PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

ABSTRACT. Keywords : high calcium milk, adolescent boys, blood calcium concentration, bone density.

METODE PENELITIAN. Desain Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada masa remaja puncak pertumbuhan masa tulang (Peak Bone Massa/PBM)

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

GAMBARAN PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA SISWA SMP AR-RAHMAN MEDAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan osteoporosis di kehidupan selanjutnya (Greer et al,2006)

BAB I PENDAHULUAN. lalu. Di negara Swiss terdapat lukisan pada tahun 1850 yang memperlihatkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi, salah satunya adalah kelompok remaja.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB 1 PENDAHULUAN 1-1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi terhambat dan menyebabkan rickets, sedangkan kekurangan. kalsium pada kelompok dewasa akan menyebabkan Osteoporosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan sebelum mengisi aktivitas yang lain setiap hari. Sarapan dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mineral tulang disertai dengan perubahan mikroarsitektural tulang,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan di Indonesia akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. pada sekelompok masyarakat disuatu tempat. Hal ini berkaitan erat dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Isni Utami I., FKM UI, 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I PENDAHULUAN. usia 0-5 tahun mengalami tubuh pendek (stunting) akibat kekurangan gizi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsumsi kalsium..., Endang Mulyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia (SDM) ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Responden. Berdasarkan karakteristik responden pada Tabel 1, kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. lemak, laktosa, mineral, vitamin, dan enzim-enzim (Djaafar dan Rahayu, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ikan tuna di dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010).

12 PESAN DASAR NUTRISI SEIMBANG

BAB I PENDAHULUAN. penambahan bahan-bahan lain. Bahkan fast food (makanan cepat saji) semakin

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan aktifitas tersebut tubuh kita membutuhkan energi. Energi yang dibutuhkan oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. oleh tubuh. Kekurangan asupan kalsium di dalam tubuh dapat menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, masalah gizi kurang masih banyak ditemukan, khususnya

PENDAHULUAN. Pada dasarnya bahan pangan hasil pertanian seperti buah-buahan, umbiumbian

LEMBAR KESEDIAAN DALAM PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam susu dapat dimanfaatkan oleh tubuh. Di dalam kehidupan sehari-hari,

Jurnal Keperawatan, Volume VIII, No. 1, April 2012 ISSN

Ikan, merupakan jenis makanan sehat yang rendah lemak jenuh, tinggi. protein, dan merupakan sumber penting asam lemak omega 3.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Food SUSU SUSU. Mitos. Minum BISA PACU TINGGI BADAN? Susu BISA GANTIKAN. for Kids. Makanan Utama? pada Bumil. Edisi 6 Juni Vol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PEMBERIAN SUSU TERHADAP INDEKS MASSA TUBUH DAN KEPADATAN TULANG PUNGGUNG REMAJA PRIA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden (Anak Sekolah Dasar)

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin kurang dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

PEMBERIAN MP ASI SETELAH ANAK USIA 6 BULAN Jumiyati, SKM., M.Gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Hubungan antara..., Noor Risqi Skriptiana, FKM UI, 2009

METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

BAB I PENDAHULUAN. Pisang ( Musa paradisiaca L) adalah salah satu buah yang digemari oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada awal berdiri tahun 1998, anggota IVS berjumlah orang. Hingga tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III SOLUSI BISNIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

AWAL YANG SEGAR: KIAT-KIAT POLA MAKAN YANG SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir Universitas Kristen Maranatha

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dalam pencegahannya. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit

BAB III SOLUSI BISNIS

GIZI SEIMBANG BAGI ANAK REMAJA. CICA YULIA, S.Pd, M.Si

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang banyak terjadi dan tersebar di seluruh dunia terutama di negara

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu usaha peternakan yang digalakkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. pasar yang dapat memuaskan keinginan maupun kebutuhan. Produk dapat dibedakan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-20, mulai bermunculan restoran-restoran fast food.

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan LAKI-LAKI PEREMPUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

UNIVERSITAS ESA UNGGUL KUESIONER PENELITIAN

Transkripsi:

PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga tulang lebih padat, tidak rapuh dan tidak mudah terkena risiko osteoporosis pada saat usia lanjut. Agar tulang menjadi kuat, diperlukan asupan zat gizi yang cukup terutama kalsium. Kalsium merupakan zat utama yang diperlukan dalam pembentukan tulang, dan zat gizi ini antara lain dapat diperoleh dari susu. Pada susu juga terkandung zat-zat gizi yang berperan dalam pembentukan tulang seperti protein, fosfor, vitamin D, vitamin C dan besi. Selain zat-zat gizi tersebut, susu juga masih mengandung zat-zat gizi penting lainnya yang dapat meningkatkan status gizi. Usia remaja merupakan masa yang penting dalam kelangsungan hidup manusia. Masa ini merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat baik fisik maupun mental, aktivitas yang makin meningkat serta sering disertai dengan perubahan pola konsumsi pangan. Menurut WHO (1989) dalam Wall (1998), remaja adalah mereka yang berusia antara 10 hingga 24 tahun. Untuk mengimbangi pertumbuhan dan perkembangan yang cepat, tubuh memerlukan zat gizi yang lebih banyak dan lebih berkualitas, sehingga apabila tidak diimbangi dengan pola konsumsi pangan yang sehat, masa remaja dapat menjadi masa yang rawan gizi. Salah satu zat gizi yang diperlukan pada masa remaja ini adalah kalsium. Menurut Khomsan (2004), retensi kalsium pada remaja pria tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan pada masa usia pra sekolah. Pada masa pra usia sekolah retensi kalsium sebagai tulang adalah sebesar 100 mg/hari. Pada usia remaja terjadi pembentukan jaringan tulang. Massa jaringan tulang total pada tubuh 45% terbentuk pada saat remaja dan puncak kepadatan tulang dicapai pada saat remaja akhir Masa pertumbuhan tulang sangat membutuhkan zat kalsium yang terutama dapat diperoleh dari susu sebagai sumber utama kalsium (Matkovic et al. 1994). Selain itu, masa remaja dapat dianggap sebagai masa terakhir dalam perbaikan

gizi yang optimal, karena setelah melewati masa ini, perbaikan gizi sebagian besar hanya bermanfaat untuk mempertahankan kebugaran tubuh. Masa remaja merupakan masa puncak aktivitas. Pada masa ini umumnya sangat sibuk dengan kegiatan baik yang bersifat kurikuler (kegiatan akademis) maupun kegiatan non-kurikuler (di luar kegiatan akademis). Kegiatan kurikuler yang dilakukan antara lain adalah kegiatan belajar, mengerjakan tugas-tugas dan lain-lainnya, sedangkan kegiatan non-kurikuler seperti bermain, olah-raga serta kegiatan fisik lainnya. Pada umumnya pada remaja pria porsinya lebih tinggi dibandingkan dengan remaja wanita. Kondisi seperti ini tentunya sangat memerlukan asupan gizi yang tinggi dan berkualitas. Susu merupakan sumber utama kalsium masyarakat di negara-negara Barat, sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, susu masih dianggap sebagai bahan pangan mahal, sehingga hanya mampu dijangkau oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas. Menurut Khomsan (2006), di negara-negara Barat, kebiasaan minum susu telah mendarah daging sejak anak masih kecil hingga dewasa, sedangkan di negara-negara berkembang upaya penggalakan minum susu masih menghadapi kendala status ekonomi penduduk yang umumnya rendah. Susu yang biasa dikonsumsi dan diperdagangkan saat ini pada umumnya adalah susu sapi. Susu tidak hanya dapat dikonsumsi dalam bentuk cair, bahan pangan ini juga dapat diolah dan dikonsumsi dalam berbagai bentuk seperti yoghurt, yakult, keju, mentega dan berbagai bentuk olahan susu bubuk dan susu kental manis. Pada perkembangan selanjutnya, dengan tujuan meningkatkan kualitas susu (dan juga untuk lebih menarik minat konsumen), bentuk olahan susu banyak yang diperkaya dengan zat gizi tambahan, misalnya dengan zat gizi kalsium (yang dikenal sebagai susu high calcium). Selain itu ada juga dengan cara mengurangi kadar lemak susu (low fat) sehingga secara proporsional kandungan gizi lainnya termasuk kalsium menjadi lebih tinggi (high calcium). Jenis susu ini biasanya terdapat dalam bentuk susu bubuk yang pada pengolahannya memerlukan suhu sangat tinggi, sehingga dapat menurunkan kandungan gizi susu. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas dan untuk mempertahankan kandungan gizi pada susu bubuk, seringkali dilakukan melalui proses pengayaan (enrichment) zat gizi.

Susu yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis susu berkalsium tinggi (high calcium) dan susu segar cair (fresh milk) komersial yang dikonsumsi sebagai minuman. Susu ini belum diubah komposisi gizinya dan diolah dengan menggunakan pemanasan melalui proses UHT (Ultra High Temperature). Melalui pemanasan dengan metode UHT, pada umumnya bakteri akan mati, khususnya yang bersifat patogen sehingga susu terlindung dari kerusakan akibat kontaminasi bakteri yang dapat merusak susu dan menimbulkan penyakit. Susu UHT yang digunakan dipanaskan pada suhu 140 0 C selama empat detik, selanjutnya dikemas dengan menggunakan wadah (dus) aseptik multilapis, sehingga dapat terhindar dari kontaminan yang berasal dari luar wadah. Menurut Brown (2000), susu jenis ini umumnya dipanaskan pada suhu 138 0-150 0 C selama 2 6 detik dan dapat disimpan di dalam suhu ruang dengan waktu lebih dari 3 bulan. Menurut Weaver (2000), perubahan pola konsumsi pangan yang menonjol pada remaja adalah perubahan konsumsi minuman. Remaja, terutama remaja putra, cenderung lebih suka mengonsumsi minuman yang sedang populer atau digemari di kalangan remaja dengan kurang bahkan tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap kesehatan. Selanjutkan dikatakan bahwa sumber utama kalsium adalah susu dan produk olahannya, akan tetapi terdapat kecenderungan pada remaja untuk menggantikan susu sebagai minuman utama dengan minuman ringan (soft drink). Volek et al. (2003), melaporkan bahwa perubahan konsumsi minuman di kalangan remaja ini berkontribusi pada asupan yang rendah gizi termasuk kalsium. Lebih dari separuh remaja (di Amerika) mengonsumsi susu kurang dari sekali sehari, sedangkan yang dianjurkan adalah sebanyak tiga kali sehari. Di Indonesia, menurut Khomsan (2004), konsumsi susu rata-rata hanya sekitar 0,5 gelas per minggu setiap orang. Seseorang yang mengonsumsi susu dalam jumlah yang rendah pada saat anakanak dan remaja, memiliki risiko kurangnya kepadatan tulang dan terjadinya osteoporosis pada saat dewasa dan lanjut usia (Kalkwarf et al. 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Volek et al. (2003) dengan pemberian susu dan jus buah selama 12 minggu pada dua kelompok remaja putra yang sedang mengikuti pelatihan olahraga, menunjukkan bahwa pada kelompok yang diberi susu tercatat secara nyata memiliki asupan kalsium dan kepadatan tulang yang lebih tinggi daripada kelompok yang diberi jus buah. Pada remaja

wanita, yang diteliti oleh Cadogan et al. (1997), menunjukkan bahwa pemberian minuman susu juga secara nyata dapat meningkatkan kepadatan tulang, akan tetapi tidak menambah berat badan atau lemak tubuh. Di Indonesia, pada moto gizi empat sehat lima sempurna, susu terletak pada urutan paling terakhir yaitu pada kelompok lima sempurna. Hal ini karena susu masih dianggap barang mahal dan masih sulit dijangkau oleh masyarakat banyak. Kondisi ini dapat dilihat dari konsumsi susu yang masih rendah, yaitu hanya 5,10 kg/orang/tahun (Khomsan 2004). Sementara itu, ukuran per saji untuk konsumsi susu sampai saat ini di Indonesia belum baku. Ukuran per saji secara komersial yang ada saat ini adalah berkisar antara 180 ml dan 250 ml. Di dalam anjuran jumlah per saji menurut kecukupan energi, juga belum tercantum untuk kelompok umur 16-18 tahun dan 19-26 tahun untuk bahan pangan susu (Depkes 2002). Penelitian yang berhubungan dengan kepadatan tulang yang telah dilakukan selama ini sebagian besar hanya terfokus pada wanita dan manula, sedangkan penelitian kepadatan tulang pada pria, khususnya remaja pria, masih kurang. Penelitian kepadatan tulang pada remaja pria seharusnya juga sama pentingnya seperti pada wanita. Walaupun kejadian osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita, akan tetapi tingkat kematian akibat patah tulang karena osteoporosis lebih tinggi terjadi pada pria dibandingkan wanita. Menurut Campion dan Maricic (2003), tingkat kematian akibat patah tulang pada pria mencapai 31%, sedangkan pada wanita hanya 17%. Selanjutnya, menurut Andersen et al. (2000), prevalensi osteoporosis pada usia di bawah 50 tahun lebih tinggi terjadi pada pria (14,3%) dibandingkan pada wanita (5,4%). Kondisi ini terutama karena pola konsumsi pangan tidak sehat yang sering dilakukan oleh pria. Menurut analisis Puslitbang Gizi dan Makanan, penderita osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan yaitu sebesar 19,7%. Kecenderungan osteoporosis ini enam kali lebih tinggi dibandingkan dengan osteoporosis di negeri Belanda (Depkes 2004). Penelitian yang terkait dengan kesehatan tulang yang dilakukan di Indonesia pada umumnya bersifat retrospektif, sedangkan penelitian yang bersifat eksperimental, khususnya yang menggunakan susu komersial untuk remaja pria, sejauh ini belum ditemui. Selain itu, hasil-hasil penelitian tentang pengaruh konsumsi susu terhadap kepadatan tulang masih bersifat kontroversi. Menurut Weinsier dan Krumdieck (2000),

dari sebanyak 57 studi, 53% menunjukkan tidak terdapat pengaruh antara konsumsi susu terhadap kepadatan tulang, 42% menunjukkan pengaruh positif dan 5% menunjukkan pengaruh negatif terhadap kepadatan tulang. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penelitian ini perlu dilakukan khususnya untuk lebih jelas mengetahui pengaruh pemberian susu berkalsium tinggi terhadap kepadatan tulang remaja pria. Dari penelitian ini diharapkan akan dapat diketahui lebih jauh tentang masalah kepadatan tulang pada pria remaja dan hubungannya dengan konsumsi susu. Masalah Penelitian 1. Apakah pemberian susu berkalsium tinggi dan susu segar dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada kadar kalsium darah dan kepadatan tulang remaja pria? 2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh dari volume susu (250 ml, 500 ml, 750 ml) terhadap kadar kalsium darah dan kepadatan tulang remaja pria? Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh pemberian jenis susu berkalsium tinggi dan susu segar pada kadar kalsium darah dan kepadatan tulang remaja pria. Tujuan khusus 1. Menganalisis pengaruh pemberian jenis susu perlakuan (susu berkalsium tinggi, susu segar) terhadap kadar kalsium darah dan kepadatan tulang pinggang, punggung, kepala, lengan, rusuk, panggul dan kaki pada remaja pria. 2. Menganalisis pengaruh volume susu yang diberikan (250 ml, 500 ml dan 750 ml) terhadap, kadar kalsium darah dan kepadatan tulang pinggang, punggung, kepala, lengan, rusuk, panggul dan kaki pada remaja pria. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk memberikan perhatian pada kelompok masyarakat yang kekurangan gizi seperti kelompok remaja yang memiliki IMT rendah (<18,5). Kebijakan yang dapat dilakukan antara lain dengan lebih meningkatkan produksi dan distribusi susu, sehingga dapat dengan mudah didapat serta murah harganya sehingga susu tidak lagi dianggap sebagai bahan pangan mahal yang hanya dapat dikonsumsi oleh masyarakat ekonomi kuat. Hal ini mengingat bahwa pada umumnya kelompok remaja yang kurang gizi berasal dari kelompok masyarakat ekonomi lemah. Dari segi riset, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi penelitian sejenis khususnya yang terkait dengan penelitian tentang remaja dan kepadatan tulang. Selain itu, penelitian ini juga masih banyak mempunyai celah yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Melalui hasil penelitian ini juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya pada remaja untuk lebih memilih susu sebagai minuman kesehatan daripada jenis minuman lainnya. Dengan demikian, selain dapat lebih meningkatkan konsumsi susu dalam negeri, juga masyarakat akan menjadi lebih sehat dan tetap sehat di usia lanjut yang antara lain karena berkurangnya risiko penyakit osteoporosis. Bagi industri pengolahan susu, diharapkan dapat lebih memperhatikan kandungan gizi produk sesuai dengan klaim kesehatan yang dipromosikan. Hal ini selain tidak merugikan konsumen juga akan lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap produk industri pengolahan susu sehingga akan dapat meningkatkan minat konsumen untuk mengonsumsi susu. Dengan demikian permintaan produk susu akan makin meningkat dan akhirnya juga akan menguntungkan bagi pihak industri susu.