BAB V PENUTUP. Bab ini akan berisi kesimpulan hasil penelitian, dan saran-saran yang dapat
|
|
- Hadian Hartono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V PENUTUP Bab ini akan berisi kesimpulan hasil penelitian, dan saran-saran yang dapat disampaikan berdasarkan hasil penelitian. A. Kesimpulan 1. Harmonisasi Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dengan Pasal 50 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Pasal 2 (g) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara Dalam rangka upaya mempailitkan BUMN, khususnya BUMN Persero, secara perundang-undangan terdapat masalah dalam harmonisasi antar undangundang, yang kemudian menjadi problematika baik bagi penegak hukum maupun bagi para pelaku usaha. Masalah harmonisasi bukan terletak pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maupun UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Ketidakharmonisan terletak tiga undang-undang, yakni UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (khususnya Pasal 11) di satu sisi, dengan dua undang-undang lainnya di sisi lain, yakni UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (khususnya Pasal 50), dan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 2 (g). Solusi yuridis-formal untuk persoalan disharmoni tersebut adalah dengan mempertegas bahwa definisi perusahaan negara yang bergerak di bidang kepentingan publik itu adalah BUMN berbentuk Perum. Oleh karena itu BUMN 123
2 berbentuk Persero tidak termasuk kategori perusahaan negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, sehingga status hukumnya sama seperti Perseroan lainnya, sehingga berlaku Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dan perundang-undangan lain yang berlaku pada Perseroan. Dengan ketegasan definisi perusahaan negara yang bergerak di bidang kepentingan publik tersebut adalah BUMN berbentuk Perum, maka disharmoni antar-perundang-undangan diharapkan sudah tidak ada lagi. 2. Status Modal Negara yang Ditanamkan dalam BUMN Persero Negara merupakan badan hukum publik, maka segala sesuatu yang dimiliki oleh negara berasal dari uang publik dalam APBN, atau juga berasal dari non-apbn. Namun pada saat negara memberikan modal negara kepada badan hukum lainnya, dalam hal ini BUMN Persero, maka uang publik tersebut menjadi uang privat, karena sudah terjadi proses levering antara dua badan hukum yang berbeda. Pada saat negara menyerahkan modal negara yang notabene uang publik kepada BUMN Persero, maka uang publik tersebut menjadi privat karena sudah terjadi proses levering pada kedua badan hukum (badan hukum publik dan badan hukum privat). Status hukum uang negara yang telah menjadi saham telah tertransformasi secara hukum, dari uang publik menjadi uang privat. Persero sebagai suatu badan hukum yang berbentuk Perseroan Terbatas memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan Direksi (sebagai pengurus), Komisaris (sebagai pengawas), dan Pemegang 124
3 Saham (sebagai pemilik). Hal ini konsekuensi dari suatu badan hukum dimana terdapat prinsip pemisahan harta kekayaan badan hukum dari harta kekayaan pemilik dan pengurusnya. Solusi dari terjadinya silang pendapat antara asset publik dan asset privat tersebut adalah dengan ditambahkannya minimal satu ayat yang mempertegas secara eksplisit bahwa modal negara yang ditanamkan dalam BUMN Persero bukan lagi sebagai asset negara melainkan sebagai asset dari BUMN Persero tersebut, sehingga sudah bersifat privat, dan posisi negara adalah sebagai pemilik lembar saham. Apabila asset BUMN Persero telah ditetapkan sebagai asset BUMN Persero itu sendiri, maka tidak ada alasan bahwa BUMN Persero tidak bisa dipailitkan dengan alasan assetnya merupakan asset negara. 3. Kemungkinan Norma Piercing the Corporate Veil Diterapkan untuk BUMN Persero yang Pailit. Norma Piercing the Corporate Veil pada prinsipnya hendak meniadakan sekat-sekat dalam Perseroan Terbatas. Pengertian Piercing the Corporate Veil secara harafiah adalah Norma hukum Piercing the corporate veil merupakan norma yang membolehkan pengadilan menembus atau mendobrak sekat-sekat Perseroan, terutama menembus pertanggungjawaban terbatas (limited liability), sehingga memberikan pengertian bahwa tanggung jawab pemegang saham yang terbatas sebesar saham yang dimilikinya, menjadi tanggung jawab yang tidak terbatas (unlimited liability). 125
4 Terdapat sejumlah kondisi umum yang memungkinkan diterapkannya norma Piercing the Corporate Veil, yakni: (i) Penggunaan dana perusahaan secara pribadi; (ii) Ketiadaan formalitas pendirian perusahaan (tidak tuntasnya pendirian perusahaan; tidak melakukan rapat, pemilihan direksi atau komisaris; tidak melakukan penyetoran modal; pencampuradukan urusan Perseroan dengan urusan pribadi); (iii) Terdapat elemen penipuan; (iv) Terjadi transfer modal/ asset kepada pemegang saham; (v) Perseroan hanya sebagai alter ego/ dummy dari pemegang saham; dan (vi) Terjadinya kasus kuasi-kriminal, misalnya perjudian. Oleh karena itu solusi dari antisipasi terjadinya kewajiban perseroan melebihi kekayaannya sendiri dalam hal dipailitkan, maka apabila telah memenuhi persyaratan bagi pengadilan untuk memberlakukan norma Piercing the corporate veil, maka norma tersebut harus bisa diterapkan, dan mengenai hal ini harus ditegaskan secara eksplisit dalam satu ayat maupun pasal dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas. B. Saran 1. Saran Teoritis a. Hendaknya pengembangan ilmu hukum bisnis juga diarahkan pada teori-teori yang semakin dapat menjawab berbagai fenomena hukum bisnis yang terus dinamik, seperti norma Piercing the Corporate Veil. 126
5 b. Hendaknya untuk peneliti selanjutnya mengembangkan subjek Piercing the Corporate Veil, dan studi antara hukum privat dan hukum publik, dengan studi perbandingan antar-negara. 2. Saran Praktis 1. Perlunya judicial review terhadap UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara; UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, agar dalam Pasal atau ayat tetentu yang selama ini menjadi mis-interpretasi, tidak ada lagi. 2. Para perancang undang-undang, baik di kalangan eksekutif maupun legislatif, hendaknya mempertimbangkan lebih seksama berbagai silang pendapat, disharmoni pelaksanaan hukum perusahaan, sehingga cepat tanggap untuk segera mengambil langkah yang solutif agar masalah dishamoni perundang-undangan tersebut tidak berlarut-larut dan menimbulkan dampak yang tidak baik bagi dunia hukum perusahaan di Indonesia. 127
BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia
120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha
Lebih terperinciperubahan Anggaran Dasar.
2. Selain itu Peningkatan Modal Perseroan tanpa melalui mekanisme RUPS melanggar kewajiban peningkatan modal yang diatur pada Pasal 42 UU PT No.40 Tahun 2007 yang menyatakan keputusan RUPS untuk penambahan
Lebih terperinciABSTRAK. Kata Kunci: Limited Liability, Piercing the Corporate Veil, Pemegang saham, Perseroan Terbatas. ABSTRACT
HAPUSNYA TANGGUNG JAWAB TERBATAS PEMEGANG SAHAM PERSEROAN TERBATAS BERDASARKAN PRINSIP PIERCING THE CORPORATE VEIL Oleh: Arod Fandy Nyoman Satyayudha Dananjaya Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Selain pertimbangan sekala ekonomi. Pemilihan PT dilatar belakangi oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas (PT) kalau dilihat dari segi jumlahnya merupakan pilihan bentuk usaha yang paling sering diminati oleh masyarakat, sehingga jumlah badan usaha dalam
Lebih terperinciRechtsVinding Online
DISHARMONISASIKETENTUAN MENGENAI BADAN USAHA MILIK NEGARA, PERUSAHAAN NEGARA, DAN STATUS ANAK PERUSAHAAN DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 14 Juni 2016; disetujui:
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Adapun kesimpulan-kesimpulan untuk menjawab. permasalahan yang ada : perusahaan yaitu: perusahaan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari analisis dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, kini tibalah saatnya penulis untuk melakukan penyimpulan terhadap penelitian yang penulis lakukan. Adapun
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas
Lebih terperincie) Hak Menghadiri RUPS... 55
e) Hak Menghadiri RUPS... 55 2. Kewajiban-kewajiban Pemegang Saham... 55 a) Kewajiban Dalam Penyetoran Saham... 56 b) Kewajiban Dalam Pengalihan Saham. 57 c) Kewajiban Mengembalikan Sisa Kekayaan Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Dalam hal pemegang saham tidak menaikan modalnya pada saat Perseroan meningkatkan modal maka hak-hak pemegang saham yang tidak menaikan modal tersebut wajib tetap diberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Tanggungjawab terbatas..., Ronald U.P. Sagala, FH UI, 2010.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Secara umum orang beranggapan bahwa tanggung jawab pemegang saham perseroan terbatas hanya terbatas pada saham yang dimilikinya. Menurut asasnya, dengan
Lebih terperinciPengelolaan BUMD berbentuk PT dikaitkan dengan tindak Pidana Korupsi
OLEH : Refly Harun, S.H., M.H., LL.M Yogyakarta, 10 April 2017 Pengelolaan BUMD berbentuk PT dikaitkan dengan tindak Pidana Korupsi 0 UU yang mengatur BUMD Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan diatas mengenai permasalahan pertanggungjawaban korporasi, juga pertanggungjawaban direksi sebagai representasi korporasi dan kendala-kendala yang
Lebih terperinciSTATUS UANG APBN YANG DIPISAHKAN DAN DIJADIKAN PENYERTAAN MODAL PADA BUMN PERSERO ABSTRAK
STATUS UANG APBN YANG DIPISAHKAN DAN DIJADIKAN PENYERTAAN MODAL PADA BUMN PERSERO David Putra Timbo 1, Peter Mahmud Marzuki 2 ABSTRAK Secara yuridis, modal yang disertakan ke dalam perseroan bukan lagi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (BUMN) semula berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan perundang-undangan yang menyangkut Badan Usaha Milik Negara (BUMN) semula berupa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha
Lebih terperinciEKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.
EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh
Lebih terperinciBAB III STATUS DAN IMPLIKASI YURIDIS UANG PUBLIK DAN UANG PRIVAT BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN. A. Status Hukum Uang Negara Berdasarkan Tindak
BAB III STATUS DAN IMPLIKASI YURIDIS UANG PUBLIK DAN UANG PRIVAT BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN A. Status Hukum Uang Negara Berdasarkan Tindak Pemerintahan Dalam sub-bab ini penulis hendak berargumen
Lebih terperinciB A B I PENDAHULUAN. penunjang antara lain tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan dan mengendalikan
B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran utama pembangunan ekonomi nasional diarahkan pada pengingkatan kemakmuran rakyat Indonesia secara merata. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan berbagai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan adalah suatu bentuk kegiatan ekonomi yang pemaknaannya banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun jika diteliti lebih jelas KUHD tidaklah
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT
BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS
Lebih terperinciBADAN-BADAN USAHA. PT sudah definitif
BADAN-BADAN USAHA Dalam menjalankan bisnisnya, telah banyak dikenal berbagai macam bentuk badan usaha yang memberi wadah bisnis para pelakunya. Bentuk badan usaha tersebut makin lama semakin berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah digugat di pengadilan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah sebagai subyek hukum dalam aktifitasnya kadangkala terlibat sengketa perdata dengan mitra bisnisnya atau dengan
Lebih terperinciKERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI
KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berasal dari kekayan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Negara yang seluruh atau sebagaian besar modalnya berasal dari kekayan negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG
Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin dahsyat dengan datangnya kapitalis dunia. P. Berger dalam meramalkan, dalam era
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini challenge globalisasi meruntuhkan filosofi bangsa Indonesia terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini telah diramalkan oleh P. Berger bahwa badai globalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. separate entity dan limited liability yang dikenal di dalam Perseroan Terbatas.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan Terbatas sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, merupakan badan usaha yang banyak dipilih oleh masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebutuhan akan modal atau tambahan modal perusahaan itu sangatlah penting bagi perusahaan yang akan melakukan ekspansi untuk membesarkan bisnisnya. Ada perusahaan yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan
Lebih terperinciPengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015
Pengaturan dan Permasalahan Tata Kelola Badan Usaha Milik Negara Oleh: Febry Liany * Naskah diterima: 13 Oktober 2015; disetujui: 13 Oktober 2015 Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu perwujudan
Lebih terperinciLIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA.
LIBERALISASI BADAN USAHA MILIK NEGARA http://www.forbumn.com Sejumlah kalangan meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak judicial review i atas kewenangan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN KONFLIK KEWENANGAN DALAM PEMERIKSAAN TERHADAP DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA PERSEROAN TERBATAS DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN
BAB I PENDAHULUAN KONFLIK KEWENANGAN DALAM PEMERIKSAAN TERHADAP DIREKSI BADAN USAHA MILIK NEGARA YANG BERBENTUK PERSEROAN TERBATAS DALAM UNDANG-UNDANG PERSEROAN DAN UNDANG-UNDANG BADAN USAHA MILIK NEGARA
Lebih terperinciTUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Frankiano B.
TUGAS DAN WEWENANG SERTA TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Frankiano B. Randang* A. PENDAHULUAN Pada hakekatnya suatu Perseroan Terbatas (PT) memiliki
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Melakukan pembahasan perkembangan perekonomian dewasa ini, tidak dapat dilepaskan dari suatu bentuk badan usaha yang selama ini paling banyak melakukan kegiatan
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENYESUAIAN BENTUK HUKUM BANK EKSPOR IMPOR INDONESIA MENJADI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI PT INDOFARMA (Persero) Tbk
KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI PT INDOFARMA (Persero) Tbk I. LANDASAN HUKUM 1. Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik 2. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Lebih terperinciBAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA
BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL NEGARA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang
Lebih terperinciSYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2
SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat
Lebih terperinciANALISIS YURIDIS SITA UMUM ASET BADAN USAHA MILIK NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA
ANALISIS YURIDIS SITA UMUM ASET BADAN USAHA MILIK NEGARA TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA Rizal Widiya Priangga Email: rizalwidiya@gmail.com Mahasiswa FH Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kontribusi wajib ini bersifat memaksa dan diatur dengan undang-undang.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU KUP merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan. Kontribusi wajib ini bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermanfaat (memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi), sedangkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran korporasi dalam era globalisasi dan perekonomian bebas dewasa ini dapat diibaratkan seperti pedang bermata dua. Disatu sisi dapat bermanfaat
Lebih terperinciKEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN
KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN Definisi definisi yang digunakan dalam pelaksanaan dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan adalah sebagai berikut : a. Penyertaan Modal Negara (PMN) adalah kekayaan
Lebih terperinci7 Idem, Penjelasan umum alinea 9
!"#$%& #$%& UndangUndang mor 40 Tahun 2004 menentukan BPJS adalah Badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. 1 BPJS harus dibentuk dengan undangundang. 2 Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI
BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 116, 2005 BUMN. PERUM. PERSERO. Penyertaan. Penatausahaan (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Lebih terperinciPEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI
PEDOMAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN INFORMASI Desember 2012 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 Pernyataan Komitmen... 2 I. LANDASAN HUKUM... 3 II. PENGERTIAN UMUM... 3 III. MAKSUD DAN TUJUAN... 4 IV. KLASIFIKASI INFORMASI...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.04/2014 TENTANG KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /POJK.04/2014 TENTANG KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Dewan Komisaris sebagai salah satu organ Emiten atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan atas permasalahan yang diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Bahwa konsep Korporasi sebagai subyek tindak pidana telah dirumuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. badan-badan yang dibentuk di beberapa negara, serta komite-komite yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Corporate governance merupakan satu konsep baru yang sampai saat ini belum tercapai kesepakatan bersama dalam mengartikannya. Para ahli baik ahli ilmu hukum
Lebih terperinciBERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI B
BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 5 SERI B PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN YANG SUDAH KADALUARSA
Lebih terperinci2 Perusahaan Publik. Atas pemenuhan pelaksanaan kewajiban, tugas, dan tanggung jawab tersebut melahirkan hak bagi anggota Direksi atau anggota Dewan K
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. OJK. Komite Nominasi dan Remunerasi. Emiten. Perusahaan Publik. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 376) PENJELASAN ATAS PERATURAN
Lebih terperinciB A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),
Lebih terperinciPERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 9 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT
PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 9 /PBI/2012 TENTANG UJI KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN (FIT AND PROPER TEST) BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pada ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan bersifat non komersial (nirlaba) dan bergerak di bidang sosial, keagamaan atau pendidikan. Pada ketentuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup 2 BAB II KERANGKA UMUM PENYAJIAN 3 BAB III MATERI LAPORAN TAHUNAN 4
D A F T A R I S I Halaman BAB I PENDAHULUAN 1 1. Latar Belakang 1 2. Tujuan 2 3. Ruang Lingkup 2 BAB II KERANGKA UMUM PENYAJIAN 3 BAB III MATERI LAPORAN TAHUNAN 4 1. Informasi Umum 4 2.Informasi Penerapan
Lebih terperinciBUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH
BUPATI BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN BENTUK BADAN HUKUM PERUSAHAAN DAERAH ANEKA KARYA KABUPATEN BOYOLALI MENJADI PERSEROAN TERBATAS
Lebih terperinciWALIKOTA SOLOK PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2015
WALIKOTA SOLOK PROPINSI SUMATERA BARAT PERATURAN WALIKOTA SOLOK NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN YANG SUDAH KADALUARSA DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam
43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada
Lebih terperinciUji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara
Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara nasional.sindonews.com Perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN 1 menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir.
Lebih terperinciPENYERTAAN MODAL NEGARA
PENYERTAAN MODAL NEGARA A. PENGERTIAN PENYERTAAN MODAL Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal
Lebih terperinciBAB IV KONSEP TENTANG KEUANGAN NEGARA YANG IDEAL BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN
BAB IV KONSEP TENTANG KEUANGAN NEGARA YANG IDEAL BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN A. Antinomi Konsep Keuangan Negara Dalam Sistem Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Dalam sub bab ini penulis hendak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat modern, karena merupakan salah satu pusat kegiatan manusia untuk memenuhi kehidupan kesehariannya.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang
Lebih terperinciDAFTAR lsi KATA PENGANTAR... PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA. Terbatas... 1
DAFTAR lsi KATA PENGANTAR... v PENDAHULUAN: EKSISTENSI HUKUM PERSEROAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA A. Eksistensi Badan Usaha di Luar Badan Hukum Perseoran Terbatas... 1 1. Persekutuan... 2 a. Pengertian
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35/POJK.04/2014 TENTANG SEKRETARIS PERUSAHAAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK
PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 35/POJK.04/2014 TENTANG SEKRETARIS PERUSAHAAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK I. UMUM Sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. Pertanggungjawaban Yuridis Terhadap Direksi dan Komisaris dari Suatu Bank Swasta yang Melakukan Kegiatan Kredit Fiktif Ditinjau dari Peraturan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL NEGARA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tidak dapat di pungkiri bahwa salah satu keistimewaan. terletak pada tanggung jawab para pemegang saham sebatas
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tidak dapat di pungkiri bahwa salah satu keistimewaan Perseroan Terbatas (PT) sebagai Badan Hukum terletak pada tanggung jawab para pemegang saham sebatas pada setoran
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA
23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas
Lebih terperinciGedungWaskita,Jl.MT.HaryonoKav.No.l0Cawang-Jakarta1334O.Telp.(021)8508510&8508520.Faks.(021)8508506.waskita@waskita.co.idowww.waskita.co.
&WAS'
Lebih terperinciKEWIRAUSAHAAN, ETIKA. Perseroan Terbatas. Dr. Achmad Jamil M.Si. Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Program Studi Magister Akuntansi
KEWIRAUSAHAAN, ETIKA dan HUKUM BISNIS Modul ke: 15Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perseroan Terbatas Dr. Achmad Jamil M.Si Program Studi Magister Akuntansi Perseroan Terbatas PERSEROAN TERBATAS atau PT adalah
Lebih terperinciBentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia
Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia BA-MKU Kwu UNS- Solo 2008 MEDIA PRESENTASI MK. KEWIRAUSAHAAN Universitas Sebelas Maret Solo 2008 Badan Usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Penyelesaian piutang perbankan BUMN pra Putusan Mahkamah
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta analisis dan pembahasan yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan beserta dengan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil kesimpulan sebagai
Lebih terperinciAGUSTINO SANDY PERMANA NIM
SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI PERSEROAN TERBATAS YANG MELAKUKAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS LIABILITY LAW THE BOARD OF MANAGEMENT LIMITED
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertransformasi dalam bentuk-bentuk yang semakin canggih dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban dunia selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentukbentuk kejahatan juga senantiasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS
19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara historis, istilah hukum perusahaan berasal dari hukum dagang dan merupakan hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. hukum dagang merupakan
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN GUBERNUR SEBAGAI PENDIRI DAN PEMEGANG SAHAM PT. BANK SULTENG HARDYANTO / D PEMBIMBING : I : II : ABSTRAK
TINJAUAN HUKUM TENTANG KEDUDUKAN GUBERNUR SEBAGAI PENDIRI DAN PEMEGANG SAHAM PT. BANK SULTENG HARDYANTO / D 101 07 278 PEMBIMBING : I : II : ABSTRAK Perseroan Terbatas (PT). Bank Sulteng semula bernama
Lebih terperinciProblematika Pemahaman Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi dari Perspektif Hukum Tata Negara
Problematika Pemahaman Unsur Merugikan Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi dari Perspektif Hukum Tata Negara Prof. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D. Diskusi Ahli diselenggarakan BHACA, TII, dan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk
BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem hukum
129 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Doktrin piercing the corporate veil ditransplantasi ke dalam sistem
Lebih terperinciNo. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA
No. 11/ 25 /DPbS Jakarta, 29 September 2009 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal: Perubahan Kegiatan Usaha Bank Perkreditan Rakyat Menjadi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Lebih terperinci2015, No. -2- Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Lembaran Ne
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1727, 2015 KEJAGUNG. Perdata dan TUN. Penegakan Hukum. Bantuan Hukum. Pertimbangan Hukum. Tindakan Hukum Lain. Pelayanan Hukum. Juklak. Pencabutan. PERATURAN JAKSA
Lebih terperinciMengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang menjalankan usaha, senantiasa mencari jalan untuk selalu memperoleh sesuatu yang lebih menguntungkan dari sebelumnya. Demikian juga kiranya dalam
Lebih terperinciPROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin
PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin Abstract When Government encloses its wealth to the-state owned enterprises, The wealth which they have been
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1996 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perbankan
Lebih terperinci