dengan jarak penjalaran beberapa kilometer. Pelepasan arus listrik diawali dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Distribusi Spasial dan Temporal Petir di Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi pada musim hujan disaat langit memunculkan kilatan cahaya sesaat

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

I. PENDAHULUAN. bagi kehidupan manusia. Disamping itu hutan juga memiliki fungsi hidrologi sebagai

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk sebagai salah satu wilayah yang berada di daerah

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Analisis Hujan Ekstrim Berdasarkan Parameter Angin dan Uap Air di Kototabang Sumatera Barat Tia Nuraya a, Andi Ihwan a*,apriansyah b

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke sebuah kawasan tertentu yang sangat lebih tinggi dari pada biasa,

I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI POLA SAMBARAN PETIR CLOUD TO GROUND (CG) TAHUN 2014 DI WILAYAH PROVINSI ACEH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Anomali Curah Hujan 2010 di Benua Maritim Indonesia Berdasarkan Satelit TRMM Terkait ITCZ

II. TINJAUAN PUSTAKA. panas serta biasanya menghabiskan bahan bakar hutan seperti serasah, tumbuhan

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO) TERHADAP CURAH HUJAN DI KOTA MAKASSAR

LIGHTNING. Gambar 1. Antena storm tracker (LD 250 antenna). Gambar2. Layout lightning/2000 v5.3.1

Jurnal Fisika. Volume 03 Nomor 03 Tahun 2014, hal 6-10

Aplikasi microwave pada Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) Microwave Imagener untuk mengukur curah hujan 2012

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

VERIFIKASI MODEL ATMOSFER WILAYAH TERBATAS DALAM SIMULASI CURAH HUJAN

ANALISA DAERAH POTENSI BANJIR DI PULAU SUMATERA, JAWA DAN KALIMANTAN MENGGUNAKAN CITRA AVHRR/NOAA-16

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN:

Gambar 1. Peta Lintasan Siklon Tropis Dahlia ( Sumber :

Frekuensi Sebaran Petir pada Kejadian Hujan Ekstrem di Stasiun Meteorologi Citeko... (Masruri dan Rahmadini)

KATA PENGANTAR. Buletin ini berisi data rekaman Lightning Detector, menggunakan sistem LD-250 dan software Lightning/2000 v untuk analisa.

KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR, PAPUA BARAT

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan mulai bulan september 2013 sampai dengan bulan maret

ATMOSFER I. A. Pengertian, Kandungan Gas, Fungsi, dan Manfaat Penyelidikan Atmosfer 1. Pengertian Atmosfer. Tabel Kandungan Gas dalam Atmosfer

BMG SELAMAT DATANG BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN GEOFISIKA GOWA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

VERIFIKASI DATA CURAH HUJAN TRMM DI SUMBAWA MENGGUNAKAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING, MEAN, DAN POINT

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. dibanding daerah lain yang berada jauh dari garis khatulistiwa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

2 BAB II TEORI DASAR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Cuaca Ekstrim ( Extreme Weather ) Badai Tornado di Amerika Serikat Oleh : Bhian Rangga JR NIM K P. Geografi FKIP UNS

PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK ANALISIS POTENSI BANJIR. Indah Prasasti*, Parwati*, M. Rokhis Khomarudin* Pusfatja, LAPAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR...

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

PEMANFAATAN DATA SRTM DEM DAN TRMM UNTUK MEMBUAT PETA AREA POTENSI MIKROHIDRO INDONESIA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB II TEGANGAN LEBIH SURYA PETIR. dibangkitkan dalam bagian awan petir yang disebut cells. Pelepasan muatan ini

PENJALARAN ITCZ DI WILAYAH INDONESIA BERDASARKAN DATA SATELIT TRMM

BAB I PENDAHULUAN. persentasi uap air di udara semakin banyak uap air dapat diserap udara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Letak Indonesia secara astronomis berada antara 6º LU 11º LS dan 95º BT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI POTENSI KEJADIAN PETIR DI SULAWESI UTARA IDENTIFICATION OF THE POTENTIAL FOR LIGHTNING OCCURRENCE IN NORTH SULAWESI

BAB I PENDAHULUAN. Agro Klimatologi ~ 1

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Gambaran ellipsoid, geoid dan permukaan topografi.

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

Fenomena El Nino dan Perlindungan Terhadap Petani

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

ATMOSFER BUMI A BAB. Komposisi Atmosfer Bumi

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Miranti Indri Hastuti *), Annisa Nazmi Azzahra

BAB I PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu bentuk energi yang mudah dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit altimetri pertama kali diperkenalkan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA)

Geografi. Kelas X ATMOSFER IV KTSP & K-13. I. Angin 1. Proses Terjadinya Angin

Dukungan Teknologi Penginderaan Jauh dalam Penilaian Sumberdaya Hutan Tingkat Nasional: Akses Citra Satelit, Penggunaan dan Kepentingannya

TINJAUAN PUSTAKA. non hutan atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi. istilah yang melekat di Indonesia (Syaufina, 2008).

Atmosfer Bumi. Meteorologi. Peran Atmosfer Bumi dalam Kehidupan Kita. Atmosfer Bumi berperan dalam menjaga bumi agar tetap layak huni.

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENENTUAN NILAI AMBANG BATAS AWAN KONVEKTIF PADA PRODUK SWWI MENGGUNAKAN DATA RADAR CUACA DI WILAYAH JAKARTA DAN SEKITARNYA

Ina Juaeni Peneliti Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer, Lapan

STUDY ON MERGING MULTI-SENSOR SSTs OVER THE EAST ASIA. Penggabungan multi sensor sst disepanjang Asia timur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGGUNAAN DATA SATELIT MTSAT-IR DAN TRMM UNTUK MENENTUKAN SUHU THRESHOLD

ANALISIS PERUBAHAN CURAH HUJAN SATELIT TROPICAL MEASURING MISSION (TRMM) TAHUN 2009 DAN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

Tahun Pasifik Barat Hindia Selatan Teluk Benggala Total

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

PROSPEK IKLIM DASARIAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Update: 01 Februari 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Perubahan Iklim Wilayah DKI Jakarta: Studi Masa Lalu Untuk Proyeksi Mendatang

Bab 1 Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

PENENTUAN DEBIT ANDALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO DENGAN METODE TURC AND SOLOMON

PENGGUNAAN HIGH TEMPORAL AND SPASIAL IMAGERY DALAM UPAYA PENCARIAN PESAWAT YANG HILANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Petir (lightning) merupakan pelepasan arus listrik yang tinggi di atmosfer dengan jarak penjalaran beberapa kilometer. Pelepasan arus listrik diawali dengan pemisahan muatan positif dan muatan negatif di dalam awan. Proses pemisahan muatan mengakibatkan muatan positif terdistribusi di bagian atas awan sedangkan muatan negatif terdistribusi di bagian bawah. Muatan negatif di bagian bawah awan akan ditarik oleh gravitasi bumi yang menyebabkan terjadinya pelepasan muatan sehingga terjadilah petir (Uman, 2001). Petir melepaskan arus listrik yang tinggi dalam rentang waktu yang singkat. Diperkirakan bahwa petir melepaskan arus listrik sebesar 80.000 A dalam satu kali sambaran sedangkan total daya rata-rata yang dilepaskan secara serentak oleh petir dalam satu kali sambaran sekitar 10 6 W. Pelepasan daya ini terjadi dalam rentang waktu yang singkat yaitu selama 0,5 detik untuk beberapa sambaran (Valdivia, 1997; Hutchins dkk., 2012; Zheng dkk., 2016). Besarnya energi yang dilepaskan oleh petir, menimbulkan dampak terhadap benda yang dikenainya. Dampak petir yang paling berbahaya bagi manusia adalah kematian. Kematian atau korban jiwa dapat disebabkan oleh sambaran langsung maupun akibat reruntuhan bangunan yang terkena sambaran petir. Lopez dkk. (1995) melaporkan 103 kasus kematian, 299 korban luka dan 191 kerusakan yang disebabkan oleh petir di Colorado dari tahun 1950 hingga 1991. Sementara itu, Cardoso (2014) mencatat 1321 korban jiwa akibat sambaran 1

petir atau 132 kasus per tahun di Brazil dari 2000 hingga 2009. Dampak merugikan lain yang dapat ditimbulkan petir adalah kerusakan jaringan telekomunikasi, jaringan listrik, dan gangguan penerbangan (Uman, 2001). Besarnya dampak yang ditimbulkan oleh petir telah mendorong pengembangan berbagai instrumen untuk mengamatinya. Diantara instrumen tersebut adalah satelit Tropical Rainfall Measuring Mission-Lightning Imaging Sensor (TRMM-LIS), Optical Transient Detector (OTD), Lightning Detection and Ranging System (LDAR), dan World Wide Lightning Location Network (WWLLN). Perkembangan sistem pengamatan petir telah meningkatkan pengetahuan tentang karakteristik petir salah satunya adalah distribusi petir terhadap lintang. Petir di kawasan lintang yang berbeda memiliki densitas kilatan yang berbeda. Densitas kilatan petir di daerah beriklim tropis terutama di daerah ekuator lebih tinggi dibandingkan dengan daerah di lintang menengah dan kutub. Valdivia (1997) menemukan bahwa jumlah petir secara umum lebih banyak di ekuator yaitu sekitar 100 sambaran per sekon. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan daerah subtropis yaitu 1,5 sambaran per menit atau 0.025 sambaran per detik (Seaman, 2000). Hal ini disebabkan oleh temperatur daerah tropis yang lebih tinggi sehingga penguapan yang terjadi juga lebih banyak. Proses penguapan akan membentuk awan-awan hujan yang sangat potensial untuk menghasilkan petir (Jones, 1950; Johnson dkk, 1999; Carey dan Rutledge, 2000). Tingginya curah hujan di ekuator berkorelasi dengan tingginya densitas kilatan petir karena petir merupakan salah satu indikator dari curah hujan (Soula,1998). 2

Indonesia terletak di kawasan ekuator sehingga diperkirakan densitas kilatan petirnya tinggi yang akan berdampak terhadap manusia. Oleh karena itu, beberapa peneliti telah melakukan pemetaan tingkat kerawanan petir di Indonesia. Virts dkk. (2013a) secara umum telah memetakan klimatologi petir global termasuk Sumatera yang menunjukkan bahwa densitas kilatan petir di Pulau Sumatera lebih tinggi pada malam hari dibandingkan siang hari. Untuk lingkup provinsi juga telah dilakukan pemetaan tingkat kerawanan petir seperti Tongkukut (2011) untuk wilayah Sulawesi Utara, Irkhos (2013) untuk Bengkulu dan Gunawan dan Pandiangan (2014) untuk daerah Bali serta Khasanah dan Madlazim (2015) untuk wilayah Pasuruan. Selain itu, Septiadi dan Hadi (2011) juga telah melakukan penelitian mengenai hubungan petir dan curah hujan di Jawa Barat dan menemukan bahwa pada bulan Maret 2009 terdapat hubungan yang kuat antara petir dan hujan dengan koefisien korelasi 0,998. Dari penelitian-penelitian tersebut terlihat bahwa tingkat kerawanan petir berdistribusi antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dari sekian banyak penelitian tentang petir di Indonesia, baru ditemukan satu penelitian yang membahas tentang petir di Sumatera Barat yaitu Vadreas dkk. (2014). Mereka telah memetakan sambaran petir di Sumatera Barat selama 2 bulan pengamatan (Mei Juli 2014). Selama periode pengamatan tersebut mereka mengamati 200 sambaran petir di Sumatera Barat. Penelitian Tugas Akhir ini akan menganalisis distribusi spasial dan temporal petir Sumatera Barat menggunakan data dari tahun 1998 hingga tahun 2013 dari satelit TRMM- LIS.Data ini dipilih karena dapat diunduh secara gratis dari website National 3

Aeronautics and Space Administration (NASA). Pada penelitian ini juga akan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi densitas kilatan petir di Sumatera Barat. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui distribusi temporal petir di Sumatera Barat. 2. Mengetahui distribusi spasial petir di Sumatera Barat. 3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi pola petir di Sumatera Barat. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai : 1. Tahap awal pembuatan peta bencana petir di Sumatera Barat. 2. Dasar pertimbangan bagi Perusahaan Telekomunikasi dan Kelistrikan di Sumatera Barat dalam perencanaan perlindungan terhadap sambaran petir. 3. Informasi bagi masyarakat umum mengenai karakteristik petir di Sumatera Barat. 1.4 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Ruang lingkup penelitian ini adalah distribusi spasial dan temporal petir di Sumatera Barat menggunakan data Satelit TRMM-LIS dari tahun 1998 2013. Distribusi spasial adalah distribusi petir berdasarkan lokasi terjadinya sedangkan distribusi temporal adalah distribusi petir berdasarka waktu terjadinya. Distribusi temporal yang akan dilakukan adalah tahunan, bulanan, dan jam-an. Data yang digunakan dibatasi hanya sampai tahun 2013 karena ketersediaan data dengan 4

resolusi yang bagus hanya dalam rentang tahun tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi densitas kilatan petir di Sumatera Barat yang dibahas pada penelitian ini hanya topografi, vegetasi dan curah hujan. 5