LESTARI BRIEF KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

dokumen-dokumen yang mirip
PENATAAN HIDROLOGI LAHAN GAMBUT DALAM KERANGKA MENGURANGI KEBAKARAN DAN KABUT ASAP

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

USAID LESTARI DAMPAK PELARANGAN EKSPOR ROTAN SEMI-JADI TERHADAP RISIKO ALIH FUNGSI LAHAN, LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

ULASAN KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

PENDAHULUAN Latar Belakang

Focus Group Discussion Pertama: Penyusunan Kajian Kritis Penguatan Instrumen ISPO

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT

Kajian Nilai Konservasi Tinggi Provinsi Kalimantan Tengah

LAPORAN TRIWULAN BADAN RESTORASI GAMBUT RI KEPADA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA JULI SEPTEMBER 2016

Ketika Negara Gagal Mengatasi Asap. Oleh: Adinda Tenriangke Muchtar

LESTARI BRIEF EKOWISATA INDONESIA: PERJALANAN DAN TANTANGAN USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

Menerapkan Filosofi 4C APRIL di Lahan Gambut

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu lingkungan tentang perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia menjadi potensi besar sebagai paru-paru dunia,

PENGARUH ELNINO PADA KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

Sambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 20 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PAPER KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN

IMPLEMENTASI PP 57/2016

PENATAAN KORIDOR RIMBA

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

LESTARI BRIEF MENGEMBALIKAN KEJAYAAN KOMODITAS PALA USAID LESTARI PENGANTAR. Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri

IDENTIFIKASI AREAL BEKAS KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA, KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN)

PENDEKATAN SERTIFIKASI YURISDIKSI UNTUK MENDORONG PRODUKSI MINYAK SAWIT BERKELANJUTAN

Memanen padi tanpa asap di gambut Lamandau

PROYEKSI PERKEMBANGAN PERHUTANAN SOSIAL DI SUMATERA SELATAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

Dampak Pemanasan Global Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Oleh : Ahkam Zubair

Evaluasi Tata Kelola Sektor Kehutanan melalui GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumberdaya Alam) Tama S. Langkun

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

Rehabilitasi dan Pengelolaan Lahan Gambut Bekelanjutan

Menguji Rencana Pemenuhan Target Penurunan Emisi Indonesia 2020 dari Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Gambut

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 15 September 2016 adalah sebagai berikut : 1 Kalimantan Timur Katingan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Sumatera Selatan. Jembatan Ampera

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2014 T E N T A N G

KABUT ASAP DAN DAMPAKNYA TERHADAP PEREKONOMIAN SEKTOR RIIL PROVINSI JAMBI

Oleh: PT. GLOBAL ALAM LESTARI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

1. Jumlah update laporan hotspot tanggal 12 September 2016 adalah sebagai berikut :

KORUPSI MASIH SUBUR HUTAN SUMATERA SEMAKIN HANCUR OLEH: KOALISI MASYARAKAT SIPIL SUMATERA

2013, No Mengingat Emisi Gas Rumah Kaca Dari Deforestasi, Degradasi Hutan dan Lahan Gambut; : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Rep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN TANGGAL 13 OKTOBER 2016 PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION (P3E) KALIMANTAN, KLHK

Ass. Ws. Wb. Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita sekalian!

Saudara-saudara yang saya hormati,

Daftar Tanya Jawab Permintaan Pengajuan Konsep Proyek TFCA Kalimantan Siklus I 2013

Laporan Penelitian Implementasi Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 dalam Penanggulangan Pembalakan Liar

Strategi rehabilitasi hutan terdegradasi

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

LAPORAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN (KARHUTLA) KALIMANTAN

REVITALISASI KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemantauan Pembakaran Hutan dan Lahan di Perkebunan PT Bertuah Aneka Yasa Oktober 2015

BAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

SERBA SERBI HUTAN DESA (HD)

PENDAHULUAN Latar Belakang

INDONESIA - AUSTRALIA FOREST CARBON PARTNERSHIP (IAFCP)

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

KERANGKA ACUAN LATAR BELAKANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN RESTORASI GAMBUT DALAM PUSARAN PILKADA

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

Latar Belakang. Gambar 1. Lahan gambut yang terbakar. pada lanskap lahan gambut. Di lahan gambut, ini berarti bahwa semua drainase

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

MARKAS BESAR TENTARA NASIONAL INDONESIA Tim Teknis PWP dalam KLH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

FCPF CARBON FUND DAN STATUS NEGOSIASI TERKINI

BAB I PENDAHULUAN. sektor sosial budaya dan lingkungan. Salah satu sektor lingkungan yang terkait

Rasionalisasi. Anggaran Prioritas Untuk Perbaikan Tata Kelola Hutan dan Lahan di Provinsi Riau Tahun Anggaran 2016

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PENELITIAN HUTAN BER-STOK KARBON TINGGI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

DAMPAK BENCANA ASAP TERHADAP KEBERLANJUTAN INDUSTRI KEHUTANAN

Transkripsi:

LESTARI BRIEF LESTARI Brief No. 01 I 11 April 2016 USAID LESTARI KETERPADUAN DALAM PENANGANAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN Penulis: Suhardi Suryadi Editor: Erlinda Ekaputri PENGANTAR Bagi ilmuwan, kebakaran hutan adalah hantu lingkungan karena telah menurunkan kesuburan tanah, mengancam biodiversitas, mengurangi aset hutan hingga meningkatkan pemanasan global. Menurut FAO, kebakaran hutan terjadi hampir di 95 negara dan mencakup 500 juta hektar setiap tahunnya. Disamping faktor alam, hutan terbakar juga dipicu oleh aktivitas pertanian manusia. Pembakaran adalah teknik paling tua, berbiaya murah dan efektif dalam pembersihan lahan yang dipakai ribuan petani, peternak dan pemilik perkebunan. Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara yang paling sering dilanda kebakaran dan cenderung meningkat intensitas dan lokasinya. Menurut WRI (World Resource Institute), kebakaran hutan di Provinsi Riau misalnya masuk kategori pola yang besar dan menjadi salah satu peristiwa kebakaran dengan rekor terburuk sejak 2001. Sekalipun lahan terbakar tidak sebesar tahun 2014, namun kebakaran tahun 2015 juga boleh disebut cukup parah baik dari sisi luasan lahan yang terbakar, waktu kebakaran dan kerugian materiil. Di Jambi misalnya, luas lahan gambut yang terbakar hingga mencapai 33.000 hektar dalam kurun waktu 2 pekan (Kompas, 9 September 2015). Demikian pula untuk kebakaran di Kalimantan Tengah yang mencapai areal seluas 1.220,40 hektar WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Keterpaduan Dalam Penganan Kebakaran 1

TABEL 1 : 8 PROPINSI DENGAN LUAS KEBAKARAN HUTAN/LAHAN TERBESAR DI TAHUN 2015 No Propinsi Luas Lahan (ha) 2013 2014 2015 1 Jambi 199,10 3.470,61 2.217,00 2 Riau 1.077,50 6.301,10 2.643,00 2 Sumatera Selatan 484,15 8.504,86 476,57 3 Jawa Barat 252,80 552,69 1.029,70 4 Jawa Timur 1.352,14 4.975,32 553,30 5 Kalimantan Barat 22,70 3.556,10 995,32 6 Kalimantan Selatan 417,50 341,00 185,70 7 Kalimantan Tengah 3,10 4.022,85 1.220,40 8 Sumatera Utara 295,40 3.219,90 146,00 Sumber : Kementerian KLHK 2015 MASALAH DAN TANTANGAN Sekalipun juga melanda banyak negara, namun dalam perspektif politik peristiwa kebakaran hutan selama ini menggambarkan ketidakmampuan Indonesia dimata dunia Internasional dalam mengatasi masalah kebakaran yang terus berulang terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2015 tercatat lebih dari 23 ribu titik panas di seluruh wilayah Indonesia (dari Satelit Terra dan Aqua) yang tersebar di 11 provinsi. Total titik panas terbanyak terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah (rata-rata 11.000) disusul kemudian Sumsel (rata-rata 10.000), Riau, Papua, Kalbar, dan Jambi (sekitar 3.000). Enam provinsi tersebut terpantau titik panas diatas 4.000 titik panas sampai akhir Agustus 2015. Titik panas di 11 provinsi semakin meningkat seiring dengan musim kemarau yang panjang dibanding tahun sebelumnya. Kebakaran umumnya mulai muncul dan marak ketika di bulan Juni. Hanya untuk Riau dimana periode kebakaran terjadi 2 kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari-Maret dan Juli-September. Indonesia sudah berkomitmen pada dunia Internasional untuk menurunkan emisi gas rumah kaca 26% melalui usaha sendiri dan 41% dengan bantuan Internasional sampai tahun 2020. Dengan kondisi kebakaran hutan dan lahan yang tidak banyak perubahan dari tahun ke tahun, bahkan bertambah parah, maka target yang dicanangkan pemerintah dikuatirkan tidak tercapai. Padahal pencegahan kebakaran hutan dan lahan merupakan bentuk intervensi yang perlu ditempuh untuk mengurangi emisi, khususnya yang berasal dari sektor kehutanan dan lahan gambut (Perpres No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca). Sebagai wilayah yang tertinggi tingkat kebakarannya, areal kebakaran di Kalimantan Tengah meluas hampir disemua wilayah Kabupaten dengan titik api yang berbeda. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015 menunjukan bahwa dari 14 Kabupaten, maka terdapat 5 kabupaten dengan titik api yang paling besar dan areal yang terbakar cukup luas yaitu : WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Keterpaduan Dalam Penganan Kebakaran 2

No Kabupaten Bulan dan Titik Api Tahun 2015 Agustus September Oktober 1 Kapuas 661 1.782 2.213 2 Katingan 280 803 1.540 3 Kotawaringin Timur 871 1.533 1.022 4 Pulang Pisau 1.224 3.803 2.507 5 Seruyan 576 1.524 1.728 Berbagai kajian terkait dengan penyebab kebakaran di Indonsesia menyimpulkan bahwa aktivitas manusia dipandang sebagai penyebab utama kebakaran hutan dan lahan. Hal ini terkait dengan perilaku warga dalam pengelolaan lahan yang masih menjadikan api sebagai alat yang murah, mudah dan cepat menjadi inti dari penyebab kebakaran. Disamping ada faktor-faktor lain yang berbeda antar daerah terkait dengan motif dan bentuknya. Misal saja, masalah penguasaan dan konflik lahan, konversi lahan ke perkebunan. Namun faktor yang berkontribusi besar dalam kebakaran adalah kebijakan tentang tata guna lahan yang masih tidak konsisten dijalankan. Bahkan ada aturan yang mendorong adanya aktivitas pembakaran lahan seperti Peraturan Gubernur Kalimantan Tengah No.15 tahun 2010 yang subtansinya kegiatan membakar hutan dimungkinkan dan diberikan izin. Dampak kebakaran sangat luar biasa bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama yang tinggal di kawasan. Hasil studi dampak kebakaran hutan di Kalimantan Tengah yang dilakukan Proyek USAID LESTARI Tahun 2015 menunjukkan luas lahan terbakar di lokasi kerja proyek, Lanskap Katingan-Kahayan, mencapai 304.113 ha. Kerugian ekonomi yang dialami oleh perkebunan karet rakyat mencapai Rp. 821 juta atau Rp. 7,5 juta per ha. Selain itu, produksi dari tanaman pertanian dan kebun turun hingga 40%. Sehingga sekitar 75% pendapatan warga mengalami penurunan yang signifikan. Pada sisi lain, biaya kesehatan akibat sesak nafas dan pernafasan, pusing, diare dan lainnya meningkat hingga 207%. Kerugian ekonomi yang dialami oleh perkebunan karet rakyat mencapai Rp. 821 juta atau Rp. 7,5 juta per ha. Selain itu, produksi dari tanaman pertanian dan kebun turun hingga 40%. Sehingga sekitar 75% pendapatan warga mengalami penurunan yang signifikan. Pada sisi lain, biaya kesehatan akibat sesak nafas dan pernafasan, pusing, diare dan lainnya meningkat hingga 207%. Temuan dari Studi Proyek USAID LESTARI juga menunjukan bahwa kebakaran lahan ini juga semakin menambah jumlah warga miskin. Rumah tangga dengan penghasilan bulanan ratarata Rp 1-2 juta perbulan mengalami penurunan hingga 75%. Hal ini berlangsung hingga tanaman baru mulai menghasilkan kembali. Dampak lain yang cukup parah adalah aspek kesehatan. Misal saja angka diare dimana dari 4.377 kasus meliputi 1.843 kasus di Katingan, 1.287 di Pulang Pisau, dan 1.247 kasus di Palangka Raya. Termasuk akibat kabut asap ini juga menimbulkan penurunan kualitas air. REKOMENDASI KEBIJAKAN Kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah pada tahun 2015 (April-Oktober) telah menimbulkan kerugian yang luar biasa secara WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Keterpaduan Dalam Penganan Kebakaran 3

sosial, ekonomi dan lingkungan. Laporan Bank Indonesia menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi tahunan di Provinsi Kalimantan Tengah sebesar 0,04-0,10% (September, 2015). Nyaris 100% kebakaran disebabkan oleh faktor manusia dan konversi lahan gambut menjadi kegiatan pertanian dan perkebunan. Dalam mencegah kebakaran, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan penghentian izin baru untuk konsesi penggunaan lahan gambut sebagai areal pertanian dan perkebunan. Disamping kebijakan penghentian izin baru untuk konversi lahan gambut dan tata guna lahan dan sistem pengairan yang belum efektif, maka penyebab lain dari semakin meningkatnya lahan yang terbakar adalah keterpaduan antar instansi yang lemah baik dalam pencegahan maupun pemadaman kebakaran. Untuk itu, Pemerintah perlu mendorong terwujudnya Keterpaduan Penanganan Kebakaran (Integrated Fire Management atau IFM). Secara umum, konsep IFM mencakup unsur-unsur berikut : 1. IDE DASAR IFM Sekalipun sumberdaya untuk mencegah kebakaran dewasa ini telah tersedia mulai dari teknologi informasi, sarana dan dana serta personil. Namun acapkali para pihak bekerja tanpa koordinasi. Itupun dilakukan hanya untuk pemadaman api. Sementara kegiatan pencegahan sendiri nyaris kurang banyak dilakukan. Karenanya dibutuhkan pendekatan holistik untuk pengelolaan kebakaran di mana semua pihak (instansi pemerintah, swasta dan masyarakat) perlu bersinergi dan bersama dan saling mendukung selama pencegahan, pemada-man dan pemulihan kebakaran mengingat (a). Api tidak dapat dikelola oleh satu badan tunggal atau pemilik lahan, dan (b). Api merupakan tanggung jawab bersama seluruh pengelola lahan di sektor publik dan sektor swasta, baik pemegang kecil dan pemilik lahan besar. 2. PRINSIP-PRINSIP IFM Keberhasilan dalam penerapan IFM ini mensyaratkan adanya dua kebutuhan utama yang harus dipenuhi yaitu : Pertama, kesediaan dari semua pihak untuk bekerja sama pada kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran secara kooperatif dan kolaboratif, dan Kedua, sebuah gugus tugas atau komite yang dapat berperan dalam melakukan kegiatan pengawasan dan menciptakan kekuatan yang mampu mendorong terciptanya kolaborasi. Ini harus ditekankan bahwa beban pengelolaan kebakaran tidak harus ditempatkan pada pundak salah satu lembaga, swasta perusahaan, kelompok masyarakat dan pemerintah, melainkan harus dibagi secara proporsional sesuai dengan kemampuan dan sumberdaya masing-masing pihak. 3. KETERKAITAN IFM DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Masyarakat setempat merupakan pihak yang paling utama terkena dampak negatif dari kebakaran dan sekaligus dianggap sebagai pihak yang mengetahui penyebab kebakaran. Selain itu, masyarakat (adat) juga memiliki pengetahuan dan ketrampilan serta kelembagaan dalam mengendalikan kebakaran. Dengan demikian, kebijakan dalam penanganan kebakaran mutlak melibatkan masyarakat mulai dari pencegahan hingga pemulihan. Sehingga masyarakat tidak menjadi apatis dengan meninggalkan lokasi karena beranggapan bahwa pemadaman kebakaran hutan adalah urusan pemerintah. Secara operasional skema keterkaitan antara konsep keterpaduan pengendalian kebakaran dengan partisipasi masyarakat dapat dilihat pada skema dibawah ini. WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Keterpaduan Dalam Penganan Kebakaran 4

PENDEKATAN IFM UNTUK LESTARI USAID LESTARI akan memanfaatkan kerangka Keterpaduan Penanganan Kebakaran (IFM) dan Pengendalian Kebakaran Berbasis Masyarakat ( CBFiM ) secara bersamaan. Dimana kerangka kerja IFM akan dicirikan dengan melihat dan mendasarkan fakta kebakaran di suatu bentang alam sebagai dasar perencanaan kegiatan dalam skala di tingkat kecamatan. Sementara kerangka CBFiM akan dicirikan dengan mengoptimalkan informasi dan wawasan masyarakat sebagai dasar penyusun rencana kegiatan. KETERPADUAN PENANGANAN KEBAKARAN (IFM) PENGENDALIAN KEBAKARAN BERBASIS MASYARAKAT (CBIFM) Analisa Peristiwa Kebakaran Kajian penyebab dan perilaku api. Menjelaskan ciri, jenis dan sumber api, sejarah dan pengulangan, Analisa Dampak Kebakaran Dampak terhadap masyarakat dan makhluk lain yang bernilai; kelangsungan sumber penghidupan, sosial budaya, ekonomi, ekologi lingkungan Analisa Konteks Menganalisis pola penggunaan lahan saat ini dan yang direncanakan serta memprediksi kejadian dan dampak perubahan Tahapan strategi dan rencana IFM Pencegahan Persiapan Tindakan aksi Pemulihan Persetujuan dan Anggaran Termasuk dukungan dari Pemerintah/Swasta untuk anggaran dan sumber daya yang sesuai dalam melaksanakan kegiatan Pengaturan pertemuan pendahuluan (pemerintah, swasta dan masyarakat) Forum Multi Pihak (Multi-Stakeholder Forum/MSF) Penjajagan Kebakaran dan Mata Pencaharian Diskusi terkait dengan Aset Mata Pencaharian dengan Kebakaran termasuk soal dampak kebakaran terhadap kekayaan dan sumber penghidupan masyarakat, waktu kebakaran, dll. Alat yang dapat digunakan antara lain pemetaan desa, peta pembangunan dan transek. Analisa terhadap kerentanan dan ketahanan dalam kekayaan dan sumber penghidupan Rencana Aksi Masyarakat Aksi pengendalian kebakaran di tingkat lokal yang dikaitkan dalam rencana IFM pemerintah lokal sebagai inisiatif bersama Sosialisasi dan rencana kerja di lapangan sekaligus untuk membangun keterlibatan dan rasa pemilikan masyarakat terhadap kegiatan. Publikasi ini dibuat dengan dukungan dari Rakyat Amerika Serikat melalui United States Agency for International Development (USAID). Isi dari publikasi ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Tetra Tech dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat. WWW.LESTARI-INDONESIA.ORG USAID LESTARI Keterpaduan Dalam Penganan Kebakaran 5