I. PENDAHULUAN. oleh tubuh. Kekurangan asupan kalsium di dalam tubuh dapat menyebabkan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. oleh tubuh. Kekurangan asupan kalsium di dalam tubuh dapat menyebabkan"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Kekurangan asupan kalsium di dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan, terutama berhubungan dengan kesehatan tulang. Salah satu penyakit defisiensi kalsium yang menjadi perhatian penting karena efek yang ditimbulkannya adalah osteoporosis. Osteoporosis adalah gejala menyusutnya massa tulang, sehingga tulang menjadi rapuh, keropos dan mudah patah. Menurut data Puslitbang Gizi Depkes RI tahun 2006, angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) adalah 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3% yang berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia berisiko terkena osteoporosis. Lebih jauh dijelaskan bahwa kondisi ini terjadi akibat asupan kalsium masyarakat Indonesia masih sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah asupan yang dianjurkan. Menurut Departemen Kesehatan (2009), jumlah asupan kalsium penduduk Indonesia hanya berkisar antara mg per hari untuk orang dewasa dan antara mg per hari untuk wanita hamil. Padahal asupan kalsium yang dianjurkan menurut Standar Internasional sebesar mg per hari untuk orang dewasa dan mg per hari untuk wanita hamil. Hal ini menunjukkan bahwa asupan dan kebutuhan kalsium masyarakat Indonesia tidak seimbang sehingga rawan terhadap penyakit defisiensi kalsium yang dapat menyebabkan gangguan pada tulang. Sumber kalsium yang banyak dikonsumsi saat ini terutama dari susu dan produk-produk olahannya. Reykdall dan Lee (1991) menambahkan bahwa 1

2 meskipun kandungan kalsium antara susu dan bayam relatif sama, namun kalsium yang tersedia pada susu 9 kali lebih tinggi dibandingkan bayam. Absorbsi kalsium susu pada manusia 5.4 kali lebih besar dibandingkan bayam (Heaney dkk., 1988). Perbedaan absorbsi terutama disebabkan perbedaan kelarutan kalsium bayam yang lebih rendah dibanding susu. Meskipun susu merupakan sumber kalsium yang baik, susu sebagai sumber kalsium memiliki keterbatasan, terutama pada penderita lactose intolerance, susu dapat menyebabkan diare. Selain itu, karena berbagai alasan tidak semua masyarakat menyukai susu dan produk olahannya, sehingga diperlukan suatu usaha untuk mencari bahan makanan yang mengandung kalsium dari sumber lain untuk memenuhi asupan kalsium harian. Salah satu alternatif sumber kalsium yaitu Spirulina platensis. Spirulina merupakan mikroalga berwarna hijau-kebiruan (cyanophyceae), termasuk sianobakteri dan sangat mudah dibudidayakan. Kandungan kalsium dalam S. platensis dapat mencapai hampir mg kalsium per 100 g, dibandingkan berbagai jenis sayuran kandungannya mencapai 3 kali lipatnya, dibandingkan susu dan yogurt 4 kalinya (Tietze, 2004). Kandungan kalsium dalam biomassa dapat bervariasi terutama dipengaruhi oleh media budidayanya. Beberapa faktor dalam lingkungan budidaya S. platensis yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan komposisi biomassanya, yaitu ph, salinitas, intensitas cahaya, suhu, ion bikarbonat, dan fosfor (Vonshak, 1984; 1987; Markou dkk., 2012). Lingkungan ph yang alkali (8-11) menguntungkan karena selama budidaya tidak mudah terkontaminasi dengan mikroalga lainnya. Jiminez dkk. (2003) menjelaskan 2

3 bahwa biomassa kering S. platensis dapat mencapai ton per hektar kolam/tahun. Habib dkk. (2008) menyatakan bahwa FAO merekomendasikan konsumsi 4 g Spirulina untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan kalsium harian. Hasil penelitian Gupta dkk. (2010), mengungkapkan bahwa pemberian 500 mg/kg BB S. fusiformis dapat meningkatkan integritas tulang tikus diabetik. Di Indonesia, Spirulina terutama dikonsumsi sebagai suplemen dengan dosis anjuran g/hari. Pada dosis 500 mg/kg BB S. fusiformis dapat meningkatkan integritas tulang tikus diabetik (Gupta dkk., 2010). Bergesernya gaya hidup, menyebabkan masyarakat lebih memilih pangan fungsional dibandingkan konsumsi suplemen yang secara psikologis seperti minum obat. Pangan fungsional merupakan pangan yang memiliki zat gizi sekaligus memiliki efek fisiologis terhadap kesehatan. Beberapa penelitian penambahan S. platensis ke dalam berbagai produk pangan telah dikembangkan. Preferensi konsumen terhadap produk tersebut terutama pada produk bakery yaitu cookies dan flake, minuman jelly dan yogurt (Lelana dkk., 2011 dan 2012; Larasati, 2010; Prabamukti, 2010; Arumsari, 2011). Produk tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif sumber kalsium untuk masyarakat. Fortifikasi dalam produk pangan tersebut dapat menyebabkan S. platensis mengalami berbagai kondisi proses pengolahan, antara lain terkena suhu tinggi (panas), ph, oksigen dan cahaya dalam waktu singkat maupun lama. Lelana dkk. (2010) menjelaskan bahwa produk produk yang diperkaya S.platensis dan disukai oleh konsumen adalah produk-produk bakery dan minuman jelly. Produk bakery 3

4 terutama diproses pada suhu C dan minuman diproses pada suhu C. Proses pengolahan dapat mengakibatkan perubahan bioavailabilitas mineral dan komponen gizi lainnya. Santoso dkk. (2006), menyatakan bahwa mineral pada makanan dapat berubah struktur kimianya pada waktu proses pengolahan atau akibat interaksi dengan bahan lain. Reykdal dan Lee (1991) menjelaskan bahwa pengolahan susu penuh (whole milk) menjadi susu skim dapat menurunkan bioavailabilitas kalsium, sedangkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa proses pasteurisasi pada 3,6% susu rekonstitusi (Keane dkk., 1988) dan pemanasan selama 30 menit pada 10% susu rekonstitusi tidak menyebabkan perubahan bioavailabilitas kalsium. Dengan demikian terlihat bahwa pola bioavailabilitas kalsium sangat dipengaruhi oleh pengolahan. Paparan panas tinggi menggunakan oven pada biomassa kering S.platensis dapat menyebabkan perubahan beberapa komponen gizi (air, lemak, dan sifat fungsionalnya: aktivitas antioksidan, kelarutan, water absorption, serta water holding capacity), sedangkan protein dan kadar abu relatif tetap. Paparan dengan uap panas ( C) mampu mempertahankan zat gizi dibandingkan paparan dengan udara panas (oven) (Ekantari, 2012). Namun demikian, mineral yang tersedia khususnya bioavailabilitas kalsium belum dikaji lebih lanjut. Bioavailabilitas kalsium selain dipengaruhi jumlah yang tersedia juga kemampuannya untuk diabsorbsi. Bronner dan Pansu (1999) menjelaskan bahwa efisiensi absorpsi kalsium dipengaruhi antara lain solubilitas, keasaman, serat dan lemak dalam diet. Kalsium mudah diserap dalam bentuk ion. Apabila kelarutan 4

5 garam kalsium semakin tinggi, maka lebih mudah diabsorpsi, sedangkan keasaman dalam usus halus penting, karena dalam suasana alkalis, Ca 2+ akan membentuk garam dan mengalami presipitasi, sehingga sulit diserap. Lee dkk. (2001) menyatakan bahwa Ca dalam S.platensis terikat secara ionik dengan polisakarida tersulfitasi. Beberapa jenis polisakarida yang terdapat dalam S. platensis dan telah dilaporkan antara lain polimer yang terdiri atas rhamnosa, (Chaiklahan dkk., 2013; Lee dkk., 2000), manosa, xylosa, galaktosa (Sekharam dkk., 1987), dan glukan (Sekharam dkk., 1989), hemiselulosa dan pektin (Babadzhanov dkk., 2004). Kompleks serat pangan dengan kalsium pada S.platensis dimungkinkan dapat mempengaruhi bioavailabilitas kalsium. Urbano dkk. (1999) menyebutkan bahwa pada serealia, serat pangan justru dapat menghambat absorpsi kalsium dan fosfor karena adanya asam fitat yang mengikat mineral tersebut membentuk kompleks mineral. Pada bagian ileum dan jejunum, keberadaan kompleks mineral kalsium dengan bahan lain seperti serat pangan juga dapat menyebabkan penurunan absorpsi. Namun demikian, apabila serat pangan mencapai usus besar dan dapat difermentasi oleh bakteri fecal, dapat menghasilkan short chain fatty acid (SCFA) sehingga kondisi menjadi lebih asam dan dapat meningkatkan penyerapan kalsium. Beberapa serat pangan larut ternyata berpotensi meningkatkan bioavailabilitas kalsium dalam tubuh. Cashman (2002) menyebutkan, oligosakarida dapat memperbaiki penyerapan kalsium pada remaja dan dewasa. Belay (2008) menyebutkan bahwa karbohidrat dalam S. platensis terutama terdiri dari rhamnosa, kurang lebih sebesar 43% komponen karbohidrat 5

6 adalah serat pangan. Namun demikian, informasi tentang serat pangan S. platensis masih sangat terbatas. Sekharam dkk. (1989) menjelaskan bahwa glukan yang ditemukan di S. platensis memiliki rantai utama α-1,4 dan bercabang pada α-1,6. Apabila dihidrolisis dengan α-amilase, α- glukosidase dan pullulanase menghasilkan glukosa dan maltosa, sedangkan hidrolisis dengan asam diperoleh glukosa, maltosa, isomaltosa, dan maltotriosa. Terlihat bahwa keberadaan serat pangan dapat menggangu absorpsi kalsium (di usus halus), namun dapat juga bersifat menguntungkan, yaitu meningkatkan absorpsi (di usus besar), maka perlu diteliti serat pangan dan kalsium S. platensis dalam sistem pangan dikaitkan dengan bioavailabilitasnya Perumusan Masalah: 1. Bagaimanakah potensi S. platensis dari Indonesia sebagai sumber kalsium dengan media budidaya air laut maupun air tawar sebagai sumber kalsium? 2. Bagaimanakah efek pengolahan dengan pemanggangan serta pemanasan pada berbagai ph terhadap kelarutan kalsium (Ca) dari S. platensis? 3. Bagaimanakah hubungan bioavailabilitas kalsium dengan kandungan kalsium dan serat pangan dalam S. platensis? 4. Berapakah bioavailabilitas kalsium dan bagaimana fermentabilitas serat pangan dari S. platensis dan apakah berpengaruh terhadap bioavailabilitas Ca dalam tubuh tikus? 6

7 1.3. Tujuan Penelitian: Tujuan Umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pengolahan pada S. platensis serta hubungan antara kalsium dan serat pangan terhadap bioavailabilitas kalsium (Ca) pada model hewan coba. Tujuan Khusus Penelitian ini adalah: 1. Mengetahui sifat sensoris, fisik, kimia dan fisikokimiawi Spirulina platensis yang berasal dari berbagai tempat budidaya yang berpotensi sebagai sumber kalsium. 2. Mengetahui pengaruh pengolahan dengan pemanggangan (baking) terhadap perubahan sifat fisiko kimia (kelarutan, kemampuan mengikat air dan lemak), proporsi serat pangan tak larut dan serat pangan larut serta bioavailabilitas invitro kalsium dari massa semi padat S. platensis. 3. Mengetahui pengaruh kondisi pengolahan dengan variasi ph dan suhu pemanasan terhadap kelarutan kalsium biomassa S. platensis. 4. Mengevaluasi bioavailabilitas kalsium dan fermentabilitas serat pangan serta pengaruh fermentasi serat pangan terhadap bioavailabilitas kalsium S. platensis secara in vivo menggunakan hewan coba tikus Sprague- Dawley. 7

8 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi ilmiah terkait ketersediaan dan bioavailabitas kalsium (Ca), dan gambaran hubungan kalsium dan serat yang terdapat pada Spirulina platensis dalam suatu sistem pangan, diharapkan hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumber informasi untuk aplikasi S.platensis ke dalam berbagai produk pangan. 8

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan salah satu jenis organisme laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Berdasarkan data DKP (2005), ekspor rajungan beku sebesar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Menyusui merupakan aspek yang sangat penting untuk kelangsungan hidup bayi guna mencapai tumbuh kembang bayi atau anak yang optimal. Sejak lahir bayi hanya diberikan ASI hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium Softgel Cegah Osteoporosis Calcium softgel mampu mencegah terjadinya Osteoporosis. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang ditandai dengan menurunnya massa tulang (kepadatan tulang) secara keseluruhan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat tulang sehingga

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pengolahan sumberdaya perikanan terutama ikan belum optimal dilakukan sampai dengan pemanfaatan limbah hasil perikanan, seperti kepala, tulang, sisik, dan kulit. Seiring

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi

I. PENDAHULUAN. nilai gizi yang sempurna ini merupakan medium yang sangat baik bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang mempunyai nilai gizi tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita terdapat dalam susu. Susunan nilai gizi yang sempurna ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga yang sehat merupakan kebahagian bagi kehidupan manusia. Hal ini memang menjadi tujuan pokok dalam kehidupan. Soal kesehatan ditentukan oleh makanan

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran 30 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Konsumsi pangan merupakan faktor penentu yang penting dalam menentukan status kepadatan tulang khususnya pada saat pertumbuhan seperti pada masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan

BAB I PENDAHULUAN. akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Zat gizi makro yaitu karbohidrat, protein, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani siklus hidupnya membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Kebutuhan zat gizi bagi tubuh meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN mg/dl. Faktor utama yang berperan dalam mengatur kadar gula darah

PENDAHULUAN mg/dl. Faktor utama yang berperan dalam mengatur kadar gula darah PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan umumnya mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Salah satu monomer penyusun utama karbohidrat adalah glukosa yang berfungsi sebagai sumber utama energi bagi tubuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoporosis merupakan penyakit yang paling umum terjadi pada tulang, penyakit ini ditandai dengan penurunan kepadatan tulang dan peningkatan risiko terjadinya patah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus

BAB I PENDAHULUAN. tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang yang sehat adalah tulang yang kuat dan tidak mudah patah. Kekuatan tulang ditentukan oleh tingkat kepadatannya. Penurunan massa tulang akan terus terjadi seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di Indonesia. Asupan zat gizi yang mempunyai peran penting dalam masalah pangan dan gizi adalah kalsium.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembentukan tulang didalam tubuh disebut Osteogenesis. Pembentukan tulang terdiri dari penyerapan dan pembentukan yang terjadi secara terus menerus atau selalu

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

Apa itu Kalsium (Ca)?

Apa itu Kalsium (Ca)? 19 Sumber Makanan yang Mengandung Kalsium Tinggi Selain Susu - Selama ini kita mengenal bahwa susu adalah sumber kalsium tertinggi. Tapi tahukah anda, masih banyak makanan lainnya yang mengandung kalsium

Lebih terperinci

Zat makanan yang ada dalam susu

Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu Zat makanan yang ada dalam susu berada dalam tiga bentuk yaitu 1.larutan sejati (karbohidrat, garam anorganik dan vitamin) 2.larutan koloidal (protein dan enzim) 3.emulsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka insiden dan prevalensi penyakit degeneratif di berbagai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peningkatan angka insiden dan prevalensi penyakit degeneratif di berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insiden dan prevalensi penyakit degeneratif di berbagai penjuru dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber nutrisi lengkap dan mengandung gizi tinggi. Kandungan kalsium susu sangat dibutuhkan dalam masa pertumbuhan dan pembentukan tulang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

KONSEP DASAR ILMU GIZI. Rizqie Auliana, M.Kes

KONSEP DASAR ILMU GIZI. Rizqie Auliana, M.Kes KONSEP DASAR ILMU GIZI Rizqie Auliana, M.Kes rizqie_auliana@uny.ac.id DEFINISI Ilmu yg mempelajari segala sesuatu ttg makanan dalam hubungannya dg kesehatan optimal. Kata gizi berasal dari bhs Arab ghizda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pisang merupakan buah-buahan dengan jenis yang banyak di Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok dan masih banyak lagi. Menurut Kementrian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia, terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, penurunan kematian bayi, penurunan fertilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu merupakan bahan makanan yang bergizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang lengkap dan seimbang seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia ke arah peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja merupakan salah satu sasaran pembangunan di Indonesia. Salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi merupakan jaringan keras pada rongga mulut yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi merupakan jaringan keras pada rongga mulut yang berfungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Gigi merupakan jaringan keras pada rongga mulut yang berfungsi memotong, menghaluskan, dan mencampur makanan (Hall, 2011). Bagian keras dari gigi adalah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan nutrisi selektif bagi bakteri menguntungkan di dalam usus besar.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan nutrisi selektif bagi bakteri menguntungkan di dalam usus besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Umbi-umbian merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat. Potensi umbi-umbian bukan hanya sekedar sebagai sumber karbohidrat telah banyak diteliti. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia banyak sekali dijual olahan susu fermentasi, salah satunya adalah yoghurt. Yoghurt memiliki nilai gizi yang lebih besar daripada susu segar karena terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulang terhadap terjadinya fraktur meningkat (Khan et al, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. tulang terhadap terjadinya fraktur meningkat (Khan et al, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Osteoporosis adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan massa dan perubahan struktur pada tulang, yang menyebabkan kerentanan tulang terhadap terjadinya fraktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar paling utama bagi manusia adalah kebutuhan pangan. Pangan diartikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cookies merupakan alternatif makanan selingan yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Cookies dikategorikan sebagai makanan ringan karena dapat dikonsumsi setiap

Lebih terperinci

PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR

PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR TUGAS AKHIR PEMBUATAN YOGHURT SUSU SAPI DENGAN BANTUAN MIKROORGANISME DALAM PLAIN YOGHURT MENGGUNAKAN ALAT FERMENTOR (MANUFACTURE OF COW S MILK YOGHURT WITH THE HELP OF MICROORGANISMS IN PLAIN YOGHURT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya. SUSU a. Definisi Susu Air susu termasuk jenis bahan pangan hewani, berupa cairan putih yang dihasilkan oleh hewan ternak mamalia dan diperoleh dengan cara pemerahan (Hadiwiyoto, 1983). Sedangkan menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineral Mikro Organik Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makluk hidup. Sebagian besar mineral akan tertinggal dalam bentuk abu sebagai senyawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengembangan peternakan dimasa mendatang bertujuan untuk mewujudkan peternakan yang modern, efisien, mandiri mampu bersaing dan berkelanjutan sekaligus dapat memberdayakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun

Lebih terperinci

FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI

FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI PKMI-1-03-1 FORTIFIKASI Fe ORGANIK DARI BAYAM (Amaranthus tricolor L) DALAM PEMBUATAN COOKIES UNTUK WANITA MENSTRUASI Dian Sukma Kuswardhani, Yaniasih, Bot Pranadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah gizi merupakan masalah kompleks yang masih mendapatkan perhatian lebih dibandingkan permasalahan kesehatan lainnya. Persoalan gizi yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tolo adalah salah satu jenis kacang-kacangan yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. Kacang tolo adalah salah satu jenis kacang-kacangan yang sudah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tolo adalah salah satu jenis kacang-kacangan yang sudah dikenal oleh masyarakat. Kandungan protein kacang tolo berkisar antara 18,3 25,53% yang berpotensi sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Es krim merupakan makanan padat dalam bentuk beku yang banyak disukai oleh masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Banyaknya masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun.

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur. diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 yaitu 73,7 tahun. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara dan kesejahteraan rakyat adalah meningkatnya usia harapan hidup, hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman kelapa merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tanaman kelapa merupakan tanaman yang dapat tumbuh di semua daerah di Indonesia. Tanaman ini mempunyai akar serabut, batang tunggal, buah menggerombol, dan daun berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ubi jalar atau ketela rambat ( Ipomoea batatas ) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi berupa

Lebih terperinci

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang AgroinovasI Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang Pisang kaya akan karbohidrat dan mempunyai kandungan gizi yang baik yaitu vitamin (provitamin A, B dan C) dan mineral

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya

I PENDAHULUAN. perubahan pola makan yang ternyata berdampak negatif pada meningkatnya I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

Pengawetan pangan dengan pengeringan

Pengawetan pangan dengan pengeringan Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata Paham BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemahaman Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham yang artinya mengerti benar tentang sesuatu hal. Pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang

I. PENDAHULUAN. hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pangan merupakan salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Dewasa ini telah banyak dikembangkan produk pangan yang memadukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan penurunan perkembangan. berakibat tingginya angka kesakitan dan kematian. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gizi adalah satu faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia. Kebutuhan gizi yang tidak tercukupi, baik zat gizi makro dan zat gizi mikro dapat menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai kemajuan dalam segala aspek kehidupan manusia saat ini telah meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi maupun dalam bidang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010).

I. PENDAHULUAN. mineral, serta antosianin (Suzuki, dkk., 2004). antikanker, dan antiatherogenik (Indrasari dkk., 2010). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah salah satu jenis sereal yang dikonsumsi hampir satu setengah populasi manusia dan kira-kira 95% diproduksi di Asia (Bhattacharjee, dkk., 2002). Terdapat beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahan baku utamanya yaitu susu. Kandungan nutrisi yang tinggi pada keju I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keju merupakan makanan yang banyak dikonsumsi dan ditambahkan dalam berbagai makanan untuk membantu meningkatkan nilai gizi maupun citarasa. Makanan tersebut mudah diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai kemunduran mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia merupakan masalah gizi yang sering terjadi di dunia dengan populasi lebih dari 30%. 1 Anemia lebih sering terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan

PENDAHULUAN. pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan PENDAHULUAN Latar Belakang Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Komoditas ini memiliki keragaman yang luas dan berperan sebagai sumber karbohidrat, protein nabati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap

BAB I PENDAHULUAN. di pasar saat ini adalah berbentuk flake. Sereal dalam bentuk flake dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan gaya hidup menuntut semua serba cepat dan praktis, tidak terkecuali makanan, sehingga permintaan akan sereal sarapan yang praktis dan bergizi semakin meningkat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010).

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi. Jakarta Barat, Jakarta Timur, dan Kep.Seribu (Riskesdas 2010). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi DKI Jakarta merupakan kota metropolitan yang terbagi menjadi 6 kabupaten/kota yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui

I. PENDAHULUAN. daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belimbing wuluh merupakan salah satu tanaman buah asli Indonesia dan daratan Malaya. Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi Linn.) banyak ditemui sebagai tanaman pekarangan

Lebih terperinci

TENTANG KATEGORI PANGAN

TENTANG KATEGORI PANGAN LAMPIRAN XIII PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KATEGORI PANGAN 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 4 Pangan untuk keperluan gizi khusus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 :

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan adalah produk fermentasi berbasis susu. Menurut Bahar (2008 : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konsumsi produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Produk-produk fermentasi dapat berbahan dari produk hewani maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Zat besi Besi (Fe) adalah salah satu mineral zat gizi mikro esensial dalam kehidupan manusia. Tubuh

Lebih terperinci

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi bukan merupakan makanan asli budaya Indonesia. Meskipun masih banyak jenis bahan makanan lain yang dapat memenuhi karbohidrat bagi tubuh manusia selain beras, tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus

BAB I PENDAHULUAN. Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan global yang prevalensinya terus meningkat setiap tahun. Anemia yang paling banyak terjadi baik di negara maju maupun negara berkembang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. kembang bayi dan anak, baik pada saat ini maupun masa selanjutnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan sebagai periode emas sekaligus periode kritis. Periode emas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Es krim merupakan merupakan salah satu produk olahan susu berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan dan dibuat melalui proses pembekuan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas yang memiliki fisik tanggung, mental yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang

BAB I PENDAHULUAN. Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Susu adalah bahan pangan yang dikenal kaya akan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi susu pada saat remaja terutama dimaksudkan untuk memperkuat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara penghasil pisang terbesar ketujuh di dunia, yang mampu menghasilkan 6,3 juta ton pisang per tahunnya (Furqon, 2013). Pada dasarnya, semua komponen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

Eko Winarti, SST.,M.Kes

Eko Winarti, SST.,M.Kes (SATUAN ACARA PENYULUHAN) Nutrisi Ibu Hamil Disusun oleh : Eko Winarti, SST.,M.Kes PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK (D.IV) FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS KADIRI SATUAN ACARA PENYULUHAN 1 Tema : Nutrisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditambahkan dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus

BAB I PENDAHULUAN. ditambahkan dengan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Yoghurt merupakan salah satu olahan susu hasil fermentasi. Susu yang dipanaskan agar tidak terkontaminasi oleh bakteri lain, kemudian ditambahkan dengan starter Lactobacillus

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Serat 2.1.1 Definisi Serat Pangan Definisi fisiologis serat pangan adalah sisa sel tanaman setelah dihidrolisis enzim pencernaan manusia. Hal ini termasuk materi dinding sel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam

I. PENDAHULUAN. dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian pemanfaatan limbah agroindustri yang ada di Lampung sudah banyak dilakukan sejak tahun 1995, meliputi pengolahan dan tingkat penggunaan dalam ransum ruminansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Di Indonesia produk pangan hasil fermentasi semakin meningkat seiring berkembangnya bioteknologi. Hasil olahan fermentasi yang sudah banyak diketahui oleh masyarakat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kalsium Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh. Kalsium dibutuhkan di semua jaringan tubuh, khususnya tulang. Sekitar 99% kalsium tubuh berada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan subsektor peternakan provinsi Lampung memiliki peranan yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan ini sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS)

SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS) SARI KURMA (PHOENIX DACTYLIFERA) SEBAGAI SUPLEMEN NUTRISI UNTUK MENAMBAH KADAR HAEMOGLOBIN PADA TIKUS PUTIH BETINA (RATUS NORVEGICUS) Setyo mahanani Nugroho 1, Masruroh 2, Lenna Maydianasari 3 setyomahanani@gmail.com

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koya adalah bubuk atau serbuk gurih yang digunakan sebagai taburan pelengkap makanan (Handayani dan Marwanti, 2011). Bubuk koya ini pada umumnya sering ditambahkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data WHO (2000), 57 juta angka kematian di dunia setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular dan sekitar 3,2 juta kematian disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci