MODEL SELEKSI KAPAL INSPEKSI PERIKANAN UNTUK PENINDAKAN IUU FISHING BERBASIS DATA VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Pengaturan Penggunaan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. VMS/(Vessel Monitoring System) dihubungkan dengan Undang-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

KARAKTERISTIK TALI JARING JENIS POLYETHYLENE

BAB II. Aspek-Aspek Hukum Tentang VMS (Vessel Monitoring System) dan Illegal Fishing

Code Of Conduct For Responsible Fisheries (CCRF) Tata Laksana Perikanan Yang Bertanggung Jawab

KERANGKA ACUAN KERJA TAHUN 2016 PENGADAAN DATA SATELIT RADAR COSMO-SKYMED

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81/KEPMEN-KP/SJ/2014 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 05/MEN/2007 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2009 TENTANG PENANGKAPAN IKAN DAN/ATAU PENGANGKUTAN IKAN DI LAUT LEPAS

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari s/d Juli 2007 di Kabupaten Jayapura dan Merauke Provinsi Papua.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

STRATEGI KEBIJAKAN PENANGGULANGAN ILLEGAL, UNREPORTED, DAN UNREGULATED (IUU) FISHING DI LAUT ARAFURA DESENER ONGGE

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUNLIK INDONESIA NOMOR PER.03/MEN/2007 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas terdiri dari

BAB III PRASARANA DAN SARANA Pasal 7

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI MENGIKUTI SOUTH ASIAN CONVENTION ON FISHERIES MANAGEMENT SINGAPURA, OKTOBER 2014

Penggunaan VMS Dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Prof. Melda Kamil Ariadno, Ph.D. Fakultas Hukum UI PUSANEV_BPHN

3 METODOLOGI. (check list) dan negara. aturan hukum. analisis deskriptif mengacu dari. Jakarta, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR PER. 07/MEN/2010 TENTANG SURAT LAIK OPERASI KAPAL PERIKANAN

2 Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647); 3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lemb

DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN,

ANALISA SWOT DALAM PENERAPAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) UNTUK KAPAL PENANGKAP IKAN DI INDONESIA

SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR 56/KEP-DJPSDKP/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS VERIFIKASI PENDARATAN IKAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. fenomena penangkapan ikan tidak sesuai ketentuan (illegal fishing), yaitu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.50/MEN/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR. /PERMEN-KP/2016 TENTANG

Pelaksanaan monitoring, controlling, surveillance kapal pengangkut ikan di atas 30 GT di Pelabuhan Perikanan Samudera Bitung

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42/PERMEN-KP/2015 TENTANG SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN

MONITORING DAN EVALUASI ATAS GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

RETREAT ISU STRATEGIS DAN KEGIATAN PRIORITAS PENGAWASAN. Kepala Subbagian Perencanaan dan Penganggaran Ditjen PSDKP

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.12/MEN/2012 TENTANG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI LAUT LEPAS

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ASPEK LEGAL INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL IMPLEMENTASI PENGAWASAN SUMBERDAYA PERIKANAN

INTEGRASI SISTEM ELEKTRONIK LOG BOOK PENANGKAPAN IKAN (ELPI) DENGAN SISTEM PEMANTAUAN KAPAL PERIKANAN (VMS) UNTUK PEMBANGUNAN PERIKANAN BERKELANJUTAN

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

IMPLEMENTASI PERATURAN INTERNASIONAL TENTANG ILLEGAL UNREPORTED AND UNREGULATED FISHING OLEH INDONESIA SEBAGAI NEGARA BENDERA SHARIFA AYU RAISA MAGIS

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN Sejarah Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat PenangananPelanggaran Tahun 2014

CAPAIAN IMPLEMENTASI 4 FOKUS AREA RENCANA AKSI Gerakan Nasional Penyelamatan Sektor Kelautan Indonesia Di Provinsi Bengkulu H.

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG SERTIFIKASI HASIL TANGKAPAN IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANTARA PERAIRAN SELAT MAKASAR DAN LAUT JAWA (110O-120O BT

PELAKSANAAN TINDAKAN KHUSUS TERHADAP KAPAL PERIKANAN BERBENDERA ASING DALAM PASAL 69 AYAT (4) UU NO. 45 TAHUN 2009

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN-KP/2014 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS PENGAWAS PERIKANAN

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

PELAKSANAAN VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) DI INDONESIA YOSEP HADINATA

Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(4): , Desember 2016 ISSN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UPAYA PEMERINTAH INDONESIA DALAM MENANGGULANGI ILLEGAL FISHING DI KEPULAUAN RIAU

OVERVIEW SISTEM BASIS DATA TERINTEGRASI (DATABASE SHARING SYSTEM/DSS) DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA PERIKANAN TANGKAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU,

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT PELAYANAN USAHA PENANGKAPAN IKAN TAHUN 2013

2016, No Penerbangan (Aeronautical Meteorological Information Services); Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

PENDANAAN BERKELANJUTAN BAGI KAWASAN KONSERVASI LAUT

LEMBAR PENYERAHAN. Judul Karya Tulis : Sistem Pengawasan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual. Jabatan : Pengawas Perikanan Tingkat Ahli Pertama

Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) MK DASAR KEBIJAKAN PERIKANAN TANGKAP (PSP-301 )

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBER DAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN ARAHAN UMUM MKP

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

INTEGRASI DATA VMS DENGAN ECHO SAR UNTUK IDENTIFIKASI ILLEGAL FISHING DENGAN BAHASA PYTHON ABSTRAK

Implementation of Legal Fishing Operational Letter (LFOL) in 5 GT-tuna handline fishing boat in Bitung, Indonesia

4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA

Bakuan Kompetensi Sub-Bidang Hidrometri. Ahli Hidrometri Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrometri tingkat Muda

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

Pengumunan terkait revisi Dosen Pengampu dan Materi DPI

MODEL KELEMBAGAAN PERTANIAN DALAM RANGKA MENDUKUNG OPTIMASI PRODUKSI PADI

Revisi ke 02 Tanggal : 16 Maret 2018

Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN NELAYAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

STRATEGI PENANGGULANGAN IUU FISHING (ILLEGAL, UNREPORTED, UNREGULATED FISHING) MELALUI PENDEKATAN EKONOMI (STUDI KASUS DI PERAIRAN LAUT ARAFURA)

MAKALAH PENYULUHAN PERIKANAN PERENCANAAN PROGRAM PENYULUHAN PELARANGAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI JUWANA, PATI

: PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR : 34 Tahun 2016 TANGGAL : 9 Agustus 2016 SOP BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

WORKSHOP PENYUSUNAN GUIDELINES PEMETAAN HABITAT DAN DAERAH PENANGKAPAN IKAN DALAM RANGKA PENGELOLAAN PERIKANAN PUKAT HELA DI ARAFURA

Transkripsi:

@ 2005 Suryanto Makalah Pribadi Pengantar Falsafah Sain (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana/ S3/ TKL Institut Pertanian Bogor Febuari 2005 Dosen Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng MODEL SELEKSI KAPAL INSPEKSI PERIKANAN UNTUK PENINDAKAN IUU FISHING BERBASIS DATA VESSEL MONITORING SYSTEM (VMS) Suryanto Nrp. C561040144 yannakristianto@yahoo.com ABSTRAKSI Untuk mendukung penyelenggaraan sistem MCS secara berdaya guna, maka Departemen Kelautan dan Perikanan perlu memiliki suatu perangkat sistem yang dapat melakukan analisa data luaran VMS untuk memperkirakan aktifitas Illegal Unregulated Unreported (IUU) Fishing. Berdasarkan luaran dari sistem tersebut selanjutnya diperlukan suatu sistem yang dapat menunjang didalam pengambilan keputusan untuk seleksi kapal inspeksi perikanan untuk melakukan pengecekan dan penindakan terhadap kapal yang melakukan aktifitas IUU Fishing, sehingga operasi penegakan hukum dilaut dapat dilakukan dengan cepat, tepat, akurat, aman dan ekonomis. Suatu gagasan perancangan sistem tersebut dibahas didalam makalah ini.

I. LATAR BELAKANG Pemantauan, pengendalian, dan pengawasan atau dalam istilah aslinya disebut monitoring, control, and surveillance (MCS) adalah salah satu metoda yang sangat diperlukan untuk menjalankan roda kebijakan manajemen. MCS muncul di akhir dekade 80 sebagai jawaban terhadap berbagai masalah dan kendala manajemen, khususnya di bidang pengelolaan sumber daya alam. Indonesia telah menumbuh kembangkan sistem pengelolaan sumber daya ikan menggunakan MCS pertama kali pada tahun 1991. Tanggung jawab MCS pada saat itu diserahkan kepada SubDit. Pengawasan Sumber Daya Ikan, Direktorat Bina Sumber Hayati, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian hingga tahun 1999 dan sejak saat itu tanggungjawab MCS diserahkan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan. Adapun subsystem-subsystem MCS Perikanan Indonesia selengkapnya dapat dilihat didalam gambar dibawah ini; Gambar. 1. MCS Perikanan Indonesia 1 1 Busran K. Monitoring Control Surveillance (Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan). Ditjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan Perikanan DKP. Jakarta, 6 September 2004.

Salah satu sub sistem MCS dari aspek monitoring yang telah berjalan adalah pembangunan sistem pemantauan kapal ikan berbasis satelit yang disebut Vessel Monitoring System (VMS). Pada tahun 2001, Departemen Kelautan dan Perikanan mengadakan sistem VMS yang meliputi pembangunan sistem pamantau kapal (Fishing Monitoring Centre FMC) di Jakarta dan di 2(dua) Regional Monitoring Centre RMC di Batam dan Ambon, pengadaan transmiter VMS sebanyak 1500 unit, serta sistem integrasi radar kapal inspeksi perikanan dan VMS. Data VMS yang berupa posisi, kecepatan dan heading kapal serta jenis dan jumlah hasil tangkapan dari kapal dapat terpantau secara nasional di FMC, secara regional di RMC dan secara lokal (sesuai radius jangkauan radar kapal) dikapal inspeksi terdekat. Sedangkan setiap kapal inspeksi perikanan juga memiliki transmiter VMS, sehingga posisi kapal tersebut dapat pula terpantau baik di FMC maupun RMC. Adapun contoh dari ploting track dari data VMS dapat dilihat dibawah ini; Gambar. 2. Contoh Ploting Track Kapal 2 Selain itu, dari aspek Controll juga telah diperbaiki sistem yang selama ini telah berjalan ialah Log Book, Sistim Perijinan, Sistem Pengawasan 2 Indroyono, S. IPTEK Sebagai Terobosan untuk Pengembangan Joint Maritime Surveillance di Indonesia. Seminar Maritime Surveillance. Air Power Club Indonesia. Jakarta, 30-31 Maret 2005.

Masyarakat (Siswasmas). Sedang dari aspek Surveillance, dalam 5 tahun usia Departemen Kelautan dan Perikanan telah dibangun 18 unit kapal inspeksi perikanan lengkap dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Didalam rencana pengembangan sistem kapal inspeksi perikanan, maka direncanakan akan diadakan suatu sistem manajemen dan control armada kapal inspeksi (Fleet Management and Control). Hal ini diperlukan mengingat bahwa jumlah armada kapal inspeksi yang diperlukan akan sangat besar (± 90 unit) dari berbagai jenis dan tersebar diseluruh perairan/ pangkalan di Indonesia). Berdasarkan sistem ini maka dapat diketahui kondisi teknis dan operasional kapal inspeksi perikanan pada saat dikehendaki secara nearly real time. Selain itu Badan Riset Kelautan dan Perikanan telah memiliki fasilitas CATSAT yang dapat memberikan data satelit tentang parameter fisik maupun biologi (seperti prediksi arus, gelombang, angin, temperatur air laut, konsentrasi klorofil dll) perairan Indonesia secara harian, seperti pada contoh dibawah ini; Gambar. 3. Data Klorofil 3 Gambar. 4. Peta Sea Surface Temperature 4 3 Guerlou. Aucuntitre de Diapositive. CLS Argos. CATSAT Presentation. Jakarta March, 27 2005. 4 Ibid. 3.

Gambar. 5. Peta Gelombang Laut 5 Gambar. 6. Peta Arus Laut 6 Walaupun hingga saat ini belum seluruh sub sistem MCS telah dibangun, bukan berarti aktifitas MCS Perikanan belum dapat berjalan. Seiring dengan berjalannya pembangunan sistem MCS, evaluasi terus dilakukan untuk mendapatkan sistem yang efektif efisien. Hingga saat ini, pemanfaatan data VMS sebatas pada analisa manual, selain memakan waktu yang lama, hasil analisa apakah sebuah kapal melakukan aktifitas IUU Fishing sangat tergantung pada kemampuan operator yang melakukan analisa pada saat itu. Sehingga hasil analisa dari waktu ke waktu sangat beragam dimana hal ini sangat tidak adil didalam usaha penegakan hukum. Oleh karenanya perlu dilakukan analisa secara komputerised, dengan standard analisa yang baku dan terintegrasi dengan subsystem MCS yang lain. Setelah didapat hasil, dimana diketemukan sebuah kapal yang patut dicurigai melakukan aktifitas IUU Fishing, maka perlu dilakukan langkah cepat untuk pengecekan dilapangan dengan memerintahkan kapal inspeksi untuk menuju kelokasi kapal. Akan tetapi sampai saat ini, belum terdapat standard operational procedure (SOP) distribusi informasi dan tindak lanjut dari hasil analisa data VMS tersebut. Sebagai upaya untuk membantu pembuatan (SOP), maka diperlukan sustu sistem seleksi kapal inspeksi perikanan yang paling layak dan memungkinkan untuk 5 Ibid 3. 6 Ibid. 3.

melakukan pengecekan dilapangan berdasarkan hasil analisa data VMS yang telah dilakukan. Sistim seleksi tersebut, harus mempertimbangkan posisi kapal inspeksi relatif terhadap posisi target, aspek keselamatan, kondisi teknis dan operasional kapal, sehingga pelaksanaan operasi akan cepat, tepat, akurat, aman dan ekonomis. II. PERMASALAHAN Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat diformulasi permasalahanpermasalahan yang terjadi sbb; A. Bagaimana mendeteksi aktifitas IUU Perikanan dilapangan secara nearly real time, berdasarkan informasi-informasi yang telah ada. Adapun sejauh ini aktifitas IUU Fishing yang telah ditetapkan ialah; i. Ijin Kadaluarsa. (UU. 31/2004 Pasal 31). ii. Transhipment (Kepmen Pertanian No. 805/KPTS/IK.120/12/95). iii. Pelanggaran Pangkalan. (UU. 31/2004 Pasal 41). iv. Trawl. (Keppres No.39/1980). v. Pelanggaran Penggunaan Alat Tangkap. (UU. 31/2004 Pasal 9, 38 dan 39). vi. Pelanggaran Zona Penangkapan. (UU. 31/2004 Pasal 7). vii. Pelanggaran Zona Perlindungan. (UU. 31/2004) Pasal 7). Sistem ini terutama didasarkan pada pola gerak kapal (track : kecepatan, posisi, heading ), database SIPI/SIKPI, teknik operasional alat tangkap ikan, log book dan infomasi/ data perkiraan fishing ground dari CATSAT, Definisi IUU Fishing, Definisi batas wilayah pengelolaan perikanan dan daerah yang dilindungi. Sehingga sistem ini merupakan gabungan antara sistem analisa data VMS (pattern recognise system) dan operasionalisasi beberapa

source database yang harus berjalan nearlly real time. Sehingga diperlukan perangkat hardware berkapasitas besar dan berkecepatan tinggi serta didukung dengan sistem komunikasi yang mewadahi. B. Bagaimana memilih kapal inspeksi perikanan yang tersebar dipangkalan/ perairan Indonesia untuk melakukan pengecekan kapal ikan yang patut dicurigai melakukan aktifitas IUU serta menindaknya dengan cepat, tepat, akurat, aman dan ekonomis. Sistem ini didasarkan pada hasil analisa point. A diatas, Informasi dari sistem Fleet Management and Control Kapal Inspeksi serta Informasi Fisik Oseanografi dari CATSAT. Seperti halnya sistem point. A, maka sistem ini juga harus nearlly real time, memerlukan data storage yang besar, berkecepatan tinggi dan dilengkapi fasilitas komunikasi III. KENDALA-KENDALA Didalam perencanaan pengembangan sistem informasi penunjang pengambilan keputusan tersebut, maka perlu diperhatikan kendalakendala yang akan dihadapi untuk memperhitungkan tingkat kesulitan ataupun langkah-langkah yang harus dilakukan. Kendala-kendala tersebut didasarkan pada kondisi saat ini, adapun kendala-kendala tersebut adalah; Masih perlu dikembangkannya komitmen bersama pemberantasan IUU Fishing, sehingga legal aspek yang dapat mempengaruhi kesuksesan operasional sistem tersebut dapat segera diselesaikan. Belum adanya Standard Operational Procedure Pendistribusian Data Pelanggaran dan Tindak Lanjutnya. Belum terintegrasinya sistem VMS, Fleet Management and Control Kapal Inspeksi, CATSAT, Database Perijinan dan Log Book.

Definisi batas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), sedang dalam proses. Secara grafis pembagian WPP terlihat pada gambar dibawah ini; akan tetapi koordinat batas antara WPP satu dengan yang lain belum terdefinisi. o o Gambar. 7. Batas WPP 7 Belum tersedianya definisi batas-batas Wilayah Perlindungan/ Konservasi. Database parameter biologi laut untuk menunjang prediksi fishing ground. belum tersusun dengan baik. Database dan sistem analisa statistik parameter fisik oseanografi untuk prediksi cuaca laut, belum tersusun. Contoh dari parameter gelombang laut yang diperlukan dapat dilihat pada gambar dibawah ini; o o Gambar. 8. Karakteristik Laut 8 7 Ibid. 2. 8 Cummins, E. Ocean Waves. Principle of Naval Architecture. SNAME, Vol. 3, 1989.

Sistem analisa dan database karakteristik kapal inspeksi yang telah ada, belum tersedia. Adapun contoh karakteristik kapal yang diperlukan disajikan pada gambar dibawah ini; o o Gambar. 9. Karakteristik Kapal Inspeksi 9 Belum terbangunnya seluruh seluruh kapal inspeksi, sehingga sistem yang akan dibangun harus memungkinkan diadakan upgrading database karakteristik kapal inspeksi yang baru. IV. FORMULASI KEBUTUHAN INFORMASI Untuk pengembangan Sistem Informasi yang dimaksud, diperlukan data/ informasi yang dapat dikelompokan sesuai dengan permasalahan yang harus diselesaikan. A. Untuk kebutuhan deteksi aktifitas IUU : i. Track kapal ikan (posisi, kecepatan, heading) 9 Philip, M. Assesing Ship Seaway Performance. Principle of Naval Architecture. SNAME, Vol. 3, 1989.

ii. Database SIPI, SIKPI (Identitas Pemilik, Perusahaan, Ukuran kapal, jenis alat tangkap, tanggal kadaluarsa ijin) iii. Database log book (jenis ikan, lokasi) iv. Database parameter biologi laut (klorofil, upwelling) v. Database batas WPP. B. Untuk kebutuhan pemilihan penugasan kapal inspeksi : i. Posisi, kecepatan, heading kapal inspeksi ii. Posisi, kecepatan, heading kapal ikan. iii. Database SIPI, SIKPI (Identitas Pemilik, Perusahaan, Ukuran kapal, jenis alat tangkap, tanggal kadaluarsa ijin) iv. Informasi kondisi teknis dan operasional kapal inspeksi. v. Database karakteristik kapal inspeksi. vi. Database statistik parameter fisik laut (gelombang, arus, angin) V. ALTERNATIF MODEL Adapun alternatif model yang diharapkan dapat menjawab permasalahanpermasalahan seperti dijabarkan pada bab diatas, dapat digambarkan seperti pada lampiran. VI. REKOMENDASI Berdasarkan urain tersebut diatas, maka terutama diharapkan adanya ketekatan bersama baik intern DKP maupun Nasional untuk memberantas aktifitas Illegal Unregulated and Unreported Fishing dari seluruh perairan Indonesia, karena bagaimanapun canggihnya sebuah sistem dibangun akan tetapi pada akhirnya hal pokok yang paling menentukan sukses tidaknya pencapaian tujuan dari pembangunan sistem tersebut adalah manusia dibelakangnya.

Gagasan pembuatan model seleksi kapal inspeksi perikanan untuk penindakan IUU Fishing berbasis data vessel monitoring system (vms) ini terutama didasarkan pada fakta akan ketersediaan data-data dan operasionalisasi VMS yang kurang efektif efisien serta keinginan dan kebutuhan untuk menciptakan MCS Perikanan Indonesia yang optimal. Sangat disadari ide tersebut masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kritik dan saran membangun akan sangat diharapkan.- -----o0o-----

LAMPIRAN VMS Data Kapal Ikan Pattern Analysis Estimated Fishing Activity CATSAT Biology Parameter Predicted Fishing Ground Log Book SIPI/ SIKPI Database Definition of WPP and Conservation Area Boundaries Illegal Unregulated and Unreported Fishing Definition N IUU Activity Preselected Inspection Boat Y Location, ID suspected ship CATSAT : Sea Condition Database of Characteristics of Inspection Boat Safety Assessment System Fleet Management & Control System Y Safe? N Selected Inspection Boat Y Ready to Voyage? N Gambar. 10. Model Seleksi Kapal Inspeksi Perikanan dalam Penangulangan IUU Fishing