Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMERIKSAAN PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Fisiologi dan Ergonomi

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini mencakup ilmu fisiologi pernapasan.

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Rokok adalah gulungan tembakau yang dibalut dengan kertas atau daun. nipah. Menurut Purnama (1998) dalam Alamsyah (2009), rokok

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA WANITA DI RUMAH SAKIT HA. ROTINSULU BANDUNG PERIODE ARTIKEL

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

SUMMARY GAMBARAN KAPASITAS PARU PADA REMAJA PEROKOK DI DESA TULADENGGI KECAMATAN TELAGA BIRU. Dwi Purnamasari Zees

THE CHARACTERISTICS OF THE CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE PATIENTS AT IMMANUEL HOSPITAL BANDUNG IN 2012

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KAPASITAS VITAL PAKSA DENGAN KUALITAS HIDUP PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA. Laporan. Disusun untuk memenuhi tugas. Mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Batik merupakan kain tradisional dari Indonesia yang telah diakui oleh

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

Sri Wahyu Basuki, Anita Sari Nurdi Atmaji, Dedik Hartono, dan Sigit Widyatmoko

Jenis Rokok Kandungan Rokok

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer 2. Manometer tabung U 3. Respivol 4. Corong 5. Zat Cair 6. Mistar

PENGARUH KEBIASAAN MEROKOK TERHADAP DAYA TAHAN JANTUNG PARU

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Risiko Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu: a. Kebiasaan merokok

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi perokok dewasa per hari. Menurut data Global Adult Tobacco Survey

BAB I PENDAHULUAN. PPOK merupakan penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan beberapa efek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STATUS PEMERIKSAAN PENELITIAN : ANALISIS KUALITAS HIDUP PENDERITA PPOK SETELAH DILAKUKAN PROGRAM REHABILITASI PARU No : RS/No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung CO (Carbon monoksida) yang mengurai kadar oksigen dalam

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

Sistem Respirasi Manusia L/O/G/O

Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok

PEMERIKSAAN FAAL PARU

BAB VII SISTEM PERNAPASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya pendapatan masyarakat. Di sisi lain menimbulkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berfokus dalam menangani masalah penyakit menular. Hal ini, berkembangnya kehidupan, terjadi perubahan pola struktur

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

: PPOK, Frekuensi pernafasan, Pursed lip breathing, Deep breathing

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU

BAB I PENDAHULUAN. ATP (Adenosin Tri Phospat) dan karbon dioksida (CO 2 ) sebagai zat sisa hasil

Pengertian Rokok dan Bahaya Merokok bagi Kesehatan Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam

Transkripsi:

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa*, Joko Purwito**, Jahja Teguh Widjaja*** * Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha ** Mahasiswa Semester VIII Fakultas Kedokteran, UK. Maranatha ***Bagian Penyakit Dalam (Pulmonologi) Fakultas Kedokteran, UK. Maranatha Abstrak Rokok dapat menyebabkan inflamasi, fibrosis, metaplasia sel goblet, hipertropi otot polos dan obstruksi jalan napas sehingga mengakibatkan terganggunya faal paru. Salah satu cara untuk mengetahui fungsi faal paru adalah melalui pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh rokok terhadap fungsi faal paru yang dinilai melalui pengukuran APE. Penelitian ini bersifat observasional analitik, menggunakan metoda potong silang dengan membandingkan 2 kelompok penelitian, perokok (n=20) dan bukan perokok (n=20) sesuai kriteria penelitian (matching gender, umur dan tinggi badan). Setiap subyek penelitian diukur nilai APE-nya dengan alat Peak Flow Meter. Analisis data dilakukan dengan menghitung rata-rata (mean) dan standar deviasi (SD) nilai APE masing-masing kelompok dan dilanjutkan dengan uji beda 2 nilai rata-rata melalui uji t tidak berpasangan pada selang kepercayaan (CI) 99 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai APE kelompok perokok 496 (17,9) L/min dengan nilai prediksinya 85,1% ; sedangkan bukan perokok 589,5 (31,9) L/min dengan nilai prediksinya 108,9%. Nilai t hitung (11,441) lebih besar daripada t tabel (2,539). Dapat disimpulkan bahwa nilai APE perokok lebih kecil daripada bukan perokok Kata kunci : rokok, Nilai Arus Puncak Ekspirasi Pendahuluan Pernapasan adalah pergerakan masuknya oksigen (O 2 ) dan keluarnya karbondioksida (CO 2 ) dari paru-paru. (Sylvia,1995). Proses pernapasan ini terdiri dari empat peristiwa fungsional utama yaitu : (1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya gas O 2 dan CO 2 ; (2) difusi O 2 dan CO 2 antara alveoli dan darah; (3) transpor O 2 dan CO 2 dalam darah dan cairan tubuh; (4) pengaturan pernapasan oleh pusat pernapasan.(guyton,1996) Paru-paru dan saluran pernapasan merupakan organ yang bertanggung jawab terhadap proses pernapasan. Banyak penyakit obstruksi paru disebabkan oleh penyempitan bronkus, dan ternyata hal ini disebabkan 59

JKM. Vol. 3, No.2, Februari 2004 oleh dua hal yaitu : (1) diameternya kecil ; (2) dindingnya memiliki otot polos dengan persentase yang cukup besar, sehingga mudah berkonstriksi. (Guyton,1996) Untuk memudahkan pengertian peristiwa ventilasi paru, maka udara dalam paru dapat dibagi menjadi empat volume dan empat kapasitas. Empat macam volume tersebut jika semuanya dijumlahkan, sama dengan volume maksimal paruparu yang sedang mengembang atau disebut juga total lung capacity, dan arti dari masingmasing volume tersebut adalah sebagai berikut : 1. Volume alun napas (tidal) yaitu volume udara yang diins-pirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas normal; be-sarnya sekitar 500 ml 2. Volume cadangan inspirasi yaitu volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume alun napas normal; besarnya sekitar 3000 ml 3. Volume cadangan ekspirasi yaitu volume udara ekstra yang dapat diekspirasi secara kuat pada akhir ekspirasi alun napas normal; besarnya sekitar 1100 ml 4. Volume residu yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat; besarnya sekitar 1200 ml Sedangkan untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam siklus paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua atau lebih volume di atas. Kombinasi seperti itu disebut kapasitas paru. Kapasitas paru tersebut dibagi juga menjadi empat yaitu : 1. Kapasitas inspirasi adalah volume alun napas ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum; sekitar 3500 ml. 2. Kapasitas residu fungsional adalah volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah jumlah u- dara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal; sekitar 2300 ml. 3. Kapasitas vital (KV) adalah volume cadangan inspirasi ditambah volume alun napas dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksi-mum dan kemudian menge-luarkan sebanyakbanyaknya ; sekitar 4600 ml. 60

4. Kapasitas paru total adalah volume maksimal di mana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa, jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu; sekitar 5800 ml. Selain itu, kita juga mengenal beberapa istilah lain seperti : 1. Kapasitas vital paksa (KVP), yaitu pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini dalam keadaan normal nilainya kurang lebih sama dengan kapasitas vital, tetapi pada orang yang menderita obstruksi saluran napas akan mengalami pengurangan yang nyata karena penutupan prematur saluran napas yang kecil dan akibat udara yang terperangkap. (Sylvia, 1995). 2. Volume Ekspirasi Paksa (VEP), yaitu volume udara yang dapat diekspirasikan dalam waktu standar selama tindakan KVP. Biasanya VEP diukur selama detik pertama ekspirasi yang dipaksakan, ini disebut VEP1. VEP merupakan petunjuk yang sangat berharga untuk mengetahui adanya gangguan kapasitas ventilasi dan nilai yang kurang dari 1L selama Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa, Joko Purwito, Jahja Teguh Widjaja detik pertama menunjukkan adanya gangguan fungsi yang berat. VEP sebaiknya selalu dihubungkan dengan KVP atau KV. Individu normal dapat menghembuskan napas sekitar 80% dari kapasitas vitalnya dalam satu detik, dinyatakan sebagai rasio VEP1/KVP. Tidak banyak perbedaan apakah KVP atau KV yang dipergunakan sebagai rasio, hasilnya kurang lebih sama. Rasio ini besar sekali manfaatnya untuk membedakan antara penyakit-penyakit yang menyebabkan obstruksi saluran napas dan penyakit-penyakit yang menyebabkan paruparu tidak dapat mengembang sepenuhnya. Pada penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema, terjadi pengurangan VEP1 yang lebih besar dibandingkan dengan kapasitas vital (kapasitas vital mungkin normal), sehingga rasio VEP1/KVP kurang dari 80%. Pada obstruksi saluran napas yang lebih berat, seperti yang sering terjadi pada asma akut, kapasitas ini dapat berkurang menjadi 20%. Pada penyakit restriktif parenkim paru-paru misalnya sarkoidosis, maka baik VEP1 dan KVP atau KV mengalami 61

JKM. Vol. 3, No.2, Februari 2004 penurunan dengan perbandingan yang kurang lebih sama, dan perbandingan VEP1/KV tetap sekitar 80% atau lebih (Sylvia, 1995). 3. Arus puncak ekspirasi (APE), yaitu mengukur seberapa besar kekuatan seseorang mengeluarkan udara dengan ekspirasi maksimal. Ini adalah salah satu cara mengukur fungsi jalan udara yang pada umumnya dipengaruhi oleh banyak penyakit, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). (www.1.uphealth.com/health/ peakekspiratory flowratehtmdefinition). Pada penyakit paru-paru tersebut aliran udara pada saat pengeluaran akan mengalami penurunan karena penyempitan atau obstruksi jalan napas. APE ini memiliki harga skala yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu tinggi badan, umur dan jenis kelamin. Seseorang dikatakan masih dalam batas skala normal, jika nilai prediksi APE-nya antara 80% - 120%. Nilai prediksi adalah hasil bagi nilai aktual APE subyek penelitian dengan nilai normal APE standarnya, lalu dikalikan 100% (gambar 1). (www.olivija.com/ peakflow). Gambar 1. Diagram nilai arus puncak ekspirasi 62

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa, Joko Purwito, Jahja Teguh Widjaja Ditinjau dari sisi kesehatan, merokok merupakan kegiatan yang tidak ada gunanya sebab dapat mengganggu sistim kerja organ tubuh, di antaranya paru paru. Namun dengan semakin canggihnya dunia periklanan, jumlah perokok di Indonesia semakin meningkat. Sebagian besar perokok ini berusia muda, yakni 44% perokok berusia 10 19 tahun dan 37% perokok berusia 20 29 tahun. (Dharmais, 2003) Rokok mengandung setidaknya 200 elemen yang berbahaya bagi kesehatan (gambar 2) dan dapat menimbulkan proses inflamasi, fibrosis, metaplasia sel goblet, hipertropi otot polos dan obstruksi jalan napas yang akhirnya mengakibatkan terganggunya faal paru. (GOLD, 2001) Asap rokok merupakan radikal bebas yang mengandung lebih dari 1500 bahan yang merupakan campuran kompleks. Asap rokok yang dihisap terdiri dari 2 komponen, yaitu yang cepat menguap berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen partikulat, dengan demikian asap rokok yang terhisap dapat berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel dan zat yang menyebabkan penyakit paru. Racun utama yang terdapat didalam rokok yaitu tar, nikotin, dan karbon monoksida. Gambar 2. Zat-zat berbahaya dalam rokok 63

JKM. Vol. 3, No.2, Februari 2004 Asap rokok yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat menyebabkan gangguan refleks saluran napas, gangguan fungsi silier (siliotoksik) dan meningkatkan produksi mukus. (Dastyawan, 2000). Adanya pengurangan nilai rata-rata arus puncak ekspirasi pada perokok merupakan pertanda akan terjadinya penyakit obstruksi paru kelak. Di samping itu kemungkinan ada faktor lain yang berperan dalam terjadinya penyakit paru obstruktif pada perokok, antara lain kepekaan seseorang, adanya infeksi napas berulang dan cara merokok.(franklin dan Lowell, 1961) Pada perokok didapatkan pengurangan hantaran udara pada saluran pernapasan. Perokok berat jelas menunjukkan adanya bronkokonstriksi dibandingkan dengan perokok ringan atau bukan perokok. Demikian pula perokok yang menghisap rokok dalamdalam, akan memperlihatkan respon bronkokonstriksi lebih jelas. Adanya gangguan hantaran udara pada perokok ternyata bukan merupakan efek langsung dari asap rokok tetapi akibat hipersekresi mukus yang disebabkan oleh asap rokok. (Guyatt, 1970) Asap rokok merupakan suatu radikal bebas yang memiliki satu atau lebih elektron bebas. Elektron bebas ini akan mencari pasangan elektronnya supaya susunan atomnya stabil, jika asap rokok ini masuk ke dalam saluran napas maka asap rokok ini akan mencari dan mengambil elektron yang berasal dari saluran napas, misalnya dari epitel bronkus, akibatnya timbul proses inflamasi. Epitel yang rusak akan mengalami proses regenerasi, namun diganti dengan jaringan ikat sehingga terjadilah proses fibrosis. Pada saat merokok, berbagai bahan kimia terserap masuk dan bila terjadi dalam jangka waktu lama akan terjadi penghambatan kerja paru, misalnya karbon monoksida, keberadaannya dalam paru akan mengurangi kemampuan darah untuk mengikat oksigen dari paru. Hal ini terjadi karena sel darah merah memiliki afinitas yang lebih kuat terhadap karbon monoksida dibandingkan dengan oksigen. Selain karbon monoksida, tar dan bahan-bahan kimia pengganggu lainnya juga akan menyelimuti paru-paru dan pada saat bersamaan akan terjadi pengurangan kekenyalan kantung udara di dalamnya. Hal ini menyebabkan hanya sejumlah kecil udara yang dapat dihirup, sehingga pertukaran udara tidak berjalan lancar. Keadaan ini menyebabkan sesak napas 64

dan batuk hebat dalam waktu lama. Terdapat beberapa metode untuk menguji faal paru, dari yang paling sederhana hingga yang paling rumit. Biasanya uji faal paru ini menggunakan alat spirometer. Alat ini digunakan untuk mengukur besarnya volume udara yang dikeluarkan dalam 1 detik (VEP1). Nilai VEP1 ini merupakan ukuran terbaik untuk menilai faal paru, namun alat ini tidak praktis, terlalu mahal dan biasanya hanya terdapat di klinik atau rumah sakit. Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan alat lain, yaitu peak flow meter. Alat ini berbentuk tabung kecil, mudah dibawa, praktis dan disertai indikator yang mempunyai satuan L/min. Alat ini berfungsi untuk mengukur arus puncak ekspirasi (APE), dan nilai. APE ini berkorelasi dengan VEP1. Peak flow meter tidak hanya dapat digunakan di rumah sakit maupun klinik saja, tapi dapat juga digunakan di rumah ataupun di kantor untuk membantu mendiagnosis asma, mendeteksi PPOK dan evaluasi terhadap respon terapi serta dapat memberikan peringatan lebih dini terhadap pasien jika terjadi perubahan pada fungsi parunya. Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa, Joko Purwito, Jahja Teguh Widjaja Tujuan penelitian yang bersifat observasional analitik dengan metode potong silang ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan jelas mengenai pengaruh rokok terhadap faal paru. Subyek, alat dan cara kerja Subyek penelitian terdiri dari 20 mahasiswa perokok dan 20 mahasiswa bukan perokok Fakultas Kedokteran UK Maranatha yang bersedia menjadi subyek penelitian secara sukarela. Kriteria inklusi : Jenis kelamin laki laki Usia antara 19 24 tahun Tinggi badan antara 160-180 cm Perokok aktif sejak minimal 1 tahun sebelum penelitian ini Jumlah rokok yang dihisap minimal 6 batang/hari Kriteria eksklusi : Penderita asma, penyakit jantung, PPOK Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peak Flow Meter buatan Clement Clarke International Ltd. Cara kerja : (www.northernrespiratoryspeciali st.com) Subyek penelitian dalam posisi berdiri dan tenang 65

JKM. Vol. 3, No.2, Februari 2004 sambil memegang peak flow meter Tempatkan indikator pada pangkal dari skala peak flow meter Lakukan inspirasi dalam Letakkan corong peniup peak flow meter dalam mulut. Jangan sampai lidah menutup corong peniup Ekspirasikan semua udara yang telah diinspirasi secara kuat dan cepat semaksimal mungkin Catat angka pada skalanya, lakukan percobaan ini tiga kali Ambil nilai yang tertinggi Hasil dan Pembahasan 1. Karakteristik Subyek Penelitian Berdasarkan Usia dantinggi Badan Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian Perokok ( n = 20 ) Bukan Perokok ( n = 20 ) t Usia (tahun) : - Mean (X) 21,55 21,25 - SD 1,4 1,3 0.461 - Rentang 19 24 19 23 Tinggi Badan (cm) : - Mean (X) 169,6 171,1 - SD 4,1 4,9 1,035 - Rentang 163 180 162 180 Lama merokok (tahun) : 1 2-3 4 2 5 6 11 7 8 6 9 10 1 Jumlah rokok (batang/hari) : 5 10 3 11 15 4 16 20 9 >20 4 66

Tampak bahwa dari faktor usia tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok, t hitung (0.461) lebih kecil daripada t tabel (2.539). Demikian pula faktor tinggi badan tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok, t hitung (1,035) lebih kecil daripada t tabel (2.539), sehingga kedua kelompok dapat dikatakan homogen dan penelitian dapat dilaksanakan. Juga terlihat bahwa subyek penelitian paling banyak sudah merokok selama 5 6 tahun Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa, Joko Purwito, Jahja Teguh Widjaja dengan jumlah rokok yang dihisap dalam sehari antara 16 20 batang. 2. Perbandingan antara Nilai APE dengan Indeks Brinkman Indeks Brinkman adalah jumlah rokok yang dihisap sehari dikali-kan lama merokok (dalam tahun). Berdasarkan Indeks Brinkman, perokok dapat dikategorikan dalam : Ringan : 0 200 Sedang : 200 600 Berat : > 600 Tabel 2. Perbandingan antara Nilai APE dengan Indeks Brinkman NO Nilai APE Indeks Brinkman L/M % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 460 470 480 500 500 500 500 500 500 530 530 530 80,7 81,0 84,2 81,6 81,6 83,1 83,1 85,9 85,2 81,6 85,9 86,2 83,3 86,9 87,7 83,3 89,2 88,3 92,9 89,8 200 200 200 147 147 140 114 102 120 128 90 85 85 70 78 75 66 42 15 40 67

JKM. Vol. 3, No.2, Februari 2004 Dari tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara indeks Brinkman dengan nilai APE, yaitu makin besar indeks Brinkman, maka makin kecil nilai APE-nya. Lama merokok dan jumlah rokok yang dihisap seseorang sangat berpengaruh terhadap fungsi faal paru, makin lama dan makin banyak orang tersebut merokok, maka makin besar kemungkinan untuk terjadi kelainan pada saluran pernapasannya. 3. Perbandingan nilai APE antara Perokok dan Bukan Perokok. Pada tabel 3 tampak bahwa ratarata nilai aktual dan nilai prediksi APE pada perokok lebih kecil dibandingkan bukan perokok, hal ini kemungkinan disebabkan karena saluran pernapasan perokok telah mengalami inflamasi, fibrosis, metaplasia sel goblet, dan hipertrofi otot polos yang mengakibatkan terganggunya fungsi faal paru. Juga terlihat bahwa t hitung (11,441) lebih besar daripada t tabel (2,539) pada selang kepercayaan 99%, sehingga secara stasistik terdapat perbedaan nilai APE yang bermakna di antara kedua kelompok. Pengujian Hipotesis Hipotesis Penelitian : Nilai arus puncak ekspirasi (APE) perokok lebih kecil daripada nilai APE bukan perokok Hipotesis Statistik: H0 : APE perokok APE bukan perokok H1 : APE perokok < APE bukan perokok Tabel 3. Nilai rata rata APE Perokok dan Bukan Perokok. Perokok ( n = 20 ) Bukan Perokok ( n = 20 ) t Mean (X) : - Nilai aktual - Nilai prediksi 496 L/min 85,1% 589.5 L/min 108,9% 11,441 Standar Deviasi 17,9 31,9 Rentang 460 530 550 650 68

Kriteria uji : Tolak H0 bila t hitung > t tabel, dan terima dalam hal sebaliknya. APE : t hitung = 11,441 t tabel 1% = 2,539 Jadi : t hitung > t tabel tolak H0 Kesimpulan dan Saran Dapat disimpulkan bahwa rokok mempengaruhi faal paru, dan hal ini dapat dilihat dari lebih kecilnya nilai aktual dan nilai prediksi APE perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Dengan demikian diharapkan agar masyarakat dapat menghentikan kebiasaan merokok. Daftar Pustaka Anonim. 2003. Infokanker. www.infokanker.dharmais.coid/info kanker / paru2html Anonim. 2003. Peak flow (cited 2 Mei 2003) ; 1 : (12 screens). Available from: www.olivija.com/peakflow Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa, Joko Purwito, Jahja Teguh Widjaja Anonim. 2003. How To Use A Peak Flow Meter. Available from : www.northernrespiratoryspecial ist.com Anonim. 2003. Peak Expiratory Flow Definitions. Available from : www.1.uphealth.com/healthpeakf lowexpiratoryflowratedefinitionht m Dastyawan B, 2000. Pengaruh Asap Rokok Terhadap Saluran Pernapasan. Jakarta : Bagian Paru FKUI/RS Persahabatan, 31 37. Franklin W, Lowell FC, 1961. Unrecognised airway obstruction associated with smoking : A probable foresunner of obstructive pulmonary emphysema. Am. Rev Respir Dis ; 54 : 379 380 Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD), 2001. Global strategy for the diagnosis, management, and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. National Institutes of Health. Guyatt,. 1970. Relationship of airway conductance and immediate change on smoking habits and symptoms of chronic bronchitis. Am Rev Respir Dis ; 101 : 49 50 Guyton & Hall (ed), 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9 Jakarta: EGC, 597 609. Sylvia & Wilson, 1995. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC, 645 675. 69

70 70