Sri Utami Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan jasa notaris, telah dibentuk Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. jaminan akan kepastian hukum terhadap perbuatan dan tindakan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam kegiatannya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari tidak

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS TERKAIT ASPEK PIDANA DIBIDANG KENOTARIATAN

Reynaldo James Yo. Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.2 (2013)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Negara Indonesia adalah negara hukum,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. otentik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yaitu:

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 49/PUU-X/2012 Tentang Persetujuan Majelis Pengawas Daerah Terkait Proses Peradilan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

TATA CARA PEMANGGILAN NOTARIS UNTUK KEPENTINGAN PROSES PERADILAN PIDANA BERKAITAN DENGAN AKTA YANG DIBUATNYA 1 Oleh: Muriel Cattleya Maramis 2

308 No. 2 VOL. 1 JULI 2016:

BAB IV. A. Bantuan Hukum Terhadap Tersangka Penyalahgunaan Narkotika. Dalam Proses Penyidikan Dihubungkan Dengan Undang-Undang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai pelaksana pembinaan dan pengawasan

KAJIAN YURIDIS PENCABUTAN PASAL 66 AYAT (1) UUJN NO. 30 TAHUN 2004 OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI (PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012) DAN KELUARNYA UU NO

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMBATASAN KEWENANGAN PENYIDIKAN TERHADAP NOTARIS (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEWENANGAN MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS WILAYAH DALAM MEMBERIKAN PERSETUJUAN TERHADAP PEMANGGILAN NOTARIS OLEH PENEGAK HUKUM

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

A. Penerapan Bantuan Hukum terhadap Anggota Kepolisian yang. Perkembangan masyarakat, menuntut kebutuhan kepastian akan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. menentukan bahwa dalam menjalankan tugas jabatannya, seorang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

PENERAPAN PRINSIP MIRANDA RULE SEBAGAI PENJAMIN HAK TERSANGKA DALAM PRAKTIK PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH NOTARIS 1 Oleh: Gian Semet 2

BAB I PENDAHULUAN. profesional yang tergabung dalam komunitas tersebut menanggung amanah. yang berat atas kepercayaan yang diembankan kepadanya.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Oleh : Rengganis Dita Ragiliana I Made Budi Arsika Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT :

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DALAM MENJAGA KERAHASIAAN AKTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PUU-X/2012 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris 2

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

Anna Sari Dewi (Mahasiswa S2 Program MKN FH UNS)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

QUA VADIS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 49/PPU-X/2013 TERTANGGAL 28 MEI 2013

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

Analisis, Desember 2014, Vol.3 No.2 : ISSN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS YANG TERINDIKASI TINDAK PIDANA PEMBUATAN AKTA OTENTIK

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. penegakan hukum berdasarkan ketentuan hukum, maka hilanglah sifat melanggar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. hukum diungkapkan dengan sebuah asas hukum yang sangat terkenal dalam ilmu

Transkripsi:

Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Edisi 3 Januari-Juni 2015 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NOTARIS DALAM PROSES PERADILAN PIDANA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS Sri Utami Mahasiswa Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Email: utamiaji195@yahoo.com Hari Purwadi, Adi Sulistiyono (osen Fakultas Hukum UNS Abstract A notary is a particular professions within the legal service to the society that it is necessary to obtain the process of judicial and legal obstacles UUJN said in practice. This is a sociological study by the sociological yuridis. The analysis of data and analysis conducted by the interactive. The result showed that the legal protection of the notary in the criminal justice UUJN is a right to use, or to a notary broken investigators, yet the establishment of implementing regulations UUJN change, not the establishment of MKN, and this role to should immediately establish implementing regulations of UUJN so it will not make multi interpretation, both for notary and notary clients, provide assistance teams for a notary suspected of committing a criminal act along MKN were not formed and enhancing the role of INI, both internally and externally. Keyword : The protection of the law, Notary, The Process of Criminal Justice. Abstrak Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat sehingga perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses peradilan pidana menurut UUJN dan hambatan dalam pelaksanaannya. Penelitian ini bersifat sosiologis dengan pendekatan yuridis sosiologis. Adapun analisis data dilakukan dengan teknik analisis model interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses peradilan pidana menurut UUJN adalah penggunaan hak atau kewajiban ingkar Notaris, pemanggilan Notaris oleh penyidik, penuntut umum dan hakim harus dilakukan dengan persetujuan MKN, pengawasan, melekatkan sidik jari pada minuta akta dan perlindungan hukum dari induk organisasi Notaris (INI). Adapun hambatan dalam pelaksanaannya adalah belum terbentuknya Peraturan Pelaksana UUJN Perubahan, belum terbentuknya MKN, dan peran INI untuk melakukan sosialisasi tentang UUJN Perubahan masih kurang. Adapun cara mengatasi hambatan tersebut adalah pemerintah segera membentuk Peraturan Pelaksana UUJN supaya tidak menimbulkan multitafsir, baik di kalangan Notaris sendiri maupun klien Notaris, memberikan pendampingan terhadap Notaris yang diduga melakukan tindak pidana sepanjang MKN belum terbentuk dan meningkatkan peran INI, baik secara internal maupun eksternal. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Notaris, Proses Peradilan Pidana 88

Sri Utami. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana... A. Pendahuluan Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi setiap warga negara. Ketentuan tentang Jabatan Notaris diatur dalam Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) (Widyatmoko, 2014: 1). Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Perubahan Atas UUJN menyebutkan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka keluhuran serta martabat Jabatan Notaris harus dijaga, baik ketika dalam menjalankan tugas jabatannya maupun perilaku kehidupan Notaris sebagai manusia yang secara langsung maupun tidak langsung memengaruhi martabat jabatan Notaris. Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum, dalam arti kewenangan yang ada pada Notaris tidak pernah diberikan kepada pejabat-pejabat lain, sepanjang kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan pejabat-pejabat lain dalam membuat akta autentik dan kewenangan lain, maka kewenangan tersebut menjadi kewenangan Notaris (Habib Adjie,2008: 40). Salah satu fungsi negara yaitu dapat memberikan pelayanan umum kepada rakyatnya. Salah satu bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya, yaitu negara memberi kesempatan kepada rakyat untuk memperoleh tanda bukti atau dokumen hukum yang berkaitan dalam hukum perdata, untuk keperluan tersebut diberikan kepada Pejabat Umum yang dijabat oleh Notaris. Notaris menjalankan sebagian kekuasaan negara dalam bidang hukum perdata untuk melayani kepentingan rakyat memerlukan bukti atau dokumen hukum berbentuk akta autentik yang diakui oleh negara sebagai bukti yang sempurna. Oleh karena itu, Notaris yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapat perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Setiap menjalankan tugas jabatannya dalam membuat suatu akta, seorang Notaris memiliki tanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya sebagai suatu realisasi keinginan para pihak dalam bentuk akta autentik. Tanggung jawab notaris, berkaitan erat dengan tugas dan kewenangan serta moralitas baik sebagai pribadi maupun selaku pejabat umum. Notaris mungkin saja melakukan kesalahan atau kekhilafan dalam pembuatan akta. Apabila ini terbukti, akta kehilangan otentisitasnya dan batal demi hukum atau dapat dibatalkan. Dalam hal ini apabila menimbulkan kerugian bagi pihak yang berkepentingan dengan akta tersebut, Notaris dapat dituntut secara pidana atau pun digugat secara perdata. Sanksi yang dikenakan secara pidana adalah menjatuhkan hukuman pidana dan sanksi secara perdata adalah memberikan ganti rugi kepada pihak yang berkepentingan tersebut (Tan Thong Kie, 2007: 149). Contoh kasus Notaris yang terlibat dalam kasus tindak pidana adalah Ninoek Poernomo. Kasus tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris Ninoek Poernomo telah diputus dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1014 K/Pid/2013 tanggal 6 November 2013. Kasus ini berawal dari Notaris Ninoek Poernomo yang membuat surat atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan hak suatu perikatan atau pembebasan utang atau yang diperuntukkan sebagai bukti dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar atau tidak dipalsukan. Contoh lain adalah kasus Notaris/PPAT Theresia Pontoh tersangka dalam kasus penipuan dan penggelapan yang ditangani oleh Polda Papua. Theresia merupakan Notaris yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembuatan akta jual beli tanah dengan tuduhan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan oleh penyidik Polda Papua di Jayapura. Kasus ini bermula dari laporan pada tanggal 9 Juli 2013, terkait dengan batalnya jual beli tanah antara (http://news.okezone.com diakses tanggal 16 Januari 2013, jam 13.15 WIB). Adanya tersangka ataupun sanksi yang diberikan kepada Notaris menunjukkan bahwa Notaris bukan sebagai subjek yang kebal terhadap hukum. Terhadap Notaris dapat dijatuhi sanksi pidana jika memang terbukti melakukan suatu perbuatan tindak pidana, seperti pemalsuan atau penggelapan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah banyak terjadi akta yang dibuat oleh Notaris sebagai alat bukti autentik dipersoalkan di Pengadilan atau notarisnya 89

Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Edisi 3 Januari-Juni 2015 langsung dipanggil untuk dijadikan saksi bahkan seorang Notaris digugat atau dituntut di muka pengadilan. Penyebab permasalahan, dapat timbul secara langsung akibat kelalaian Notaris, namun juga bisa timbul secara tidak langsung dalam hal dilakukan oleh orang lain (klien). Notaris selain memberikan jaminan, ketertiban dan perlindungan hukum kepada masyarakat pengguna jasa notaris, juga perlu mendapat pengawasan terhadap pelaksanaan tugas notaris. Sisi lain dari pengawasan terhadap notaris adalah aspek perlindungan hukum bagi notaris di dalam menjalankan tugas dan fungsi yang oleh undang-undang diberikan dan dipercayakan kepadanya, sebagaimana disebutkan dalam butir konsideran menimbang, yaitu notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dalam artikel ini hendak di bahas bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses peradilan pidana menurut UUJN dan hambatan dalam pelaksanaannya? B. Metode Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian sosiologis. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan melakukan kajian terhadap bahan-bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Sumber hukum yang digunakan diperoleh dari wawancara maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, buku-buku literatur, jurnal serta artikel yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Keseluruhan data yang telah diidentifikasi dan dikumpulkan, dianalisis dengan teknik analisis model interaktif. C. Hasil dan Pembahasan 1. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Hukum menurut Sudikno Mertokusumo adalah keseluruhan kumpulan peraturanperaturan atau kaedah-kaedah dalam suatu hidup bersama, keseluruhan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi (Sudikno Mertokusumo, 1986: 1). Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan perlindungan hukum dapat diartikan sebagai pemberi jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan kewajibannya atau perlindungan terhadap kepentingannya sehingga yang bersangkutan aman sesuai dengan aturan atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki corak yang khas yang membedakannya dengan negara-negara lain. Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki karakter yang unik dalam melindungi hak-hak asasi manusia, yaitu lebih mengutamakan keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat. Dalam konteks ini, Philipus M. Hadjon mengungkapkan ciri khas Indonesia sebagai negara hukum adalah melindungi hak-hak asasi manusia dengan mengedepankan asas kerukunan dalam hubungan antara pemerintah dan rakyat. Berdasarkan asas ini akan berkembang elemen lain dari konsep negara hukum berdasarkan Pancasila, yaitu terjalinnya hubungan fungsional dan proporsional antara kekuasaankekuasaan negara, penyelesaian sengketa secara musyawarah sedangkan peradilan merupakan sarana terakhir dan tentang hakhak asasi manusia tidaklah hanya menekankan hak atau kewajiban, tetapi terjalinnya suatu keseimbangan antara hak dan kewajiban. Hal ini berbeda dengan konsep rule of law dalam melindungi hak-hak asasi manusia yang lebih mengedepankan prinsip equality before the law sedangkan konsep rechtstaat dalam melindungi hak asasi manusia mengedepankan prinsip wetmattigheid, yaitu pemerintah mendasarkan tindakan pada undang-undang (Philipus M. Hadjon, 2007: 20-21). Konsep negara hukum sebagaimana yang disebutkan di atas, berakar dari Dasar Negara Indonesia, yaitu Pancasila. Prinsip perlindungan hukum sebagaimana dikemukakan di atas, merupakan pijakan dan memberi penjelasan bahwa perlindungan hukum yang diberikan oleh negara bertumpu pada jaminan hak asasi manusia dan mengedepankan prinsip 90

Sri Utami. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana... wetmattigheid atau pemerintah mendasarkan tindakannya pada undang-undang. Dengan demikian, untuk mencapai perlindungan hukum, produk hukum menjadi hal utama sebagai perlindungan. Selain itu, juga dibutuhkan semangat dari aparat penegak hukum untuk sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku tanpa tebang pilih. Undang-Undang Jabatan Notaris merupakan produk hukum yang dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi Notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat pembuat akta autentik. Oleh karena itu, dalam UUJN memuat aturan hukum yang salah satunya adalah bentuk perlindungan hukum bagi Notaris. Adapun bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris, khususnya dalam proses peradilan pidana menurut UUJN adalah: a. Ketentuan yang mengatur tentang kewajiban ingkar dan hak ingkar Notaris yang tercantum dalam: Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 54. Habib Ajie menyebut hak ingkar sebagai kewajiban ingkar ( verschoningsplicht) Notaris. Habib Ajie menjelaskan bahwa salah satu bagian dari sumpah/janji Notaris adalah bahwa Notaris akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan Notaris sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN. Notaris berkewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna perbuatan akta sesuai dengan sumpah/ janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain (Habib Ajie, 2008: 89). Dalam hal memberikan kesaksian, seorang notaris tidak dapat mengungkapkan akta yang dibuatnya baik sebagian maupun keseluruhannya kepada pihak lain. Hal ini sesuai dengan Pasal 54 UUJN karena sebagai seorang kepercayaan, notaris berkewajiban untuk merahasiakan semua hal yang diberitahukan kepadanya dalam jabatannya sebagai notaris, sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta, dan telah dianggap mewakili diri notaris dalam suatu persidangan sehingga akta yang dibuat oleh atau di hadapan notaris merupakan suatu alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. (Pricilia Yuliana Kambey,2013: vol.1, no. 2 ) b. Melekatkan sidik jari di minuta akta sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c yang menyebutkan bahwa dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta. Hal ini menjadi tugas bagi Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan pengawasan pada saat memeriksa kelengkapan dokumen pendukung pembuatan minuta akta. Fungsi sidik jari di sini untuk lebih memperkuat alat bukti. Dengan demikian, diaturnya tentang sidik jari ini adalah untuk menguatkan masalah pembuktian. Diharapkan dengan melekatkan sidik jari lebih memberikan perlindungan hukum bagi Notaris. c. Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris Ketentuan Pasal 66 ayat (1) UUJN Perubahan disebutkan bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penutut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris. Pasal tersebut secara jelas menentukan tentang lembaga yang memberikan persetujuan untuk dapat dipanggilnya dan/atau diambilnya Minuta Akta dan/ atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris. Namun, dalam Pasal 66A ayat 3 disebutkan bahwa mengenai Majelis Kehormatan Notaris (MKN) ini akan diatur dengan Peraturan Menteri tetapi hingga saat ini peraturan tersebut belum ada. Berdasarkan ketentuan Pasal 66A tersebut, maka dalam proses memberikan persetujuan MKN harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 70 huruf a UUJN Perubahan, yaitu dengan menyelenggarakan sidang terlebih dahulu untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran sidang pelaksanaan jabatan Notaris terhadap seorang Notaris. Setelah dilakukan pemeriksaan, hasil akhir dari pemeriksaan MKN dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan, yang isinya memberikan persetujuan atau menolak 91

Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Edisi 3 Januari-Juni 2015 permintaan Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim. d. Perlindungan Terhadap Notaris sebagai anggota Ikatan Notaris Indonesia Ketentuan mengenai organisasi notaris diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UUJN Perubahan yang menyebutkan Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia. Pemberian perlindungan hukum pada anggota, diletakkan dalam rangka komitmen terhadap nilai kebersamaan sesama rekan seprofesi dan komitmen terhadap keluhuran martabat Notaris selaku Pejabat Umum. Sebagai inti tujuan pendirian perkumpulan, INI memberikan jaminan perlindungan bagi para Notaris berkaitan dengan profesi dan jabatannya sebagai pejabat publik. Oleh karena itu untuk memberikan perlindungan hukum bagi anggotanya, INI juga melakukan kerjasama dengan lembaga kepolisian melalui nota kesepahaman antara INI dengan POLRI Nomor: 01/ MoU/PP- INI/V/2006 yang intinya adalah untuk mengatur pembinaan dan peningkatan profesionalisme di bidang hukum merupakan suatu perlindungan hukum tersendiri bagi notaris terkait dengan rahasia jabatan sebagai profesi yang didasarkan kepercayaan. Nota kesepahaman tersebut di atas adalah merupakan tata cara atau prosedur yang harus dilakukan jika notaris dipanggil atau diperiksa oleh kepolisian. e. Pengawasan terhadap praktik profesi Notaris Penegakan hukum harus dilakukan dengan adanya sistem pengawasan atas praktikpraktik hukum sehingga tidak terjadi penyelewengan oleh para praktisi hukum. Dicabutnya frasa dengan persetujuan pada Pasal 66 UUJN dapat menjadi salah satu pendorong bagi organisasi Notaris (Ikatan Notairs Indonesia/INI) dan Majelis Pengawas Notaris untuk melakukan pengawasan secara lebih intensif terhadap para Notaris yang ada dalam naungannya secara lebih baik terhadap praktik profesi Notaris sehingga para Notaris kecil kemungkinan terkena dampak masalah hukum apabila telah menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku. Pengawasan terhadap Notaris berdasarkan Pasal 67 ayat (5) Perubahan Atas UUJN yang meliputi: pengawasan terhadap perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. Pengawasan terhadap perilaku Notaris dalam Perubahan UUJN dapat dilihat dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c dan Pasal 12 huruf c, yaitu perilaku Notaris yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris, misalnya berjudi, mabukmabukan, menyalahgunakan narkoba dan sebagainya. Perlindungan hukum harus diberikan kepada semua orang, termasuk seorang Notaris sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses penegakan hukum di persidangan dapat dilakukan melalui proses, yaitu: penggunaan hak atau kewajiban ingkar Notaris maupun pemanggilan Notaris oleh penyidik, penuntut umum dan hakim harus dilakukan dengan mendapatkan persetujuan MKN. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN. Bentuk perlindungan hukum yang lain adalah dalam bentuk pengawasan, melekatkan sidik jari pada minuta akta dan perlindungan hukum dari induk organisasi Notaris (INI). 2. Hambatan dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Notaris dalam me njalankan tugas jabatannya tidak menutup kemungkinan bersinggungan dengan permasalahan hukum, meskipun ia dalam menjalankan tugas jabatannya sudah berhati-hati dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Hal ini dikarenakan seorang Notaris tetap seorang manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Notaris harus siap untuk menghadapi jika sewaktu-waktu dijadikan pihak yang terlibat dalam perkara bidang Hukum Perdata maupun Hukum Pidana, yang diakibatkan dari produk hukum yang dibuatnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dipungkuri lagi, saat ini cukup banyak perkaraperkara pidana yang terjadi dikarenakan perilaku Notaris yang tidak profesional dan 92

Sri Utami. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana... memihak salah satu pihak pada akta-akta yang dibuatnya. Permasalahan hukum tersebut bahkan dapat membawa Notaris sampai pada tahap diperiksa oleh aparat penegak hukum. Aparat penegak hukum memeriksa Notaris karena ada keterkaitan Notaris dengan fakta yang diperolehnya. Produk-produk Notaris yaitu akta Notaris, dapat dijadikan alat bukti berupa petunjuk dalam pemeriksaan suatu kasus yang diperiksa oleh aparat penegak hukum. Dalam acara pidana, petunjuk dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 188 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Sebelum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris diundangkan, pemeriksaan Notaris oleh aparat penegak hukum untuk kepentingan proses peradilan, harus dilakukan dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah. Majelis Pengawas Daerah adalah Majelis Pengawas yang dibentuk oleh Menteri dalam rangka menjalankan kewenangannya melaksanakan pengawasan atas Notaris di tingkat kabupaten atau kota. Kewenangan tersebut kemudian hapus dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2012 yang dalam amar putusannya memutus menghapus frasa dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah yang terkandung dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris, kewenangan pemberian persetujuan pemeriksaan Notaris untuk kepentingan proses peradilan oleh undang-undang diberikan kepada Majelis Kehormatan Notaris. Majelis Kehormatan Notaris adalah lembaga yang oleh undangundang diamanatkan untuk dibentuk oleh Menteri dalam rangka melaksanakan pembinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 66 A ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris. Diberlakukannya UUJN Perubahan tersebut, bukannya tanpa hambatan dalam pelaksanaannya. Hal tersebut, terutama berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses peradilan pidana. Hambatan-hambatan tersebut di antaranya adalah: a. Belum terbentuknya Peraturan Pelaksana UUJN Perubahan Kendala dalam aturan hukum ini adalah belum terbentuknya peraturan p e l a k s a n a a n U U J N P e r u b a h a n sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 91B UUJN Perubahan, sehingga mekanisme penyidikan terhadap Notaris masih mengacu pada UUJN yang lama. Padahal UUJN lama telah diralat dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013 yang mencabut Pasal 66 ayat (1), khususnya pada frasa tentang kewajiban untuk mendapatkan persetujuan dari Majelis Pengawas Daerah (MPD). Hal ini pada akhirnya juga berkaitan dengan tidak berlakunya lagi ketentuan dalam Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor M.03HT.0310 tahun 2007 yang mengatur tentang MPD. Selain itu, dalam UUJN Perubahan terdapat beberapa ketentuan yang diatur dalam pasal baru yang dapat menimbulkan multitafsir dalam praktik di lapangan, karena belum terbentuknya peraturan pelaksanaannya. Salah satu pasal tersebut adalah adanya kewajiban bagi Notaris untuk melekatkan sidik jari sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c. Dalam praktek, banyak menimbulkan keresahan di kalangan klien Notaris termasuk Bank, Lembaga Pembiayaan, dan lain-lain. Klien meminta payung hukum yang lebih detail tidak hanya berdasarkan pada ketentuan Pasal 16 ayat 1 huruf c dan mempunyai kekuatan hukum. b. Belum terbentuknya Majelis Kehormatan Notaris (MKN) Guna kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim ketika ingin mengambil fotokopi minuta akta notaris atau memanggil notaris itu 93

Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Edisi 3 Januari-Juni 2015 sendiri harus dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah (MPD). Namun, frasa dengan persetujuan MPD ini telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi melalui putusan MK Nomor 49/PUU-X/2012. Akan tetapi, UUJN yang baru memasukkan kembali perlindungan notaris ini melalui frasa dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris (MKN). Belum terbentuknya lembaga MKN, karena dasar pembentukannya dengan Peraturan Menteri. Sementara itu, sampai saat ini Peraturan Menteri sebagai landasan hukum terbentuknya MKN sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 66 dan 66A UUJN Perubahan belum ada. Oleh karena itu, dengan belum terbentuknya lembaga MKN menjadi satu kendala dalam memberikan perlindungan hukum bagi Notaris, khususnya dalam proses peradilan pidana. Dengan demikian, saat ini dalam proses pemanggilan oleh penyidik terhadap Notaris yang diduga melakukan tindak pidana atau pu sebagai saksi, maka mekanisme pemanggilannya dapat langsung kepada Notaris yang bersangktan, tanpa melalui MPD ataupun MKN. c. Peran INI untuk melakukan sosialisasi tentang UUJN Perubahan di daerah tertentu kurang Kegiat an so si al isai p ent ing untuk dilakukan mengingat perlunya pemahaman yang mendalam terhadap beberapa perubahan dari UUJN yang telah diundangkan sejak tahun 2014. Pada dasarnya kegiatan sosialisasi perubahan UUJN dilakukan sebagai bentuk penyatuan pandangan dalam berpraktek bagi Notaris. Namun demikian, peran INI untuk melakukan kegiatan sosialisasi tentang perubahan UUJN ini di daerah tertentu masih kurang. Adanya hambatan-hambatan sebagaimana disebutkan di atas, maka diperlukan cara untuk mengatasinya. Adapun cara mengatasi hambatan tersebut adalah pemerintah segera membentuk Peraturan Pelaksana UUJN supaya tidak menimbulkan multitafsir, baik di kalangan Notaris sendiri maupun klien Notaris. Selanjutnya adalah pendampingan terhadap Notaris yang diduga melakukan tindak pidana sepanjang MKN belum terbentuk dan meningkatkan peran INI, baik secara internal maupun eksternal. D. Simpulan 1. Bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses peradilan pidana menurut UUJN adalah: 1) ketentuan yang mengatur tentang kewajiban ingkar dan hak ingkar Notaris yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat (1) huruf f dan Pasal 54; 2) Melekatkan sidik jari di minuta akta. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c; 3) Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris. Hal ini diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UUJN Perubahan yang menyebutkan bahwa untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penutut umum atau hakim dengan persetujuan Majelis Kehormatan Notaris; 4) Perlindungan Terhadap Notaris sebagai anggota Ikatan Notaris Indonesia. Ketentuan mengenai organisasi notaris diatur dalam Pasal 82 ayat (2) UUJN Perubahan yang menyebutkan Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Ikatan Notaris Indonesia. Inti tujuan pendirian perkumpulan INI adalah memberikan jaminan perlindungan bagi para Notaris berkaitan dengan profesi dan jabatannya sebagai pejabat publik; dan 5) Pengawasan terhadap praktik profesi Notaris. Pengawasan terhadap Notaris berdasarkan Pasal 67 ayat (5) Perubahan Atas UUJN yang meliputi: pengawasan terhadap perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. Pengawasan terhadap perilaku Notaris dalam Perubahan UUJN dapat dilihat dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c dan Pasal 12 huruf c, yaitu perilaku Notaris yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan tercela dan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris, misalnya berjudi, mabuk-mabukan, menyalahgunakan narkoba dan sebagainya. 2. Hambatan pelaksanaan perlindungan hukum terhadap Notaris dalam proses peradilan pidana Menurut UUJN adalah: belum terbentuknya Peraturan Pelaksana UUJN Perubahan, belum terbentuknya Majelis Kehormatan Notaris (MKN), dan peran INI untuk melakukan sosialisasi tentang UUJN Perubahan di daerah tertentu masih kurang. Adapun cara mengatasi hambatan tersebut adalah pemerintah segera membentuk Peraturan Pelaksana UUJN 94

Sri Utami. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Proses Peradilan Pidana... supaya tidak menimbulkan multitafsir, baik di kalangan Notaris sendiri maupun klien Notaris kemudian memberikan pendampingan terhadap Notaris yang diduga melakukan tindak pidana sepanjang MKN belum terbentuk dan meningkatkan peran INI, baik secara internal maupun eksternal. E. Saran 1. Pemerintah harus segera mengeluarkan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Hal ini dimaksudkan supaya produk Undang-Undang yang dihasilkan dapat memberikan rasa kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan. Selin itu, pemerintah juga harus segera menerbitkan Peraturan Menteri sebagai landasan hukum pembentukan Majelis Kehormatan Notaris sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang supaya ada kepastian hukum bagi perlindungan hukum bagi Notaris dalam proses peradilan pidana. 2. Majelis Kehormatan Notaris hendaknya lebih mengoptimalkan perannya dalam memeriksa suatu kasus apabila terdapat notaris yang di duga melakukan tindak pidana dan lebih meningkatkan pengawasan terhadap notaris dalam melakukan tugas jabatannya agar bisa lebih profesional sehingga terhindar dari tindakan-tindakan yang menjurus pada pelanggaran hukum. 3. Organisasi INI harus secara rutin melakukan sosialisasi/pertemuan untuk lebih meningkatkan pemahaman Notaris terhadap UUJN Perubahan sehingga ada persamaan persepsi terhadap tugas dan jabatan Notaris. Selain itu, hendaknya setiap pengurus INI daerah maupun wilayah supaya membentuk bidang bantuan hukum dan pendampingan anggota. Selanjutnya, perlu untuk memperbaharui MoU INI dengan Kapolri yang dibuat pada tahun 2006 dan membuat MoU dengan Kejaksaan, Mahkamah Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi. 4. Bagi Notaris sendiri, hendaknya Notaris harus lebih banyak membaca terkait jabatan profesi Notaris dan harus lebih sering berdiskusi dengan rekan sejawat, organisasi Ikatan Notaris Indonesia, ataupun pihak Akademisi Hukum dalam memahami dan mengartikan Undang- Undang Perubahan Jabatan Notaris ini, agar tidak terjadi kesalahan atau meminimalisir kesalahan dalam pembuatan akta untuk ke depannya. Daftar Pustaka Habib Adjie. 2008. Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Bandung. Refika Aditama Philipus M. Hadjon. 2007. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia: Edisi Khusus. Yogyakarta. Peradaban. Sudikno Mertokusumo. 1986. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Cetakan Pertama. Yogyakarta. Liberty Tan Thong Kie. 2007. Studi Notariat dan Seba-Serbi Notaris. Jakarta. Intermasa Terancam Dipenjara, Theresia Minta Perlindungan MA,, diakses tanggal 16 Januari 2013, jam 13.15 WIB. Widyatmoko, Analisis Kritis Membeda h Ketentuan Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 (UUJN), makalah dalam Seminar Nasional, diselenggarakan Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 16 Januari 2014. Pricilia Yuliana Kambey.2013. Jurnal Lex et Societatis, Vol. I/No.2/Apr-Jun/2013 Undang-Undang Dasar 1945. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. 95