BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

S T O P T U B E R K U L O S I S

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tuberkulosis Dapat Disembuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 BAHAN, SUBJEK, DAN METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai sediaan obat uji, subjek uji dan disain penelitian.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sulianti (2004) Tuberculosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

TUBERKULOSIS. Fransiska Maria C. Bag. FKK-UJ

Tinjauan Pustaka. Tuberculosis Paru. Oleh : Ziad Alaztha Pembimbing : dr. Dwi S.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. yang akan dilakukan yaitu : Program Pemberantasan TB Paru. 3. Hambatan Pelaksanaan Program Pemberantasan TB Paru

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Penyebab Tuberkulosis. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular langsung, disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

BAB II. Tinjauan Pustaka

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

Pengobatan TB pada keadaan khusus. Kuliah EPPIT 15 Departemen Mikrobiologi FK USU

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

PENDAHULUAN. M.Arie W-FKM Undip

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) : Kp. Kebon kelapa RT 06/04 Desa Cimandala, Kec. Sukaraja, Bogor Hari / Tanggal : Senin, 7 November 2016

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. M. Tuberculosis merupakan kelompok bakteri

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meminum obatnya secara teratur dan tuntas. PMO bisa berasal dari keluarga,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya (Depkes RI, 2011). Manusia adalah satu-satunya tempat untuk. termasuk bakteri aerob obligat (Todar, 2009).

II. TINJAUAN PUSTAKA. di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

BAB I PENDAHULUAN. komplikasi berbahaya hingga kematian (Depkes, 2015). milyar orang di dunia telah terinfeksi bakteri M. tuberculosis.

Dasar Determinasi Pasien TB

UNTUK PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI UNIT PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bakteri Mycobacterium Tuberkulosis (KemenKes, 2014). Kuman tersebut

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAGI PENDERITA TBC/TUBERCULOSIS DI KOTA BANDUNG. yakni menyerang berbagai organ tubuh (Wahyu, 2008, h.2).

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sangat menular melalui udara. Sebagian kuman TB menyerang paru (TB Paru), tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar lymphe, tulang, dll. (1) 2. Etiologi Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). (8) Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. (8) 13

14 Bakteri tuberkulosis ini dapat mati pada pemanasan 100 C selama 5-10 menit atau pada pemanasan 60 C selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama ditempat yang lembab dan gelap (bias berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar dan aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam. (8) 3. Patofisiologi Individu rentan yang menghirup basil tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan nafas ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk memperbanyak diri dalam system imun tubuh dengan melakukan reaksi inflamasi.fagosit (neurofil & makrofagi) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli akan terjadi gangguan pertukaran gas karena sputum menumpuk akan menutupi jalan nafas, dan sputum bergerak maju ke bronkus maka akan terjadi gangguan jalan nafas. (23) Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk/bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan hidup diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan

15 kemudian menyebar dari paru-paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung kebagian tubuh lain. (23) 4. Cara Penularan Penyakit TB ditularkan melalui udara (melalui percikan dahak penderita TB) atau sering disebut air borne disease. Ketika penderita TB batuk, bersin, berbicara atau meludah, mereka memercikkan kuman TB atau basil ke udara (depkes 2008). Percikan dahak (droplet) yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Hanya droplet nukleus ukuran 1-5 µ (mikron) yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran pernafasan. Kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. (12) Seseorang dapat terpapar dengan TB hanya dengan menghirup sejumlah kecil kuman TB. Penderita TB dengan status TB BTA (Basil Tahan Asam) positif dapat menularkan sekurang-kurangnya kepada 10-15 orang lain setiap tahunnya. (24) 5. Gejala-gejala Tuberkulosis Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita Tuberkulosis Paru apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal symptom) pada dirinya. Gejala utama pasien TB adalah batuk berdahak lebih dari 3 minggu, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada. Gejala lainnya adalah

16 berkeringat pada malam hari, demam tidak tinggi/meriang, dan penurunan berat badan. (8) Dengan strategi yang baru DOTS, gejala utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus menerus selama 3 minggu atau lebih. Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah ditetapkan sebagai tersangka penderita TB Paru. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan mikroskopis. (8) 6. Diagnosis Tuberkulosis Dalam upaya pengendalian TB secara nasional, maka diagnosis TB Paru harus ditegakkan terlebih dahulu dengan pemeriksaan bakteriologis. Pemeriksaan bakteriologis yang dimaksud adalah pemeriksaan mikroskopis langsung, biakan dan tes cepat. Apabila pemeriksaan secara bakteriologis hasilnya negatif, maka penegakkan diagnosis TB dapat dilakukan secara klinis menggunakan hasil pemeriksaan klinis dan penunjang (pemeriksaan foto toraks) yang sesuai dan ditetapkan oleh dokter yang telah terlatih TB. Pada sarana terbatas penegakkan diagnosis klinis dilakukan setelah pemberian terapi antibiotika spektrum luas (non OAT dan non kuinolon) yang tidak memberikan perbaikan klinis. (25) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB dengan pemeriksaan serologis, pemeriksaan uji tuberkulin dan hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang spesifik

17 pada TB Paru, sehingga dapat menyebabkan terjadi overdiagnosis ataupun underdiagnosis. (25) Untuk kepentingan diagnosis dengan cara pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung, terduga pasien TB diperiksa misalnya uji SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu). Terduga akan ditetapkan sebagai pasien apabila minimal 1 dari pemeriksaan uji tuberkulin dahak SPS hasilnya BTA (+). (25) 7. Pengobatan Tuberkulosis Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap obat anti tuberkulosis (OAT). (9) Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan. (26) a. Obat Antituberkulosis (OAT) Obat yang dipakai : 1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: a) Rifampisin b) INH c) Pirazinamid d) Streptomisin e) Ethambutol

18 2) Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari : a) Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan ethambutol 275 mg. b) Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg. 3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) a) Kanamisin b) Kuinolon c) Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat d) Derivat rifampisin dan INH 4) Dosis OAT a) Rifampisin10 mg/kg BB, maksimal 600 mg 2-3x/minggu atau BB > 60 kg : 600 mg, BB 40-60 kg : 450 mg, BB < 40 kg : 300 mg. Dosis intermiten 600 mg/kali. b) INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kg BB 3x seminggu, 15 mg/kg BB 2x seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg/kali.

19 c) Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3x semingggu, 50 mg/kg BB 2x seminggu atau : BB > 60 kg : 1.500 mg, BB 40-60 kg : 1.000 mg BB < 40 kg : 750 mg. d) Ethambutol : fase intensif 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15 mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2x seminggu atau : BB > 60kg : 1.500 mg, BB 40-60 kg : 1.000 mg, BB < 40 kg : 750 mg. Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali. e) Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1.000mg, BB 40-60 kg : 750 mg, BB < 40 kg : sesuai BB. f) Kombinasi dosis tetap Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selamaini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. (25) Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit/fasilitas kesehatan yang mampu menanganinya. (25)

20 5) Efek Samping OAT Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. (26) a) Isoniazid (INH) Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin (syndrom pellagra) Efek samping berat dapat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus. (26) b) Rifampisin Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut

21 terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada penderita agar dimengerti dan tidak perlu khawatir. (26) c) Pirazinamid Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan Arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain. (26) d) Ethambutol Ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. (26)

22 e) Streptomisin Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Risiko tersebut akan meningkat pada penderita dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan semakin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli). (26) Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit.efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25 gr Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin. (26)

23 b. OAT Sisipan Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dan hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, maka diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan. (27) c. Evaluasi Pengobatan Evaluasi penderita meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat. (26) 1) Evaluasi Klinis a) Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. b) Evaluasi : respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit. c) Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan dan pemeriksaan fisik. 2) Evaluasi Bakteriologis (0-2-6/9) a) Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. b) Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik :Sebelum pengobatan dimulai, setelah2 bulan pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan.

24 c) Bila ada fasilitas biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi. 3) Evaluasi Radiologis (0-2-6/9) Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada: a) Sebelum pengobatan b) Setelah 2 bulan pengobatan c) Pada akhir pengobatan 4) Evaluasi Efek Samping Secara Klinis a) Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap. b) Fungsi hati ; SGOT, SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah, asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan. c) Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid. d) Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan ethambutol. e) Penderita yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri. f) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka

25 dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman. 5) Evalusi Keteraturan Berobat a) Yang tidak kalah pentingnya selain dari panduan obat yang digunakan adalah keteraturan berobat. Diminum/tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat yang diberikan kepada penderita, keluarga dan lingkungan. b) Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi. 6) Evaluasi Penderita Yang Telah Sembuh Penderita TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh untuk mengetahui terjadinya kekambuhan. Yang dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3, 6, 12 dan 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh. (26)

26 B. Program DOTS Di Indonesia DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) adalah nama untuk strategi yang dilaksanakan pada pelayanan kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi dan menyembuhkan penderita TB. Program penanggulangan TB secara nasional mengacu pada strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO, dan terbukti dapat memutus rantai penularan TB. (8) Terdapat lima komponen strategi DOTS : 1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana. 2. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopik BTA dalam dahak. 3. Terjaminnya obat antituberkulosis (OAT). 4. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas minum obat (PMO). 5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memantau dan mengevaluasi program penanggulangan TB. (7) DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TB saat ini, dengan tingkat kesembuhan bahkan sampai 95%. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan tingkat kesembuhan 87% (WHO, 2000).

27 Pada tahun 1994, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaksanakan suatu evaluasi bersama (WHO-Indonesia Joint Evaluation) yang menghasilkan rekomendasi, Perlunya segera dilakukan perubahan mendasar pada strategi penanggulangan TB di Indonesia, yang kemudian disebut sebagai Strategi DOTS. Sejak saat itulah dimulailah era baru pemberantasan penyakit TB di Indonesia. (28) Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB dimasyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. (9) WHO menetapkan target CDR (Case Detection Rate) minimal 70% pada tahun 2005. Jika CDR >70%, Cure Rate >85%, Error Rate <5 % tercapai, dalam kurun waktu 5 tahun jumlah penderita TB akan berkurang setengahnya. (9) Sejak DOTS diterapkan secara intensif terjadi penurunan angka kesakitan TB menular yaitu pada tahun 2001 sebesar 122 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2005 menjadi 107 per 100.000 penduduk. Angka penemuan kasus TB menular ditemukan pada tahun 2004 sebesar 128.981 orang (54%) meningkat menjadi 156.508 orang (67%) pada tahun 2005. Keberhasilan pengobatan TB dari 86,7% pada kelompok penderita yang ditemukan pada tahun 2003 meningkat menjadi 88,8% pada tahun 2004. (29)

28 Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya Multi Drug Resistance (MDR-TB). (9) C. Kesembuhan Evaluasi pengobatan pada penderita TB Paru BTA (+) dilakukan melalui pemeriksaan dahak mikroskopis pada akhir fase intensif satu bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan dengan hasil pemeriksaan negatif. Dinyatakan sembuh bila hasil pemeriksaan sebelumnya (sesudah fase awal atau satu bulan sebelum akhir pengobatan) hasilnya negatif. Bila pemeriksaan follow up tidak dilakukan, namun pasien telah menyelesaikan pengobatan, maka dievaluasi pengobatan pasien dinyatakan sebagai pengobatan lengkap. Evaluasi jumlah pasien dinyatakan sembuh dan pasien pengobatan lengkap dibandingkan jumlah pasien BTA positif yang diobati disebut keberhasilan pengobatan (succes rate). (18) D. Pengawas Minum Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan sangat penting dipastikan bahwa pasien menelan seluruh obat yang diberikan sesuai anjuran dengan cara pengawasan langsung oleh seorang pengawas minum obat (PMO) agar mencegah terjadinya resistensi obat. Pilihan tempat pemberian pengobatan sebaiknya disepakati bersama

29 pasien agar dapat memberikan kenyamanan. Pasien bisa memilih datang ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dengan kediaman pasien atau PMO datang berkunjung kerumah pasien. Apabila tidak ada faktor penyulit, pengobatan dapat diberikan secara rawat jalan. (25) Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah seseorang yang membantu pemantauan pasien selama masa pengobatan hingga sembuh, PMO bisa berasal dari keluarga, tetangga, kader, tokoh masyarakat atau petugas kesehatan. (30) a. Persyaratan PMO 1) Seseorang yang dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien. 2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien. 3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela. 4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersamasamadengan pasien. b. Siapa yang bisa jadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, tokoh masyarakat lain atau anggota keluarga.

30 c. Tugas seorang PMO 1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan. 2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat dengan teratur. 3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan. 4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan. 5) Tugas seorang PMO bukanlah untuk mengganti kewajiban pasien mengambil obat dari unit pelayanan kesehatan. d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya: 1) TB disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan. 2) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur. 3) Cara penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya. 4) Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif danlanjutan). 5) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur. 6) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK. (25)

31 E. Teori H.L Blum Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain diluar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi-segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah sehat-sakit atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun kesehatan masyarakat, untuk hal ini Hendrik L. Blum (1974) menggambarkan secara ringkas mengenai faktor tersebut yakni ada keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan) disamping berpengaruh langsung kepada kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. (31) Keempat faktor tersebut dalam mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi perilaku, perilaku sebaliknya juga mempengaruhi lingkungan, dan perilaku juga mempengaruhi pelayanan kesehatan, dan seterusnya. Melihat keempat faktor pokok yang mempengaruhi kesehatan masyarakat tersebut, maka dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hendaknya intervensi juga diarahkan kepada empat faktor tersebut. (32) Dengan kata lain, kegiatan atau upaya kesehatan masyarakat juga dikelompokkan menjadi empat, yakni intervensi terhadap faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan herediter atau keturunan. (33)

32 Intervensi terhadap faktor lingkungan fisik dalam bentuk perbaikan sanitasi lingkungan, sedangkan intervensi terhadap lingkungan sosial, budaya, politik, dan ekonomi dalam bentuk program-program peningkatan pendidikan, perbaikan sosial ekonomi masyarakat, penstabilan politik dan keamanan, dan sebagainya. Intervensi terhadap faktor pelayanan kesehatan adalah dalam bentuk penyediaan atau perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan, perbaikan sistem dan manajemen pelayanan kesehatan, dan sebagainya. Sedangkan intervensi terhadap faktor keturunan antara lain penasihatan (counseling) perkawinan, dan penyuluhan kesehatan khususnya bagi kelompok yang mempunyai risiko penyakit-penyakit herediter. (32) Intervensi lain pada faktor keturunan dapat dilakukan dengan perbaikan gizi masyarakat khususnya perbaikan gizi ibu hamil. Dengan gizi yang baik ibu hamil akan menghasilkan anak yang sehat dan cerdas. Sebaliknya ibu hamil yang kurang gizi akan melahirkan anak dengan berat badan yang kurang, sakit-sakitan dan bodoh. (34) F. Perilaku Perilaku manusia adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Secara operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut. Perilaku dapat diartikan sebagai suatu aksi reaksi organism terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi yakni yang disebut rangsangan. Rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. Perilaku dapat diartikan

33 sebagai aktivitas manusia yang timbul karena adanya stimulasi dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. (34) G. Kerangka Teori Keturunan Pelayanan Kesehatan Peran PMO : - Pengetahuan - Sikap - Perilaku Derajat Kesehatan Kesembuhan Penderita TB Paru Lingkungan : - Fisik - Sosial ekonomi - Budaya Perilaku Gambar 2.1 Kerangka Teori Menurut H.L Blum (31)