BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. permasalahan ini. Perbedaannya terletak pada proporsi atau besar kecilnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Individu yang hidup pada era modern sekarang ini semakin. membutuhkan kemampuan resiliensi untuk menghadapi kondisi-kondisi

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

BAB I PENDAHULUAN. syndrome, hyperactive, cacat fisik dan lain-lain. Anak dengan kondisi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tekanan internal maupun eksternal (Vesdiawati dalam Cindy Carissa,

Menurut Benard (1991), resiliensi memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan pria dan wanita. Menurut data statistik yang didapat dari BKKBN,

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Resiliensi pada Ibu yang Memiliki Anak Autis Penulisan Ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merawat dan memelihara anak-anak yatim atau yatim piatu. Pengertian yatim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. A. Resiliensi. bahasa resiliensi merupakan istilah bahasa inggris

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. coba-coba (bereksperimen) untuk mendapatkan rasa senang. Hal ini terjadi karena

BAB II KERANGKA TEORI

BAB I PENDAHULUAN. laku serta keadaan hidup pada umumnya (Daradjat, 1989). Pendapat tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tipe Kepribadian Tangguh (Hardiness) Istilah kepribadian ( personality) berasal dari bahasa Yunani kuno, persone

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN RESILIENSI PADA REMAJA PERTENGAHAN PASCA PUTUS CINTA DI SMAN 20 BANDUNG

RESILIENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI YANG TERLAMBAT MENYELESAIKAN SKRIPSI DI UNIVERSITAS X

BAB V PEMBAHASAN. program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya, pengertian kejahatan dan kekerasan memiliki banyak definisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Motivasi Berprestasi Pada Atlet Sepak Bola. Menurut McClelland (dalam Sutrisno, 2009), motivasi berprestasi yaitu

"#% tahun untuk membuka diri dan melakukan pemulihan bagi kesehatannya, subjek AA sudah 5 tahun hidup sebagai ODHA dan masih berusaha untuk memaafkan

juga kelebihan yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

RESILIENSI PENGUNGSI KONFLIK SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

Resiliensi Seorang Wanita Dalam Menghentikan Perilaku Merokok dan Minum Alkohol HELEN YOHANA SIRAIT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

RESILIENSI PADA PENYANDANG TUNA DAKSA PASCA KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. itu secara fisik maupun secara psikologis, itu biasanya tidak hanya berasal

BAB I PENDAHULUAN. media yang digunakan oleh manusia dalam bertukar ide dan berbagai informasi. Saat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khaulah Marhamah, 2014

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti asuhan merupakan lembaga yang bergerak dibidang sosial untuk

2016 PROSES PEMBENTUKAN RESILIENSI PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB II KAJIAN TEORI. kurang dari 40% dari tingkat tinggi mengalami kelelahan. Didunia kerja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. RESILIENSI. Kata resiliensi berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggris

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehidupan memberikan banyak pembelajaran bagi manusia. Pembelajaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia pasti memiliki masalah dalam hidup. Kita juga pernah

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi. dalam kehidupan, mampu bertahan dalam keadaan tertekan, dan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB II LANDASAN TEORI. Shatte dan Reivich (2002) mneyebutkan bahwa resilience adalah kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Semakin banyaknya orang yang ingin menjaga kondisi tubuhnya

Perkembangan Sepanjang Hayat

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB II LANDASAN TEORI

SELF CONTROL Dr D a r. R a R ha h y a u u G i G ni n nt n asa s si s, M. M Si

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kontrol Diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Resiliensi Pada Mahasiswa Tahun Pertama Program Kelas Karyawan

BAB V HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sehingga dapat menurunkan kualitas hidup individu. Salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 15% dari seluruh kanker pada wanita. Di beberapa negara menjadi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

HUBUNGAN ANTARA KEBERSYUKURAN DENGAN EFIKASI DIRI PADA GURU TIDAK TETAP DI SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyandang tuna rungu adalah bagian dari kesatuan masyarakat Karena

BAB II LANDASAN TEORI

PSIKOLOGI PELATIHAN FISIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia semakin

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Penyesuaian Diri LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

EMOSI DAN SUASANA HATI

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. melakukan kajian expost factor yang bertujuan untuk melihat hubungan antara

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kenaikan jumlah penumpang secara signifikan setiap tahunnya. Tercatat hingga

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

PROGRAM INTERVENSI BIBLIOCOUNSELING (MEMBACA BUKU, MENONTON FILM, MENDENGARKAN CERITA) UNTUK MENINGKATKAN RESILIENSI REMAJA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Resiliensi 1. Pengertian Resiliensi Reivich dan Shatte (2000) menyatakan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk bertahan, beradaptasi terhadap sesuatu yang menekan, mampu mengatasi dan melalui, serta mampu untuk pulih kembali dari keterpurukan. Sedangkan Hildayani (2005) menyatakan resiliensi atau ketangguhan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh individu dan dengan kemampuan tersebut, individu mampu bertahan dan berkembang secara sehat serta menjalani kehidupan secara positif dalam situasi yang kurang menguntungkan dan penuh dengan tekanan. Resiliensi adalah kemampuan manusia untuk menghadapi, mengatasi, dan menjadi kuat atas kesulitan yang dialaminya (Grotberg dalam Dipayanti, 2012). Menurut Siebert (2005), resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi perubahan yang mengganggu dengan baik, mempertahankan kesehatan dan energi ketika berada di bawah kondisi tekanan, bangkit kembali dengan mudah dari suatu kemunduran, mengatasi kesulitan, merubah gaya hidup dan gaya cara yang lama tidak mungkin lagi digunakan, dan tidak melakukan semua kemampuan di atas dengan cara yang disfungsional dan berbahaya. Ahli lainnya mendefinisikan resiliensi sebagai kemampuan individu untuk bangkit kembali atau kembali dalam

10 keadaan normal setelah menghadapi kesulitan tertentu, Fraser (dalam Jacqueline L & Mc Adam, 2006). Pendapat lainnya mengemukakan bahwa resiliensi dapat dicirikan yang pertama sebagai kemampuan untuk kembali segera dari pengalaman emosi negatif, dan yang kedua adaptasi yang fleksibel terhadap permintaan perubahan dari pengalaman-pengalaman yang penuh tekanan, (Bohanno, 2005; Maddi & Kosaba, 2005; Tugade & Frederickson, 2004, dalam Sholichatua, 2008). Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk kembali segera ( to bounce back) dalam menghadapi dan mengatasi situasi yang berisiko dan penuh tekanan melalui pertahanan kompetensi yang dimiliki serta adaptasi yang positif dan fleksibel terhadap perubahan dari pengalaman yang penuh tekanan. 2. Fungsi Resiliensi Penelitian tentang resiliensi hanya mencakup bidang yang kecil dan digunakan oleh beberapa profesional seperti psikolog, psikiater, dan sosiolog. Penelitian mereka berfokus pada anak-anak dan mengungkapkan kepada kita tentang karakteristik orang dewasa yang resilien (Reivich & Shatte, 2002). Sebuah penelitian telah menyatakan bahwa manusia dapat menggunakan resiliensi untuk hal-hal berikut ini (Reivich & Shatte, 2002). a. Mengatasi (Overcoming) Dalam kehidupan terkadang manusia menemui kesengsaraan, masalahmasalah yang menimbulkan stres yang tidak dapat untuk dihindari. Oleh

11 karenanya manusia membutuhkan resiliensi untuk menghindar dari kerugiankerugian yang terjadi akibat dari hal-hal yang tidak menguntungkan tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menganalisa dan mengubah cara pandang menjadi lebih positif dan meningkatkan kemampuan untuk mengontrol kehidupan kita sendiri. Sehingga, kita tetap dapat termotivasi, produktif, terlibat, dan bahagia meskipun dihadapkan pada berbagai tekanan di dalam kehidupan. b. Mengendalikan (Steering through) Setiap orang membutuhkan resiliensi untuk menghadapi setiap masalah, tekanan, dan setiap konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Orang yang resilien akan menggunakan sumber dari dalam dirinya sendiri untuk mengatasi setiap masalah yang ada, tanpa harus merasa terbebani dan bersikap negatif terhadap kejadian tersebut. Orang yang resilien dapat membantu serta mengendalikan dirinya dalam menghadapi masalah sepanjang perjalanan hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa unsur esensi dari steering through dalam stres yang bersifat kronis adalah self-efficacy yaitu keyakinan terhadap diri sendiri bahwa kita dapat menguasai lingkungan secara efektif dapat memecahkan berbagai masalah yang muncul. c. Efek kembali (Bouncing back) Beberapa kejadian merupakan hal yang bersifat traumatik dan menimbulkan tingkat stres yang tinggi, sehingga diperlukan resiliensi yang lebih tinggi dalam menghadapi dan mengendalikan diri sendiri. Kemunduran yang dirasakan biasanya begitu ekstrim, menguras secara emosional, dan membutuhkan resiliensi dengan cara bertahap untuk menyembuhkan diri. Orang yang resilien

12 biasanya menghadapi trauma dengan tiga karakteristik untuk menyembuhkan diri. Mereka menunjukkan task-oriented coping style dimana mereka melakukan tindakan yang bertujuan untuk mengatasi kemalangan tersebut, mereka mempunyai keyakinan kuat bahwa mereka dapat mengontrol hasil dari kehidupan mereka, dan orang yang mampu kembali ke kehidupan normal lebih cepat dari trauma mengetahui bagaimana berhubungan dengan orang lain sebagai cara untuk mengatasi pengalaman yang mereka rasakan. d. Menjangkau (Reaching out) Resiliensi, selain berguna untuk mengatasi pengalaman negatif, stres, atau menyembuhkan diri dari trauma, juga berguna untuk mendapatkan pengalaman hidup yang lebih kaya dan bermakna serta berkomitmen dalam mengejar pembelajaran dan pengalaman baru. Orang yang berkarakteristik seperti ini melakukan tiga hal dengan baik, yaitu tepat dalam memperkirakan risiko yang terjadi; mengetahui dengan baik diri mereka sendiri; dan menemukan makna dan tujuan dalam kehidupan mereka. 3. Aspek aspek Resiliensi Menurut Reivich dan Shatte (2002), terdapat tujuh aspek kemampuan dalam resiliensi. Adapun tujuh aspek kemampuan tersebut adalah sebagai berikut: a. Regulasi Emosi Regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tetap tenang dalam kondisi yang penuh tekanan. Individu yang resilien menggunakan serangkaian keterampilan yang telah dikembangkan untuk membantu mengontrol emosi,

13 atensi, dan perilakunya. Kemampuan regulasi penting untuk menjalin hubungan interpersonal, kesuksesan kerja, dan mempertahankan kesehatan fisik. Tidak setiap emosi harus diperbaiki atau dikontrol. Ekspresi emosi secara tepatlah yang menjadi bagian dari resiliensi. b. Kontrol Impuls Kontrol impuls adalah kemampuan untuk mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam diri dan menunda kepuasan. Kontrol impuls berkaitan erat dengan regulasi emosi. Individu dengan kontrol impuls yang kuat, cenderung memiliki regulasi emosi yang rendah cenderung menerima keyakinan secara impulsif, yaitu suatu situasi sebagai kebenaran dan bertindak atas dasar hal tersebut. Kondisi ini seringkali menimbulkan konsekuensi negatif yang dapat menghambat resiliensi. c. Optimisme Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Individu akan merasa yakin bahwa berbagai hal dapat berubah menjadi lebih baik. Individu tersebut juga memiliki harapan terhadap masa depan dan percaya akan dapat mengontrol arah kehidupan dengan baik. Dibandingkan orang yang pesimis, individu yang optimis lebih sehat secara fisik., cenderung tidak mengalami depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih produktif dalam bekerja, dan lebih berprestasi dalam olahraga. Hal ini merupakan fakta yang ditunjukkan oleh ratusan studi yang terkontrol dengan baik. d. Analisis Kausal Analisis kausal merupakan istilah yang merujuk pada kemampuan individu untuk secara akurat mengidentifikasikan penyebab penyebab dari permasalahan

14 mereka. Jika seseorang tidak mampu untuk memperkirakan penyebab dari permasalahannya secara akurat, maka individu tersebut akan membuat kesalahan yang sama. e. Empati Empati menggambarkan sebaik apa seseorang dapat membaca petunjuk dari orang lain berkaitan dengan kondisi psikologis dan emosional orang tersebut. Beberapa individu dapat menginterpretasikan perilaku non verbal orang lain, seperti ekspresi wajah, nada suara, bahasa tubuh, serta menetukan apa yang dipikirkan dan dirisaukan orang tersebut. Ketidakmampuan dalam hal ini akan berdampak dalam kesuksesan bisnis dan menunjukkan perilaku non resilien. f. Self-Efficacy Self-Efficacy menggambarkan keyakinan seseorang bahwa ia dapat memecahkan masalah yang di alaminya dan keyakinan seseorang terhadap kemampuannya untuk mencapai kesuksesan. Dalam lingkungan kerja, seseorang yang memiliki keyakinan terhadap dirinya untuk memecahkan masalah muncul sebagai pemimpin. g. Pencapaian Pencapaian menggambarkan kemampuan seseorang untuk meningkatkan aspek positif dalam diri. Dalam hal ini terkait dengan keberanian seseorang untuk mencoba mengatasi masalah ataupun melakukan hal hal yang berada di luar batas kemampuan (berani mengambil resiko). Individu yang resilien menganggap masalah sebagai suatu tantangan bukan ancaman.

15 Sementara itu menurut Sarafino (dalam Dewi, 2004) individu yang memiliki resiliensi ditandai dengan : 1. Memiliki tempramen yang lebih tenang, sehingga mampu menciptakan hubungan yang baik dengan keluarga dan lingkungan. 2. Memiliki kemampuan yang baik untuk bangkit dari tekanan dan berusaha untuk mengatasinya. Menurut Grotberg (dalam Dewi, 2004), individu yang memiliki resiliensi adalah individu yang memiliki: 1. Kemampuan untuk mengendalikan perasaan dan dorongan dalam hati. 2. Memiliki kemampuan untuk dapat bangkit dari masalah dan berusaha untuk mengatasinya. 3. Mandiri dan mudah mengambil keputusan berdasarkan pemikiran dan inisiatif dan memiliki empati dan sikap kepedulian yang tinggi terhadap sesama. Dari beberapa pendapat tentang ciri-ciri individu yang memiliki resiliensi dapat disimpulkan bahwa individu yang memliki resiliensi memiliki kemampuan untuk mengendalikan perasaan dan mampu mengekspresikannya secara nyaman. Dengan demikian para individu tersebut mampu mengambil keputusan yang realistik dan tetap bersikap optimis. Individu tetap juga memiliki sifat peduli terhadap sesama.

16 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Menurut Reisnick, dkk (2011), terdapat empat faktor yang mempengaruhi resiliensi pada individu, yaitu: a. Self-Esteem Memiliki self-esteem yang baik pada masa individu dapat membantu individu dalam mengahadapi kesengsaraan. b. Dukungan Sosial (social support) Dukungan sosial sering dihubungkan dengan resiliensi bagi meraka yang mengalami kesulitan dan kesengdsaraan akan meningkatkan resiliensi dalam dirinya ketika pelaku sosial yang ada di sekelilingnya emiliki support terhadap penyelesaian masalah atau proses bangkit kembali yang dilakukan oleh individu tersebut. c. Spiritualitas Salah satu faktor yang dapat meningkatkan resiliensi pada individu adalah ketabahan atau ketangguhan ( hardiness) dan keberagaman serta spiritualitas. Dalam hal ini pandangan spiritual pada individu percaya bahwa tuhan adalah penolong dalam setiap kesengsaraan yang tengah di alaminya, tidak hanya manusia yang mampu menyelesaikan segala kesengsaraan yang ada, dan dalam proses ini individu percaya bahwa tuhan adalah penolong setiap hamba. d. Emosi positif Emosi positif juga merupakan faktor penting dalam pembentukan resiliensi individu. Emosi positif sangat di butuhkan ketika menghadapi suatu situasi yang kritis dan dengan emosi positif dapat mengurangi stres secara lebih

17 efektif. Individu yang memiliki rasa syukur mampu mengendalikan emosi negatif dalam menghadapi segala permasalahan di dalam kehidupan. B. Syukur 1. Pengertian Syukur Kata syukur secara bahasa berasal dari kata syakara, yang berarti pujian atas kebaikan, penuhnya sesuatu. Syukur juga berarti menampakkan sesuatu ke permukaan. Dalam hal ini, menampakkan nikmat Allah antara lain dalam bentuk memberikan sebagian nikmat Allah itu kepada orang lain (Al - Bantanie, 2009). Kebersyukuran dalam bahasa inggris disebut gratitude. Menurut Pruyser (dalam Emmons & Shelton, 2002) kata gratitude diambil dari akar latin gratia, yang berarti kelembutan, kebaikan hati, atau berterima kasih. Semua kata yang terbentuk dari akar latin ini berhubungan dengan kebaikan, kedermawanan, pemberian, keindahan dari memberi dan menerima atau mendapatkan sesuatu tanpa tujuan apapun. Sedangkan Syam (2009) mendefinisikan syukur sebagai ungkapan terima kasih yang diiringi rasa gembira dan puas hati atas segala rahmat dan nikmat yang diberikan Allah SWT. Jadi, syukur ialah kegiatan memuji sang pemberi nikmat atas kebaikan yang telah dilakukan. Menurut Wood, Joseph dan Maltby (2009) kebersyukuran adalah sebagai ciri pribadi yang berfikir positif, mempresentasikan hidup menjadi lebih positif. Sedangkan, McCullough, dkk (2001) mengonseptualkan syukur sebagai perasaan

18 moral, karena biasanya perasaan moral dapat menimbulkan kepedulian terhadap orang lain. Pendapat yang sama juga dijelaskan oleh Emmons dan McCullough (2003) bahwa kebersyukuran merupakan sebuah bentuk emosi atau perasaan, yang kemudian berkembang menjadi suatu sikap, sifat moral yang baik, kebiasaan, sifat kepribadian dan akhirnya akan mempengaruhi seseorang dalam menanggapi/bereaksi terhadap sesuatu atau situasi. Polak dan McCullough (2006) menunjukkan bahwa kebersyukuran adalah pengakuan bahwa seseorang dapat menerima manfaat dari kebaikan orang lain. Hal serupa juga diungkapkan oleh Froh, dkk (2011) bahwa rasa syukur adalah penghargaan yang dialami oleh individu ketika seseorang melakukan sesuatu yang baik atau bermanfaat bagi mereka. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa rasa syukur adalah emosi atau perasaan individu sebagai ciri pribadi yang positif yaitu berupa ungkapan rasa terima kasih yang diiringi rasa bahagia terhadap segala rahmat dan nikmat yang diberikan oleh Tuhan dan individu atau sumber lainnya. 2. Aspek aspek Syukur McCullough, dkk (2002), mengungkapkan aspek-aspek rasa syukur terdiri dari empat unsur, yaitu : a. Intensitas (Intencity) Aspek ini menjelaskan bahwa seseorang yang bersyukur ketika mengalami peristiwa positif akan lebih menambah intensitas rasa syukurnya. Individu yang

19 selalu bersyukur akan menambah waktu bersyukurnya untuk lebih sering lagi. Contohnya seperti hari-harinya ia selalu bersyukur kepada Tuhan walaupun nikmat yang diberikan kepadanya tidak seberapa. b. Frekuensi (Frequency) Aspek ini menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki kecenderungan bersyukur akan merasakan perasaan bersyukur setiap harinya dan rasa syukur dapat diperoleh dari peristiwa peristiwa sederhana atau tindakan dan kesopanan. Frekuensi dapat diartikan dengan kekerapan atau kejarangan kerapnya. Frekuensi yang dimaksud adalah seringnya kegiatan itu dilaksanakan dalam periode waktu tertentu. c. Rentang (Span) Aspek ini menjelaskan bahwa banyaknya peristiwa kehidupan yang terjadi pada seseorang yang dapat disyukuri pada waktu tertentu. Misalnya merasa bersyukur atas keluarga, pekerjaan, kesehatan, dan kehidupan itu sendiri dengan berbagai manfaat lainnya. d. Keterikatan (Density) Aspek ini menjelaskan bahwa orang-orang yang mengalami perasaan bersyukur terhadap sesuatu hal yang positif akan mengingat nama nama orang yang dianggap telah membuatnya bersyukur, termasuk orang tua, keluarga, dan teman. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa aspek dari rasa syukur terdiri dari empat hal, yaitu intensitas (intencity), frekuensi (frequency), rentang (span), dan keterikatan (density).

20 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Syukur Menurut Froh, dkk (2009), faktor- faktor yang mempengaruhi syukur pada masa individu adalah : a. Positive Affect Afek yang positif adalah berupa perasaan positif yang dirasakan individu. Perasaan yang positif mampu menimbulkan rasa bersyukur. b. Persepsi Teman Sebaya Persepsi teman sebaya memberikan pengaruh pada individu dalam bersyukur. c. Familial Social Support Peran keluarga dalam memberikan dukungan pada individu dalam menghadapi permasalahan menjadikan individu lebih merasa bersyukur karena adanya bentuk perhatian yang diberikan dan juga dukungan yang diterimanya. d. Optimis Individu yang memiliki perasaan optimis, cenderung memiliki kepribadian yang baik sehingga mampu menilai segala sesuatu secara positif. Sedangkan menurut Mc.Cullough, dkk (2002) faktor yang mempengaruhi bersyukur adalah : a. Emotionality/ Well-being Satu kecenderungan atau tingkatan dimana seseorang bereaksi secara emosional dan merasa menilai kepuasan hidupnya. b. Prosociality Kecenderungan seseorang untuk diterima oleh lingkungan sosialnya.

21 c. Spiriuality/ Religiousness Berkaitan dengan keagamaan, keimanan, yang menyangkut nilai-nilai transedental. C. Kerangka Berpikir Kemiskinan yang dialami warga dapat menghasilkan dampak negatif pada masing - masing individu, salah satunya adalah resiliensi. Agama mengajarkan agar manusia selalu berusaha dan berdoa, tidak mudah putus asa, berpikir positif, bersyukur dan hal-hal positif lainnya. Jika dalam kehidupan, individu menghabiskan hidup dengan berserah diri kepada sang pencipta-nya, kemudian menyadari kebaikan dalam segala hal, maka individu dapat bersyukur, menghargai dan dapat menerima diri sehingga akan berakhir sesuatu yang baik. Kemiskinan dapat membuat sebagian individu melakukan hal yang negatif seperti mencuri, an mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri dan ada pula yang mampu (resiliensi) bertahan dalam kondisi kemiskinan tersebut dengan cara bangkit dan berusaha bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Resiliensi menurut Reivich dan Shatte (2002) adalah kemampuan untuk bertahan, beradaptasi terhadap sesuatu yang menekan, mampu mengatasi dan melalui, serta mampu untuk pulih kembali dari keterpurukan. Adapun kemampuan untuk bertahan dan mampu pulih dari keterpurukan tersebut terangkum dalam tujuh aspek yaitu, regulasi emosi, kontrol impuls, optimisme, analisis kausal, empati, self-efficacy, dan pencapaian.

22 Inti dari resiliensi seperti yang dikemukakan Reivich dan Shatte di atas adalah kemampuan individu untuk menerapkan prinsip regulasi emosi, kontrol impuls, optimisme, empati, self-efficacy, dan pencapaian. Dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan tersebut tidak serta merta tumbuh dan berkembang dalam diri individu. Menurut Connor & Davidson (dalam Fadilla, 2014) terdapat lima aspek di dalam resiliensi, yaitu kompetensi pribadi, toleransi terhadap efek buruk, menerima perubahan individu, kontrol dan kepercayaan spiritual dan agama yang dapat menumbuhkan pola pikir yang positif bagi individu, karena dengan adanya landasan agama yang kuat, seseorang dapat cerdas dalam menyikapi resiliensi tersebut. Berdasarkan pandangan Connor & Davidson di atas, maka salah satu cara dalam mengembangkan resiliensi ialah nilai ajaran agama. Agama mengajarkan individu untuk selalu bersyukur dan berusaha dalam hidup. Rasa syukur yang dimiliki oleh individu akan membuat ia merasa nyaman dengan segala kondisi yang dihadapinya. Ketahanan yang individu lakukan dalam kondisi kehidupan yang sulit adalah perwujudan dari rasa syukur atas segala yang dimiliki oleh individu baik itu kekurangan maupun kelebihan. Kebersyukuran yang ada pada diri individu akan membawa kepada hal-hal yang lebih positif, tidak berputus asa akan kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, mencari solusi dan bangkit dari permasalahan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Wood, Joseph dan Maltby (2009) kebersyukuran adalah sebagai ciri pribadi yang berfikir positif, mempresentasikan hidup menjadi lebih positif.

23 Bertahan (resiliensi) dalam kondisi kemiskinan dengan melakukan usaha seperti tetap bekerja meskipun dibayar dengan harga murah agar tetap terus bertahan hidup dan tidak menyerah dengan kondisi miskin yang ia hadapi merupakan bentuk rasa syukur yang ia miliki kepada Allah SWT atas segala yang telah Allah SWT berikan kepadanya. Ada individu yang mampu bertahan dan pulih dari situasi negatif secara efektif sedangkan individu lain gagal karena mereka tidak berhasil keluar dari situasi yang tidak menguntungkan. Kemampuan untuk melanjutkan hidup setelah ditimpa kemalangan atau setelah mengalami tekanan yang berat bukanlah sebuah keberuntungan, tetapi hal tersebut menggambarkan adanya kemampuan tertentu pada individu (Tugade & Fredikson 2004). Banaag (2002), menyatakan bahwa resiliensi merupakan suatu proses interaksi antara faktor individual dengan faktor lingkungan. Faktor individual ini berfungsi menahan perusakan diri sendiri dan melakukan kontruksi diri secara positif, sedangkan faktor lingkungan berfungsi untuk melindungi individu dan melunakkan kesulitan hidup individu. Faktor individual merupakan faktor yang sangat penting dalam menghadapi kondisi kehidupan yang kurang baik termasuk masalah kemiskinan, individu yang mampu menerima apapun kondisi dirinya akan lebih mensyukuri keadaan yang dialaminya tanpa merasa bahwa kemiskinan yang ia alami bukanlah takdir Tuhan ataupun karena orang disekitarnya. Sedangkan faktor lingkungan yang mempengaruhi resiliensi seseorang adalah adanya dukungan yang berkesinambungan yang didapatkan oleh individu dalam menghadapi kesulitan

24 hidup yang dialami, sehingga individu dengan kondisi miskin tidak merasa terasingkan dan tidak merasa sendiri dalam menjalani hidup. Namun hal yang paling pokok dalam mengatasi berbagai kesulitan dalam hidup adalah dengan adanya rasa syukur yang selalu dimiliki oleh individu. D. Hipotesis Penelitian Dari pemaparan pada kerangka pemikiran di atas maka dapat dibangun suatu hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara rasa syukur dengan resiliensi pada penduduk miskin di Kelurahan Pulau Karam, Kecamatan Sukajadi. Semakin tinggi rasa syukur yang dimiliki individu maka akan semakin tinggi resiliensi yang dimiliki dan sebaliknya semakin rendah rasa syukur yang dimiliki maka akan semakin rendah resiliensi yang dimiliki oleh masyarakat miskin di Kelurahan Pulau Karam, Kecamatan Sukajadi.