BAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau

dokumen-dokumen yang mirip
Prika Susrawita Siregar ABSTRAK

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan: 1. Batasan Kewenangan dan Intervensi yang Dimiliki Komisaris

KEJAHATAN KORPORASI (CORPORATE CRIME) OLEH: Dr. Gunawan Widjaja,SH.,MH.,MM

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP FIDUCIARY RELATIONSHIP

TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.

BAB I P E N D A H U L U A N

TANGGUNG JAWAB DIREKSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

BAB V PENUTUP. Bab ini akan berisi kesimpulan hasil penelitian, dan saran-saran yang dapat

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016. Kata kunci: Tanggungjawab, Direksi, Kepailitan, Perseroan Terbatas

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah PT Rajawali Nusindo yang mengelola bidang usaha

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2011

TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI & KOMISARIS BUMN PERSERO

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

PEDOMAN DAN KODE ETIK DIREKSI PT TRIKOMSEL OKE Tbk.

perubahan Anggaran Dasar.

BAB III TATA KELOLA KOPERASI (COOPERATIVE GOVERNANCE)

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

PEDOMAN DAN KODE ETIK DEWAN KOMISARIS PT TRIKOMSEL OKE Tbk.

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat (memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi), sedangkan

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33/POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

Oleh : Nike K. Rumokoy. Abstract:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, termasuk doktrin hukum dari negara Common Law System.

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari segi kegiatannya, lebih tampak sebagai lembaga sosial. Sejak awal. dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

Lex Privatum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. 1 Agar dapat melakukan

PROGRAM KEPATUHAN KORPORASI SEBAGAI ALASAN PEMAAF

e) Hak Menghadiri RUPS... 55

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.04/2014 TENTANG KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSEROAN TERHADAP PERSEROAN YANG DINYATAKAN PAILIT. Angga Pramodya Pradhana Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Agustino Sandy Permana et al., Pertanggung Jawaban Direksi Perseroan Terbatas Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum...

2 Perusahaan Publik. Atas pemenuhan pelaksanaan kewajiban, tugas, dan tanggung jawab tersebut melahirkan hak bagi anggota Direksi atau anggota Dewan K

ANALISIS TERHADAP KEWAJIBAN DIREKSI PERSEROAN DALAM MENYELENGGARAKAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM. Disusun Oleh : Andri Wihanjaya N.P.M.

Kapita Selekta: Multidoor Approach & Corporate Criminal Liability dalam Kasus Pidana Perikanan

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA OLEH KORPORASI

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

PEDOMAN KERJA DIREKSI PT INTERMEDIA CAPITAL Tbk. ("Perusahaan")

Analisis pemahaman..., Kristanto, FH UI, BAB 1 PENDAHULUAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.05/2015 TENTANG TATA CARA PENETAPAN PENGELOLA STATUTER PADA LEMBAGA JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 9 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.05/2015 RANCANGAN PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB 3 MANAJEMEN LEMBAGA KLIRING

BAB IV. A. Analisis Hukum Pidana Islam tentang Kejahatan Korporasi Sebagaimana Diatur

BAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PENUTUP. pertanggungjawaban pidana pengganti (vicarious liablity) sebagaimana dimaksud

BAB II PRINSIP BUSINESS JUDGMENT RULE DI DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI PADA PERSEROAN TERBATAS

PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya disebut Perseroan ) adalah badan hukum yang merupakan

BAB V PENUTUP. Dari pembahasan mengenai Kajian Yuridis Atas Doktrin Caveat Venditor. Terhadap Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Pembeli Gawai dalam

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1997 telah mengakibatkan kelumpuhan perekonomian nasional. termasuk akibat ketidakberdayaan sektor swasta nasional yang

KETENTUAN PIDANA DALAM UU NO. 3 TAHUN 2011 TENTANG TRANSFER DANA

Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan

Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asu

kejahatan ekonomi di bidang perbankan dalam hukum pidana yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

Pedoman Kerja Dewan Komisaris dan Direksi PT Nusa Raya Cipta Tbk PEDOMAN KERJA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI

BAB I PENDAHULUAN. dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengatasi permasalahan tersebut dalam hal ini

Pengelolaan BUMD berbentuk PT dikaitkan dengan tindak Pidana Korupsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang terkenal adalah peristiwa yang terjadi di Amerika Serikat, yaitu kasus Smith

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

(Disampaikan oleh Direktorat Hukum Bank Indonesia)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. mengambil keputusan bisnis walaupun berisiko. Keputusan yang diambil dapat saja

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

KEWENANGAN PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN BADUNG

BAB II RUANG LINGKUP KEDUDUKAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

B A B I PENDAHULUAN. penunjang antara lain tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan dan mengendalikan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

BAB II PERAN ORGAN PERSEROAN DALAM PENGGUNAAN LABA PERSEROAN. A. Pengertian dan Dasar Hukum Penggunaan Laba Perseroan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK

BAB I PENDAHULUAN. antara lain mengatur tanggung jawab direksi PT, misalnya Pasal 97. Pasal 97

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan diatas mengenai permasalahan pertanggungjawaban korporasi, juga pertanggungjawaban direksi sebagai representasi korporasi dan kendala-kendala yang dihadapi dalam menjerat korporasi terkait tindak pidana pencucian uang dengan modus penggelapan pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kedudukan dan pertanggungjawaban hukum pidana korporasi terkait tindak pidana pencucian uang dengan modus penggelapan pajak diatur diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) yaitu dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi tersebut diperkuat dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau doktrin pertanggungjawaban dimana unsur kesalahan bukan unsur mutlak. Doktrin ini pada dasarnya dapat diterapkan kepada korporasi atas tindak pidana yang dilakukannya membawa bahaya untuk kepentingan masyarakat umum dan bersifat luar biasa. Korporasi dapat memenuhi unsur-unsur kesalahan bila kesengajaan atau kelalaian terdapat pada orang-orang yang menjadi alat korporasi tersebut. Berdasarkan identification theory, korporasi dapat dibebankan pertanggungjawaban walaupun dalam kenyataannya korporasi bukanlah 140

141 entitas yang dapat berbuat sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi organ-organ mana dalam korporasi yang melakukan tindak pidana. Faktor-faktor yang diperlukan untuk dapat menuntut pertanggungjawaban pidana kepada koporasi adalah adanya directing mind. Selain directing mind unsur lainnya adalah korporasi memberikan wewenang kepada direksi dan direksi melakukan hal tersebut, tidak ada fraud (penipuan yang dilakukan direksi) dan tindakan tersebut memberikan keuntungan kepada korporasi. Berdasarkan Doctrine of delegation, unsur untuk membebankan pertanggungjawaban kepada korporasi menurut doktrin ini adalah adanya pendelegasian wewenang dari seseorang kepada orang lain untuk melaksanakan kewenangan yang dimilikinya. Dan Doctrine of Aggregation, unsur untuk membebankan pertanggungjawaban kepada korporasi menurut doktrin ini adalah adanya kesalahan sejumlah orang secara kolektif. Artinya orang-orang yang bertindak untuk dan atas nama korporasi. Selain doktrin mengenai pertanggungjawaban korporasi diatur juga di dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan bahwa dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana yang dimaksud Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi dan/atau personil pengendali korporasi dan pidana dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana pencucian uang dilakukan atau diperintahkan oleh personil pengendali korporasi,

142 dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan koporasi, dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah, dan dilakukan dengan maksud dan fungsi pelaku atau pemberi perintah. 2. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang mendefinsikan direksi sebagai organ perseroan yang berwenang dan bertanggungjawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Setelah menganalisis kasus terkait dengan penelitian ini kepada direksi dapat diminta pertanggungjawaban pidana berdasarkan prinsip fiduciary duties dan duty to skill and care. Berdasarkan doktrin ini, direksi dalam menjalankan kepengurusan mempunyai duty of care dan duti of loyality terhadap korporasi. Doktrin duty of care mewajibkan direksi dan organ lainya untuk berperilaku hati-hati. Tanggung jawab berdasarkan prinsip ultra vires. Prinsip ultra vires ini mengatur akibat hukum bilamana ada tindakan direksi untuk dan atas nama korporasi, dan tindak tersebut melampaui kewenangan sehingga menimbulkan tindak pidana yang diatur oleh anggaran dasar korporasi dan perundang-undangan yang terkait, maka direksi dapat dibebankan pertanggungjawaban atas tindakan tersebut. Tanggung jawab berdasarkan prinsip piercieng the corporate veil. Direksi dapat dibebankan pertanggungjawaban pidana apabila memenuhi unsur terjadinya penipuan dan penindasan sehingga

143 didapatkan suatu ketidakadilan terjadinya dari dominasi pemegang saham yang berlebihan dan korporasi merupakan alter ego dari pemegang saham mayoritas tersebut. Doktrin Business Judgment Rule atau doktrin putusan bisnis mengatur mengenai kewenangan direksi. Doktrin tersebut mengharuskan adanya syarat bahwa putusan yang diberikan direksi sesuai dengan hukum yang berlaku, direksi melakukan tugasnya dengan itikad baik, direksi membuat keputusan dengan tujuan yang benar, tujuan tersebut mempunyai dasar-dasar yang rasional, dilakukan dengan kehati-hatian, dan direksi melakukan tugasnya dengan secara layak dipercayai sebagai yang terbaik bagi korporasi. Selain melihat dari teori yang dijelaskan tersebut, pertanggungjawaban direksi juga secara tegas diatur didalam pasal Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberatasan Tindak Pidana Pencucian Uang, sehingga direksi PT. X tersebut dapat dibebankan pertanggungjawaban hukum secara pidana. 3. Tindak pidana pencucian uang dengan modus penggelapan pajak merupakan tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang dengan intelegasi tinggi, sehingga tidak mudah untuk memberantas tindak pidana tersebut. Oleh karena kendala tindak pidana pencucian uang yang rumit untuk dibuktikan, pertanggungjawaban dalam UU PT tidak mengatur pertanggungjawaban korporasi, dan pembuktian yang sulit bahwa pelaku tindak pidana penggelapan pajak yang dilakukan merupakan perintah dari korporasi,

144 B. SARAN Adapun saran yang penulis sampaikan dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk Akademisi Diharapkan bagi kalangan akademis untuk memberikan sumbangsih atau pemikirannya bagaimana seharusnya pertanggungjawaban korporasi dan pertanggungjawaban direksi diatur lebih jelas sehingga korporasi dan direksi dapat dibebankan tanggungjawab. 2. Untuk pemerintah Diharapkan bagi aparat penegak hukum untuk mengatur lebih konkrit tentang bagaimana korporasi bisa dipidana sehingga pemaparan mengenai pengaturan pertanggungjawaban korporasi dan pengaturan pertanggungjawaban direksi dapat lebih jelas. Selain itu diharapkan juga bagi aparat penegak hukum untuk lebih mempertegas penerapan aturan dan sanksi pidananya. 3. Untuk Masyarakat Umum Diharapkan juga peran serta masyarakat untuk lebih aktif memberikan informasi mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi yang ada di lingkungnnya, dimana secara tidak langsung masyarakat sebagai pihak yang dirugikan atas tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi.