BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitan. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 angka 5 memberikan definisi

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

PENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia memasuki babak baru pengelolaan pemerintahan dari sistem

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaksanaan Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 dan

BAB I PENDAHULUAN. disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

ABSTRAK. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, Flypaper Effect.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan pedoman

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Negara dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi. penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Pengeluaran

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bentuk penerapan prinsip-prinsip good governance.dalam rangka pengaplikasian

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

BAB I PENDAHULUAN. eksternalitas, mengoreksi ketidakseimbangan vertikal, mewujudkan pemerataan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. suatu bentuk apresiasi pelaksanaan otonomi daerah yang memberikan. kewenangan yang semakin besar kepada daerah dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB I PENDAHULIAN. Dewasa ini, perhatian pemerintah terhadap masalah-masalah yang

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Negara Indonesia telah sejak lama mencanangkan suatu

ANALISIS KINERJA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM PADA TAHUN

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB 1 PENDAHULUAN. disebutanggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. menumbangkan kekuasaan rezim Orde Baru yang sentralistik digantikan. arti yang sebenarnya didukung dan dipasung sekian lama mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengelolaan keuangan daerah sejak tahun 2000 telah mengalami era baru,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem otonomi daerah. Awal dari pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia adalah sejak diberlakukannya Undang-undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Otonomi daerah adalah bagian dari desentralisasi. Pola hubungan yang cenderung sentralisasi berubah pada pola desentralisasi yang memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah dalam mengatur pemerintahan daerahnya. Sumarmi (2008) menyatakan bahwa kebijakan otonomi daerah tersebut bisa dilihat dari dua sudut pandang. Sudut pandang yang pertama adalah tantangan, yang kedua adalah peluang bagi Pemerintah Daerah (Pemda). Hal tersebut dikarenakan, dalam UU tersebut diamanatkan suatu kewenangan otonomi yaitu agar daerah melaksanakan pembangunan disegala bidang, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana publik (public service). Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan sarana utama dalam menjalankan otonomi daerah. Dalam APBD tersebut terkandung unsur pendapatan dan belanja. Belanja modal digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana daerah, dana yang digunakan untuk alokasi belanja modal berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain 1

pendapatan yang sah. Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan biaya pemeliharaan. Belanja modal dapat dikategorikan dalam belanja modal tanah, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal peralatan mesin, belanja modal jalan, irigasi dan bangunan serta belanja modal fisik lainnya. Belanja modal pemerintah daerah mempunyai peran strategis dalam memicu pertumbuhan ekonomi di daerah nersangkutan. Belanja modal bersifat produktif dan bersentuhan langsung dengan kepentingan public sehingga dapat menstimulus perekonomian di daerah bersangkutan. Rasio belanja modal tiap tahunnya hanya mengalami sedikit peningkatan pada setiap kabupaten, padahal belanja modal pemerintah daerah mempunyai peran strategis dalam memicu pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi nilai rasio belanja modal maka semakin tinggi pula diharapkan dampaknya terhadap perkembangan perekonomian di daerah tersebut (BPS, 2015). Penelitian Zielinski (2001) dalam Kolomycew (2014) menyebutkan bahwa unsur penting dari desentralisasi adalah memberikan kemandirian keuangan pada daerah itu sendiri. Secara khusus, kemandirian keuangan sangat penting untuk pengembangan pemerintahan daerah. Ketergantungan pada subsidi dari anggaran pusat bertentangan dengan prinsip dari desentralisasi. Salah satu tujuan dari otonomi daerah adalah kemandirian daerah, kemandirian daerah disini juga dimaksudkan kemandirian dalam bidang 2

keuangan. Daerah diberi kewenangan yang lebih besar untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri. Tujuan kewenangan tersebut adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari APBD, dan untuk menciptakan persaingan yang sehat antardaerah, serta mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah. Pendapatan yang berasal dari daerah tersebut dikenal dengan pendapatan asli daerah. Pendapatan asli daerah ini dapat menunjukkan kemandirian keuangan daerah itu sendiri. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian sebaliknya. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah, yang merupakan komponen utama dari pendapatan asli daerah. Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pembangunan infrastruktur daerah yang semakin berkembang. Menurut Assyurriani (2015) menyatakan bahwa kemandirian keuangan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh pendapatan asli daerah dalam memenuhi seluruh kebutuhan belanja pemerintah, baik belanja operasional maupun belanja modal, semakin banyak kebutuhan yang dapat dipenuhi maka semakin tinggi tingkat kemandirian suatu daerah, demikian juga sebaliknya semakin sedikit belanja yang dapat dipenuhi dengan pendapatan asli 3

daerah, maka semakin rendah tingkat kemandirian suatu daerah. Guna meningkatkan kemandirian keuangan setiap daerah berupaya meningkatkan pendapatan asli daerahnya untuk mengurangi ketergantungan dari pemerintah pusat. Penelitian yang dilakukan oleh Silitonga (2009) yang menemukan bahwa tingkat kemandirian keuangan daerah tidak berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal. Begitu pula dengan penelitian Ardhini (2011) bahwa rasio tingkat kemandirian daerah tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Sebaliknya, penelitian Kadafi (2013) menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah dan dana perimbangan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Pelaksanaan otonomi daerah menitikberatkan pada daerah kabupaten dan kota ditandai dengan adanya penyerahan sejumlah kewenangan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Sesuai dengan teori keagenan (agency theory) bahwa hubungan principal dan agen dapat dilihat dari kewenangan yang diserahkan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah harus menggali potensi-potensi sumber pendapatan sehingga mampu meningkatkan pendapatan asli daerah. Menurut Undang-undang No.33 tahun 2004, pelaksanaan perimbangan keuangan dilakukan melalui dana perimbangan yang terdiri atas Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus. Pemberian dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antar pemerintah dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum di seluruh daerah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2015), ketergantungan pemerintah daerah kabupaten/kota se-bali terhadap pihak 4

eksternal dalam pembiayaan pembangunannya semakin menurun setiap tahunnya namun masih di bawah 50 persen. Hal ini berarti bahwa pemerintah daerah belum sepenuhnya mampu untuk membiayai seluruh kegiatannya karena sebagian besar pendapatan daerah dalam APBD masih berasal dari pihak eksternal, termasuk untuk pembangunan infrastruktur daerah. Handayani (2009) menyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap belanja modal pada daerah Sumatera Utara. Wibowohadi (2011) juga menunjukkan bahwa Dana Perimbangan berpengaruh terhadap belanja modal. Tingginya pendapatan pada suatu daerah baik itu pendapatan dari daerah itu sendiri maupun transfer dari pihak eksternal menyebabkan pemerintah daerah mampu mengalokasikan anggarannya untuk belanja modal lebih besar. Belanja modal pemerintah daerah mempunyai peran strategis dalam memicu pertumbuhan ekonomi di daerah yang bersangkutan. Semakin tinggi nilai rasio belanja modal maka semakin tinggi pula diharapkan dampaknya terhadap perkembangan perekonomian di daerah tersebut (BPS, 2015). Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui lebih jauh dan lebih spesifik pengaruh kemandirian keuangan daerah dan dana perimbangan terhadap belanja modal pada delapan kabupaten dan satu kota di Bali. Penelitian ini bermaksud mereplikasi dan mengeksplorasi penelitian yang dilakukan oleh Silitonga (2009) yang meneliti mengenai Pengaruh Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian 5

Silitonga (2009) adalah adanya penambahan variabel dana perimbangan sebagai variabel bebas dan juga pada lokasi penelitian. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal? 2) Apakah Dana Perimbangan berpengaruh terhadap Belanja Modal? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal. 2) Untuk mengetahui pengaruh Dana Perimbangan terhadap Belanja Modal. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas mengenai Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal. Disamping itu, diharapkan dapat memberikan kontribusi dan dijadikan perbandingan, pengembangan, 6

dan penyempurnaan dari penelitian penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. 2) Manfaat Praktis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah daerah mengenai Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah dan Dana Perimbangan Terhadap Belanja Modal. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yang saling berkaitan dan disusun dengan sistematika penyajian sebagai berikut. Bab I : Pendahuluan Bab ini menguraikan latar belakang masalah yang mendorong dilakukannya penelitian, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. Bab II : Kajian Pustaka dan Hipotesis Penelitian Bab ini berisi mengenai landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, hasil penelitian sebelumnya serta hipotesis dari penelitian yang dilakukan. Bab III : Metode Penelitian Bab ini memaparkan mengenai desain penelitian, lokasi penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode penentuan sampel, metode pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. 7

Bab IV: Pembahasan Hasil Penelitian Bab ini memaparkan tentang deskripsi sampel penelitian, analisis data serta pembahasan hasil penelitian berdasarkan output SPSS. Bab V : Simpulan dan Saran Bab ini memaparkan tentang simpulan yang diperoleh dari hasil analisis dalam bab pembahasan hasil penelitian dan saran saran yang dianggap perlu bagi para peneliti selanjutnya serta menguraikan keterbatasan penelitian. 8