BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu unik yang mempunyai kebutuhan sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter dan tenaga

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dalam perawatan atau

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

HUBUNGAN PENERAPAN ATRAUMATIC CARE DENGAN STRES HOSPITALISASI PADA ANAK DI RUANG ANAK RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA KABUPATEN ACEH UTARA TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

BAB l PENDAHULUAN. peningkatan jumlah anak di Indonesia. Hal ini memberi konsekuensi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HOSPITALISASI. NS. Apriyani Puji Hastuti, S.Kep

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB 1 PENDAHULUAN. 2004). Hospitalisasi sering menjadi krisis utama yang harus dihadapi anak,

BAB 1 PENDAHULUAN. kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (i nternal) dan faktor lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. kehamilan sampai dengan usia 18 tahun (IDAI, 2014). Anak merupakan individu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. asuhan keperawatan yang berkesinambungan (Raden dan Traft dalam. dimanapun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi dipandang sebagai miniatur orang dewasa, melainkan sebagai

Lilis Maghfuroh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR.

KONSEP HOSPITALISASI. BY: NUR ASNAH, S.Kep.Ns.M.Kep

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit dan dirawat di rumah sakit khususnya bagi anak-anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. anak (Morbidity Rate) di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasiolnal

Setiap bayi memiliki pola temperamen yang berbeda beda. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

KENDALI STRES MENGHADAPI HOSPITALISASI PADA ANAK USIA PRA- SEKOLAH MELALUI TERAPI MEWARNAI

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dunia, seperti yang disampaikan oleh UNICEF sebagai salah. anak, perlindungan dan pengembangan anak (James, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. spesifik dan berbeda dengan orang dewasa. Anak yang sakit. hospitalisasi. Hospitalisasi dapat berdampak buruk pada

BAB III METODE PENELITIAN. kemudian menelaah dua variabel pada suatu situasi atau. sekelompok subjek. Hal ini dilakukan untuk melihat hubungan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. yang mengharuskan mereka dirawat di rumah sakit (Pieter, 2011). Berdasarkan survei dari Word Health Organization (WHO) pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat,

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindari dalam waktu yang bervariasi. (Stuard & Sundeen, 1995).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 mendefinisikan sehat

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Adapun konseptual yang akan dibahas dalam bab ini adalah. 5. Kekuatan keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan anak

DEFENISI HOSPITALISASI Suatu keadaan sakit dan perlu dirawat di Rumah Sakit yang terjadi pada anak maupun keluarganya

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut menjadi faktor stressor bagi anak baik terhadap anak maupun orang tua

SKRIPSI. Oleh : EKAN FAOZI J Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. memperkecil distres psikologis dan fisik yang diderita oleh anak-anak dan

BAB I PENDAHULUAN. Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan pengalaman

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan anak telah mengalami pergeseran yang sangat mendasar, anak sebagai

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN TERAPI BERMAIN

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Atraumatic Care

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat anak dirawat di rumah sakit, dampak. hospitalisasi pada anak dan keluarga tidak dapat dihindarkan.

BAB I PENDAHULUAN. individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan

TEKNIK ORANG KETIGA DENGAN EKSPLORASI PERASAAN ANAK USIA SEKOLAH SELAMA DIRAWAT DI RSUD Dr.PIRNGADI MEDAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera utara

KONSEP PERSPEKTIF KEPERAWATAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. mengurus anak, dan kerap kali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. diatasi. Bagi anak usia prasekolah (3-5 tahun) menjalani hospitalisasi dan

Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes 3

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL

BAB 1 PENDAHULUAN. praktek dokter gigi memiliki suasana dan peralatan yang asing, dan terlebih lagi

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Anak 2.1.Pengertian Anak Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang cepat dan juga adakalanya perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola koping yang dimiliki anak hamper sama dengan konsep diri yang dimiliki anak. Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat kita lihat pada saat bayi anak menangis.salah satu pola koping yang 6

dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku social pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku social yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Azis, 2005). Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks yang terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Lebih jauh, anak juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang dewasa, dan memiliki pengalaman yang terbatas, yang memengaruhi pemahaman dan persepsi mereka mengenai dunia. Awitan penyakit bagi mereka seringkali mendadak, dan penurunan dapat berlangsung dengan cepat. Faktor kontribusinya adalah sistem pernapasan dan kardiovaskular yang belum matang, yang memiliki cadangan lebih sedikit dibandingkan orang dewasa, serta memiliki tingkat metabolisme yang lebih cepat, yang memerlukan curah jantung lebih tinggi, pertukaran gas yang lebih besar dan asupan cairan serta asupan kalori yang lebih tinggi per kilogram berat badan dibandingkan orang dewasa. Kerentanan terhadap ketidakseimbangan cairan pada anak adalah akibat jumlah dan distribusi cairan tubuh. Tubuh anak terdiri dari 70-75% cairan, dibandingkan dengan 57-60% cairan pada orang dewasa. Pada anak-anak, sebagian besar cairan ini berada di

kompartemen cairan ekstrasel dan oleh karena itu cairan ini lebih dapat diakses. Oleh karena itu kehilangan cairan yang relatif sedang dapat mengurangi volume darah, menyebabkan syok, asidosis dan kematian (Slepin, 2006). 2.2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial. Namun, sebagian orang tua belum memahami hal ini, terutama orang tua yang mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah. Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak tidak mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sering kali para orang tua mempunyai pemahaman bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang sama ( Nursalam, 2005). 2.2.1. Pertumbuhan Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel. Adanya multiflikasi dan pertambahan ukuran sel berarti ada pertambahan secara kuantitatif dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu bertemunya sel telur dan sperma hingga dewasa (IDAI, 2000). Jadi, pertumbuhan lebih ditekankan pada bertambahnya ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti bertambahnya ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala. Pertumbuhan pada masa

anak-anak mengalami perbedaan yang bervariasisesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara umum, pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki. Kematangan pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu, kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah. Pada masa fetal pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total panjang badan. Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara teratur. Pada usia dua tahun, besar kepala kurang dari seperempat panjang badan keseluruhan, sedangkan ukuran ekstremitas bawah lebih dari seperempatnya. 2.2.2. Perkembangan Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel, jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI, 2000). Dengan demikian, aspek perkembangan ini bersifat kualitatif, yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda di sekelilingnya serta kematangan emosi dan sosial anak. 2.3. Prinsip-prinsip Keperawatan Anak Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Perawat harus

memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip yang berbeda dalam penerapan asuhan. Di antara prinsip dalam asuhan keperawatan anak tersebut adalah: Pertama, anak bukan miniature orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik. Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang dewasa melainkan anak sebagai individu yang unik yang mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan. Pola-pola inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja tetapi kemampuan dan kematangannya. Kedua, anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur, dan lain-lain. Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu yang juga membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan spiritual. Hal tersebut dapat terlihat pada tahap usia tumbuh kembang anak. Pada saat yang bersamaan perlu memandang tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak. Ketiga, pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya mengobati anak yang sakit. Upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak, mengingat anak adalah generasi penerus bangsa.

Keempat, keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan anak. Kelima, praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal). Keenam, tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai mahluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan masyarakat. Ketujuh, pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak (Azis, 2005). 2.4. Peran Perawat Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan diri seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Hidayat, 2006). Sedangkan menurut Kozier dan Barbara (1995) yang dikutip dari Mubarak (2006), mendefinisikan peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system.peran dipengaruhi oleh keadaan social dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil.peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seseorang pada situasi social tertentu (Mubarak, 2006).

Peran perawat adalah cara untuk mengatasi aktifitas perawat dalam praktik,dimana telah menyelesaikan pendidiksan formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai dengan kode etik profesionalnya.dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan (Mubarak, 2006).Sedangkan menurut supartini (2004) Perawat adalah salah satu tim kesehatan yang bekerja dengan anak dan orang tua. Beberapa peran penting seorang perawat anak, yaitu: sebagai pembela, pendidik, konselor, kordinator, pembuat keputusan etik, perencana kesehatan, dan peneliti Sebagai pembela, perawat dituntut sebagai pembela bagi keluarganya pada saat mereka membutuhkan pertolongan tidak dapat mengambil keputusan/ menentukan pilihan, dan menyakinkan keluarga untuk menyadari pelayanan yang tersendiri, pengobatan/ dan prosedur yang dilakukan dengan cara melibatkan keluarga. Sebagai pendidik, perawat berperan sebagai pendidik baik secara langsung dengan memberikan penyuluhan/ pendidikan kesehatan pada orangtua anak maupun secara tidak langsung dengan menolong orangtua/ anak memahami pengobatan dan perawatan anaknya. Sebagai konselor, perawat dapat member konseling keperawatan ketika anak dan orangtuanya membutuhkan. Sebagai kordinator, perawat berada pada posisi kunci untuk menjadi kordinator pelayanan kesehatan karena 24 jam berada di samping pasien. Sebagai pembuat keputusan etik, perawat dituntut untuk dapat berperan sebagai pembuat keputusan etik dengan berdasarkan pada nilai moral yang

diyakini dengan menekankan pada hak pasien untuk mendapat otonomi, menghadapi hal-hal yang merugikan pasien, dan keuntungan asuhan keperawatan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebagai perencana kesehatan, perawat harus bias merumuskan rencana pelayanan kesehatan di tingkat kebijakan (Supartini, 2004). 2.5. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik dan penuh stress (Supartini, 2004). Berbagai perasaan yang sering muncul pada anak, yaitu cemas, marah, sedih, takut, dan rasa bersalah (Wong, 2000). Perasaan tersebut dapat timbul karena menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa tidak aman dan tidak nyaman, perasaan kehilangan sesuatu yang biasa dialaminya, dan sesuatu yang dirasakannya menyakitkan. Apabila anak stress selama dalam perawatan, orang tua menjadi stres pula, dan stres orang tua akan membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2000). 2.6. Dampak Hospitalisasi Pada Anak Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor,

baik faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak bersifat langsung terhadap anak, secara fisiklogis anak akan merasakan perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan (Marks, 1998). Anak menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu menurunnya respon imun. Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Ader (1885) bahwa pasien yang mengalami kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan system imun (Subowo, 1992). Pasien anak akan merasa nyaman selama perawatan dengan adanya dukungan social keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, pasien anak yang dirawat di rumah sakit masih sering mengalami stres hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap pengobatan, asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan. Fakta tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawat dalam pengelolah asuhan keperawatan (Nursalam, 2005) 2.7. Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi Seperti telah dikemukakan di atas, anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap pengalaman hospitalisasi. Reksi tersebut bersifat individual, dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan

kemampuan koping yang dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan anak. 2.7.1. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun) Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan. 2.7.2. Masa Todler (2 sampai 3 tahun) Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain

dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya pembatasan terhadap pergerakannya, anak akan kehilangan kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasive, seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya, dan memukul.walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengomunikasikan rasa nyerinya. 2.7.3. Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun) Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya

mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan katakata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua. 2.7.4. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun) Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat. 2.7.5. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun) Anak usia remaja memersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul

terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang lain (Supartini,2004). 2.8. Pencegahan Dampak Hospitalisasi Dirawat di rumah sakit bisa menjadi sesuatu yang menakutkan dan pengalaman yang mengerikan bagi anak-anak. Anak seringkali mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan selama di rumah sakit, mulai dari lingkungan rumah sakit yang asing, serta pengobatan maupun pemeriksaan yang kadang kala menyakitkan bagi si anak. Oleh karena itu, peran perawat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan dampak tersebut. 2.8.1. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dari keluarga Dampak perpisahan dari keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih sayang, gangguan ini akan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. 2.8.2. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak mampu mandiri dalam kehidupannya. Anak akan selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala hal. Serta

pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi perawatan anak. 2.8.3. Mencegah atau mengurangi cedera (injury) dan nyeri (dampak psikologis) Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. 2.8.4. Tidak melakukan kekerasan pada anak Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila ini terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak. 2.8.5. Modifikasi Lingkungan Fisik Melalui modifikasi lingkungan fisik yang bernuansa anak dapat meningkatkan keceriaan, perasaan aman, dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya (Aziz, 2005).