuk mengupayakan budidaya jenis ternak lainnya seperti sapi potong, domba, clan kambing. Berclasarkan uraian di atas, kecamatan Baturraden, Cilongok, dan Pekuncen terlihat mempunyai peluang yang baik untuk terus dikembangkan sapi perah. Sebaliknya Sumbang dan Karang Lewas sudah cukup sarat dengan penduduk dan mempunyai iklim (suhu clan kelembaban) lebih panas dibandingkan kedua kecamatan sebelumnya. Atas dasar kajian ketiga faktor tersebut, bisa dimengerti 419
Seminar Nasional Peternakan dan 6eteriner 2000 mengapa budidaya sapi perah tidak begitu berkembang di Sumbang. kedua kecamatan Karang Lewas dan Tabel 4. Kepamatan yang prosfektif untuk dikembangkan sapi perah FH di Kabupaten Banyumas Kepamatan Keterangan : Ketinggian lokasi (meter dpl) Penambahan kapasitas tampung (ST) Kepadatan penduduk (orang/km s ) o ') Kepamatan yang sudah berkembang peternakan sapi perah FH o (?) Infonnasi ketinggian tidak tersedia o Prioritas penimbangan pengembangan sapi perah adalah ketinggian (> 200 m dpl), kapasitas tampung, dan kepadatan penduduk o LP singkatan selain temak sapi perah t II Prospek III Potensi. Lumbir 18-247 427 - - + Wangon 30 +11.217 1.148 - + - LP Jatilawang 21 +3.364 1.152 - + - LP Rawalo - + 1.748 854? + +?/LP Kebasen 20 +2.199 933 - + - LP Kemranjen - +4.939 1.043? + - LP Sumpiuh 18 +4.153 878 - + + LP Tambak - +6.008 884? + +?/LP Somagede - + 1.881 815? + +?/LP Kalibagor 37 +849 1.156 - + - - Banyumas 30 +819 1.216 - + - - Patikraja - +3.112 1.045? + -?/LP Purwojati - +4.792 863? + +?/LP Ajibarang 148 +3.841 1.233 - + - - Gumelar - +5.205 499? + +?/LP Pekuncen +) 250 + 16.202 675 + + + + Cilongok *) 233 + 15.789 979 + + - + Karanglewas ") 140 + 14.197 1.529 - + - LP Kedungbanteng - +3.209 791? + +?/LP Baturraden') 300 +8.806 895 + + + + Sumbang *) 160 +6.183 1.223 - + - - Kembaran - +3.931 2.315? + -?/LP Sokaraja 37 +865 2.234 - + - - Purwokerto Selatan - - 8 4.293? - - - Purwokerto Barat - +78 6.490? + - - Purwokerto Timur - + 172 7.333? + - - Purwokerto Utara - -117 4.813? - - -
Seminar Nasionai Peternakan dan Peteriner 2000 KESIMPULAN DAN SARAN Penentuan lokasi (kecamatan) pengembangan budidaya sapi perah FH di kabupaten Banyumas selama ini sudah mempertimbangkan sejumlah faktor pendukung dari agroekosistem yang ada. Dengan mempertimbangkan kondisi ketinggian, kapasitas tampung, dan kecamatan penduduk, diketahui sejumlah kecamatan di kabupaten Banyumas mempunyai prospek yang baik untuk terus diberdayakan dalam program pembibitan sapi perah FH pada tingkat peternakan rakyat. DAFTAR PUSTAKA ATMADILAGA, D. 1959. Cattle Breeding in Indonesia with Special Reference to Heat Tolerance. Disertasi Doktor. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Indonesia. Bogor. BUKU STATISTIK PETERNAKAN. 1998. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Jakarta. BIRO PUSAT SATISTIK KABUPATEN BANYUMAs. 1998. Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas. I.APGRAN TAHUNAN Dims PETERNAKAN. 1999. Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Banyumas. Banyumas. PRGYEK PENGEMBANGAN SAM PERAH BATURRADEN. 1990. Dit. Jen. Peternakan, Departemen Pertanian. Purwokerto.