PENDAHULUAN BAB I Pengertian Judul Pengertian Pusat Studi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Jawa Timur. Fenomena permukaan meliputi bentukan positif, seperti

I. PENDAHULUAN. yang secara khas berkembang pada batu gamping dan/atau dolomite sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Wonogiri, sebuah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan kota. GAPLEK dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai

Otonomi daerah yang mulai diterapkan, memacu setiap daerah mencari. peluang untuk meningkatkan pendapatan daerahnya masing-masing.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terkaya (mega biodiversity). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman

6 PERTIMBANGAN KAWASAN KARST DALAM PENYUSUNAN ZONASI TNMT

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1

BAB V PENDEKATAN & KONSEP. Pendekatan konsep didasarkan kepada karakteristik baik gua maupun kondisi lingkungan kawasan karst.

MUSEUM GEOLOGI BLORA

SOSIALISASI PENGOLAHAN KAWASAN KARS GUNUNG SEWU UNTUK PARA GURU DAN PELAJAR SMA SE KABUPATEN WONOGIRI

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Kepedulian Pemuda Terhadap Lingkungan dan Pertanian

BAGIAN PENDAHULUAN Latar Belakang Persoalan Perancangan

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. devisa di suatu negara yang mengembangkan sektor tersebut. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. terluas ( hektare) di dunia setelah kawasan karst di Cina dan Vietnam

IDENTIFIKASI DAMPAK DAN KERUSAKAN KAWASAN KARST CIBINONG AKIBAT AKTIVITAS PENAMBANGAN DI DESA LEUWIKARET OLEH PT INDOCEMENT

BAB III METODE PERANCANGAN. permasalahan terkait dengan objek rancangan. Setelah itu akan dirangkum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

Biogeografi Daluga Untuk Prospek Ketahanan Pangan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta hektar, tersebar di beberapa di wilayah Pulau Sumatera, Papua dan pulaupulau

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

BUPATI BANDUNG BARAT

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:

MUSEUM DAN PUSAT KOMUNITAS SENI TEMBAKAU DELI BAB I PENDAHULUAN. perkebunan Tembakau Deli. Medan merupakan salah satu Kota bersejarah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

BAB I PENDAHULUAN. selalu harus diikuti sesuai dengan peningkatan konsumsi. Pariwisata adalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

I-1 BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

RESORT HOTEL DI KAWASAN PANTAI MARINA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. maupun sekelompok bangunan yang memfasilitasi kegiatan penelitian dan

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT '

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis.

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

PERANCANGAN PROMOSI PARIWISATA KAWASAN KARST DI KABUPATEN WONOGIRI MELALUI MEDIA GAME

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga terbang layang merupakan olahraga yang banyak mengandung unsur

BAB I PENDAHULUAN ± 153 % ( ) ± 33 % ( ) ± 14 % ( ) ± 6 % ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang lainnya seperti Sleman,

Prioritas Ekosistem Karst Dengan Perkembangan Ekonomi Masyartakat

BAB I PENDAHULUAN. potensial bagi para wisatawan yang merupakan petualang-petualang yang ingin

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

C. Batas Wilayah Secara administratif area pendataan berada di Desa Bandung Rejo dan Desa Sumber Bening, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang.

1 C I T Y H O T E L D I H A R B O U R B A Y B A T A M F e r i t W i b o w o BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG I.1.1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan

Kajian Potensi Geowisata Karst di Kabupaten Wonogiri

BAB I PENDAHULUAN. asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bentukan alam khas geologi beserta warisannya kini, tersebar di

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS

1. BAB I PENDAHULUAN

bahwa Kawasan Bentang Alam Karst Langkat memiliki

BABI PENDAHULUAN. SUdah berabad-abad lamanya kebun 'raya di dunia secara umum menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

CITY HOTEL BINTANG EMPAT DI SEMARANG

BAB 3 METODA PERANCANGAN. Lingkup metoda penyusunan rencana Pembangunan Pusat Sains dan Teknologi di

IDENTIFIKASI KARSTIFIKASI PADA KARAKTERISTIK DOLINA Studi Kasus: Kecamatan Ponjong dan Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul

STUDIO TUGAS AKHIR (TKA- 490) ARSITEKTUR METAFORA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya negara Indonesia ini, tuntutan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. disebut Ratu dari Timur ( Queen of the east ). Kejadian kejadian sejarah termasuk

GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI FOTO GL PEGUNUNGAN PLATEAU DAN KARST

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Bryophyta (Giulietti et al., 2005). Sedangkan di Indonesia sekitar

Gambar 1. 1 : Keindahan Panorama Bawah Laut Pulau Biawak

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN FAKULTAS HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARST MAROS PANGKEP MENUJU GEOPARK DUNIA (Tinjauan dari Aspek Geologi Lingkungan) Slamet Nuhung Penyelidik Bumi Madya DESM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1.1

BAB III METODE PERANCANGAN. Perancangan Tempat Pemrosesan Akhir(TPA) tentunya membutuhkan beberapa metode guna

PENGENALAN CAVING (SUSUR GUA)

TUGAS AKHIR 37 GEDUNG PERTEMUAN DI MARKAS PANGKALAN TNI AL SEMARANG BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul 1.1.1 Pengertian Pusat Studi Pusat: pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan (berbagai-bagai urusan, hal, dsb). Studi: penelitian ilmiah; kajian; telaahan. Pokok pangkal untuk melakukan penelitian atau mengkaji sesuatu (kbbi.web.id). 1.1.2 Pengertian Speleologi Speleologi berasal dari kata spelaion (gua), dan logos (ilmu) dalam bahasa Yunani. Secara umum berarti ilmu yang mempelajari tentang gua (Diktat KDKL HIKESPI, 2012). Ford dan Cullingford (1976) mengatakan dalam bukunya The Science of Speleology: Speleology is the scientific study of caves; it is a science in which all the other scientific disciplines are in some aspects applicable to caves or their contents. Secara khusus speleologi dapat diartikan sebagai ilmu riset dasar yang mempelajari lingkungan gua dan aspek ilmiah yang ada di dalamnya. Speleologi terdiri dari beberapa cabang ilmu dasar dari bidang sains yang lain seperti biologi, geologi, kimia, arkeologi, dan hidrologi karst. 1.1.3 Pengertian Kawasan Karst Pegunungan Sewu Kawasan karst adalah kawasan/bentang alam yang tersusun atas batuan gamping dan merupakan hasil dari proses pelarutan. Pegunungan Sewu adalah nama untuk deretan pegunungan yang terbentang memanjang di sepanjang pantai selatan Daerah Istimewa Yogyakarta, Kabupaten Wonogiri (Jawa Tengah), hingga Kabupaten Tulungagung (Jawa Timur) di Pulau Jawa (id.wikipedia.org). 1.1.4 Pusat Studi Speleologi di Kawasan Karst Pegunungan Sewu Pokok pangkal untuk melakukan penelitian atau mengkaji gua dari berbagai disiplin ilmu yang terletak di kawasan karst bagian selatan provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta

1.2 Latar Belakang 1.2.1 Perkembangan Speleologi di Dunia Imu speleologi dicetuskan pada abad ke-19 oleh Edward Alferd Martel yang kini disebut sebagai bapak speleologi dunia. Dalam dunia internasional speleologi telah memiliki tempatnya sendiri di bidang ilmu pengetahuan. Berkembang di berbagai belahan dunia yang wilayahnya memiliki gua-gua yang berpotensi untuk digunakan sebagai obyek studi. Speleologi juga muncul Berbagai lembaga, kelompok, organisasi di bidang speleologi dibentuk dan memiliki kegiatan rutin. Salah satunya Kongres Speleologi Internasional (International Congress of Speleology/ICS) yang diadakan oleh International Union of Speleology (IUS) setiap empat tahun sekali di tempat yang ditentukan. Berbagai macam karya ilmiah, penemuan arkeologi, dan berbagai informasi maupun isu-isu terbaru mengenai speleologi disajikan dan dibahas bersama. 1.2.2 Perkembangan Speleologi di Indonesia Di Indonesia speleologi berkembang sejak tahun 1980. Dibawa oleh Dr. R.K.T. Ko dan Norman Edwin sebagai yang pertama kali membawa ilmu speleologi dari referensi internasional ke dalam Indonesia. Di Indonesia ilmu ini berkembang karena tidak sedikit gua-gua tersebar di berbagai penjuru nusantara. Hampir 20% dari total luas wilayah Indonesia merupakan kawasan karst 1 yang mana merupakan area terbentuknya gua. Sebagian besar gua di Indonesia terbentuk dari batuan gamping di daerah karst. Sehingga tak heran, ranah speleologi di Indonesia cenderung ke gua-gua di area karst. Ilmu ini mulai populer karena masuknya peneliti luar negeri ke Indonesia, dimulai sejak dilakukannya ekspedisi pendataan potensi sungai bawah tanah tahun 1979 di kawasan pegunungan sewu oleh Mac Donald dan partner bekerjasama dengan pemerintah daerah Yogyakarta. Proyek ini bertujuan untuk menemukan potensi air sungai bawah tanah yang terdapat di Gunung Kidul. 240 gua ditemukan dan dijadikan obyek penelitian. Beberapa masyarakat lokal ikut terlibat dalam proyek ini. Pada periode tahun 1980-an mulai bermunculan kelompok maupun komunitas speleologi di berbagai penjuru Indonesia. Speleologi banyak diminati kalangan mahasiswa karena mencari segi petualangannya. Penelusuran gua menjadi salah satu alternatif olahraga ekstrim selain pendakian gunung ataupun pengarungan sungai. Di kalangan akademis banyak yang mulai menghubungkan speleologi dengan bidang keilmuan yang lain sebagai riset. Salah satu bidang keilmuan yang telah dikembangkan adalah biologi. 1 Adji, T.N; Eko Haryono dan Auratman Woro. 1999. Kawasan Karst dan Prospek pengembangannya. Disampaikan dalam seminar PIT IGI di Universitas Indonesia: 26-27 Oktober 1999 2

Cabang ilmu speleologi di bidang biologi disebut biospeleologi. Beberapa riset dilakukan dan bahkan terdapat penemuan spesies baru oleh peneliti biospeleologi. Tidak menutup kemungkinan akan ditemukannya spesies baru lainnya mengingat masih sangat banyak gua sebagai habitat biota gua yang belum tereksplorasi. Keadaan ilmu speleologi di Indonesia ibaratnya masih dalam tahap berkembang dan sangat berpotensi sekali untuk dijadikan isu yang lebih serius di dalam ilmu pengetahuan mengingat perkembangannya yang masih tertinggal jauh dibandingkan perkembangan speleologi di kancah internasional. Kawasan karst Indonesia yang masih perawan dan banyak harta yang belum ditemukan lebih sering diminati dan diteliti oleh ahli speleologi dari luar negeri. Isu speleologi yang terkait dengan disiplin ilmu lain telah beberapa kali dibahas oleh ahli speleologi Indonesia salah satunya Dr. Ko yang mengatakan: Sudah saatnya diselenggarakan lokakarya nasional membahas berbagai disiplin ilmu terkait yang meneliti lingkungan gua dan karst, peninggalan dan kehidupan manusia, serta flora dan fauna zaman prasejarah beserta evolusinya. Disusul penerbitan majalah ilmiah terpadu. Hal ini memberi pedalaman dan dimensi pengertian yang lebih komprehensif mengenai evolusi Negara Kepulauan Indonesia 1.2.3 Kawasan Karst Pegunungan Sewu Karst merupakan suatu bentang alam batuan gamping yang terbentuk oleh kegiatan pelarutan air dalam kurun waktu jutaan tahun. Bentang alam ini memegang peranan penting bagi manusia karena mengandung berbagai aspek menarik guna pengembangan ilmu pengetahuan salah satunya aspek speleologi.kendatipun lebih sering dinilai sebagai kawasan yang kering dan tandus, kawasan ini sejatinya merupakan wilayah strategis yang memiliki kelebihan nilai-nilai hayati dan nirhayati dibanding kawasan lainnya (Samodra, 2001). Kawasan karst tersebar di seluruh penjuru nusantara. Namun terdapat dua kawasan karst yang paling baik dan dianggap sebagai prototipe dari kawasan karst daerah tropis, yaitu karst Maros dan Gunung Sewu (Samodra, 2001) Dalam mempelajari kawasan karst agar lebih mudah terdapat pembagian secara ekosistem: eksokarst dan endokarst. Eksokarst merupakan bagian atas permukaan kawasan kars, sedangkan endokarst merupakan bagian bawah permukaan. Bagian endokarst inilah yang nantinya adalah ruang lingkup bagi speleologi, namun tetap terkait dengan bagian eksokarst. Proses kimia di kawasan karst akan memicu terbentuknya lorong-lorong gua di bawah permukaan. 3

Karst pegunungan sewu membentang di sepanjang jalur pegunungan selatan Yogyakarta, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur. Bentang alam karst Gunung Sewu dicirikan dari adanya sekitar 40.000 bukit karst berbentuk kerucut (conical hills) (Uhlig, 1980). 1.2.4 Potensi Pengembangan Speleologi sebagai Pusat Studi Hingga kini, lmu speleologi semakin berkembang di Indonesia. Salah satu wilayah yang menjadi ladang ilmu ini adalah pegunungan sewu. Banyaknya perguruan tinggi di Jawa timur, Yogyakarta, dan Jawa Tengah juga menjadi salah satu faktor terdapatnya para penggiat speleologi. Baik itu pelajar yang mencari sisi petualangannya maupun kalangan akademis yang melakukan penelitian ilmiah. Selain kalangan lokal, para pendatang di luar wilayah Pegunungan Sewu banyak yang berminat menjelajahi gua-gua di Gunung Sewu. Baik itu untuk penelusuran, penelitian, pendidikan, maupun berwisata. Namun perkembangan ilmu speleologi tidak diimbangi dengan sarana dan fasilitas yang memadai. Sejak kemunculannya pada tahun 1980, ilmu ini lebih berkembang secara independen bagi para peminat yang secara sukarela tetap menekuni beberapa bidang ilmu yang terkait. Speleologi, karena membahas mengenai gua yang terbentuk pada batuan, maka ilmu ini lebih sering dikaitkan dengan bidang geologi. Sehingga di Indonesia, pembahasan mengenai speleologi ini lebih sering diampu oleh badan geologi. Meski begitu minat masyarakat haruslah diwadahi dalam sebuah ruang yang secara resmi mampu memfasilitasi ilmu speleologi, bukan lagi secara independen. Salah satu solusi untuk menjawab isu perkembangan ilmu tersebut adalah dengan diwujudkannya sebuah pusat studi speleologi. Pusat studi ini haruslah mampu mengakomodir fungsi penelitian, pengembangan, pendidikan, pemberian informasi, dan penyelenggaraan kegiatan dalam bidang speleologi. Kawasan karst Pegunungan Sewu dianggap sebagai wilayah yang berpotensi untuk dijadikan pusat pengembangan ilmu speleologi. Karst Gunung Sewu berada di bagian tengah Pulau Jawa sehingga secara akses 1.3. Rumusan Permasalahan Merupakan tanggapan terhadap isu-isu terkait pusat studi speleologi sebagai fasilitas studi yang mampu memenuhi kriteria perancangan arsitektur yang baik. 1. Bagaimana pusat studi speleologi mampu mewadahi aktifitas pelaku penelitian, pengembangan, pendidikan, pemberian informasi, dan penyelenggaraan kegiatan dalam bidang speleologi. 4

2. Bagaimana menentukan kebutuhan ruang berdasarkan fungsi bangunan sebagai pusat studi speleologi yang menyangkut beberapa cabang keilmuan. 3. Bagaimana membuat sebuah pusat studi yang mampu menanggapi keadaan kontekstual dalam lingkungan karst. 1.4. Tujuan Pembahasan 1. Mewadahi aktifitas pelaku penelitian, pengembangan, pendidikan, pemberian informasi, dan penyelenggaraan kegiatan dalam bidang speleologi. 2. Menentukan kebutuhan ruang berdasarkan fungsi bangunan sebagai pusat studi speleologi yang menyangkut beberapa cabang keilmuan. 3. Merancang sebuah pusat studi yang mampu menanggapi keadaan kontekstual lingkungan karst dan sekitarnya. 1.5. Sasaran Pembahasan 1. Mengkaji kegiatan yang dilakukan dalam pusat studi dan mengintegrasikannya dengan ilmu speleologi. 2. Melakukan studi preseden terhadap beberapa bangunan pusat studi dengan penyelesaian konsep sesuai permasalahan yang didapat. 3. Mengkaji aturan proses pembangunan di kawasan karst sehingga dapat merancang dengan kontekstual kondisi lingkungannya. 4. Merumuskan konsep dasar perancangan arsitektur. 1.6 Metode Pembahasan 1.6.1 Pencarian Data & Proses analisis Pembahasan dilakukan berdasarkan pencarian data dan proses analisis. Pencarian data didapat dari hasil survei lapangan tentang lokasi yang akan digunakan serta menganalisis beberapa studi kasus bangunan yang memiliki fungsi serupa. Proses analisis juga dilakukan untuk mengimplementasikan konsep dalam desain. 1.6.2 Transformasi Data Pembahasan akhir merupakan transformasi data. Data-data yang telah diperoleh dirangkum menjadi beberapa konsep yang kemudian ditransformasikan dalam kriteria konsep perencanaan dan perancangan bangunan. 1.7 Sistematika Penulisan 5

Penulisan ini terdiri dari beberapa bagian: a. Bab I Pendahuluan Memuat latar belakang pemilihan kasus, permasalahan, tujuan, sasaran, ruang lingkup pembahasan, metode dan sistematika penulisan yang digunakan. b. Bab II Tinjauan Pustaka Memuat tinjauan umum tentang speleologi, tinjauan tentang kawasan karst dan hubungannya dengan speleologi, juga tinjauan mengenai pusat studi. c. Bab III Tinjauan Lokasi Memuat tinjauan mengenai lokasi yang dipilih, latar belakang pemilihan lokasi perancangan, deskripsi, dan tinjauan studi kasus. d. Bab IV Analisis Memuat hasil analisis terkait dengan hubungan antara fungsi, teori, dan konsep. e. Bab V Konsep Dasar Perancangan Memuat konsep dasar perancangan yang ditentukan berdasarkan analisis sehingga didapatkan solusi konsep dari permasalahan yang ada dengan optimal. 1.8 Keaslian Penulisan Penulisan mengenai pusat studi /pusat penelitian/laboratorium banyak dijumpai. Namun penulisan dengan tema speleologi belum dijumpai dalam Tugas Akhir di Jurusan Arsitektur dan Perencanaan Fakultas Teknik Universitas Gadha Mada. Beberapa topik yang mendekati adalah mengenai karst atau kawasan karst. Tema yang paling mendekati adalah milik Arindra Eka Putra (2001) dengan judul Laboratorium Karstologi: Sebagai Sarana Penunjang Wisata. Yang membedakan adalah mengenai obyek yang digunakan untuk penelitian. Dalam tulisan Arindra Eka Putra yang difokuskan sebagai obyek penelitian adalah karstologi, artinya ilmu mengenai karst yang cakupannya lebih luas dari speleologi. Sedang speleologi ada di bagian karstologi, namun hanya membahas masalah endokast atau segala aspek ilmiah mengenai gua yang merupakan permukaan dalam karst. Beberapa Tugas Akhir lainnya yang digunakan sebagai acuan dalam penulisan adalah: Museum Karst Gunungsewu (Rachmad Sujud Chasani, 2008) Pusat Studi Teknologi Kayu di Wanagama (Agus Hariyadi, 2003) 6

1.9 Kerangka Pemikiran Gambar 1. Alur pemecahan masalah dan kerangka pemikiran Sumber: Analisis penulis (2014) 7