Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN

dokumen-dokumen yang mirip
ASPEK GROWTH AND YIELD

Kata Kunci : Hutan rakyat, pertumbuhan tegakan, bambang lanang, kualitas tempat tumbuh, model matematik, model sistem simulasi

Laporan Kegiatan Tahun Buku II BPK Palembang 31

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS AGROFORESTRI KAYU BAWANG DI PROVINSI BENGKULU

Paket INFORMASI DAMPAK HUTAN TANAMAN TERHADAP LINGKUNGAN

Jumlah informasi dan paket iptek pendukung produktivitas hutan dan pola agroforestry berbaris kayu pertukangan

PENELITIAN BUDIDAYA JENIS KAYU BAWANG

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ASPEK Agroforestry JENIS: BAMBANG LANANG GELAM

Marulam MT Simarmata Dosen Fakultas Pertanian USI

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan tempat penelitian 3.2 Alat dan bahan 3.3 Metode pengambilan data

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PE ELITIA

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

3. Bagaimana cara mengukur karbon tersimpan?

Kayu bawang, faktor-faktor yang mempengaruhi, strategi pengembangan.


Program Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Koordinator

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan pada tegakan Hevea brasiliensis yang terdapat di

BAB IV METODE PENELITIAN

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

Teknologi rehabilitasi hutan rawa gambut

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODE PENELITIAN

Demplot sumber benih unggulan lokal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis sosial dan kebijakan pembangunan hutan tanaman

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

Kata kunci: hutan rawa gambut, degradasi, rehabilitasi, kondisi hidrologi, gelam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELlTlAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Prosedur Penelitian dan Parameter Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

SINTESA HASIL PENELITIAN RPI AGROFORESTRI TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN

KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN PADI GOGO, JAGUNG DAN TEMBAKAU DI KECAMATAN PAKEM KABUPATEN BONDOWOSO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

4 METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

KERAGAMAN PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI MERAH (Shorea leprosula Miq.) PADA BERBAGAI TAPAK

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

MODEL PERTUMBUHAN TEGAKAN KAYU BAWANG (Protium javanicum Burm F.) PADA BERBAGAI POLA TANAM DAN KERAPATAN TEGAKAN HENGKI SIAHAAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai Januari 2013.

BAB III METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7 Matrik korelasi antara peubah pada lokasi BKPH Dungus

BAB IV METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu tanaman pangan

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

II. METODOLOGI. A. Metode survei

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

SINTESA RPI: AGROFORESTRY. Koordinator: Encep Rachman

Program Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil Kayu Koordinator

BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

Paket KUANTITATIF PERTUMBUHAN Jenis Bambang Lanang Studi Pertumbuhan dan Hasil (Growth and Yield) Pembangunan Database Growth and Yield Kuantifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Jenis Kayu bawang Studi Pertumbuhan dan Hasil (Growth and Yield) Pembangunan Database Growth and Yield Kuantifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 43

Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu Koordinator RPI : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. Judul Kegiatan : Paket Kuantitatif Pertumbuhan Sub Judul Kegiatan : Studi Pertumbuhan dan Hasil (Growth and Yield) Pembangunan Database Growth and Yield Jenis Bambang Lanang Pelaksana Kegiatan : Agus Sumadi, S.Hut Hengki siahaan, S.Hut, M.Sc Teten Rahman S ABSTRAK Dalam pengelolaan hutan tanaman diperlukan informasi yang memadahi mengenai pertumbuhan dan hasil tegakan hutan tanaman. Kegiatan penelitian dilakukan dengan pembuatan dan pengukuran ulang PUP. Kegiatan penelitian dilakukan pada hutan rakyat baik pola monokultur maupun pola agroforestry dengan kopi. Pertumbuhan bambang pola agroforetry lebih cepat baik pertumbuhan diameter maupun pertumbuhan tinggi. Persamaan pertumbuhan diameter bambang pola monokultur Dbh = 18.256 ln(a)-12.93, pertumbuhan tinggi H=18.242 ln(a)-17.821, sedangkan dengan pola agroforestry pertumbuhan diameternya Dbh=16.77 Ln(A) -8.2368 dan pertumbuhan tinggi H = 18.923 Ln(A) -13.666. Persamaan yang terbentuk dapat memberikan gambaran perkembangan pertumbuhan diameter dan tinggi bambang. Pertumbuhan tegakan bambang baik pertumbuhan diameter dan tinggi pada ketiga lokasi penelitian (Kab. Empatlawang, Kota Pagar Alam dan Kab. OKU Selatan) menunjukkan adanya perbedaan. Pertumbuhan terbaik berada di Kabupaten Empatlawang yang memiliki ketinggian tempat 100 200 mdpl. Kata kunci : Pertumbuhan dan hasil, bambang lanag, monokultur, agroforestry A. LATAR BELAKANG Pengelolaan hutan tanaman baik hutan tanaman industri maupun hutan tanaman rakyat pada hakekatnya adalah penanganan pertumbuhan tegakan dengan tujuan memeroleh hasil tegakan hutan yang optimal. Dalam pengelolaan hutan tanaman diperlukan informasi yang memadahi mengenai pertumbuhan dan hasil tegakan hutan tanaman. Berdasarkan kondisi tersebut diperlukan penelitian yang komprehensif terhadap hutan tanaman yang meliputi penelitian pertumbuhan tegakan, model penduga volume pohon, pengaturan hasil dan informasi daur optimal tegakan. Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 44

B. TUJUAN DAN SASARAN Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan informasi pertumbuhan dan hasil tegakan hutan tanaman dalam rangka mendukung peningkatan produktifitas hutan tanaman bambang yang disajikan dalam bentuk perangkat model matematik. Sasaran penelitian pada tahun 2012 untuk menghasilkan informasi pertumbuhan bambang pada pola monokultur dan agroforestry yang ada pada hutan rakyat dan pertumbuhan bambang pada berbagai lokasi pengembangan. C. METODE PENELITIAN Pengumpulan data pertumbuhan dan hasil tegakan dilakukan dengan pengukuran dimensi tegakan dalam tiap plot PUP. Parameter yang diukur tiap plot berupa diameter setinggi dada dan tinggi total. Pengolahan data model pertumbuhan dan hasil tegakan dengan menggunakan analisis regresi antara pertumbuhan dan hasil tegakan dengan variable-variabel yang mempengaruhinya. Pertumbuhan tegakan yang akan dianalisis meliputi pertumbuhan diameter dan pertumbuhan tinggi. D. HASIL YANG DICAPAI Penelitian dilakukan pada tegakan bambang baik yang dikembangkan secara monokultur maupun agroforestry. Pertumbuhan tegakan bambang pada kedua pola tersebut disajikan dalam Gambar 1 dan 2. 25.00 20.00 Dbh = 18.256Ln(A) - 12.93 R 2 = 0.9636 25.00 20.00 H = 18.242Ln(A) - 17.821 R 2 = 0.9482 Dbh (cm) 15.00 10.00 5.00 H (m) 15.00 10.00 5.00 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur (thn) 0.00 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Umur (thn) (a) (b) Gambar 1. Pertumbuhan diameter (a) dan pertumbuhan tinggi (b) pada tegakan bambang dengan pola monokultur di Kabupaten Empatlawang. Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 45

H (m) H = 18.923Ln(A) - 13.666 30 R 2 = 0.7195 25 20 15 10 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Umur (thn) Dbh (cm) 40 Dbh = 16.771Ln(A) - 8.2368 35 R 2 = 0.9049 30 25 20 15 10 5 0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Umur (thn) Gambar 2. Pertumbuhan diameter (a) dan pertumbuhan tinggi (b) pada tegakan bambang dengan pola agroforestry dengan kopi di Kabupaten Empatlawang. Masyarakat yang ada di Kabupaten Empat Lawang telah lama mengembangkan bambang dengan pola monokultur maupun pola agroforestry. Dengan pola agroforestry pertumbuhan bambang lebih cepat baik pertumbuhan diameter maupun pertumbuhan tinggi seperti pada Gambar 1 dan 2. Pengembangan bambang pola agroforestry memungkinkan pemberian input dan pemeliharaan lebih intensif dibandingkan dengan pola monokultur. Tegakan bambang pada ketiga lokasi penelitian (Kabupaten Empatlawang, Kota Pagar Alam dan Kabupaten OKU Selatan) memiliki pertumbuhan diameter dan tinggi yang berbeda seperti pada Gambar 3 dan Gambar 4. Dbh (cm) 35 30 25 20 15 10 5 Dbh = 10.736Ln(A) + 1.3686 R 2 = 0.4482 y = 8.2609Ln(x) + 1.1017 R 2 = 0.636 Dbh = 9.6782Ln(A) + 1.6776 R 2 = 0.8896 0 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Umur (thn) Empat Lawang Pagar Alam OKUS Log. (Empat Lawang) Log. (OKUS) Log. (Pagar Alam) Gambar 3. Perbedaan pertumbuhan diameter bambang pada tiga lokasi penelitian Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 46

30.00 25.00 y = 11.132Ln(x) - 3.4421 R 2 = 0.6266 Tinggi (m) 20.00 15.00 10.00 y = 9.1903Ln(x) - 5.6925 R 2 = 0.8532 y = 8.1322Ln(x) - 0.2344 R 2 = 0.8603 5.00 0.00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Umur (thn) Empatlawang Pagar Alam OKUS Log. (Empatlawang) Log. (OKUS) Log. (Pagar Alam) Gambar 4. Perbedaan pertumbuhan tinggi bambang pada tiga lokasi penelitian Pertumbuhan tegakan bambang baik pertumbuhan diameter maupun pertumbuhan tinggi pada lokasi penelitian menunjukkan adanya perbedaan. Pertumbuhan terbaik baik diameter dan tinggi tegakan berada di wilayah Kabupaten Empatlawang yang memiliki ketinggian tempat 100-200 mdpl, sedangkan tegakan bambang yang memiliki pertumbuhan terendah berada di Kota Pagar Alam. E. KESIMPULAN Tegakan bambang yang dikembangkan secara monokultur maupun agroforestry memiliki pertumbuhan yang berbeda. Tegakan bambang yang dipolakan secara agroforestry menghasilkan pertumbuhan diameter dan tinggi yang lebih baik. Berdasarkan kondisi tersebut pembangunan hutan rakyat dapat dilakukan secara monokultur maupun agroforestry sehingga dapat menjadi solusi penyedia kayu pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Pertumbuhan bambang secara umur terbaik berada di daerah Kabupaten Empat Lawang yang memiliki ketinggian tempat 100-200 mdpl. Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 47

Foto Kegiatan. Bambang Pola Monokultur Pola agroforestry bambang dengan kopi Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 48

Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu Koordinator RPI : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. Judul Kegiatan : Paket Kuantitatif Pertumbuhan Sub Judul Kegiatan : Kuantifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Jenis Bambang Lanang Pelaksana Kegiatan : Agus Sumadi, S.Hut Hengki siahaan, S.Hut, M.Sc Maman Suparman ABSTRAK Akurasi pendugaan pertumbuhan dan hasil sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan manajemen dalam pengelolaan hutan tanaman. Kuantifikasi kualitas tapak merupakan salah satu cara untuk meningkatkan akurasi pendugaan pertumbuhan dan hasil pada hutan tanaman. Kualitas tapak merupakan potensi produksi kayu dari sebidang lahan untuk jenis tertentu atau tipe hutan tertentu. Kualitas tapak pada tegakan seumur dan sejenis dapat dinyatakan dalam suatu indeks yang merangkum berbagai faktor lingkungan seperti tanah (kesuburan, drainase), iklim (suhu, curah hujan), topografi (ketinggian tempat, aspek) dan faktor lain. Terdapat dua pendekatan dalam penilaian kualitas suatu tapak yaitu pendekatan phytocentric dan geocentric. Hasil penelitian site indek tegakan bambang terbaik yang berada di wilayah Kabupaten Empat Lawang yang memiliki ketinggian tempat 100-200 mdpl. Berdasarkan karakteristik lahan yang memiliki korelasi dengan site indek berupa nilai KTK, HDD, kandungan liat dan ketinggian tempat. Nilai KTK dan kandungan liat memiliki korelasi positif sedangkan ketinggian tempat dan nilai HDD memiliki korelasi negative. Kata kunci : kualitas tapak, phytocentric, geocentric, tegakan bambang A. LATAR BELAKANG Pengelolaan hutan tanaman yang baik diperlukan pengetahuan yang memadai mengenai pertumbuhan dan hasil tegakan, sehingga diperlukan penelitian yang komprehensif meliputi penelitian pertumbuhan tegakan, kualitas tempat tumbuh, model penduga volume pohon dan daur optimal tegakan hutan tanaman. Kualitas tempat tumbuh dalam perencanaan pengelolaan hutan sering dinyatakan dengan bonita atau indeks tempat tumbuh. Dengan pengetahuan ini akan membantu dalam manajemen pengelolaan tegakan dan lahan pada hutan tanaman guna tercapainya kelestarian hutan. Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 49

B. TUJUAN DAN SASARAN Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk menyajikan informasi kualitas tempat tumbuh/saite indeks jenis bambang. Pada tahun 2012 ini penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi awal penentuan saite indeks berdasarkan metode pytosentric dan geosentric. Sasaran kegiatan penelitian ini adalah tersedianya data dan informasi peninggi dan karakteristik tanah dari masing-masing plot ukur pada tiap kabupaten yang telah mengembangkan jenis bambang. C. METODE PENELITIAN Pada pendekatan phytocentric, penilaian kualitas tapak dilakukan dengan pengukuran peninggi pada petak-petak ukur baik PUP maupun PUT tiap lokasi penelitian. Peninggi merupakan tinggi seratus pohon tertinggi dalam satu hektar tegakan. Pada plot berukuran 30 m x 3m m dilakukan pengukuran 10 pohon tertinggi. Pada pendekatan geocentric dilakukan penilaian karakteristik tanah, baik secara langsung maupun dengan pengambilan sampel untuk dianalisis di laboratorium. D. HASIL YANG DICAPAI Pohon bambang lanang telah dikembangkan oleh masyarakat secara luas dalam bentuk hutan rakyat yang tersebar di Kabupaten Empat Lawang, Lahat, Muara Dua dan Kota Pagar Alam. Peninggi dari tegakan bambang yang dikembangkan oleh masyarakat khususnya di Kabuapaten Empat Lawang yang mewakili ketinggian 100 200 mdpl, OKU Selatan 150-250 mdpl, serta Kota Pagar Alam yang mewakili ketinggian 700 1100 mdpl seperti pada Gambar 1. 30,0 25,0 20,0 Peninggi (m) 15,0 10,0 5,0 0,0 0 5 10 Umur 15 20 SI 17 SI 20 SI 23 SI 26 Data Empat Lawang Data Lahat Gambar 1. Peninggi dan site indek tegakan bambang Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 50

Tegakan bambang yang banyak dikembangkan oleh masyarakat pada berbagai daerah di Sumatera Selatan menunjukkan perbedaan site indek dilihat dari peninggi tegakan yang ada. Berdasarkan gambar diatas site indek tertinggi pada pengembangan bambang di wilayah Empat Lawang. Pada wilayah ini pada umur indek (12 tahun) memiliki peninggi sekitar 26 m. Hasil analisis data untuk wilayah OKU Selatan memiliki site indek lebih rendah dari tegakan bambang di Kabupaten Empat Lawang dengan peninggi sekitar 23 m pada umur indek 12 tahun. Site indek terendah pada tegakan bambang di wilayah Kota Pagar Alam dengan peninggi sekitar 17 m pada umur 12 tahun. Hasil analisis korelasi antara site indek dengan karakteristik lahan yang memiliki korelasi berupa nilai KTK dengan korelasi 0.429*, nilai HDD dengan korelasi -0,493*, nilai kandungan liat korelasi 0.484*, dan ketinggian tempat - 0.588**. Berdasarkan analisi korelasi 4 karakteristik lahan yang memiliki hubungan dengan nilai site indek tegakan bambang. Nilai korelasi positif seperti pada KTK dan kandungan liat menggambarkan semakin tinggi nilai KTK atau kandungan liat semakin tinggi juga besarnya site indek, sedangkan pada korelasi yang negatif seperti pada nilai HDD dan ketinggian tempat memberikan gambaran semakin tinggi nilai HDD atau ketinggian tempat site indek semakin rendah. E. KESIMPULAN Saite terbaik untuk jenis bambang pada hutan rakyat yang dikembangkan oleh masyarakat berada pada daerah Kabupaten Empat Lawang yang memiliki ketinggian tempat 100 200 mdpl. Berdasarkan karakteristik lahan yang memiliki korelasi dengan site indek berupa nilai KTK, HDD, kandungan liat dan ketinggian tempat. Nilai KTK dan kandungan liat memiliki korelasi positif sedangkan ketinggian tempat dan nilai HDD memiliki korelasi negative. Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 51

Foto Kegiatan. Pembuatan profil tanah Pengambilan Sampel Tanah Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 52

Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu Koordinator RPI : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. Judul Kegiatan : Paket Kuantitatif Pertumbuhan Sub Judul Kegiatan : Studi Pertumbuhan dan Hasil (Growth and Yield) Pembangunan Database Growth and Yield Jenis Kayu Bawang Pelaksana Kegiatan : Hengki siahaan, S.Hut, M.Sc Agus Sumadi, S.Hut Teten Rahman S ABSTRAK Kayu bawang dikembangkan dengan berbagai pola tanam sesuai dengan budaya pertanian pada lokasi pengembangan, yaitu pola monokultur, tumpangsari, agroforestry kayu bawang + kopi dan agroforestry kayu bawang + coklat. Untuk mencapai kelestarian pengelolaan diperlukan perangkat pengaturan berupa model pertumbuhan pada semua pola yang dikembangkan. Model pertumbuhan disusun dengan menggunakan tiga varibel penduga, yaitu umur (A), kerapatan tegakan (N), dan kualitas tempat tumbuh (Si). Untuk pola tanam monokultur model pertumbuhan diameter adalah ln D = 5,710 4,954/A 0,347 ln N + 0,0398 ln Si (R 2 adj = 79,2%); tinggi ln H = 1,63 3,57/A 0,0813 ln N + 0,708 ln Si (R 2 adj = 79,2%), volume ln V = 3,21 13,1/A + 0,201 ln N + 0,728 ln Si (R 2 adj = 91,6%). Pola tumpangsari, diameter ln D = 3,674 2,511/A + 0.020 ln N - 0,242 ln Si (R 2 adj = 97,8%), tinggi ln H = -1,64 1,94/A + 0,054 ln N + 1,45 ln Si (R 2 adj = 94,7%) ; volume ln V = -3,99-7,03/A + 1,14 ln N + 0,729 ln Si (R2 adj =97,6%). Pola agroforestry kayu bawang + kopi, diameter ln D = 4,432 2,223/A - 0,305 ln N + 0,213 ln Si (R 2 adj = 87,0%), tinggi ln H = 1,20-2,00/A 0,170 ln N + 0,963 ln Si (R 2 adj = 67,8 %) dan volume ln V = 0,93 5,96/A + 0,310 ln N + 1,50 ln Si (R 2 adj = 64,3 %) dan untuk pola agroforestry kayu bawang + coklat, pertumbuhan diameter ln D = 1,003 2,733/A 0,139 ln N + 1,010 ln Si (R 2 adj =99,0 %), tinggi ln H = 0,588 4,16/A 0,0849 ln N + 1,06 ln Si (R 2 adj = 96,4%) dan volume ln V = -7,62-9,56/A + 0,730 ln N + 2,93 ln Si. Variabel kerapatan tegakan N berpengaruh nyata dengan sifat berbanding terbalik dengan pertumbuhan diameter tegakan kayu bawang, sedangkan variabel kualitas tempat tumbuh (Si) lebih berkorelasi (positif) dengan pertumbuhan tinggi tegakan. Berdasarkan model pertumbuhan volume, daur optimum untuk pola monokultur adalah 13, 1 tahun, pola tumpangsari 7,03 tahun, pola agroforestry kayu bawang + kopi 5,96 tahun dan kayu bawang + coklat 9,56 tahun. A. Latar Belakang Kayu bawang telah dikembangkan di seluruh Kabupaten di Propinsi Bengkulu. Penanaman dilakukan dengan berbagai pola tanam sesuai dengan budaya pertanian setempat. Pola monokultur banyak dijumpai di Kabupaten Bengkulu Selatan, tumpangsari di Kabupaten Bengkulu Tengah, sedangkan pola Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 53

agroforestry berbentuk kayu bawang + kopi dan kayu bawang + coklat hampir dijumpai pada seluruh lokasi pengembangan. Upaya peningkatan produktivitas hutan rakyat memerlukan sistem pengelolaan yang baik dan terencana. Sistem pengelolaan yang baik membutuhkan berbagai perangkat pengelolaan seperti model penduga volume, model kualitas tempat tumbuh, dan model pertumbuhan dan hasil tegakan. Perangkat pengelolaan ini akan bermanfaat untuk memberikan prediksi pertumbuhan dan hasil yang dapat diperoleh dan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan manajemen, antara lain dalam penentuan waktu panen pada pola tanam yang dipilih. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat pengaturan hasil hutan rakyat yang dikembangkan dengan berbagai pola tanam di Propinsi di Propinsi Bengkulu. Hasil penelitian bermanfaat sebagai perangkat pengelolaan hutan rakyat kayu bawang di Propinsi Bengkulu, yang memberikan informasi model pertumbuhan, riap, kualitas tempat tumbuh, dan daur optimum tegakan kayu bawang. C. Luaran Luaran penelitian ini adalah perangkat pengaturan hasil hutan rakyat kayu bawang dengan berbagai pola tanam di Propinsi Bengkulu. Pada tahun 2012 luaran yang diperoleh adalah data pertumbuhan serial kayu bawang dan model pertumbuhan tegakan pada berbagai pola tanam pembangunan database pertumbuhan kayu bawang di Propinsi Bengkulu. D. METODOLOGI 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Hutan Rakyat kayu bawang di Propinsi Bengkulu. Lokasi penelitian terdapat di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Bengkulu Selatan dan Rejang Lebong. 2. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan kayu bawang pada PUP yang telah dibuat. PUP dibuat dengan ukuran 30 m x 30 m (0,09 ha) atau 40 m x 40 m (0,16 ha) sesuai dengan potensi dan ketersediaan tegakan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System), pita ukur, haga meter, kompas, meteran gulung 50 meter, tambang plastik, tally sheet dan alat-alat tulis serta seperangkat komputer dengan programprogram pengolah data seperti Excel dan Minitab. Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 54

3. Pengumpulan data Pengumpulan data terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data pertumbuhan tegakan dan kondisi tapakyang diukur secara langsung. Data sekunder mencakup adalah data curah hujan, suhu, kelembaban udara, dan jenis tanah yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi dan instansi terkait lainnya. 4. Penyusunan Model pertumbuhan dan hasil Model pertumbuhan yang disusun adalah model tegakan keseluruhan (Whole stand model). Model tegakan keseluruhan menggunakan tegakan sebagai satuan dasar pengukuran. Model yang digunakan adalah model sebagaimana diajukan oleh Alder (1980), Vanclay (1994), Sc humacer (1937) yang secara eksplisit dinyatakan sebagai Ln Y = b 0 b 1 /A + ln N + ln Si. 5. Pemilihan dan validasi model Pemilihan dan validasi model didasarkan pada kriteria uji statistik dan kelogisan bentuk kurva. Kriteria uji statistik yang digunakan adalah Uji tingkat kepentingan peranan peubah bebas, Koefisien determinasi (R 2 ), Simpangan ratarata (SR) dan simpangan agregat (SA), Bias (mean error = ME) dan akar rata -rata kuadrat simpangan (RMSE) 6. Analisa Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan Excel dan perangkat pengolah data seperti Minitab dan Statistica. Penyusunan model dilakukan dengan analisis regresi sederhana maupun berganda sesuai dengan model yang diuji. Variabel penduga dipilih berdasarkan uji tingkat kepentingan peubah bebas sedangkan pemilihan model terbaik didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R2) dan nilai E. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pola Tanam Kayu Bawang Pengembangan kayu bawang di Propinsi Bengkulu dilakukan sesuai dengan budaya pertanian yang ada pada masing-masing lokasi pengembangan. Beberapa pola tanam yang dijumpai di Propinsi Bengkulu adalah pola tanam monokultur (Bengkulu Selatan), tumpangsari (Bengkulu Tengah), agroforestry kayu bawang + kopi (Bengkulu Utara dan Rejang Lebong), agroforestry kayu bawang + coklat (Beng kulu Tengah dan Rejang Lebong), kayu bawang + karet (Bengkulu Tengah dan Bengkulu Utara), dan kayu bawang + sawit (Bengkulu Selatan). Pola monokultur umumnya dilakukan pada oleh pemilik lahan yang memiliki lahan luas dan modal yang besar, sedangkan pola tumpangsari dan agroforestry dilakukan oleh petani biasa, dengan maksud untuk memperoleh hasil antara sebelum memanen kayu pada akhir daur. Pada pola tumpangsari, kayu Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 55

bawang ditanam dengan jenis tanaman pertanian semusim seperti kacang tanah, serai, dan cabe. 2. Model Pertumbuhan a. Pertumbuhan Diameter Model pertumbuhan diameter disusun dengan tiga variabel penduga yaitu umur (A), kerapatan (N), dan kualitas tempat tumbuh (Si). Model disusun pada pola tanam monokultur, tumpangsari, agroforestry kayu bawang + kopi, dan kayu bawang + coklat. Secara berturut-turut, model pertumbuhan pada masing-masing pola tanam adalah: ln D = 5,710 4,954/A 0,347 ln N + 0,0398 ln Si (R 2 adj = 79,2%) untuk pola tanam monokultur; ln D = 3,674 2,511/A + 0.020 ln N - 0,242 ln Si (R 2 adj = 97,8%) untuk pola tumpangsari; ln D = 4,432 2,223/A - 0,305 ln N + 0,213 ln Si (R 2 adj = 87,0%) untuk pola agroforestry kayu bawang + kopi dan ln D = 1,003 2,733/A 0,139 ln N + 1,010 ln Si (R 2 adj =99,0 %) untuk pola agroforestry kayu bawang + coklat. Pada semua pola tanam, variabel N umumnya mempunyai koefisien negatif dan nilai P < 0,001 yang beratri bahwa variabel N berpengaruh sangat nyata dan berbanding terbalik dengan pertumbuhan diameter. Sedangkan variabel SI umumnya mempunyai nilai P > 0,05, yang berarti bahwa variabel ini tidak berpengaruh nyata pada pertumbuhan diameter. b. Pertumbuhan Tinggi Berbeda dengan pertumbuhan diameter yang dipengaruhi oleh kerapatan tegakan, pertumbuhan tinggi lebih berkorelasi dengan kualitas tapak. Model pertumbuhan tinggi untuk pola tanam monokultur adalah ln H = 1,63 3,57/A 0,0813 ln N + 0,708 ln Si (R 2 adj = 79,2%), untuk pola tumpangsari ln H = -1,64 1,94/A + 0,054 ln N + 1,45 ln Si (R 2 adj = 94,7%), pola agroforestry kayu bawang + kopi: ln H = 1,20-2,00/A 0,170 ln N + 0,963 ln Si (R 2 adj = 67,8 %) dan ln H = 0,588 4,16/A 0,0849 ln N + 1,06 ln Si (R 2 adj = 96,4%). c. Produktifitas Tegakan Produktifitas tegakan merupakan besarnya produk yang dapat diperoleh dari suatu tegakan. Produktifitas tegakan dapat digambarkan dengan volume yang dihasilkan selama jangka waktu tertentu. Model pertumbuhan volume untuk pola monokultur adalah ln V = 3,21 13,1/A + 0,201 ln N + 0,728 ln Si (R 2 adj = 91,6%), pola tumpangsari ln V = -3,99-7,03/A + 1,14 ln N + 0,729 ln Si (R2 adj =97,6%), pola agroforestry kayu bawang + kopi ln V = 0,93 5,96/A + 0,310 ln N + 1,50 ln Si (R 2 adj = 64,3 %), dan pola agroforestry kayu bawang + coklat adalah ln V = -7,62-9,56/A + 0,730 ln N + 2,93 ln Si. Koefisien 1/A pada model pertumbuhan volume juga menunjukkan daur optimum berdasarkan volume, sehingga berdasarkan model di atas diperoleh daur Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 56

optimum untuk pola monokultur adalah 13, 1 tahun, pola tumpangsari 7,03 tahun, pola agroforestry kayu bawang + kopi 5,96 tahun dan kayu bawang + coklat 9,56 tahun. F. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Kayu bawang dikembangkan dengan berbagai pola tanam sesuai dengan budaya pertanian yang dianut oleh pemilik lahan, yaitu pola monokultur, tumpangsari, agroforestry kayu bawang + kopi dan agroforestry kayu bawang + coklat. 2. Variabel kerapatan tegakan N berpengaruh nyata dengan sifat berbanding terbalik dengan pertumbuhan diameter tegakan kayu bawang, sedangkan variabel kualitas tempat tumbuh (Si) lebih berkorelasi (positif) dengan pertumbuhan tinggi tegakan. 3. Berdasarkan model pertumbuhan volume, daur optimum untuk pola monokultur adalah 13, 1 tahun, pola tumpangsari 7,03 tahun, pola agroforestry kayu bawang + kopi 5,96 tahun dan kayu bawang + coklat 9,56 tahun. Lampiran Tegakan kayu bawang dengan pola monokultur (kiri) dan pola agroforestr kayu bawang + kopi (kanan) Tegakan kayu bawang dengan pola tumpangsari dengan serai (kiri) dan pola agroforestry kayu bawang + coklat (kanan) Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 57

Program : Penelitian dan Pengembangan Produktivitas Hutan Judul RPI : Laporan Hasil Penelitian Pengelolaan Hutan Tanaman Penghasil kayu Koordinator RPI : Prof.Dr. Ir. Nina Mindawati, MS. Judul Kegiatan : Paket Kuantitatif Pertumbuhan Sub Judul Kegiatan : Kuantifikasi Kualitas Tempat Tumbuh Jenis Kayu Bawang Pelaksana Kegiatan : Hengki siahaan, S.Hut, M.Sc Agus Sumadi, S.Hut Teten Rahman S ABSTRAK Hutan rakyat kayu bawang telah berkembang secara luas di Propinsi Bengkulu pada berbagai karakteristik tapak. Untuk meningkatkan akurasi pendugaan produktifitas, perlu dilakukan kuantifikasi tapak pada semua areal pengembangan dengan tujuan untuk menyusun model kualitas tapak pada berbagai lokasi pengembangan di Propinsi Bengkulu. Model yang digunakan adalah model Alder (1980). Berdasarkan hasil analisis regresi (Nested regression) terhadap 37 plot pengukuran dengan menggunakan metode common slope regression diperoleh persamaan peninggi kayu bawang di Provinsi Bengkulu yaitu: Ln Ho = ai 2.29337 (1/A). Berdasarkan persamaan ini disusun persamaan untuk menduga site indeks (SI) yaitu : Ln SI = ln Ho + 2.29337 (1/A -1/Ai). (ket. A = umur, Ai = umur indeks (12 tahun), Ho = peninggi, SI = site indeks). Hasil substitusi pengukuran peninggi terhadap persamaan site indeks diperoleh bahwa indeks tempat tumbuh kayu bawang berkisar antara 12 27 meter. Site indeks kemudian dibagi kedalam lima kelas dengan lebar kelas 3 meter yaitu kelas tapak I, SI 14,9 meter; kelas tapak II, SI= 15,0-17,9 meter; kelas tapak III, SI = 18,0-20,9 meter; kelas tapak IV, SI = 21,0-23,9 meter; dan kelas tapak V, SI 24 meter. Kelima kelas tapak ini dibatasi oleh 4 kurva yang menghubungkan umur (A) dengan peninggi (Ho) dengan persamaan: ln Ho = 2,89917 2,29337/A; ln Ho = 3,02433 2,29337/A; ln Ho = 3,13556 2,29337/A; dan ln Ho = 3,23564 2,29337/A. A. Latar Belakang Akurasi pendugaan pertumbuhan dan hasil sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan manajemen dalam pengelolaan hutan tanaman termasuk hutan rakyat. Salah satu upaya untuk meningkatkan akurasi pendugaan pertumbuhan pada hutan tanaman adalah dengan melakukan kuantifikasi produktivitas tapak (site). Kuantifikasi tapak merupakan kegiatan mengkelaskan tapak (site) sesuai dengan tingkat kesuburannya yang dinyatakan dalam satuan indeks. Produktivitas tapak merupakan potensi produksi kayu dari sebidang lahan untuk jenis tertentu atau tipe hutan tertentu. Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 58

Hutan rakyat kayu bawang telah berkembang secara luas di Propinsi Bengkulu pada berbagai karakteristik tapak dan ketinggian tempat. Pertumbuhan kayu bawang pada berbagai lokasi ini menunjukkan penampakan yang berbeda. Untuk meningkatkan akurasi pendugaan produktifitas, langkah penting yang perlu dilakukan adalah dengan melakukan kuantifikasi tapak pada semua areal pengembangan. Terdapat dua pendekatan dalam penilaian produktifitas suatu tapak yaitu pendekatan phytocentric dan geocentric. Pandangan phytocentric berasumsi bahwa total produksi volume tegakan atau produksi biomas merupakan ukuran pokok produktivitas suatu tapak. Namun demikian, parameter ini tidak pernah digunakan sebagai ukuran kualitas tapak karena volume tegakan sangat dipengaruhi oleh kerapatan tegakan. Parameter yang umum digunakan sebagai ukuran kualitas tapak adalah peninggi, yaitu rata-rata sejumlah tertentu pohon dominan pada sebidang lahan, biasanya 100 pohon/ ha. Pendekatan geocentric menentukan kualitas tapak berdasarkan hubungan antara karakteristik tanah dan iklim dengan kebutuhan suatu jenis. Pendekatan ini mempunyai keunggulan karena dapat digunakan untuk menilai kualitas tapak lahan kosong (tidak bertegakan). Dalam pendekatan ini dibutuhkan berbagai informasi karakteristik lahan, baik sifat fisik, kimia, maupun kondisi geografis secara umum seperti kelerengan dan ketinggian tempat. B. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model kualitas tapak pada pengembangan hutan rakyat kayu bawang di Propinsi Bengkulu. Model ini digunakan untuk menetapkan indeks tapak (site indeks) dan kelas tapak (bonita) pada suatu petak pengelolaan. Sasaran yang hendak dicapai adalah: - Diketahuinya model kualitas tapak pada berbagai lokasi pengembangan di Propinsi Bengkulu - Diketahuinya faktor-faktor lingkungan (tanah, fisiografi, dan iklim) yang berperan dalam mementukan produktivitas tapak pengembangan hutan rakyat kayu bawang. C. METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Pada pendekatan phytocentric, penilaian kualitas tapak diawali dengan membuat petak-petak ukur (petak ukur permanen) pada berbagai lokasi pengembangan kayu bawang dan melakukan pengukuran secara berseri. Pada setiap petak ukur dilakukan pengukuran tinggi terhadap 100 pohon dominan Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 59

(peninggi). Data hasil pengukuran peninggi pada masing-masing petak ukur digunakan untuk menyusun model kualitas tapak. Model kualitas tapak disusun dalam suatu model (persamaan) yang menghubungkan antara umur dan peninggi tegakan. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Alder (1980), sebagi berikut: Ln Ho = a + b/a k (Avery, 1994)..... (1) Ln Si = Ln Ho b (1/A k -1/A i k )... (2) Pendekatan geocentric menggunakan karakteristik tanah, baik secara langsung maupun dianalisis di laboratorium. Penilaian kualitas lahan dan pengambilan sampel diintegrasikan pada petak ukur yang dibuat pada metode phytocentric. Karakteristik tapak yang digunakan sebagai dasar penilaian kualitas tapak disesuaikan dengan kriteria yang digunakan Pusat Penelitian Tanah, 1994. 2. Analisis Data Analisis data hasil pengukuran pada pendekatan phytocentric dilakukan dengan menggunakan Excel dan perangkat pengolah data seperti Minitab. Penyusunan model dilakukan dengan analisis regresi sederhana sesuai dengan model yang diuji. Pemilihan model terbaik pada model kualitas tapak yang digunakan didasarkan pada nilai koefisien determinasi (R 2 ) dan simpangan ratarata. Sampel tanah yang diambil untuk penilaian kandungan hara (N, P, dan K), KTK, tekstur, ph, dan salinitas dianalisis di Laboratorium. D. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis regresi ( Nested regression) terhadap 37 plot pengukuran dengan menggunakan metode common slope regression pada model yang digunakan yaitu model Alder (1980) diperoleh persamaan peninggi kayu bawang di Provinsi Bengkulu yaitu: Ln Ho = ai 2.29337 (1/A). Berdasarkan persamaan ini disusun persamaan untuk menduga site indeks (SI) yaitu : Ln SI = ln Ho + 2.29337 (1/A-1/Ai). (ket. A = umur, Ai = umur indeks, Ho = peninggi, SI = site indeks). Umur indeks yang digunakan adalah 12 tahun, karena pada umur ini kayu bawang diperkirakan telah masak tebang, walaupun petani cenderung melakukan pemanenan lebih awal. Hasil substitusi pengukuran peninggi terhadap persamaan site indeks di atas diperoleh bahwa indeks tempat tumbuh kayu bawang berkisar antara 12 27 meter. Site indeks kemudian dibagi kedalam lima kelas tapak dengan lebar kelas 3 meter yaitu kelas tapak I, SI 14,9 meter; kelas tapak II, SI= 15,0-17,9 meter; kelas tapak III, SI = 18,0-20,9 meter; kelas tapak IV, SI = 21,0-23,9 meter; dan kelas tapak V, SI 24 meter. Kelima kelas tapak ini dibatasi oleh 4 kurva yang menghubungkan umur (A) dengan peninggi (Ho) dengan persamaan: ln Ho = Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 60

2,89917 2,29337/A; ln Ho = 3,02433 2,29337/A; ln Ho = 3,13556 2,29337/A; dan ln Ho = 3,23564 2,29337/A. Jika dikaitkan dengan faktor lingkungan (tapak), kualitas tempat tumbuh berkaitan erat dengan ketinggian tempat ( altitude). Pada dataran rendah dengan ketinggian 0-300 m dpl (Kab. Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan), site indeks berkisar antara 20 25,9 m atau berada pada kelas tapak III, IV, dan V. Pada dataran tinggi (550-1000 m dpl) di Kabupaten Kepahinag dan Rejang Lebong, site indeks berkisar antara 12-20 m (kelas tapak I dan II). Selain ketinggian tempat, pemeliharaan juga berpengaruh pada kualitas tempat tumbuh kayu bawang. Plot yang tidak terpelihara, sekalipun berdekatan dengan plot yang terpelihara mempunyai site indeks yang lebih rendah. Misalnya pada plot 3 (Talang IV 1) (tidak terpelihara) mempuyai site indeks 15,2 (kelas tapak II) dan plot 4 (Talang IV 2) yang terpelihara mempunyai site indeks 19,3 (kelas tapak III). E. KESIMPULAN 1. Model penduga peninggi (Ho) kayu bawang di Propinsi Bengkulu dinyatakan sebagai ln Ho = ai + 2,29337/A dan model kualitas tapak ln SI = ln Ho + 2,29337 (1/A 1/Ai). 2. Kualitas tapak kayu bawang di Propinsi Bengkulu dapat dibagi ke dalam 5 kelas, yaitu kelas tapak I, SI 14,9 meter; kelas tapak II, SI= 15,0-17,9 meter; kelas tapak III, SI = 18,0-20,9 meter; kelas tapak IV, SI = 21,0-23,9 meter; dan kelas tapak V, SI 24 meter. Foto Kegiatan. Tegakan kayu bawang di desa Pelalo Kabupaten Rejang Lebong umur 7 tahun (kiri) dan desa Babatan, Bengkulu Selatan umur 9 tahun (kanan). Paket Kuantitatif Pertumbuhan Page 61