PERANCANGAN ALAT PENGENDAP AIR LIMBAH KOTA BERDASARKAN OPTIMASI PROSES PENGENDAPAN DENGAN RADIOISOTOP I-131

dokumen-dokumen yang mirip
OPTIMASI JUMLAH TANAH LIAT, TAWAS, DAN KAPUR PADA PROSES PENGENDAPAN LIMBAH CAIR TAHU DENGAN METODE PERUNUT I-131

OPTIMASI TAWAS DAN KAPUR UNTUK KOAGULASI AIR KERUH DENGAN PENANDA I-131

PENGGUNAAN PERUNUT I-131 UNTUK MEMPELAJARI PROSES PENYARINGAN MENGGUNAKAN FILTER PASIR

BAB 3 METODE PERCOBAAN

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALTERNATIF DALAM PROSES PENGOLAHAN AIR SUNGAI

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

PENGATURAN IPAL PT. UNITED TRACTOR TBK

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN PENGGUNAAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES PENURUNAN KANDUNGAN ORGANIK (KMnO 4 ) LIMBAH INDUSTRI TEMPE DALAM REAKTOR BATCH

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

Menentukan Dimensi Setiap Peralatan yang Diperlukan Sesuai Proses yang Terpilih Menentukan Luas Lahan yang Diperlukan Menentukan Biaya Bangunan

SUNARDI. Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Telp. (0274) Abstrak

KAJIAN PROSES ELEKTROKOAGULASI UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

PERANCANGAN INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI GULA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

PENURUNAN TURBIDITY, TSS, DAN COD MENGGUNAKAN KACANG BABI (Vicia faba) SEBAGAI NANO BIOKOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR LIMBAH DOMESTIK (GREYWATER)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekperimental.

EVALUASI EFISIENSI KINERJA UNIT CLEARATOR DI INSTALASI PDAM NGAGEL I SURABAYA

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada bulan Juli 2013 sampai dengan bulan November

I. Tujuan Setelah praktikum, mahasiswa dapat : 1. Menentukan waktu pengendapan optimum dalam bak sedimentasi 2. Menentukan efisiensi pengendapan

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN Waktu Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013 dan berakhir pada bulan Desember 2013.

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

BAB III METODE PENELITIAN

SEMINAR AKHIR. Mahasiswa Yantri Novia Pramitasari Dosen Pembimbing Alfan Purnomo, ST. MT.

Analisis Penurunan Kadar Cr, Cd DAN Pb Limbah Laboratorium Dasar Ppsdm Migas Cepu Dengan Adsorpsi Serbuk Eceng Gondok (Eichornia crassipes)

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu air berperan penting dalam berlangsungnya sebuah kehidupan. Air

Air menjadi kebutuhan utama bagi makhluk hidup, tak terkecuali bagi manusia. Setiap hari kita mengkonsumsi dan memerlukan air

BAB I PENDAHULUAN. perkebunan dan domestik (Asmadi dan Suharno, 2012). limbah cair yang tidak ditangani dengan semestinya. Di berbagai tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

Air dan air limbah- Bagian 3: Cara uji padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid, TSS) secara gravimetri

BAB III METODE PENELITIAN. Subjek dalam penelitian ini adalah nata de ipomoea. Objek penelitian ini adalah daya adsorpsi direct red Teknis.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI ).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

RANCANGAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR. Oleh DEDY BAHAR 5960

PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU

PRE-ELIMINARY PRIMARY WASTEWATER TREATMENT (PENGOLAHAN PENDAHULUAN DAN PERTAMA)

BAB III METODE PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III METODOLOGI PENELITIAN

ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

PENGARUH PERBANDINGAN KOAGULAN BIJI KELOR DAN ALUMINIUM SULFAT PADA PROSES PENJERNIHAN AIR SUNGAI

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA I SEDIMENTASI

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Timbangan analitik EB-330 (Shimadzu, Jepang), spektrofotometer UV

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

DAFTAR LAMPIRAN. No. Judul Halaman. 1. Pelaksanaan dan Hasil Percobaan Pendahuluan a. Ekstraksi pati ganyong... 66

BAB III METODE PENELITIAN

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2013 di Laboratorium Kimia

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB III METODE PENELITIAN

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ

PENGARUH PENAMBAHAN BITTERN PADA LIMBAH CAIR DARI PROSES PENCUCIAN INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN

PENENTUAN KAPASITAS UNIT SEDIMENTASI BERDASARKAN TIPE HINDERED ZONE SETTLING

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

KAJIAN AKTIVASI ARANG AKTIF BIJI ASAM JAWA (Tamarindus indica Linn.) MENGGUNAKAN AKTIVATOR H 3 PO 4 PADA PENYERAPAN LOGAM TIMBAL

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011,

METODE PENGUJIAN PARTIKEL RINGAN DALAM AGREGAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pembuatan Amilum Biji Nangka. natrium metabisulfit agar tidak terjadi browning non enzymatic.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik Fakultas

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Uji Pengendapan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan dan Variasi Konsentrasi Flokulan

PENENTUAN KARAKTERISTIK AIR WADUK DENGAN METODE KOAGULASI. ABSTRAK

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF DARI BAMBU TERHADAP DEBIT DAN EFISIENSI ABSORBSI PADA PENJERNIHAN AIR SELOKAN MATARAM

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

PERBAIKAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI FARMASI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) DAN PAC (Poly Alumunium Chloride)

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

Transkripsi:

PERANCANGAN ALAT PENGENDAP AIR LIMBAH KOTA BERDASARKAN OPTIMASI PROSES PENGENDAPAN DENGAN RADIOISOTOP I-11 Ayunita Iriyanti, Sugili Putra, Suryo Rantjono, Teknokimia Nuklir STTN-BATAN Yogyakarta Jalan Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta 55281 Abstrak PERANCANGAN ALAT PENGENDAP AIR LIMBAH KOTA BERDASARKAN OPTIMASI PROSES PENGENDAPAN DENGAN RADIOISOTOP I-11. Proses pengolahan limbah kota yang selama ini dilakukan memerlukan waktu proses yang lama dan lahan yang sangat luas. Dilakukan penelitian ini sebagai alternatif pengolahan air limbah kota yang lebih efisien. Berdasarkan penelitian ini didapatkan hasil bahwa dosis penambahan tawas dan kapur dinyatakan dalam persamaan y = - 0,000226428 + (4,22512x10-5) (b) (0,0479874) (c), dengan y = konsentrasi SS (gram), b = kebutuhan tawas (ppm) dan c = kebutuhan kapur (gram). Hubungan antara konsentrasi Suspended Solid (SS) dan kecepatan pengendapan dinyatakan dalam persamaan y = -0.026 ln(x) - 0.1517 dengan y = kecepatan pengendapan (gram/ml) dan x = konsentrasi SS (gram). Desain alat proses pengendapan untuk debit aliran 0.1794 m/detik disarankan adalah tangki pengadukan berukuran diameter 4 m dengan tinggi 7.2 m dan tangki pengendapan berukuran panjang 9 m, lebar 6 m, kedalaman 9 m, tinggi m. Kata kunci : Air limbah kota, isotop I-11, proses pengendapan, desain alat Abstract CITY WASTE WATER SETTLER DESIGN BASED ON SETTLEMENT PROCESS OPTIMIZATION BY USING I-11 RADIOISOTOPE. City wastewater treatment process has been done with a long process that requires time and a vast land. This research was conducted as an alternative to urban waste water treatment more efficient. Based on this study showed that the addition of alum and lime dose is expressed in the equation y = - 0.000226428 + (4.22512 x10-5) (b) - (0.0479874) (c), with y = concentration of SS (grams), b = alum requirement (ppm) and c = lime requirement (grams). The relationship between Suspended Solid (SS) concentration and rate of sedimentation is expressed in the equation y = -0026 ln (x) - 0.1517 with y = rate of sedimentation (grams / ml) and x = concentration of SS (grams). Design tools for the deposition process flow rate is 0.1794 m / recommended mixing tank 4 m diameter with a height of 2.7 m and a length of sedimentation tank 9 m, width 6 m, depth 9 m, hight m. Keywords : Waste water of the city, I-11 isotope, precipitation process, design tools PENDAHULUAN Makhluk hidup yang ada di bumi ini tidak dapat terlepas dari kebutuhan akan air. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi ini. Tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Air yang relatif bersih didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. [1] Pertumbuhan penduduk di kota Yogyakarta ini dapat menyebabkan berbagai masalah, salah satunya adalah masalah limbah air kota yang dihasilkan. Apabila air limbah tersebut tidak Ayunita Iriyanti, dkk 685 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

diorganisir dan diolah dengan baik, dapat memicu masalah-masalah lain. Oleh karena itu dibutuhkan suatu sistem yang efektif dan efisien untuk menanganinya. Hal ini disebabkan oleh Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Sewon Bantul masih belum cukup karena di sana hanya mampu menampung 50 persen KK di Kota Yogyakarta. [2] Metode pengolahan limbah yang dewasa ini digunakan dapat dibagi menjadi pengolahan primer atau pengolahan fisika, pengolahan sekunder atau pengolahan biologis, dan pengolahan tersier []. Teknologi pengolahan limbah yang digunakan di IPAL adalah pengolahan sekunder. Proses pengolahan air limbah secara biologis aerobik adalah dengan memanfaatkan aktifitas mikroba aerob, untuk menguraikan zat organik yang terdapat dalam air limbah, menjadi zat inorganik yang stabil dan tidak memberikan dampak pencemaran terhadap lingkungan. [4] Proses yang sekarang dilakukan adalah terlalu lama dan membutuhkan biaya besar terutama dalam opererasi aerator yang berdaya 0kW sebanyak 4 buah. Selain itu, pembangunan IPAL juga memerlukan wilayah yang luas terkait dengan luas kolam-kolam yang harus dibangun. Maka perlu dilakukan penelitian untuk mempercepat proses. [5] Seperti yang telah diketahui umum, bahwa tawas dan kapur merupakan bahan pengendap yang baik digunakan dalam pengolahan air. Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan penelitian optimasi terhadap jumlah tawas dan kapur agar diperoleh dosis penambahan yang tepat. Metode untuk mencari titik optimum menggunakan teknik penanda yaitu dengan penambahan radioisotop I- 11. Selain itu, pada penelitian ini juga akan dilakukan untuk perancangan alat pengendapan dengan berdasarkan perhitungan kapasitas air masuk serta konsentrasi Suspended Solid (SS) air limbah. Perancangan alat proses pengendapan menggunakan asumsi gerak jatuh bebas parabola. Partikel pengotor yang akan mengendap dipengaruhi oleh kecepatan pengendapan partikel itu sendiri dan kecepatan aliran air yang membawa partikel. TEORI Kaolin merupakan salah satu mineral yang terdapat pada tanah liat atau lempung dengan kualitas tinggi, memiliki kandungan besi rendah, dan bewarna putih. Kaolin juga banyak digunakan pada industri kertas, farmasi, industri makanan sebagai zat aditif pada makanan, industri pasta gigi, cat dan kosmetik. Selain itu kaolin juga digunakan sebagai zat penyerap pada teknik perunut. [6] Alum atau tawas merupakan bahan koagulan, yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis dan murah, mudah didapatkan di pasaran serta mudah penyimpanannya. [7] Pada pengolahan air kotor, kapur dapat mengurangi kandungan bahan-bahan organik. Cara kerjanya adalah kapur ditambahkan untuk mereaksikan alkalibikarbonat serta mengatur ph air sampai sehingga menyebabkan pengendapan. [7] Teknik penandaan (labelling) adalah suatu metode yang paling efektif untuk memberi tanda pada suatu senyawa tertentu menggunakan radioisotop sehingga perlakuan senyawa tersebut dapat diamati dengan mengamati perlakuan radioisotop dalam senyawa yang telah diberi tanda. Keunggulan pemakaian radioisotop adalah sebagai berikut : [8] 1. Radioisotop tidak mempengaruhi analisis selama proses berlangsung. 2. Radioisotop walaupun dalam jumlah sedikit, dapat dideteksi dengan detektor nuklir yang sangat peka. Radioisotop I-11 digunakan sebagai penanda pada proses pengendapan limbah cair. Radoisotop Iodium 11 adalah radioisotop dengan lambang I-11 yang terbentuk dalam reaktor nuklir, memiliki umur paro pendek yaitu 8,05 hari dan memancarkan radiasi gamma (γ). [6] Tanah liat memiliki daya ikat yang besar baik dalam kondisi basah maupun kering. Tanah liat dapat mengikat radioisotop I-11 sehingga tanah liat digunakan sebagai senyawa bertanda dalam proses pengendapan limbah. Perlakuan sampel dapat diamati dengan cara mengamati perlakuan radioisotop I-11 dalam tanah liat yang telah ditambahkan dalam sampel. Kesempurnaan proses dapat diamati dengan mengukur cacah I-11 dalam filtrat hasil pengendapan. [6] Dalam proses pengendapan, kapur berperan sebagai koagulan. Semakin banyak kapur yang ditambahkan maka akan semakin banyak pula partikel yang terendapkan. Untuk mengetahui jumlah tanah liat, kapur dan tawas yang harus ditambahkan agar sesuai dengan baku mutu air yang disyaratkan, dilakukan optimalisasi. Metode penandaan menggunakan radioisotop I-11 dapat digunakan untuk proses optimasi. Kebutuhan bahan pengendap yaitu tawas dan kapur dapat dibuat persamaannya dengan menggunakan metode leastsquare atau kuadrat-terkecil. Karena kebutuhan tawas dan kapur bergantung pada konsentrasi Suspended Solid (SS), maka persamaan ini memuat variable konsentrasi sebagai variabel tetap dan nilai tawas dan kapur sebagai variable bebas. Untuk dapat menentukan ukuran alat proses pengendapan, perlu diketahui kecepatan pengendapannya. Konsentrasi SS akan mempengaruhi kecepatan pengendapan. Hal ini STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 686 Ayunita Iriyanti, dkk

berkaitan dengan adanya interaksi antara partikel di dalam air ketika akan mengendap. Interaksi antar partikel ini dapat membuat kecepatan pengendapan menjadi lebih cepat ataupun lebih lambat. Pada konsentrasi SS kecil, maka partikel akan lebih mudah mengendap dikarenakan ruang/daerah yang dilewati lebih luas sehingga lebih mudah turun mengikuti gaya beratnya. Gaya yang melawan gaya berat partikel tersebut hanya berasal dari gaya apungnya. Pada konsentrasi SS tinggi, berarti makin banyak partikel yang akan mengendap. Kecepatan pengendapannya justru berkurang karena pada konsentrasi tinggi partikel akan saling bergesekan yang menjadikan makin sukar mengendap. Dalam perhitungan alat proses pengendapan, secara sederhana diilustrasikan pada Gambar 1. Titik A digunakan sebagai acuan yaitu sebagai titik awal partikel yang akan mengendap. Partikel (SS dalam air limbah kota) yang akan terlempar dan mengendap dianalogikan dengan sebuah benda yang dilempar dengan sudut tertentu secara parabola dengan posisi horizontal (benda jatuh di depan titik awal lemparan). Hanya saja partikel yang akan diendapkan ini horizontal tetapi terlempar ke arah yang cenderung ke bawah dengan sudut kemiringan tertentu. Untuk menentukan panjang tangki pengendapan digunakan rumus pada saat benda mencapai jarak terjauh. Kecepatan air limbah yang masuk ke dalam tangki pengendapan dipengaruhi oleh debit aliran awal. Nilai kecepatan endapan jauh lebih kecil daripada kecepatan aliran air. Oleh karena itu, ditentukan terlebih dahulu ukuran tangki yang menghasilkan kecepatan yang sama dengan kecepatan endapannya. Q v aliran (1) A dengan Q = debit aliran air A = luas bidang aliran Luas bidang aliran dicari dengan perbandingan antara tinggi (h) dikalikan lebar tangki (l), seperti pada Gambar 1 atau dapat dirumuskan : A nl tan n atau n p tan. p (2) Gambar 1. Rancangan Tangki Pengendapan Gambar 2. Mekanisme Pengolahan dan Analisis Ayunita Iriyanti, dkk 687 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

BAHAN Air limbah sebelum pengolahan di IPAL, tawas teknis dan kapur yang dibeli di pasaran, Radiosotop I-11 aktivitas 29.6mCi pada 1 April 2010, aquadest. METODE 1. Penandaan Tanah Liat Peralatan yang digunakan: gelas beker, timbangan analitis, ayakan ukuran 120 mesh, batang pengaduk, pompa vakum. tanah liat ditimbang, dihaluskan dan diayak dengan ukuran 120 mesh, kemudian dimasukkan dalam gelas beker dan ditambahkan aquadest 1000 ml. Larutan tanah liat diaduk hingga rata dan didiamkan hingga terbentuk endapan, kemudian disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan pompa vakum. Filtrat hasil penyaringan kemudian ditambah Radioisotop I-11. 2. Pengukuran Suspended Solid (SS) Peralatan yang digunakan : gelas beker, timbangan analitik, gelas ukur, oven. Gelas beker yang telah dicuci bersih, dikeringkan dan ditimbang. Sampel air limbah diambil sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam gelas beker kemudian dikeringkan dalam oven suhu 100 0 C. Setelah kering, dilakukan penimbangan beker gelas sampai mencapai berat konstan. Berat endapan (SS) dihitung dari selisih massa gelas beker sebelum dan sesudah pengeringan sebagai berikut : berat endapan konsentras i (4) umpan yang dimasukkan. Optimasi Jumlah Tanah Liat, Tawas, dan Kapur Peralatan yang digunakan : gelas beker, pipet ukur, pengaduk magnet (stirrer), timbangan analitik, alat cacah detektor Geiger Muller. Disiapkan bahan pengendap yaitu tawas (ditimbang sebanyak 10 mg dan dilarutkan dalam 1 L aquadest sehingga diperoleh larutan tawas 10 mg/l atau 10 ppm) dan kapur (berupa serbuk diayak dengan ukuran 120 mesh) kemudian dilakukan optimasi jumlah tanah liat, tawas, dan kapur dengan cara sebagai berikut: 1. Sebanyak 250ml sampel air limbah dimasukkan ke dalam gelas beker dan ditambah sebanyak 7,5ml tanah liat yang sudah dilabel ditambahkan dalam sampel yang telah disiapkan. 2. Tawas 1ml ditambahkan ke dalam air limbah dan diaduk dengan kecepatan pengadukan 1 rpd (rotasi per detik), kemudian dipipet ml dan disaring.. Filtrat hasil penyaringan sebanyak 1000µl dimasukkan dalam plancet dan dikeringkan menggunakan lampu Infra merah, kemudian dicacah menggunakan pencacah detektor Geiger Muller. 4. Kapur 0,005 gram dimasukkan pada air limbah, dan diulangi dengan pemberian tawas dan kapur secara bergantian sampai ditemukan jumlah optimum tawas dan kapur yang ditambahkan. 5. Dibuat grafik cacah I-11 dalam filtrat sebagai fungsi penambahan tawas dan kapur dibuat. 4. Penentuan Kecepatan Pengendapan Peralatan yang digunakan : gelas beker, kolom pengendap, timer (stopwatch), timbangan analitik, oven, kemudian ditentukan kecepatan pengendapan dengan cara sebagai berikut: 1. Disiapkan 25 ml umpan air limbah kota, kemudian dimasukkan dalam kolom dan didiamkan dalam waktu tertentu sampai terbentuk fasa endapan dan fasa beningan. 2. Endapan 10ml diambil, dimasukkan dalam gelas beker (diketahui berat kosongnya) kemudian dikeringkan dalam oven suhu 100 0 C.. Geker gelas ditimbang sampai mencapai berat konstan dan berat endapan dihitung dari selisih massa gelas beker sebelum dan sesudah pengeringan. 4. Kecepatan pengendapan dihitung dengan cara sebagai berikut: berat endapan kecepatan pengendapa n (5) waktu pengendapa n 5. konsentrasi pengotor dihitung dengan cara sebagai berikut: berat endapan konsentras i (6) umpan yang dimasukkan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Optimasi Jumlah Tanah liat, Tawas, dan Kapur Penelitian menggunakan penanda I-11 dilakukan untuk mengetahui kesempurnaan proses pada koagulasi limbah air kota. Untuk menentukan jumlah optimum tawas dan kapur dibuat grafik hubungan antara cacah I-11 pada filtrat dengan variasi penambahan jumlah tawas dan kapur. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 688 Ayunita Iriyanti, dkk

Tabel 1. Data Optimasi Jumlah Tawas Dan Kapur Pada Pengendapan Air Limbah Kota No. Jumlah tawas (ppm) Jumlah kapur (gram) Cacah 1 2 Rata-rata % I dalam filtrat 1 0 0 2844 2819 275 2799. 100 2 10.12145749 0 2841 2619 282 2764 98.778 10.12145749 0.005204082 285 2619 2682 2712 96.8802 4 20.45206 0.005204082 2571 289 2529 2496. 89.176 5 20.45206 0.010412415 267 2772 2511 2652 94.768 6 1.00055921 0.010412415 285 2514 285 2428 86.749 7 1.00055921 0.01571564 2172 2105 2145 2140.67 76.4706 8 41.77642128 0.01571564 1929 1951 1995 1958. 69.9571 9 41.77642128 0.021275042 1905 1812 1647 1788 6.8724 10 52.7896714 0.021275042 1995 216 210 2087 74.555 11 52.7896714 0.02760875 2157 2274 2229 2220 79.046 12 69.6815290 0.02760875 261 2757 2851 2740. 97.8924 1 69.6815290 0.02710416 297 216 2175 2296 82.0195 14 86.9229084 0.02710416 270 282 2577 271 96.9159 Gambar menyatakan hubungan antara antara %I dalam filtrat, penambahan kapur, dan penambahan tawas. %I dalam filtrat adalah perbandingan antara cacah awal sebelum penambahan tawas ataupun kapur dan cacah setelah adanya penambahan tawas ataupun kapur. Gambar.Grafik Optimasi Tawas dan Kapur Penambahan tawas dan kapur menyebabkan % I dalam filtrat semakin menurun. Penurunan % I dalam filtrat dikarenakan zat pengotor telah bereakasi dengan bahan pengendap sehingga membentuk gumpalan-gumpalan atau flok yang tidak lolos kertas saring. Makin banyak zat SS yang membentuk flok berarti makin sedikit I-11 dalam filtrat. Akan tetapi setelah terjadi kondisi optimum, persen % I dalam filtrat kembali naik. Hal ini dikarenakan penambahan tawas yang berlebih Ayunita Iriyanti, dkk 689 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

menyebabkan penurunan ph ini sehingga pembentukan flok menjadi tidak stabil dan dikarenakan penambahan kapur yang berlebih yang menyebabkan larutan bersifat basa sehingga kinerja tawas menjadi tidak optimal. Jumlah optimum tawas dan kapur yang ditambahkan secara bergantian untuk mengendapkan air limbah kota diketahui dengan mengamati % I dalam filtrat terendah. Grafik Optimasi Tawas dan Kapur menunjukkan penurunan nilai % I dalam filtrat terendah untuk konsentrasi SS 0,008 gram/ml volume air 250 ml adalah tawas sebanyak 41,77 ppm dan kapur 0,0212 gram. Hasil proses pengendapan air limbah kota adalah filtrat yang bening. Gambar 4. Limbah sebelum dan setelah pengolahan 2. Pengaruh Variasi Konsentrasi Penelitian variasi konsentrasi dilakukan dengan pengambilan sampel pada hari yang berbeda. Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Konsentrasi SS Dengan Jumlah Optimum Tawas Dan Kapur Data tersebut didasarkan pada satu titik/data (tawas dan kapur dalam 1 konsentrasi) yang merupakan hasil penelitian optimasi, sedangkan data yang disajikan tersebut sudah merupakan jumlah optimum yang diperoleh. Dari gambar dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi SS, maka kebutuhan tawas atau kapur optimum juga semakin banyak. Semakin besar konsentrasi SS maka dalam volume yang sama jumlah zat pengotor yang terdapat di dalamnya juga semakin banyak, sehingga membutuhkan koagulan yang lebih banyak pula. Untuk menghitung kebutuhan tawas dan kapur pada konsentrasi SS tertentu dapat dilakukan dengan metode least-square. Berdasarkan perhitungan diperoleh persamaan y = - 0,000226428 + (4,22512x10-5 ) (b) (0,0479874) (c), dengan y = konsentrasi SS (gram), b = kebutuhan tawas (ppm) dan c = kebutuhan kapur (gram).. Pengaruh Konsentrasi SS Terhadap Kecepatan Pengendapan Zat-zat SS dalam air limbah kota, lama-kelamaan akan mengendap dikarenakan gaya beratnya. Partikel pengotor akan bergerak jatuh ke bawah dengan kecepatan tertentu sampai dicapai suatu kecepatan yang maksimum. Kecepatan pengendapan tersebut tergantung pada konsentrasi SS. STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 690 Ayunita Iriyanti, dkk

Gambar 6. Grafik hubungan Konsentrasi SS vs Kecepatan Pengendapan Dari grafik diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi SS maka kecepatan pengendapannya akan semakin kecil. Hal ini dikarenakan adanya pengaruh gesekan antar partikel yang membuat partikel makin sulit untuk mengendap sehingga membuat kecepatan pengendapannya berkurang. Hubungan antara konsentrasi SS dan kecepatan pengendapan dinyatakan sebagai persamaan logaritma yaitu y = -0.026 ln(x) - 0.1517 dengan y = kecepatan pengendapan dan x = konsentrasi SS. 4. Perancangan Alat Proses Pengendapan Ukuran alat proses pengendapan ditentukan dengan mengambil asumsi sebagai berikut : 1. Debit air masuk = 15500 m /hari atau 0.1794 m /detik Gambar 7. Desain Alat Proses Pengendapan 2. Tangki koagulasi-flokulasi berbentuk silinder. Tangki pengendapan berbentuk balok 4. Pengendapan partikel dianggap sama dengan proses gerak jatuh bebas parabola. Secara sederhana alat proses, digambarkan sebagai Gambar 7 dan 8: Gambar 8. Sketsa Alat Proses Pengendapan (Tampak Atas) Ukuran yang disarankan adalah tangki dengan sudut 1.49 0, lebar 6 m dan panjang total 8.98 m atau dapat dibulatkan 9 m. Daerah pengendapannya dirancang dengan kedalaman 5.5 m. Dasar perhitungan sebenarnya hanya sampai pada bidang miring yaitu daerah II bagian kiri, namun untuk mempermudah proses pengurasan maka perlu ditambahkan daerah pengurasan yang merupakan perpanjangan tangki. Dasar perhitungan sebenarnya hanya sampai pada bidang miring, namun untuk mempermudah proses pengurasan maka perlu ditambahkan daerah Ayunita Iriyanti, dkk 691 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

pengurasan yang merupakan perpanjangan tangki. Gambar 9. Gambar Tampak Samping Tangki Pengendapan volume I volume II volume balok 11mm6m 198m volume trapesium (11 2)m5.5m 6m 2 214.5 m Daerah III adalah seperti Gambar 9. volume III 6 1 2 5.25 m Gambar 10. Ukuran Daerah Pengurasan 1 0.5 2 (4 0.75 0.5) m 1 1 0.5 waktu tinggal volume tan gki pengendapan debit aliran 417.75 m 0.1794 m / det ik 228.6 det ik 9 menit Tangki pengadukan berbentuk silinder. Berdasarkan penelitian Arifiansyah [9], diketahui bahwa waktu reaksi koagulasi-flokulasi adalah 5 menit. Sedangkan volume tangki pengadukan dirancang dengan waktu tinggal selama 7 menit. volume tangki waktu tinggal x debit aliran 60 detik 7 menit x x 0.1794m / detik menit 75.84m Dalam perancangan ukuran alat, volume tangki diberi toleransi 20%, sehingga : volume tangki pengadukan 75.84 m / mgg 90.41m / mgg 1 20% Jika diameter tangki dirancang 4 m, maka tinggi tangki sebagai berikut: volume tangki pengadukan 90.41m t 1 2 π d 4 t 1 2 π (4m) t 4 7.19m Dengan demikian lama pengolahan air limbah dalam alat proses pengendapan sebagai berikut : total waktu tinggal waktu tangki pengadukan waktu tangki pengendapan 7 menit 9 menit 46 menit volume total volume( I II III ) (198 214.5 5.25)m 417.75 m STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 692 Ayunita Iriyanti, dkk

KESIMPULAN 1. Dosis penambahan tawas dan kapur dinyatakan dalam persamaan y = - 0,000226428 + (4,22512x10-5 ) (b) (0,0479874) (c), dengan y = konsentrasi SS (gram), b = kebutuhan tawas (ppm) dan c = kebutuhan kapur (gram). 2. Hubungan antara konsentrasi SS dan kecepatan pengendapan dinyatakan dalam persamaan y = -0.026 ln(x) - 0.1517 dengan y = kecepatan pengendapan (gram/ml) dan x = konsentrasi SS (gram).. Ukuran Alat proses pengendapan untuk debit aliran 0.1794 m /detik adalah Tangki pengadukan : diameter 4 m, tinggi 7.2 m. Tangki pengendapan : panjang 11 m, lebar 6 m, kedalaman 9 m, tinggi m DAFTAR PUSTAKA 1. Wisnu Arya Wardhana. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi, Yogyakarta, (2001). 2. Austin, George T. Industri Proses Kimia. Erlangga, Jakarta, (1996).. Nn. Brosur Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). IPAL, Yogyakarta, (2009). 4. Sumarno, 2010, Pengolahan Air limbah Organik Dengan proses Biologis Aerobik Available: http://www.pdamsby.go.id/bacaartikel.asp?idart=8&iddart=2, diakses 0 06-2010. 5. Ayunita I., Laporan Kerja Praktek, Jurusan Teknokimia Nuklir, Program Studi Teknokimia, STTN-BATAN, Indonesia, (2009). 6. Mutia A., Tugas Akhir, Jurusan Teknokimia Nuklir, Program Studi Teknokimia, STTN- BATAN, Indonesia, (2009). 7. Sudi Setyo Budi. Tesis, Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Indonesia, (2006). 8. Wisnu Arya Wardhana. Teknologi Nuklir, Proteksi Radiasi dan Aplikasinya. Penerbit Andi, Yogyakarta, (2001). 9. Trisnadi Arifiansyah. Tugas Akhir, Jurusan Teknokimia Nuklir, Program Studi Teknokimia, STTN-BATAN, Indonesia, (2009). Ayunita Iriyanti, dkk 69 STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA

STTN-BATAN & Fak. Saintek UIN SUKA 694 Ayunita Iriyanti, dkk