ANALISIS PRAGMATIK DALAM PENELITIAN PENGGUNAAN BAHASA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KERANGKA TEORI. ini, yang berkaitan dengan: (1) pengertian pragmatik; (2) tindak tutur; (3) klasifikasi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada diluar bahasa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Tindak tutur dapat dikatakan sebagai suatu tuturan saat seseorang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Dalam setiap melakukan penelitian dibutuhkan suatu metode yang tepat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, mulai dari sarana untuk menyampaikan informasi, memberi perintah, meminta

TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM PROSES PEMBELAJAR MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS VIII C DI KELAS VIII C SMPN 26 MUARO JAMBI SKRIPSI OLEH

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik yang digagasi oleh Austin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sosial kita selalu berkomunikasi dengan menggunakan

BAB 2 PRAGMATIK DAN PROGRAM TV BERSAMA ROSSY. Para pakar pragmatik mendefinisikan istilah ini secara berbeda-beda. Yule

BAB I PENDAHULUAN. interaksi antarpesona dan memelihara hubungan sosial. Tujuan percakapan bukan

TINDAK TUTUR ILOKUSI TOKOH KAKEK DALAM FILM TANAH SURGA

BAB I PENDAHULUAN. mendalam adalah pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari

BAB II KAJIAN TEORI. keakuratan data. Teori-teori tersebut adalah teori pragmatik, aspek-aspek situasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Salah satu ciri penelitian kualitatif itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. dalam penelitian ini. Hasil penelitian yang memiliki kaitan dengan penelitian ini,

BAB 2 TINDAK TUTUR DAN SLOGAN IKLAN. Pandangan Austin (Cummings, 2007:8) tentang bahasa telah menimbulkan

BAB 2 IKHWAL PRAGMATIK, TINDAK TUTUR, PRINSIP KERJA SAMA, DAN IMPLIKATUR PERCAKAPAN

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA FILM MIMPI SEJUTA DOLAR KARYA ALBERTHIENE ENDAH. Suci Muliana Universitas Sebelas Maret (UNS)

Realisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi untuk menyampaikan gagasan, konsep, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dibedakan menjadi dua sarana,

IMPLIKATUR, TEKNIK PENERJEMAHAN, DAN PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS TERJEMAHAN (Suatu Kajian Pragmatik Dalam Teks penerjemahan)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. (Alwi, dkk. 203:588). Sesuai dengan topik dalam tulisan ini digunakan beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia, karena melalui bahasa manusia dapat saling berhubungan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Istilah dan teori tentang tindak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J. L.

BAB I PENDAHULUAN. situasi tutur. Hal ini sejalan dengan pendapat Yule (2006: 82) yang. menyatakan bahwa tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. LANDASAN TEORI. Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa memiliki berbagai cabang. Cabang-cabang

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, harapan, pesan-pesan, dan sebagainya. Bahasa adalah salah satu

BAB III PENDEKATAN, METODE DAN TEKNIK PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan

ILOKUSI DAN PERLOKUSI DALAM TAYANGAN INDONESIA LAWAK KLUB

III. METODE PENELITIAN. mengandung implikatur dalam kegiatan belajar mengajar Bahasa Indonesia di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan mendeskipsikan tindak tutur dalam berkomunikasi

TINDAK TUTUR GURU DAN SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DAN IMPLIKASINYA

Pelaksanaan Tindak Ujaran. Dwiyanti Nandang ( ) Meita Winda Lestari ( ) Pamela Yunita Sari ( ) Riza Indah Rosnita ( )

BAB I PENDAHULUAN. misalnya di rumah, di jalan, di sekolah, maupundi tempat lainnya.

Septianingrum Kartika Nugraha Universitas Sebelas Maret Surakarta

TINDAK TUTUR DIREKTIF GURU TAMAN KANAK-KANAK DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR TK AISYIYAH 29 PADANG

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyampaikan pikiran, perasaan kepada orang lain. demikian, bahasa juga mempunyai fungsi sebagai alat kekuasaan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pragmatik pertama kali diperkenalkan oleh seorang filsuf yang bernama

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hasil penelitian sebagai

ANALISIS PRAGMATIK PELANGGARAN TINDAK TUTUR GURU DI SMA LENTERA

BAB III METODE PENELITIAN. kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Bogdan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Penggunaan bahasa

I. PENDAHULUAN. Bagian pendahuluan dalam tesis ini terdiri dari, latar belakang yang berisi hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah di dalam interaksi lingual itu.

BAB II KAJIAN TEORI. Fraser dalam Irawan (2010:7) mendefinisikan kesopanan adalah property

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan sarana bagi manusia untuk dapat berkomunikasi dan

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Persoalan tindak tutur (speech act) dalam wacana pertuturan telah banyak

Jurnal Cakrawala ISSN , Volume 7, November 2013 TINDAK TUTUR PENERIMAAN DAN PENOLAKAN DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang politisi yang menggunakan bahasa lisan dalam berkomunikasi

IMPLIKATUR PERCAKAPAN DALAM PEMBELAJARAN OLAHRAGA PADA SISWA KELAS XI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa berfungsi

BAB III METODE PENELITIAN. mengadakan akumulasi data dasar. Metode penelitian deskriptif kualitatif

TUTURAN IKLAN KECANTIKAN PADA MAJALAH KARTINI DALAM KAJIAN PRAGMATIK

I. PENDAHULUAN. lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Tindak tutur merupakan tind yang dilakukan oleh penutur terhadap

TINDAK TUTUR ILOKUSI DIALOG FILM SANG PENCERAH KARYA HANUNG BRAMANTYO (SEBUAH TINJAUAN PRAGMATIK)

TINDAK TUTUR GURU DI DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR BAHASA INDONESIA KELAS VIII SMP N 27 PADANG (KAJIAN PRAGMATIK) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, sidang di pengadilan, seminar proposal dan sebagainya.

TINDAK TUTUR EKSPRESIF PADA INTERAKSI PEMBELAJARAN GURU DAN SISWA KELAS 1 SD TAHUN AJARAN 2011/2012

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan alat komunikasi antar

METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif melukiskan secara sistematis

KAJIAN PRAGMATIK TERHADAP TUTURAN PENGHINAAN DAN PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM BAHASA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. berupasistemlambangbunyiujaranyang kompleks dan aktif. Kompleks,

MAKSIM PELANGGARAN KUANTITAS DALAM BAHASA INDONESIA. Oleh: Tatang Suparman

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI,2007:588).

ERIZA MUTAQIN A

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk

BAB I PENDAHULUAN. bersosialisasi mereka membentuk sebuah komunikasi yang bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Prinsip kerja..., Ratih Suryani, FIB UI, Universitas Indonesia

ILOKUSI DALAM WACANA KAOS OBLONG JOGER: SEBUAH ANALISIS PRAGMATIK. Agus Surya Adhitama Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Udayana

REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah: 1) rancangan atau buram surat, dsb; 2) ide atau pengertian

PRAGMATIK. Penjelasan. Sistem Bahasa. Dunia bunyi. Dunia makna. Untuk mengkaji pragmatik... Contoh-contoh sapaan tersebut...

TINDAK TUTUR REMAJA KOMPLEK PERUMAHAN UNAND. Sucy Kurnia Wati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Frinawaty Lestarina Barus, 2014 Realisasi kesantunan berbahasa politisi dalam indonesia lawyers club

BAB III METODE PENELITIAN. adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis.

PRAKTIK TINDAK TUTUR ANAK KELAS B TK BINA INSAN CEMERLANG SURABAYA. Prawita Dini Arumsari

TINDAK TUTUR DALAM PROSES UJIAN SKRIPSI MAHASISWA STAIN SULTAN QAIMUDDIN KENDARI

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pokok di dalam pragmatik. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Peristiwa Tutur Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan antara bahasa dan konteksnya yang tergramatikalisasi atau

METODE PENELITIAN. penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena alamiah

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam pembelajaran di sekolah menengah atas, pelajaran sains dianggap

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan dari mitra tutur. Hal ini yang menjadikan bahasa amat berguna dalam

BAB I PENDAHULUAN. yaitu bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa lisan dan bahasa tulis salah satu

BAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun

BAB 5. KESIMPULAN dan SARAN. pemakaiannya. Bahasa juga kerap dijadikan media dalam mengungkapkan

BAB I PENDAHULUAN. (6) definisi operasional. Masing-masing dipaparkan sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan digunakan dalam

TINDAK TUTUR DALAM PROSES BELAJAR-MENGAJAR PADA TAMAN KANAK-KANAK DHARMA WANITA KELURAHAN WAPUNTO KECAMATAN DURUKA KABUPATEN MUNA (KAJIAN PRAGMATIK)

Transkripsi:

ANALISIS PRAGMATIK DALAM PENELITIAN PENGGUNAAN BAHASA Mujiyono Wiryotinoyo 1 Abstract: Pragmatic analysis is a kind of analysis for research in language use. Pragmatic analysis gives emphasis on and makes use of context for the purpose of understanding and explaining linguistic phenomena. Therefore, results of pragmatic analysis are descriptions of language use in context. Accordingly, pragmatic analysis provides description of language at the more concrete level than grammatical analysis does. Key words: pragmatic analysis, language use, pragmatic aspects. Di dalam arus percakapan, tuturan (T) yang bermuatan implikatur pecakapan (IP) meluncur bersama T lain yang berupa tuturan-langsung. Untuk memahami keberadaan suatu IP, menurut Grice (1991:310), petutur perlu mengolah data yang berupa: (1) makna konvensional kata-kata yang dipakai beserta referensinya, jikalau ada; (2) prinsip kerja sama (PK) dan maksim-maksimnya; (3) konteks linguistiknya; (4) hal-hal yang berkaitan dengan latar pengetahuan; dan (5) kenyataan adanya kesamaan dari keempat hal itu pada partisipan, baik pada penutur (n) maupun pada petutur (t), dan keduanya dapat saling memahami. Menurut Leech (1989:13) pragmatik adalah studi makna dalam kaitannya dengan situasi ujaran (SU). Oleh karena itu, prasyarat yang diperlukan untuk melakukan analisis pragmatik atas T, termasuk T yang bermuatan IP, adalah situasi ujaran yang mendukung keberadaan suatu T dalam percakapan. Situasi ujaran meliputi unsur-unsur: (1) penutur (n) dan petutur (t); (2) konteks; (3) tujuan; (4) tindak tutur atau tindak verbal; (5) 1 Mujiyono Wiryotinoyo adalah dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Jambi 153

154 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 2, Agustus 2006 tuturan (T) sebagai produk tindak verbal; (6) waktu; dan (7) tempat. Selanjutnya, untuk mengenal lebih jauh tentang analisis pragmatik dan contoh penggunaannya, dalam artikel ini secara berurutan dibahas perihal (a) konteks, b) satuan analisis, (c) contoh analisis, dan (d) penutup. KONTEKS Pemahaman konteks sangat diperlukan dalam analisis pragmatik. Mengapa? Bertolak dari pemahaman konteks inilah satuan-satuan bahasa dalam suatu tuturan dapat dijelaskan. Konteks ialah segala aspek yang berkaitan dengan lingkungan fisik dan sosial sebuah tuturan. Leech (1989:13) mengartikan konteks sebagai pengetahuan latar belakang tuturan yang sama-sama dimiliki baik oleh n maupun oleh t dan yang membantu t menafsirkan makna T. Dengan demikian, konteks dapat mengacu pada T sebelum dan sesudah T yang dimaksud, mengacu kepada keadaan sekitar yang berkaitan dengan kebiasaan partisipan, adat istiadat, dan budaya masyarakat. Konteks pun dapat mengacu pada kondisi fisik, mental, serta pengetahuan yang ada di benak n maupun t. Unsur waktu dan tempat terkait erat dengan hal-hal tersebut. Oleh karena itu, konteks sangat besar andilnya dalam Dalam penginterpretasian setiap percakapan, daya T. T selalu memuat tujuan yang hendak dicapai oleh n. Tujuan dapat berupa tujuan personal yang dicerminkan oleh proposisi (P) pada T atau berupa tujuan sosial seperti menaati prinsip pragmatik yang berupa PK dan prinsip sopan santun (PS). Tujuan personal lazimnya dicapai melalui tujuan-tujuan sosial. Dalam hal ini Leech merasa lebih tepat memakai istilah tujuan atau fungsi daripada memakai makna yang dimaksud n atau maksud n mengucapkan sesuatu. Berkaitan erat dengan tujuan adalah tindak tutur, terutama tindak ilokusi atau yang biasanya hanya disebut ilokusi. Tindak itu berperan menegosiasikan suatu P di antara n dan t dalam komunikasi. Jika tata bahasa berurusan dengan maujud statis yang abstrak seperti kalimat (dalam sintaksis) dan P (dalam semantik), pragmatik berurusan dengan tindak tutur atau performansi verbal yang terjadi dalam SU tertentu. Dengan demikian, pragmatik menangani bahasa pada tingkatan yang lebih kongkret daripada tata bahasa. Tindak tutur pada mulanya dicetuskan oleh seorang filosof Inggris, Austin (1962), dalam bukunya How to Do Things with Words. Austin pada dasarnya memandang bahwa manusia, dengan menggunakan bahasa dapat melakukan tindakan-tindakan yang disebut tin-

Wiryotinoyo, Analisis Pragmatik 155 dak tutur (speech Act). Austin (1978:101) membedakan adanya tiga macam tindak tutur, yakni lokusi, ilokusi dan perlokusi. Ketiganya terjadi secara serentak. Lokusi mengaitkan suatu topik dengan suatu keterangan dalam suatu ungkapan (subjek-predikat). Ilokusi yaitu tindakan mengucapkan suatu pernyataan, tawaran, pertanyaan, dan sebagainya. Perlokusi yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada t sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan ungkapan. Menurut Nababan (1987:18), dalam ilmu bahasa lokusi dapat disejajarkan dengan predikasi, ilokusi dengan bentuk kalimat (berdasarkan maknanya), dan perlokusi dengan maksud ungkapan. Berdasarkan ide Austin itu, Searle (1987:24), murid Austin, mengemukakan bahwa suatu tindak tutur mendukung tiga macam tindak yang terjadi secara simultan, yakni (1) tindak pengujaran kata (morfem, kalimat) (utterance act); (2) pengacuan dan predikasi yang disebut tindak proposisi (propositional act); dan (3) pernyataan, pertanyaan, perintah, janji, dan sebagainya yang disebut tindak ilokusi (illocutionary act). Dari ketiga macam tindak itu, tindak ilokusi atau singkatnya ilokusi kemudian memegang peranan penting di dalam studi pragmatik. Gunarwan (1994:43) menyatakan hal yang serupa bahwa tindak tutur mempunyai kedudukan penting di dalam pragmatik karena tindak tutur merupakan salah satu satuan analisisnya. Searle (1979:39) memandang bahwa tindak ilokusi merupakan unit terkecil dari komunikasi linguistik. Ia membedakan adanya lima macam tindak ilokusi, yakni tindak ilokusi asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi. Tindak ilokusi asertif ialah ilokusi yang menyatakan kebenaran, misalnya: menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, dan melaporkan. Tindak ilokusi direktif ialah ilokusi yang menghasilkan efek berupa tindakan yang dilakukan oleh t, misalnya: memesan, memerintah, memohon, menuntut, dan memberi nasihat. Tindak ilokusi komisif ialah ilokusi yang membuat n terikat pada suatu tindakan di masa mendatang, misalnya: menjanjikan, menawarkan, dan berkaul. Tindak ilokusi ekspresif ialah ilokusi yang mengutarakan sikap psikologis n terhadap yang tersirat dalam ilokusi, misalnya: mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, dan meng-ucapkan belasungkawa. Tindak ilokusi deklarasi ialah ilokusi yang keberhasilan pelaksanannya mengakibatkan kesesuaian antara isi P dengan realitas, misalnya: memecat, mengundurkan diri, membaptis, menamai, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, serta mengangkat pegawai (Leech, 1989:105).

156 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 2, Agustus 2006 SATUAN ANALISIS Satuan analisis dalam pragmatik yang menjadi unit dasar atau satuan terkecil dalam komunikasi linguistik sesuai dengan tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle adalah satuan yang mendukung ilokusi dan proposisi (P). Satuan itu dalam analisis pragmatik disebut satuan pragmatis (SP). Setiap SP mengandung muatan yang berupa paduan antara ilokusi dan P. Sudah dijelaskan bahwa, pragmatik mempelajari makna yang tidak terjangkau pemecahannya oleh semantik, yaitu makna yang muncul dalam konteks pemakaian kalimat di dalam komunikasi. Analisis pragmatik perlu dilakukan untuk memperoleh pemecahan masalah makna pada T yang bermuatan IP. Satuan pragmatis suatu IP akan dapat dideskripsikan melalui proses pemecahan masalah atas masalah yang dihadapi antara n dan t tatkala n mengucapkan T sehingga pada gilirannya dapat ditarik implikasi pragmatis yang menjadi IP dari suatu T. Leech (1989:36) menyatakan bahwa prosedur pemecahan masalah itu membutuhkan inteligensi manusia yang dapat mencari dan menemukan pilihan-pilihan kemungkinan bardasarkan bukti kontekstual. Prosedur pemecahan masalah dapat dipandang dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang n dan dari sudut pandang t. Dari sudut pandang n, dapat digunakan analisis cara-tujuan yang menggambarkan keadaan awal sebagai masalah, keadaan tengahan, dan keadaan akhir sebagai tujuan n untuk mengatasi masalah melalui cara yang terletak di dalam rangkaian antara masalah dan tujuan. Analisis cara-tujuan itu dapat diperjelas dengan Bagan 1. Bagan 1 sesungguhnya mencerminkan pandangan Searle yang mengemukakan bahwa tindak tutur tidak langsung (tindakan a) merupakan cara untuk melakukan tindak tutur lain (tindakan b). Dengan mengujarkan T Udaranya panas yang SP-nya berilokusi menginformasikan fakta, n mengimplikasikan ke dalam SP itu ilokusi yang meminta atau menyuruh t untuk menyalakan alat pendingin. Untuk menyuruh t menyalakan alat pendingin, n tidak secara terus-terang langsung menyuruh t, tetapi berputar dulu dengan mengujarkan T Udaranya panas sebagai tuturan tidak langsung untuk sampai pada keadaan akhir yang menjadi tujuan n mengujarkan T.

Wiryotinoyo, Analisis Pragmatik 157 TL TPS TLK TU 1 4 a Tc 2 3 b Bagan 1. Analisis Cara-tujuan Dengan keterangan: 1 = keadaan awal (n merasa panas) 2 = keadaan tengahan pertama (t mengerti bahwa n merasa panas) 3 = keadaan tangahan kedua (t mengerti bahwa n ingin alat pendingin dinyalakan) 4 = keadaan akhir (n merasa dingin) TU = tujuan utama percakapan untuk mencapai keadaan 4 TPK = tujuan untuk menaati PK TPS = tujuan untuk menaati PS TL = tujuan lain a = tindakan n berupa T = udaranya panas b = tindakan n berupa ilokusi meminta/menyuruh t untuk menyalakan alat pendingin c = tindakan t menyalakan alat pendingin Dari sudut pandang t, Leech (1989:40) menawarkan pemakaian analisis heuristik--bagian dari teknik analisis pragmatik--untuk menginterpretasi sebuah T. Dengan analisis heuristik, dapat diidentifikasi daya pragmatis sebuah T. Demikian juga SP dan implikasi pragmatis suatu IP. Dalam analisis heuristik, bertolak dari problema, dilengkapi P, informasi latar belakang konteks, dan asumsi dasar bahwa n menaati prinsip-prinsip prag-matis, t lalu

158 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 2, Agustus 2006 merumuskan hipotesis tujuan T. Berdasarkan data yang tersedia hipotesis diuji kebenarannya. Bila hipotesis sesuai dengan bukti kontekstual, berarti pengujian berhasil dan hipotesis diterima kebenarannya. Keberhasilan pengujian hipotesis pertama menghasilkan interpretasi baku (default interpretation) yang menunjukkan bahwa T memuat SP. Jika pengujian gagal karena hipotesis tidak sesuai dengan bukti yang ada, t perlu membuat hipotesis baru untuk selanjutnya. diuji dengan data yang tersedia sampai diperoleh hipotesis yang berterima. Hasil pengujian lanjutan akan memberikan interpretasi implikasi pragmatis suatu T dan itu berarti bahwa T bermuatan IP. Alur analisis heuristik itu dapat digambarkan dengan Bagan 2 berikut. Problem Hipotesis Pengujian Gagal Interpretasi Berhasil Bagan 2. Alur Analisis Heuristik Hipotesis pada Bagan 2 dapat diformulasikan secara sederhana dengan memakai P sebagai lambang makna T. Hipotesis T dapat dituliskan dengan formulasi:

Wiryotinoyo, Analisis Pragmatik 159 A. n mengatakan kepada t (bahwa P) Hipotesis mengenai daya P yang menjadi tujuan pemecahan masalah dirampat menjadi: B. Tujuan n ialah agar [t mengetahui (bahwa P)] Bertolak dari prinsip-prinsip pragmatik yang relevan, hipotesis itu diuji apakah taat asas dan sesuai dengan bukti kontekstual yang ada dengan konsekuensi-konsekuensi bahwa: C. n yakin (bahwa P) (Maksim Kualitas) D. n yakin [bahwa t tidak mengetahui (bahwa P)] (Maksim Kuantitas) E. n yakin (bahwa sebaiknya [t mengetahui (bahwa P)] (Maksim Hubungan) Jika konsekuensi C, D, dan E selaras dengan bukti konteks, hipotesis dapat diterima; tetapi jika satu konsekuensi saja bertentangan, hipotesis harus ditolak. Lalu disusun hipotesis baru yang paling dekat dengan bukti yang sudah diamati dan diuji lagi. Dalam analisis heuristik, jika hipotesis pertama dapat diterima, kebenaran hipotesis itu akan menghasilkan inter-pretasi baku atas T bahwa T termasuk tindak tutur langsung. Jika hipotesis pertama ditolak karena tidak selaras dengan bukti kontekstual, misalnya ada pelanggaran maksim, maka hipotesis berikutnya yang akan diterima untuk menghasilkan implikasi pragmatis dari T dan T termasuk tindak tutur tak langsung yang bermuatan IP. CONTOH ANALISIS Agar dapat diperoleh gambaran yang lebih konkret, berikut ini disajikan sebuah contoh analisis heuristik. Analisis dilakukan terhadap IP X yang diciptakan oleh Reli pada data berikut ini. Situasi Pukul 04.40 biasanya Reli sudah bangun dan belajar. Pukul 06.00 mandi langsung memakai baju sekolah. Sambil menanti Wugar dan ayahnya siap untuk sarapan bersama, Reli sering mengikuti tayangan TPI sambil berdandan. Selesai berbedak dan menyisir rambutnya, ia ke kamar mendekati ayahnya yang masih belum bangun dari tempat tidurnya, meskipun matanya telah terbuka dan tadi sudah

160 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 2, Agustus 2006 salat subuh. Reli memiliki kebiasaan yang baik setelah mandi dan berdandan ia selalu mencium ayahnya. Pagi ini setelah menyisir rambutnya, ia pun melakukan hal itu, dan sebaliknya. Percakapan: R: Pa, cium, Pa! M: Heem. R: (Reli mencium pipi kanan, kiri, dan dahi ayahnya dan begitu. pula sebaliknya si ayah.) Sudah siang, Pa. (X) M: Ya. R: Papa belum mandi. (Y) Implikasi: Reli menyuruh ayahnya bangun. Reli menyuruh ayahnya mandi. Hipotesis T berbunyi: A. n mengatakan kepada t bahwa (P)= n mengatakan kepada t bahwa (hari sudah siang) Hipotesis daya P dari T: B. Tujuan n ialah agar [t mengetahui (bahwa P)= Tujuan n ialah agar [t mengetahui (bahwa hari sudah siang)] Hipotesis daya P itu menyatakan bahwa T adalah tuturan n yang menginformasikan fakta kepada t. Kemudian dilakukan pengajian hipotesis berdasarkan PK apakah sesuai dengan bukti kontekstual yang ada ataukah tidak dengan mencocokkan bukti itu pada konsekuensi C, D, dan E berikut ini. C. n yakin (bahwa P) = n yakin (bahwa hari sudah siang) (Maksim Kualitas) D. n yakin [bahwa t tidak mengetahui (bahwa P)] = n yakin [bahwa t tidak mengetahui (bahwa, hari sudah siang)] (Maksim Kuantitas) E. n yakin (bahwa sebaiknya [t mengetahui(bahwa P)]) = n yakin (bahwa sebaiknya [t mengetahui (bahwa hari sudah siang)])

Wiryotinoyo, Analisis Pragmatik 161 (Maksim Hubungan) Ternyata konsekuensi C didukung bukti yang ada dalam data bahwa memang benar hari sudah siang: pukul 06.20. Tetapi, konsekuensi D tidak demikian, karena data yang ada menunjukkan bahwa si ayah telah mengetahui bahwa hari sudah siang, ia sudah sembahyang, tidak tidur lagi, sudah bangun, dan sudah mencium Reli. Reli mengetahui semua itu sehingga n tidak yakin bahwa t tidak mengetahui bahwa hari sudah siang. Dengan demikian n melanggar maksim kuantitas karena tidak memberikan informasi baru bagi t. Akibat dari itu, n pun melanggar maksim hubungan karena konsekuensi E pun tidak terdukung bukti, n tidak yakin bahwa ayahnya sebaiknya diberi tahu bahwa hari sudah siang karena Reli mengetahui bahwa ayahnya telah tahu. Pemberitahuan itu tidak relevan dengan tujuan yang ada pada rumusan B. Karena konsekuensi D dan E tidak sesuai dengan bukti kontekstual, maka hipotesis B ditolak. Untuk selanjutnya, disusun hipotesis baru yang paling dekat dengan bukti kontekstual yang ada dan yang sangat besar peluangnya untuk dapat diterima. A. n mengatakan kepada t (bangun) B. Tujuan n ialah menyuruh agar [t (bangun)] C. n yakin (bahwa perlu menyuruh t bangun) D. n yakin [bahwa t tidak mengetahui maksud (bahwa n menyuruh t bangun)] E. n yakin (bahwa sebaiknya [t mengetahui (bahwa n menyuruh t bangun)]) Hipotesis B diuji dengan membandingkan konsekuensi C, D, dan E dengan data yang ada. Setelah diuji, ternyata bahwa C didukung oleh data: Reli yang sudah berdandan bertujuan menyuruh ayahnya segera bangun untuk melakukan aktivitas mandi, berpakaian, sarapan bersama, lalu ayah-nya mengantar ke sekolah sebagaimana yang biasa mereka lakukan setiap pagi. Reli memakai SP menginformasikan fakta karena ia menaati PS. Sebagai anak ia telah memahami bahwa tidak sopan untuk memerintah ayahnya secara langsung sehingga ia tidak mau memakai SP menyuruh. Konsekuensi D pun didukung data. Reli yakin bahwa ayahnya yang berada di kamar tidak mengetahui bahwa Reli sudah mandi, sudah mengenakan baju sekolah, dan bahkan sudah berdandan sehingga menghendaki ayahnya bangun. Oleh

162 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 2, Agustus 2006 karena. itu, cukup relevan jika, Reli menyuruh ayahnya untuk bangun sehingga, konsekuensi E pun sesuai dengan data kontekstual. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa konsekuensi C, D, E sesuai dengan data kontekstual. Dengan demikian, hipotesis B dapat diterima. Interpretasi tesis B adalah bahwa tuturan X, Sudah siang, Pa, yang diproduksi oleh Reli termasuk T yang bermuatan IP. T itu mempunyai implikasi pragmatis menyuruh, yaitu, Reli menyuruh ayahnya untuk bangun. Hasil interpretasi IP seperti yang telah dilakukan dengan analisis heuristik itu sifatnya tidak terlalu pasti. Dalam hal ini Leech (1989:30) menyatakan bahwa penjelasan terhadap implikatur mengandung sifat probabilitas. Apa yang dimaksudkan oleh n dengan T-nya tidak pernah dapat diketahui secara pasti. Faktor kondisi yang diamati, T, dan konteksnya mengarahkan n untuk menyimpulkan interpretasi dari peluang-peluang yang paling mungkin. Menafsirkan daya P sebuah T sama dengan pekerjaan tebakmenebak atau dengan istilah canggihnya menciptakan hipotesis-hipotesis. Seorang penafsir yang baik sekalipun tidak selalu sanggup membuat kesimpulan yang pasti mengenai maksud n karena sering kali terjadi suatu T sengaja dikaburkan oleh penuturnya. Agaknya demikian juga, penafsiran IP anak usia SD yang masih berada dalam proses usaha menguasai BI. Satu T yang berupa BL mengekspresikan suatu SP. SP dapat menyiratkan satu atau lebih SP lain sebagai implikasi pragmatis yang mewujudkan IP pada diri t. PENUTUP Analisis pragmatik dapat mengatasi kelemahan analisis sintaktik dan semantik. Pemanfaatan konteks dalam analisis pragmatik telah mampu menjelaskan aspek-aspek nonsintaktik dan nonsemantik sehingga pemahaman petutur terhadap suatu tuturan menjadi lebih mendalam dan tuntas. Hal itu diperlukan untuk membangun komunikasi yang efektif antara penutur dan petutur dalam suatu peristiwa tutur tertentu. Lebih lanjut, dalam kaitannya dengan penelitian, analisis pragmatik dapat dimanfaatkan untuk memahami dan mendalami lebih tuntas teks tuturan yang menjadi objek penelitian. Teks tuturan dapat dibedah dan dianalisis bukan hanya dari aspek-aspek sintaktik dan semantiknya tetapi juga aspekaspek pragmatiknya. Melalui cara itu, analisis terhadap teks tuturan menjadi lebih lengkap dan tuntas sehingga memenuhi prinsip eksplanasi yang exhaustive.

Wiryotinoyo, Analisis Pragmatik 163 DAFTAR RUJUKAN Austin. 1978. How to Do Things with Words. Cambridge: Harvard University Press. Grice, H.P. 1991. Logic and Conversation. Dalam Davis S (Ed.), Pragmatics: A Reader (hlm. 305-315). New York: Oxford University Press. Gunarwan. 1994. Pragmatik: Pandangan Mata Burung. Dalam Dardjowidjojo, S. Ed.), Mengiring Rekan Sejati (hlm. 37 60). Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Atmajaya Jakarta. Leech. 1989. Principles of Pragmatics. London: Longman. Nababan. 1987. Ilmu Pragmatik. Jakarta: Depdikbud. Searle. J.R.1987. Speech Acts. Cambridge: Cambridge University Press. Searle (Ed.). 1979. The Philosophy of Language. Oxford: Oxford University Press.

164 BAHASA DAN SENI, Tahun 34, Nomor 2, Agustus 2006 language use, 153 pragmatic analysis, 153 pragmatic aspects, 153