Putusan Pengadilan Pajak Nomor : 51610/PP/M.XVIIIB/12/2014 Jenis Pajak : Pajak Penghasilan Pasal 23 Tahun Pajak : 2007 Pokok Sengketa : bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah pengajuan banding terhadap nilai sengketa menjadi sebesar Rp1.131.601.433,00, dengan rincian koreksi sebagai berikut : 1. Koreksi positif dividen sebesar Rp563.341.433,00; 2. Koreksi positif sewa mesin sebesar Rp568.260.000,00; 1. Koreksi positif dividen sebesar Rp563.341.433,00 Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding : bahwa Pemohon Banding membukukan seluruh pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham sebagai hutang pemegang saham. Pemegang saham tidak pernah membayar kembali kepada perusahaan apa yang dibukukan sebagai hutang pemegang saham. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya bukti pembayaran dan penerimaan atas hutang pemegang saham; : bahwa Terbanding mendasarkan koreksi pada Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Pajak Penghasilan yang menganggap hutang pemegang saham sebagai dividen. Hal ini tidak sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g angka 12 Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang menyatakan bahwa syarat pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham ini telah dibebankan sebagai biaya perusahaan; Menurut Majelis : bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas sengketa banding koreksi positif dividen sebesar Rp563.341.433,00 terbagi atas sengketa yuridis dan sengketa materi; 1. Sengketa Yuridis : bahwa terdapat sengketa yuridis yang sesuai ketentuan dalam Pasal 26A ayat (4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 ( UU KUP ) jo Pasal 64 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan ( PP 74/2011 ); Pasal 26A ayat (4) UU KUP : Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya; Pasal 64 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011: proses penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang dan Pasal 26A Undang-Undang untuk pengajuan keberatan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 2007; bahwa pada pokoknya Terbanding menyatakan karena Pemohon Banding tidak menyerahkan data yang diminta oleh Terbanding saat pemeriksaan, maka data yang diminta oleh Terbanding tersebut baru diserahkan pada saat proses keberatan, tidak dapat dipertimbangkan dalam proses keberatan;
bahwa atas sengketa yuridis menyangkut Pasal 26A ayat (4) UU KUP jo Pasal 64 huruf f PP 74/2011, Pemohon Banding menyampaikan hal-hal sebagai berikut: a. Pemohon Banding mengajukan permohonan keberatan tanggal 26 April 2011; b. Pemohon Banding telah berusaha menjadi wajib pajak yang baik dengan secara aktif menanyakan kepada peneliti keberatan sejauh mana penyelesaian proses keberatan yang diajukan dan dokumen apa saja yang belum Pemohon Banding lengkapi, namun peneliti keberatan hanya menyerahkan surat permintaan data terkait permohonan keberatan dengan Surat Nomor 2238/WPJ.22/BD.06/2011 tanggal 14 Desember 2011; c. karena staf Pemohon Banding baru saja cuti mempersiapkan pernihakannya, Pemohon Banding baru menyerahkan data yang diminta penelaah keberatan pada tanggal 21 Pebruari 2012; d. melihat kondisi tersebut, sungguh menunjukkan suatu kondisi yang tidak baikdalam hal pelaksaan kewajiban penelaah keberatan sehingga permohonan Pemohon Banding baru diproses setelah hamper 8 bulan; e. seandainya setelah permohonan keberatan Pemohon Banding diterima Terbanding dan Terbanding segera menindaklanjuti dengan surat permintaan kelengkapan data, maka Pemohon Banding dapat memberikan pada saat PP 74/2011 tersebut belum diberlakukan dan masih menggunakan ketentuan lama sehingga data yang diberikan pada saat keberatan dapat dipertimbangkan sebagai dasar penyelesaian keberatan; bahwa atas sengketa yuridis Pasal 26A ayat (4) UU KUP, Majelis berpendapat Pasal II angka 3 UU KUP menyatakan Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2008, sehingga karena sengketa banding ini adalah sengketa Tahun Pajak 2007 maka ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP belum dapat diberlakukan untuk menyelesaikan sengketa banding yang menyangkut Tahun Pajak 2007, dan yang berlaku adalah ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000; 2. Sengketa Materi : bahwa atas pengeluaran dividen sebesar Rp563.341.433,00 Pemohon Banding pada pokoknya menyatakan pengeluaran tersebut untuk pemegang saham dan bukan dividen karena perusahaan tidak membagikan keuntungan yang dimiliki perusahaan, jadi atas pengeluaran tersebut bukan merupakan dividen yang harus dipungut PPh. Hal ini dapat dilihat dalam sample bukti voucher yang diserahkan pada saat uji bukti; bahwa atas pengeluaran sebesar Rp563.341.433,00 Terbanding pada pokoknya menyatakan koreksi dividen adalah karena Pemohon Banding membukukan seluruh pengeluaran untuk keuntungan pribadi pemegang saham sebagai hutang pemegang saham dan tidak pernah membayar kembali kepada perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya bukti pembayaran dan penerimaan atas hutang pemegang saham sehingga sesuai dengan Penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ( UU PPh ) menyatakan bahwa yang termasuk sebagai dividen adalah pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang sahamyang dibebankan sebagai biaya perusahaan; bahwa menurut pendapat Majelis ketentuan yang terkait dengan sengketa ini adalah : a. Pasal 4 ayat (1) huruf g beserta penjelasannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagai telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ( UU PPh ) :
(1) Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk : g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. Pasal 23 ayat (1) huruf a UU PPh : (1) Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan : a. sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas : 1) dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g; bahwa dalam persidangan tanggal 27 Juni 2013 dan Berita Acara Uji Bukti tanggal 10 Juni 2013, secara implisit Pemohon Banding mengakui bahwa pengeluaran yang dikoreksi Terbanding sebagai dividen adalah pengeluaran untuk pemegang saham; bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat pengeluaran Pemohon Banding untuk pemegang saham sebesar Rp563.341.433,00 merupakan pengeluaran yang sesuai ketentuan Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh dapat dikategorikan sebagai dividen sehingga koreksi Terbanding sudah tepat dan dapat dipertahankan; 2. Koreksi positif sewa mesin sebesar Rp568.260.000,00; Menurut Terbanding Menurut Pemohon Banding Menurut Majelis bahwa Pemohon Banding memberikan bukti perjanjian sewa mesin (perjanjian leasing) pada saat keberatan namun Pemohon Banding tidak memberikan data (perjanjian leasing) yang diminta oleh pemeriksa pada saat dilakukan pemeriksaan. Dari Daftar Buku, Catatan, dan Dokumen Yang Wajib Dipinjamkan Dalam Rangka Pemeriksaan, pada bagian Dokumen Perusahaan jelas diminta oleh Pemohon Banding surat-surat perjanjian/perikatan dengan pihak lain, seperti: perjanjian sewa, hutang piutang, jasa teknik/manajemen, leasing, asuransi, dan sebagainya; bahwa sewa mesin sebesar Rp568.260.000,00 adalah pinjaman Pemohon Banding terhadap PT Koexim dengan cara menjaminkan mesin (leasing). Jadi Pemohon Banding membayar angsuran pinjaman kepada PT Koexim atas penjaminan mesin ini. Karena secara prinsip tidak terdapat sewa harta (dalam hal ini mesin) sebagaimana dimaksud Pasal 23 ayat (1) huruf c UU PPh maka Pemohon Banding tidak melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23; bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas sengketa banding koreksi positif sewa mesin sebesar Rp568.260.000,00 terbagi atas sengketa yuridis dan sengketa materi; 1. Sengketa Yuridis : bahwa pendapat Majelis mengenai sengketa yuridis koreksi sewa mesin sebesar Rp568.260.000,00 sama dengan pendapat Majelis atas sengketa yuridis koreksi dividen sebesar Rp563.341.433,00; 2. Sengketa Materi : bahwa dalam LHP, dari rincian neraca yang diberikan Pemohon Banding, pemeriksa melakukan
koreksi objek PPh Pasal 23 dari akun Hutang Lain-Lain dimana terdapat hutang leasing dan hutang untuk keperluan pemegang saham yang dibayar oleh perusahaan yang oleh pemeriksa dianggap sebagai dividen sehingga bayar leasing Koexim Machine sebesar Rp568.260.000,00 dikoreksi menjadi objek PPh Pasal 23; bahwa dalam KKP Ekualisasi PPh Pasal 23 dengan PPh Badan, diakui Terbanding adanya unsur necara Bayar Leasing Koexim Machine dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp568.260.000,00; bahwa Majelis berpendapat bahwa apa yang dikemukakan pemeriksa dalam KKP sebagai Bayar Leasing Koexim Machine dalam unsur neraca adalah pembayaran dimuka dari pembayaran cicilan leasing kepada PT Koexim Machine yang dibukukan oleh Pemohon Banding pada akun aktiva lainnya di Neraca; bahwa dalam KKP Penelitian Keberatan pos neraca Bayar Leasing Koexim Machine diubah menjadi pos Sewa Mesin dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp568.260.000,00 yang tetap dikoreksi karena merupakan objek PPh Pasal 23; bahwa dalam sengketa ini yang dikoreksi atas pembayaran sewa mesin bukan karena materi yang ada pada perjanjian leasing tetapi karena dokumen yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan yang tidak dapat dipertimbangkan sesuai ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2008; bahwa dari data yang ada Terbanding telah mengetahui adanya Perjanjian Leasing antara Pemohon Banding dengan PT Koexim Mandiri Finance Nomor KE 04070378 tanggal 20 Juli 2004 antara Pemohon Banding dengan PT Koexim Mandiri Finance dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp568.260.000,00; bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 23 sebesar Rp568.260.000,00 tidak dapat dipertahankan; Pendapat Berbeda (Dissenting Opinion) bahwa Saya, Entis Sutisna, S.H., M.Hum Hakim Anggota Majelis XVIII B menyatakan perbedaan pendapat sebagai berikut : Koreksi Terbanding atas biaya sewa leasing sebesar Rp568.260.000,00 bahwa berdasarkan tanggapan Pemohon Banding tanggal 25 Maret 2013 terhadap Laporan Penelitian Keberatan dan Laporan Pemeriksaan Pajak yang disampaikan pada persidangan tanggal 28 Maret 2013, Pemohon Banding menyatakan bahwa sewa mesin ini adalah pinjaman PT XXX terhadap PT Koexim dengan cara meminjamkan mesin (leasing). Jadi kami membayar angsuran pinjaman kepada PT Koexim atas penjaminan mesin ; bahwa berdasarkan penelitian Hakim Entis Sutisna, sesuai dengan Pasal 3 Perjanjian antara Pemohon Banding dengan PT Koexim Nomor KE 04070378 tanggal 20 Juli 2004, dengan judul Sewa Leasing yang menyatakan Lessee membayar menurut jadwal tepat pada waktunya setiap sewa leasing untuk barang leasing, yang untuk selanjutnya disebut Sewa Leasing dalam jumlah, mata uang, cara dan tempat pembayaran sesuai dengan cara yang tercantum dalam butir 10 lampiran 1 ; bahwa dalam Perjanjian Leasing Nomor KE04070378 tanggal 20 Juli 2004 tidak dinyatakan dengan tegas bahwa perjanjian tersebut dibuat dengan hak opsi. Butir 18 lampiran perjanjian leasing hanya menyebutkan :
a. hak opsi untuk membeli; b. hak opsi untuk menjual kembali. Hakim Entis Sutisna berpendapat bahwa perjanjian tersebut sifatnya alternatif, sehingga tidak mengikat Lessee untuk membeli barang yang jadi objek perjanjian; bahwa menurut Pasal 4 Perjanjian yang menyatakan Bilamana Lessee dalam jangka waktu sekurangkurangnya 2 (dua) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu pertama mengajukan permintaan tertulis kepada Lessor untuk mengadakan Perpanjangan Leasing atau akan menggunakan pilihan (optie) untuk membeli barang Leasing... bahwa berdasarkan lampiran I butir 5 Perjanjian Leasing disebutkan jangka waktu perjanjian leasing selama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak tanggal pemberitahuan; bahwa berdasarkan hasil penelitian Hakim Entis Sutisna atas data yang disampaikan oleh Pemohon Banding di persidangan, Pemohon Banding tidak memberikan data permintaan tertulis kepada Lessor untuk menggunakan hak opsi membeli barang yang menjadi objek perjanjian dan tidak memberikan bukti pembelian serta surat-surat yang berkaitan dengan barang leasing dari Lessor, sehingga Hakim Entis Sutisna tidak mempunyai keyakinan bahwa Perjanjian Leasing tersebut dilakukan dengan hak opsi (finance lease), tetapi hanya perjanjian leasing biasa (operating lease). bahwa berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf c nomor 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 yang menyatakan : Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan Pemerintah, Subyek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: c. Sebesar 15 %(lima belas persen) dari perkiraan penghasilan neto atas : 1) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, Hakim Entis Sutisna sependapat dengan Terbanding bahwa pembayaran sewa leasing sebesar Rp568.260.000,00 merupakan objek PPh Pasal 23 dan menolak permohonan banding Pemohon Banding; Memperhatikan : Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan Pemohon Banding, penjelasan lisan/tertulis para pihak yang bersengketa; Menimbang : bahwa sesuai Pasal 79 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak diatur Dalam hal pemeriksaan dilakukan oleh Majelis, putusan Pengadilan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 diambil berdasarkan musyawarah yang dipimpin oleh Hakim Ketua dan apabila dalam musyawarah tidak dapat dicapai kesepakatan, putusan diambil dengan suara terbanyak ; bahwa karena salah satu Hakim berpendapat lain, maka putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, dengan demikian pendapat berdasarkan suara terbanyak Majelis Hakim adalah atas koreksi positif dividen sebesar Rp563.341.433,00 tetap dipertahankan dan koreksi positif sewa mesin sebesar Rp568.260.000,00 tidak dapat dipertahankan; bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk mengabulkan sebagian banding Pemohon Banding sehingga penghitungan jumlah Pajak Penghasilan
yang masih harus dibayar Masa Pajak Januari s.d Desember 2007 adalah sebagai berikut: Pajak dan Sanksi Administrasi Versi Terbanding Versi Pemohon Banding Jumlah yang disengketakan versi Pemohon Banding Jumlah yang dikabulkan oleh Majelis (dalam Rupiah) Versi Majelis 1 2 3 4 (2-3) 5 Dasar Pengenaan Pajak 1.453.036.096,00 321.434.663,00 1.131.601.433,00 568.260.000,00 563.341.433,00 PPh Pasal 23 yang terutang 127.773.973,00 14.047.958,00 113.726.015,00 29.224.800,00 84.501.215,00 Kredit Pajak 14.047.958,00 14.047.958,00 0,00 0,00 14.047.958,00 Pajak Kurang / (Lebih) Bayar 113.726.015,00 0,00 113.726.015,00 29.224.800,00 70.453.257,00 Sanksi Administrasi : - Bunga Pasal 13 (2) KUP 54.588.487,00 0,00 54.588.488,00 14.027.904,00 33.817.563,00 Jumlah PPh ymh/(lebih) dibayar 168.314.502,00 0,00 168.314.502,00 43.252.704,00 104.270.820,00 Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini; Memutuskan : Menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/WPJ.22/BD.06/2012 tanggal 19 April 2012 tentang Keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23 Masa Pajak Januari s.d Desember 2007 Nomor 00158/203/07/431/11 tanggal 29 Maret 2011, atas nama : PT XXX, dengan perhitungan menjadi sebagai berikut : Dasar Pengenaan Pajak... Rp 563.341.433,00 Penghasilan Pasal 23 yang terutang. Rp 84.501.215,00 Kredit Pajak... Rp 14.047.958,00 Pajak yang tidak/kurang dibayar... Rp 70.453.257,00 Sanksi Adm inistrasi : - Bunga Pasal 13 (2) KUP... Rp 33.817.563,00 Jum lah PPh yang m asih harus dibayar... Rp 104.270.820,00 Demikian diputus di Jakarta berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan dalam persidangan dicukupkan pada Hari Kamis tanggal 27 Juni 2013 oleh Hakim Majelis XVIII B Pengadilan Pajak dengan dengan susunan Majelis sebagai berikut : A. Martin Wahidin sebagai Hakim Ketua, Harry Prabowo sebagai Hakim Anggota, Entis Sutisna sebagai Hakim Anggota, dengan dibantu oleh Dean Endah Barianty sebagai Panitera Pengganti, dan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua Majelis XVIII B Pengadilan Pajak pada hari Kamis tanggal 27 Maret 2014 dengan dihadiri oleh para Hakim Anggota, Panitera Pengganti, dan Terbanding, namun tidak dihadiri oleh Pemohon Banding.