MODEL PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR BUSWAY DENGAN PENDEKATAN ANALITIS ABSTRACT ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
PROSES DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR YANG MEMPERHITUNGKAN VARIASI MODULUS PERKERASAN AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR

Analisis Disain Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

1) Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, FTSP-ITB, Bandung, dan Jurusan Teknik Sipil, FT-Untar, Jakarta.

Analisis Nilai ACN dan PCN untuk Struktur Perkerasan Kaku dengan menggunakan Program Airfield. Djunaedi Kosasih 1)

MODULUS RESILIENT TANAH DASAR DALAM DESAIN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR SECARA ANALITIS

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

Djunaedi Kosasih 1 ABSTRAK. Kata kunci: disain tebal lapisan tambahan, metoda analitis, modulus perkerasan, proses back calculation ABSTRACT

Analisis Kerusakan Retak Lelah pada Struktur Perkerasan Kaku Landasan Pesawat Udara dengan menggunakan Program Airfield

MODIFIKASI METODA AASHTO 93 DALAM DISAIN TEBAL LAPISAN TAMBAHAN UNTUK MODEL STRUKTUR SISTEM 3-LAPISAN

urnal 1. Pendahuluan TEKNIK SIPIL Vol. 14 No. 3 September Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

Kajian Pengaruh Temperatur dan Beban Survai Terhadap Modulus Elastisitas Lapisan Beraspal Perkerasan Lentur Jalan

KAJIAN PENGARUH TEMPERATUR DAN BEBAN SURVAI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS LAPISAN BERASPAL PERKERASAN LENTUR JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERENCANAAN MEKANISTIK EMPIRIS OVERLAY PERKERASAN LENTUR

ANALISIS PENGARUH SUHU PERKERASAN TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

urnal Analisis Data Lendutan Perkerasan dengan Program Backcalc untuk Sistem Struktur 2-Lapisan TEKNIK SIPIL Vol. 10 No.

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN ANALISIS DATA

NILAI WAKTU PENGGUNA TRANSJAKARTA

ANALISIS DATA LENDUTAN PERKERASAN DENGAN PROGRAM BACKCALC UNTUK SISTEM STRUKTUR 2-LAPISAN. oleh: Djunaedi Kosasih 1) Abstrak

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Perencanaan Tebal Lapis Tambah Di Atas Perkerasan Kaku

ANALISA PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS JALAN TOL SEMARANG)

ANALISIS TINGKAT PELAYANAN DAN TINGKAT KEPUASAN 8 KORIDOR TRANSJAKARTA

ANALISIS BEBAN BERLEBIH (OVERLOAD) TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS RUAS JALAN TOL SEMARANG)

Analisis Aplikasi Algoritma Genetika Dalam Proses Desain Struktur Perkerasan Djunaedi Kosasih 1)

Perancangan Tebal Lapis Ulang (Overlay) Menggunakan Data Benkelman Beam. DR. Ir. Imam Aschuri, MSc

PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR AKIBAT PENGARUH TEMPERATUR (STUDY LITERATUR) TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Halte Bus Transjakarta koridor 1 Blok M-Kota,

Outline Bahan Ajar. Prasyarat : MK Perancangan Geometri Jalan (TKS 7311/2 sks/smt V) Dosen Pengampu : Dr. Gito Sugiyanto, S.T., M.T.

Analisis Aplikasi Algoritma Genetika dalam Proses Desain Struktur Perkerasan. Djunaedi Kosasih 1)

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Studi Pengaruh Pengurangan Tebal Perkerasan Kaku Terhadap Umur Rencana Menggunakan Metode AASHTO 1993

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 103 TAHUN 2007 TENTANG POLA TRANSPORTASI MAKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGGUNAAN ALAT MARSHALL UNTUK MENGUJI MODULUS ELASTISITAS BETON ASPAL

Tugas Akhir. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S - 1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Analisis Struktur Perkerasan Lentur Menggunakan Program Everseries dan Metoda AASHTO 1993 Studi kasus: Jalan Tol Jakarta - Cikampek

BAB IV PRESENTASI DATA DAN ANALISIS

Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur Menggunakan Metode Benkelman Beam Pada Ruas Jalan Kabupaten Dairi-Dolok Sanggul, Sumatera Utara

Naskah Publikasi Ilmiah. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1 Teknik Sipil. diajukan oleh :

Putri Nathasya Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia. Abstrak

KONTRAK PEMBELAJARAN

EVALUASI UMUR SISA DAN TEBAL OVERLAY STRUKTUR PERKERASAN LENTUR JALAN TOL JAKARTA CIKAMPEK (STUDI KASUS: RUAS CIBITUNG-CIKARANG) TESIS

VARIAN LENDUTAN BALIK DAN OVERLAY JALAN DURI SEI RANGAU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perbandingan Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Metode Bina Marga 2011 Dengan Metode Jabatan Kerja Raya Malaysia 2013

NILAI MEKANISTIK BETON ASPAL LAPIS PERMUKAAN TERHADAP PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU PEMBEBANAN

Bab V Analisa Data. Analisis Kumulatif ESAL

ANALISIS KEKUATAN TARIK MATERIAL CAMPURAN SMA (SPLIT MASTIC ASPHALT) GRADING 0/11 MENGGUNAKAN SISTEM PENGUJIAN INDIRECT TENSILE STRENGTH

Aplikasi Teori Graf dalam Optimasi Pembangunan Trayek Transjakarta

PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN TAMBAHAN MENGGUNAKAN METODE BENKELMAN BEAM PADA RUAS JALAN SOEKARNO HATTA, BANDUNG

Teknik Sipil Itenas No. x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

PERANCANGAN STRUKTURAL PERKERASAN BANDAR UDARA

Sumber : SNI 2416, 2011) Gambar 3.1 Rangkaian Alat Benkelman Beam

ANALISA PENGARUH SUHU TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS (STUDI KASUS PADA JALAN PANTURA RUAS REMBANG - BULU)

BAB IV METODE PENELITIAN A. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut adalah data kedatangan yang didapat dari pihak manajemen (Tabel yang lebih

PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG BATUBARA SEBAGAI BAHAN PENGISI TERHADAP MODULUS RESILIEN BETON ASPAL LAPIS AUS

Perbandingan Perencanaan Tebal Lapis Tambah Metode Bina Marga 1983 dan Bina Marga 2011

PREDIKSI KERUSAKAN RETAK STRUKTURAL PADA PERKERASAN LENTUR DESAIN MENURUT PEDOMAN BINA MARGA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL HDM-4

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2005 oleh Washington State Departement of Transportation (WSDOT).

PENDAHULUAN. Pada umumnya, manusia merupakan makhluk sosial dimana mereka selalu

DESKRIPSI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN MENGGUNAKAN METODE AASHTO

Bab VII Kesimpulan, Kontribusi Penelitian dan Rekomendasi

EVALUASI PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR METODE BINA MARGA Pt T B DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KENPAVE

PENDAHULUAN BAB I. berpopulasi tinggi. Melihat kondisi geografisnya, transportasi menjadi salah satu

Studi Penanganan Ruas Jalan Bulu Batas Kota Tuban Provinsi Jawa Timur Menggunakan Data FWD dan Data Mata Garuda

Bab IV Penyajian Data dan Analisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah umum Jalan sesuai dalam Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 38 Tahun 2004 tentang JALAN, sebagai berikut :

EVALUASI FUNGSIONAL DAN STRUKTURAL PERKERASAN LENTUR PADA JALAN NASIONAL BANDUNG-PURWAKARTA DENGAN METODE AUSTROADS 2011

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Bus Rapid Transit (BRT)

BAB II METODE PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR. digunakan untuk melayani beban lalu lintas [6]. Perkerasan merupakan struktur

Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XIX Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 November 2013

ANALISA TEGANGAN DAN REGANGAN PADA PERKERASAN PORUS DENGAN SKALA SEMI LAPANGAN DAN SOFTWARE ANSYS

PERENCANAAN LAPIS TAMBAHAN PERKERASAN JALAN DENGAN METODE HRODI (RUAS JALAN MELOLO WAIJELU) Andi Kumalawati *) ABSTRACT

KERUSAKAN YANG TIMBUL PADA JALAN RAYA AKIBAT BEBAN ANGKUTAN YANG MELEBIHI DARI YANG DITETAPKAN

KAJIAN NILAI MODULUS REAKSI SUBGRADE DAN NILAI CBR BERDASARKAN PENGUJIAN DI LABORATORIUM

TUGAS AKHIR - RC

STUDI OPERASI WAKTU TEMPUH DAN LOAD FACTOR PADA TIAP HALTE BUSWAY TRANSJAKARTA TRAYEK KOTA BLOK M

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

ANALISIS ITS (INDIRECT TENSILE STRENGTH) CAMPURAN AC (ASPHALT CONCRETE) YANG DIPADATKAN DENGAN APRS (ALAT PEMADAT ROLLER SLAB) Naskah Publikasi

Gambar III.1 Diagram Alir Program Penelitian

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

MIKROKONTROLER AT89S51

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENGARUH KONDISI PONDASI MATERIAL BERBUTIR TERHADAP UMUR PELAYANAN JALAN DENGAN METODE ANALITIS

Bab III METODOLOGI PENELITIAN. Perusaan yang telah beroperasi sekitar 7 Tahun sejak tanggal 15 Januari 2004

ANALISA PERBANDINGAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN KAKU ANTARA METODE AASHTO 1993 DENGAN METODE BINA MARGA 1983 TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK ASPAL DENGAN BAHAN TAMBAH PLASTIK DAN IONERJANYA DALAM CAMPURAN HRA OLEH YOLLY DETRA ASRAR NIM :

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN FLEXIBLE PAVEMENT DAN RIGID PAVEMENT. Oleh : Dwi Sri Wiyanti

konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda perkerasan. Dengan demikian

PENGARUH VARIASI FILLER TERHADAP NILAI KEPADATAN UNTUK AGREGAT PASIR KASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. mengupayakan pengadaan transportasi massal dengan meluncurkan bus Trans

DAFTAR PUSTAKA. 1. Basuki, H Merancang, Merencana Lapangan Terbang. 2. Horonjeff, R. dan McKevey, F Perencanaan dan

PENGGUNAAN HAMMER TEST DAN UJI CBR LAPANGAN UNTUK MENGEVALUASI DAYA DUKUNG PONDASI CEMENT TREATED BASE (CTB)

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

TINJAUAN STABILITAS PADA LAPISAN AUS DENGA MENGGUNAKAN LIMBAH BETON SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT KASAR

ANALISIS KEMAMPUAN LAYAN JEMBATAN RANGKA BAJA SOEKARNO HATTA MALANG DITINJAU DARI ASPEK GETARAN, LENDUTAN DAN USIA FATIK

Bab III Pendekatan Simulasi Terhadap Kondisi Bonding Antar Lapis Perkerasan Beraspal

Transkripsi:

MODEL PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR BUSWAY DENGAN PENDEKATAN ANALITIS Dr. Ir. Djunaedi Kosasih, MSc. Dosen Program Studi S2 Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung email: kosasih@si.itb.ac.id Yanuar Chalik DES, ST. Mahasiswa Program Studi S2 Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung email: yan_27@students.itb.ac.id ABSTRACT Busway in Jakarta has just been operated in the last 3½ years. In this early operational period, distresses that occurred in the busway flexible pavement structure were found relatively faster than that in the adjacent nonbusway flexible pavement structure. One major cause of such early-life distresses is probably due to its more channelized bus wheel paths. In general, initial damages in the form of rutting or fatigue cracking are expected to first be taking place within the bus wheel paths before progressing to the nearby structures. This paper outlines a calculation model for estimating damages in the busway flexible pavement structure which has been developed using an analytical approach in accordance with the Nottingham method (Brown, et.al., 1984). For this, the bus wheel paths are assumed to be normally distributed. The results show that if bus wanderings are narrower, the damages occurring in the pavement structure are expected to increase; and, this will consequently reduce the pavement life. Key words: flexible pavement structure, busway, early-life damage, analytical design method ABSTRAK Busway di Jakarta baru saja beroperasi sekitar 3½ tahun. Di awal masa pengoperasiannya, kerusakan pada struktur perkerasan lentur busway terjadi relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan yang terjadi pada struktur perkerasan lentur non-busway disekitarnya. Salah satu penyebab utama dari kerusakan dini pada struktur perkerasan lentur busway adalah mungkin karena jalur lintasan roda bus yang lebih channelized. Menurut metoda analitis, kerusakan awal seperti alur atau retak lelah diperkirakan akan terbentuk terlebih dahulu pada jalur lintasan roda bus sebelum menjalar ke bagian lainnya. Makalah ini menguraikan model perhitungan kerusakan struktur perkerasan lentur busway yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan analitis menurut metoda Nottingham (Brown, et.al., 1984). Untuk itu, jalur lintasan roda bus dianggap terdistribusi secara normal. Hasil analisis memperlihatkan bahwa jika pergeseran pergerakan bus ke arah samping semakin sempit, maka kerusakan yang terjadi pada struktur perkerasan diperkirakan akan meningkat; dan, ini mengakibatkan masa layan struktur perkerasan lentur busway akan berkurang. Kata kunci: struktur perkerasan lentur, busway, kerusakan dini, metoda desain analitis 1. PENDAHULUAN Busway mulai dioperasikan di Jakarta pada tanggal 15 Januari 2004 yang pada akhirnya diharapkan akan menjadi bagian integral dari sistem Light Rail Transit dan Mass Rapid Transit. Busway merupakan jalur khusus bagi bus TransJakarta, sehingga tidak boleh dilewati oleh kendaraan lain. Kekhususan lainnya dari sudut pandang struktur perkerasan busway adalah beban roda bus yang kurang lebih seragam. Busway menggunakan jalur dalam dari jalan existing yang umumnya merupakan struktur perkerasan lentur. Di awal masa pengoperasiannya, kerusakan pada struktur perkerasan lentur busway terjadi relatif lebih cepat jika dibandingkan dengan yang terjadi pada struktur perkerasan lentur non-busway disekitarnya. Kompas (2007), misalnya, memuat artikel tentang kerusakan struktur perkerasan busway, seperti diperlihatkan pada Lampiran A. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kerusakan dini pada struktur perkerasan lentur busway, 1

seperti beban sumbu roda bus, drainase, kekuatan struktur perkerasan existing, dsb. Akan tetapi, salah satu penyebab utama dari kerusakan dini pada struktur perkerasan lentur busway yang akan didiskusikan dalam makalah ini adalah mungkin karena jalur lintasan roda bus yang lebih channelized. Artinya bahwa pergeseran pergerakan bus ke arah samping terjadi pada bidang yang lebih sempit jika dibandingkan dengan jalur lintasan roda kendaraan umum pada struktur perkerasan non-busway yang umumnya sekitar 120 cm. Dengan kata lain, nilai coverages dari repetisi jumlah lintasan roda bus pada struktur perkerasan lentur busway menjadi lebih besar (ICAO, 1983). Dalam implementasinya, jalur lintasan roda bus dianggap terdistribusi secara normal. Jelaslah bahwa nilai deviasi standar dari distribusi jalur lintasan roda bus pada struktur perkerasan lentur busway seharusnya lebih kecil daripada yang umum diamati pada struktur perkerasan lentur non-busway. Menurut metoda analitis, kerusakan awal dalam bentuk alur atau retak lelah akan terbentuk terlebih dahulu pada jalur lintasan roda bus sebelum menjalar ke bagian lainnya. Makalah ini menguraikan model perhitungan kerusakan struktur perkerasan lentur busway yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan analitis menurut metoda Nottingham (Brown, et.al., 1984). Kerusakan struktur perkerasan dapat dihitung dengan membagi jumlah repetisi lintasan roda bus yang direncanakan selama masa layan terhadap jumlah repetisi lintasan roda bus yang diijinkan. Kondisi struktur perkerasan lentur busway yang telah beroperasi pada dasarnya tidak secara khusus dievaluasi disini. Aplikasi dari model perhitungan yang dikembangkan diperlihatkan dengan menggunakan contoh perhitungan kerusakan dari struktur perkerasan lentur busway yang didesain ulang berdasarkan metoda Nottingham. Manfaat dari model perhitungan ini dalam proses evaluasi kondisi struktur perkerasan lentur busway akan didiskusikan. 2. PENGEMBANGAN MODEL PERHITUNGAN KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR BUSWAY Model perhitungan kerusakan struktur perkerasan lentur busway yang sedang dikembangkan didasarkan pada teori lelah (Yoder, et.al., 1975), yang secara singkat dapat dijelaskan berikut ini. Lintasan roda bus pada busway umumnya tidak selalu terjadi pada jalur lintasan roda yang sama dan dalam hal ini dianggap terdistribusi secara normal. Setiap lintasan roda bus akan mengakibatkan regangan di dalam struktur perkerasan, yang selanjutnya akan menentukan jumlah repetisi lintasan roda bus yang diijinkan. Persen lelah yang juga menyatakan derajat kerusakan kemudian dapat dihitung dengan membagi jumlah repetisi lintasan roda bus yang terjadi dengan jumlah repetisi lintasan roda bus yang diijinkan. Jika jumlah total persen lelah dari semua lintasan roda bus adalah kurang dari, atau sama dengan, 1.0, maka kerusakan struktur perkerasan belum menjadi kritis. 2... (1) dimana: i = 1 n, adalah irisan jumlah repetisi lintasan roda bus pada distribusi normal N i = jumlah repetisi lintasan roda bus yang terjadi (mill.passes) N i = jumlah repetisi lintasan roda bus yang diijinkan (mill.passes) Prosedur perhitungan kerusakan struktur perkerasan lentur busway secara lengkap diperlihatkan pada Gambar 1. Seperti terlihat pada gambar, ada 5 tahapan proses utama yang akan dijelaskan secara rinci berikut ini.

(a.1) (a.2) (a.3) (a.4) Data Desain Data Konfigurasi Data Volume Lalu Data Lebar Jalur Struktur Perkerasan Beban Roda Bus Lintas Bus Rencana Lintasan Roda Bus D, E, µ P, q, d N w Perkiraan Distribusi Lintasan Roda Bus (b) σ Ref, σ Obs, x i, N i=1 100% Analisis Struktural Perkerasan (c) Nilai x i dan N i Berikutnya ε hi, ε vi (d) Perhitungan Jml.Repetisi Lintasan Roda Bus Ijin N' hi, N' vi (e.1) Perhitungan Derajat Kerusakan d hi, d vi i = 100%? tidak ya (e.2) Perhitungan Total Kerusakan Str.Perkerasan Dam h, Dam v Gambar 1: Prosedur perhitungan kerusakan struktur perkerasan lentur busway 2.1. Data input Empat (4) kategori data input diperlukan untuk dapat menganalisis kondisi struktur perkerasan lentur busway, yaitu: (a) Data desain struktur perkerasan; data ini terdiri dari data tebal lapisan perkerasan, D (cm), modulus, E (MPa), dan konstanta Poisson, µ. Model struktur perkerasan menurut metoda Nottingham adalah model sistem struktur 3-lapisan, yang terdiri dari lapisan beraspal, lapisan agregat dan tanah dasar. Nilai D untuk masingmasing lapisan perkerasan dapat diperoleh apakah dari dokumen desain, dari hasil uji coring atau dari alat ukur GPR (Ground Penetrating Radar). Sedangkan, penentuan nilai E sedikit agak lebih rumit karena dipengaruhi tidak saja oleh variasi temperatur perkerasan dalam sehari tetapi juga oleh musim dalam setahun. Proses back calculation untuk menentukan nilai E dari data lendutan yang sifatnya non-destruktif layak dipertimbangkan (TRB, 1992). Metoda Nottingham memberikan rumus pendekatan yang cukup sederhana untuk memperkirakan nilai 3

E lapisan beraspal yang representatif, seperti terlihat pada pers (2). Data struktur perkerasan yang terakhir, nilai µ merupakan nilai tipikal yang umumnya ditetapkan di dalam standar desain struktur perkerasan.... (2) dimana: E 1 = modulus lapisan beraspal (MPa) VMA = rongga di dalam mineral agregat (%) S b = LF = frekwensi pembebanan (Hz) T = temperatur lapisan beraspal ( o C) PI r 27 *log Pi 21.65 = 76.35*log P 232.82 P i = penetrasi aspal awal (0.1 mm) 4 4*10 n = 0.83 * log S b i (b) Data konfigurasi beban roda bus; data ini terdiri dari data beban roda, P (KN), tekanan ban, q (KPa), dan, khusus untuk sumbu roda bus belakang, jarak antara roda ganda, d (mm). Nilai q dan nilai d pada prinsipnya dapat ditentukan sesuai dengan data spesifikasi teknis dari bus yang digunakan. Sedangkan, nilai P dipengaruhi oleh jumlah penumpang bus yang diangkut. Nilai P pada sumbu roda belakang dan pada sumbu roda depan juga berbeda. Dengan metoda analitis, kedua beban sumbu roda depan dan beban sumbu roda belakang dapat dianalisis secara bersamaan.... (3) Analisis struktural perkerasan yang akan dilakukan pada langkah selanjutnya juga memerlukan jari-jari bidang kontak, r (mm), antara roda bus dan permukaan perkerasan yang dianggap berbentuk lingkaran. Nilai r dapat dihitung dari pers (3) di atas. (c) (d) Data volume lalu lintas bus rencana, N (mill.passes); data ini dapat ditentukan dari jadwal pengoperasian bus yang direncanakan. Perlu dicatat di sini, bahwa untuk busway dengan keseragaman jenis kendaraan yang beroperasi, nilai N tidak perlu lagi dikonversikan dari satuan (mill.passes) ke dalam satuan (mill.esa). Jika analisis kondisi struktur perkerasan lentur busway yang lebih rinci diperlukan, maka data distribusi volume lalu lintas bus rencana dalam sehari juga harus diadakan. Sehingga, analisis dapat dilakukan baik pada jam sibuk maupun pada jam tidak sibuk di pagi, siang, sore dan malam hari. Data lebar jalur lintasan roda bus, w (cm); data ini diukur secara tidak langsung lewat jejak roda bus yang terlihat pada permukaan perkerasan. Nilai w digunakan untuk memperkirakan nilai deviasi standar, σ (cm), dari distribusi lintasan roda 4

bus yang dianggap mengikuti kurva distribusi normal. Sebagai alternatif, pengamatan distribusi jalur lintasan roda bus juga dapat dilakukan secara langsung, misalnya dengan menggunakan teknik video. Nilai σ diharapkan nantinya akan dapat menjadi ketetapan di dalam standar desain struktur perkerasan untuk busway. 2.2. Perkiraan distribusi lintasan roda bus Hubungan antara nilai w dan nilai σ diusulkan dengan asumsi bahwa lebar jalur lintasan roda bus terbentuk pada tingkat probabilitas 80% (z = ± 1.282). Jadi, σ = ( d 2r) w + / 10 2*1.282... (4) Mensubstitusikan data lebar jalur lintasan roda bus, w yang diamati di lapangan ke dalam pers (4) dihasilkan nilai σ Obs. Gambar 2 memperlihatkan kurva distribusi tipikal dari lintasan roda ganda bus dengan semua variabel yang digunakan. Sebagai referensi, lintasan roda kendaraan pada non-busway umumnya membentuk lebar jalur sekitar 120 cm; dan, nilai w ini disubstitusikan ke dalam pers (4) untuk memberikan nilai σ Ref. Model lelah yang digunakan untuk metoda Nottingham kurang lebih telah diturunkan dengan memperhitungkan lebar jalur lintasan roda kendaraan ini. Kedua nilai σ Obs dan σ Ref perlu dianalisis masing-masing untuk dapat menghitung pengaruh dari jalur lintasan roda bus yang channelized terhadap kerusakan struktur perkerasan lentur busway, seperti yang akan dijelaskan pada butir 2.5 di bawah. [tanpa skala] Gambar 2: Model sistem struktur 3-lapisan dengan distribusi lintasan roda bus yang bekerja dan dua kurva respon struktural (ε h dan ε v ) akibat lintasan beban roda pada jalurnya di titik kontrol O dan yang bergeser sejauh x i 5

Analisis dilakukan untuk setiap 1% irisan jumlah repetisi lintasan roda bus pada kurva distribusi normal. Jadi, total ada 100 irisan yang harus dianalisis. Setiap irisan cukup diwakili dengan satu variabel saja, yaitu x i, yang merupakan jarak pergeseran lintasan roda bus dari titik kontrol O. Sedangkan, titik kontrol O merupakan lokasi dimana kerusakan struktur perkerasan dihitung. 2.3. Analisis struktural perkerasan Analisis struktural perkerasan dilakukan dengan menggunakan program PastDean (Kosasih, 2004). Gambar 2 mengilustrasikan kurva regangan utama yang terjadi di dalam struktur perkerasan, yaitu ε h dan ε v, yang diakibatkan oleh beban roda bus. ε h merupakan regangan tarik horizontal di bawah lapisan beraspal; dan, ε v merupakan regangan tekan vertikal di muka tanah dasar. Jelaslah, bahwa regangan terbesar (ε ho dan ε vo ) akan terjadi di titik kontrol O jika jalur lintasan roda bus tepat melewati titik kontrol O tersebut. Jika jalur lintasan roda bus bergeser sejauh x i, maka regangan yang terjadi di titik kontrol O adalah ε hi dan ε vi yang lebih kecil daripada ε ho dan ε vo. 2.4. Perhitungan jumlah repetisi lintasan roda bus ijin Setiap nilai ε hi (micro-strain) dan ε vi (micro-strain) yang terjadi di titik kontrol O disubstitusikan ke dalam model regangan ijin menurut metoda Nottingham pada pers (5) untuk memperoleh jumlah repetisi lintasan roda bus yang diijinkan, yaitu N hi (mill.passes) dan N vi (mill.passes).... (5a) log ( N ) = log ( ) + 9.4771 3.57 *log ( ε )... (5b) ' vi f r dimana: V b = volume aspal (%) SP i = titik lembek aspal awal ( o C) f r = faktor model deformasi permanen (default = 1.0) vi 2.5. Perhitungan kerusakan struktur perkerasan (a) Derajat kerusakan; menurut teori Miner (Haas, et.al., 1978), derajat kerusakan yang diakibatkan oleh setiap irisan jumlah repetisi lintasan roda bus dapat dihitung dengan menggunakan rumus: 1%* N 1% * N d hi = dan d ' vi = ' N N hi vi... (6a) (b) Total kerusakan struktur perkerasan Dam = max (Dam h, Dam v ) 100 = max ( d i= 1 hi 100, d vi )... (6b) i= 1 6

%-kerusakan struktur perkerasan lentur busway akibat jalur lintasan roda bus yang channelized kemudian dapat dihitung secara relatif dengan menggunakan rumus berikut:... (6c) dan, masa layan struktur perkerasan: %-umur =... (6d) 3. PRESENTASI DATA Gambar 3 memperlihatkan tujuh koridor busway yang saat ini telah beroperasi. Makalah ini sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menganalisis secara khusus kondisi struktur perkerasan dari koridor busway tersebut, tetapi lebih dimaksudkan untuk mendiskusikan secara konseptual metoda perhitungan kerusakan dini yang terjadi pada struktur perkerasan lentur busway akibat jalur lintasan roda bus yang lebih channelized. Data tebal struktur perkerasan lentur busway yang dianalisis hanya didekati dengan kebutuhan desain untuk masa layan 5 tahun berdasarkan metoda Nottingham dengan menggunakan beban sumbu standar (P = 20.0575 KN), seperti terlihat pada Gambar 4. Hasil desain tebal lapisan beraspal, H 1 = 17.5 cm diperlihatkan pada Gambar 5. Demikian juga, dalam analisis ini, data modulus perkerasan hanya diperkirakan dari data karakteristik bahan perkerasan yang umum digunakan dalam proses desain. No. Jam Operasi Freq. (mnt) Vol (lintasan) 1 05:00 06:00 10 20 6 2 06:00 09:00 05 10 36 3 09:00 16:00 10 20 42 4 16:00 19:00 05 10 36 5 19:00 22:00 10 20 19 Perkiraan total volume 139 lintasan/hr (optimistik) Koridor Rute L (km) Awal Operasi I Blok M Kota 12.9 II Pulo Gadung Harmoni 14.3 15 Jan 2004 III Kalideres Pasar Baru 18.7 IV Pulo Gadung Dukuh Atas 11.85 V Kp. Melayu Ancol 13.5 VI Ragunan Latuharhari 13.5 27 Jan 2007 VII Kp Rambutan Kp Melayu 12.8 VIII Lebak Bulus Harmoni 26.0 01 Jan 2008 IX Pinang Ranti Pluit 29.9 (rencana) X Cililitan Tanjung Priok 19.0 Gambar 3: Peta rute dan frekwensi pengoperasian busway 7

Gambar 4: Data desain struktur perkerasan lentur busway berdasarkan metoda Nottingham Gambar 5: Hasil desain tebal lapisan beraspal serta contoh data dan hasil analisis kerusakan struktur perkerasan lentur busway Berat bus TransJakarta sesuai dengan spesifikasi pabrik (GVWR) adalah 14.2 ton, yang diperkirakan terdistribusi pada sumbu roda depan sebesar 5.845 ton (P = 28.70 KN) dan pada sumbu roda belakang sebesar 8.355 ton (P = 20.51 KN). Kedua beban sumbu roda ini menghasilkan faktor truk sebesar 1.3623 yang diperlukan untuk proses desain struktur perkerasan. Penggunaan nilai GVWR dalam analisis didasarkan pada asumsi bahwa bus TransJakarta selalu mengangkut 85 orang penumpang sesuai dengan kapasitasnya. Data tekanan ban untuk analisis ditetapkan 80 psi (q = 552.26 KPa). 8

Dari data pengoperasian yang berlaku dapat diperkirakan volume lalu lintas bus TransJakarta max. yang melintas dalam sehari, yaitu sekitar 139 lintasan. Jika masa layan struktur perkerasan diasumsikan 5 tahun, maka total volume lalu lintas bus TransJakarta (N) adalah sebesar 253,675 lintasan. Nilai N ini termasuk dalam kategori beban lalu lintas yang rendah. 4. CONTOH ANALISIS KERUSAKAN STRUKTUR PERKERASAN LENTUR BUSWAY Gambar 5 juga memperlihatkan contoh data tambahan yang diperlukan untuk menganalisis kerusakan struktur perkerasan lentur busway. Khusus data lebar jalur lintasan roda bus divariasikan dari 54.25 120.00 cm. Nilai w (= d + 2r) = 54.25 cm merupakan lebar jalur lintasan roda bus tanpa ada pergeseran lintasan roda. Hasil analisis kerusakan struktur perkerasan lentur busway diperlihatkan pada Gambar 6. Tebal lapisan beraspal terkoreksi, -, yang diperlukan untuk menghindari kerusakan dini pada struktur perkerasan juga diperlihatkan pada gambar. Gambar 6: Pengaruh lebar jalur lintasan roda bus pada masa layan struktur perkerasan lentur busway dan koreksi tebal lapisan beraspal yang diusulkan 5. KESIMPULAN DAN SARAN Makalah ini telah memaparkan prosedur perhitungan kerusakan struktur perkerasan lentur busway akibat jalur lintasan roda bus yang channelized, beserta rumus-rumus yang diperlukan. Aplikasi dari prosedur perhitungan yang telah dikembangkan tersebut telah diperlihatkan dengan menggunakan contoh struktur perkerasan lentur desain berdasarkan metoda Nottingham. Dari hasil analisis diketahui bahwa jika roda bus selalu melintas pada jalur lintasan roda yang sama (i.e. kondisi terburuk), maka kerusakan yang terjadi pada struktur perkerasan akan meningkat 165% (berdasarkan kriteria deformasi permanen, lihat pada Gambar 5) dari yang umum diperkirakan dalam proses desain; dan konsekwensinya, masa layan struktur perkerasan akan berkurang menjadi hanya sekitar 60% saja. Kerusakan dini pada struktur perkerasan lentur busway tersebut akan dapat dihindari misalnya dengan mempertebal, atau memperbaiki kwalitas bahan, lapisan beraspal. Untuk contoh di atas, tebal lapisan beraspal 9

perlu ditambah dari 17.5 cm menjadi 19.56 cm. Sebagai saran, pemanfaatan data lendutan yang non-destruktif untuk mengevaluasi kondisi struktur perkerasan lentur busway existing melalui proses back calculation perlu diselidiki lebih lanjut. Sehingga, variasi modulus perkerasan akibat pengaruh dari temperatur dan musim dapat turut diperhitungkan. DAFTAR PUSTAKA 1. Brown SF and Brunton JM (1984), An Introduction to the Analytical Design of Bituminous Pavements, Second Edition, University of Nottingham, Nottingham. 2. Haas R and Hudson WR (1978), Pavement Management Systems, Halaman 235-236, McGraw-Hill, Inc., New York. 3. International Civil Aviation Organization, 1983. Aerodrome Design Manual, Second Edition, Part 3-Pavements, Halaman 3-318, USA. 4. Kompas (2007), Transportasi Prasarana Busway Kurang Terawat, Harian Umum Kompas, Edisi 26 Juli 2007, Indonesia 5. Kosasih, D (2004), Program PastDean Help, Department of Civil Engineering, ITB, Bandung. 6. TRB (1992), Non-Destructive Deflection Testing and Back Calculation for Pavements, TRR-1377 Proceedings of a Symposium, August 19-21, 1991, Washington, D.C. 7. Yoder, EJ and Witczak, MW (1975), Principles of Pavement Design, Second Edition, Halaman 158-159 dan 565-567, John Wiley & Sons, Inc., New York. LAMPIRAN A: Kondisi struktur perkerasan busway (Kompas, 26 Juli 2007) 10