I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman cabai yang dibudidayakan di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu cabai besar (Capsicum annuum L.) dan cabai rawit (Capsicum frutescens L.). Cabai besar dicirikan dengan buah yang menggantung sedangkan cabai rawit dicirikan dengan buah yang tegak (tidak menggantung) (Semangun, 1991). Cabai menjadi komoditi hortikultura unggulan yang banyak dikonsumsi masyarakat dikarenakan rasa pedas yang dimilikinya sebagai pelengkap dalam cita rasa masakan. Rasa pedas yang ditimbulkan akibat kandungan capsaicinnya (Sherly et al., 2010 dalam Sukada et al., 2014). Hasil panen buah cabai beberapa tahun terakhir mengalami penurunan yang disebabkan oleh serangan patogen penyebab penyakit. Virus merupakan patogen yang dijumpai disetiap areal pertanaman yang menyebabkan penyakit daun kuning keriting pada tanaman cabai. Hingga tahun 2014 dilaporkan ada beberapa jenis virus yang menginfeksi tanaman cabai bahkan beberapa virus berasosiasi bersamaan sehingga menimbulkan variasi gejala akibat adanya infeksi. Sukada et al. (2014) mengemukakan bahwa gejala menguning yang ditemukan pada tanaman cabai disebabkan oleh kelompok Begomovirus, gejala mosaik disebabkan oleh asosiasi virus CMV, ChiVMV dan TMV sedangkan gejala klorosis disebabkan oleh kelompok Palerovirus. Hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan dan Penelitian Sayuran Asia (AVRDC) menunjukkan bahwa virus merupakan patogen yang banyak menyerang cabai di daerah tropik (Green dan Kallo, 1994). Virus yang 1
pernah dilaporkan menyerang tanaman cabai adalah Cucumber Mosaic Virus (CMV), Chilli Veinal Mottle Virus (ChiVMV), Tobacco Mosaic Virus (TMV), Potato Virus Y (PVY), Potato Virus X (PVX), Tobacco Etch Virus (TEC), Tobacco Ringspot Virus (TRSV) (Semangun, 2000). Beberapa virus juga telah dilaporkan berasosiasi bersamaan (sinergi) dalam menginfeksi tanaman cabai. Trisno (2010) mengemukakan bahwa ditemukan empat jenis virus dari tanaman cabai yang menunjukkan gejala kuning keriting dan cupping yaitu Begomovirus, CMV, ChiVMV dan Pepper Mild Mottle Virus (PMMV). Begomovirus merupakan virus yang paling dominan karena dijumpai disemua lokasi pengambilan sampel di Sumatera Barat. Sukada et al. (2014) melaporkan bahwa ditemukannya CMV, ChiVMV dan TMV berasosiasi bersamaan dari tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik pada tanaman cabai dari Kecamatan Payangan, Bali. Gejala penyakit yang ditemukan sangat mempengaruhi hasil panen tanaman cabai akibat adanya infeksi virus. Tanaman cabai sehat mampu mengasilkan buah 16 ton/ha. Sedangkan hasil panen dari tanaman yang menunjukkan gejala klorosis sebesar 8.42 ton/ha. dari tanaman yang menunjukkan gejala kuning sebesar 3.07 ton/ha dan hasil panen buah cabai dari tanaman yang menunjukkan gejala mosaik hanya 2.52 ton/ha. Kehilangan hasil tertinggi ditunjukkan pada tanaman cabai yang menunjukkan gejala mosaik yang mencapai 84.25%. Sedangkan kehilangan hasil akibat gejala kuning adalah 80.82% dan klorosis 47.40%. Tingginya kehilangan hasil pada tanaman dengan gejala mosaik 2
dikarenakan bahwa gejala mosaik diinduksi oleh beberapa jenis virus yaitu CMV, TMV dan ChiVMV (Sukada et al., 2014). Penyakit utama yang disebabkan oleh virus pada tanaman cabai menimbulkan gejala mosaik dan kuning. Dibeberapa sentra pertanaman cabai di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ditemukan gejala yang unik seperti tulang daun menebal, tepi daun menggulung ke atas dan helaian daun bewarna kuning cerah (Sulandari et al., 2006). Jamsari et al. (2008) menemukan gejala belang, mosaik, daun menguning, tulang daun menebal dan terjadinya malformasi pada tanaman cabai yang terserang penyakit. Trisno (2010) juga menemukan gejala yang kompleks seperti mosaik, kuning, keriting, cupping, daun kecil-kecil, tulang daun menebal dan tanaman menjadi kerdil pada tanaman cabai di Sumatera Barat. Di daerah sentra pertanaman cabai Desa Kerta Payangan, Bali ditemukan gejala mosaik, kuning dan klorosis yang ditimbulkan akibat serangan virus (Sukada et al., 2014). Adanya variasi gejala yang ditemukan di lapangan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti konsentrasi virus, faktor lingkungan dan faktor genetik tanaman (Matthews, 1992). Sebelumnya juga telah dikemukankan bahwa variasi gejala yang ditimbulkan dikarenakan adanya strains virus yang berbeda, pengolahan dan perawatan areal pertanaman serta kondisi lingkungan (Polston dan Anderson, 1997). Jamsari et al. (2008) menjelaskan bahwa gejala penyakit yang disebabkan oleh virus di lapangan sulit dibedakan karena gejala yang muncul hampir sama. Sering juga dijumpai serangan beberapa virus secara bersamaan sehingga sulit dibedakan antara yang satu dan lainnya. 3
Variasi gejala juga sangat dipengaruhi oleh umur tanaman saat diserang, pola tanam dan penggunaan mulsa plastik. Tanaman dengan pola tumpang sari dengan tanaman jagung, buncis, kacang panjang dan lain-lain akan memiliki tingkat serangan yang lebih ringan dibandingkan dengan tanaman dengan pola monokultur. Begitu juga dengan tanaman yang ditanam menggunkan mulsa plastik sebagai penutup lahan akan memiliki tingkat serangan yang lebih ringan dibandingkan lahan yang ditanami tanpa mulsa plastik. Tanaman yang terserang sejak tanaman masih muda (vegetatif) akan lebih merugikan petani dibandingkan tanaman yang terserang ketika telah masuk pada fase generatif (Sudiono et al., 2005). Perbedaan kondisi geografis areal pertanaman sangat mempengaruhi perkembangan gejala penyakit di lapangan. Tanaman cabai yang ditanam di dataran rendah, dataran menengah dan dataran tinggi akan menunjukkan kompleksitas gejala yang berbeda. Perbedaan ketinggian tempat akan menyebabkan perbedaan faktor lingkungan seperti suhu, curah hujan dan kelembaban. Ketiga faktor ini akan mempengaruhi adaptasi tanaman, penyebaran dan perkembangan vektor virus, ekosistem di areal pertanaman serta jenis tanaman tumpang sari yang tepat. Perbedaan kondisi geografis areal pertanaman cabai akan sangat mempengaruhi perkembangan gejala penyakit. Trisno (2010) mengemukakan bahwa lokasi pertanaman cabai di dataran tinggi memiliki variasi gejala yang lebih kompleks dibandingkan lokasi dataran menengah dan dataran rendah. 4
Perbedaan ketinggian tempat lokasi pertanaman cabai mempengaruhi perkembangan gejala penyakit di lapangan menjadi latar belakang untuk melakukan penelitian dengan judul Karakterisasi Virus Penyebab Penyakit Tanaman Cabai (Capsicum sp.) Pada Tiga Kondisi Geografis untuk mempelajari karakter virus yang menyerang tanaman cabai di dataran rendah, dataran menengah dan dataran tinggi serta faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan gejala di lapangan sebagai salah satu langkah awal dalam penyusunan strategi pengendalian penyakit. Pengujian keberadaan virus penyebab penyakit dilakukan dengan menggunakan teknik Polymerase Chains Reaction (PCR). Teknik ini banyak digunakan untuk mendeteksi virus secara cepat dan akurat (Rojas et al., 1993). Pengujian keragaman virus yang menyerang tanaman cabai dilakukan dengan metode yang sama menggunakan primer spesifik masing-masing virus. Sedangkan pengujian keragaman genetik virus dengan membandingkan urutan asam nukleat dari salah satu komponen genetik penyususn virus menggunakan teknik sekuensing, Analisis sekuens akan menunjukkan kekerabatan dan hubungan masing-masing strains. 1.2 Rumusan Masalah Gejala yang ditimbulkan akibat adanya infeksi virus pada tanaman cabai dipengaruhi oleh banyak faktor seperti perbedaan strains virus, pengolahan dan perawatan lingkungan serta kondisi lingkungan. Beragamnya gejala yang ditimbulkan akibat adanya infeksi virus pada tanaman cabai maka dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini : 5
1. Apakah penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman cabai memiliki karakteristik gejala yang berbeda berdasarkan kondisi geografis pembudidayaan yang berbeda. 2. Apakah keragaman genetik Begomovirus yang menyerang tanaman cabai berbeda berdasarkan kondisi geografis pembudidayaan yang berbeda. 3. Apakan keragaman virus (adanya infeksi campuran beberapa virus secara bersamaan) yang menyerang tanaman cabai berbeda berdasarkan kondisi geografis pembudidayaan yang berbeda 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai karakterisasi virus penyebab penyakit pada tanaman cabai (Capsicum sp.) dari beberapa kondisi geografis sangat diperlukan sebagai salah satu penentu langkah awal pengendalian virus tersebut. Hingga saat ini, penelitian mengenai karakterisasi virus penyebab penyakit pada tanaman cabai terus dikembangkan dari tiga kondisi geografis areal pembudidayaan di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mempelajari karakteristik gejala penyakit yang disebabkan oleh virus pada pertanaman cabai pada tiga kondisi geografis pembudidayaan yang berbeda. 2. Mengetahui keragaman genetik Begomovirus yang menyerang tanaman cabai di tiga kondisi geografis pembudidayaan yang berbeda. 6
3. Mengetahuai adanya infeksi campuran (variasi virus yang menginfeksi) pada tanaman cabai di tiga kondisi geografis pembudidayaan yang berbeda. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dengan didapatkannya karakteristik gejala penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman cabai pada tiga kondisi geografis pembudidayaan yang berbeda serta keragaman virus dan keragaman genetik Begomovirus yang menginfeksi tanaman cabai pada masing-masing lokasi, dapat dijadikan sebagai acuan dalam penentuan strategi pencegahan dan pengendalian yang tepat, sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan hasil panen yang ditimbulkan. 7