BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional agar

ANALISIS PERENCANAAN PAJAK ATAS PEROLEHAN ALAT BERAT SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LABA KENA PAJAK DAN PPh TERUTANG (STUDI KASUS PADA PT APMS)

BAB II LANDASAN TEORI

KEPUTUSAN PEMBIAYAAN AKTIVA TETAP MELALUI LEASING DAN BANK KAITANNYA DENGAN PENGHEMATAN PAJAK

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat

Tinjauan Perencanaan Pajak Sehubungan Pembelian Aktiva Tetap Berwujud Secara Tunai, Kredit dan Leasing


BAB II LANDASAN TEORI. Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Sewa guna usaha (leasing) adalah suatu kontrak antara lessor (pemilik barang

NERACA ASSET TETAP (LEASING) ASSET TIDAK BERWUJUD

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembelian aset tetap, perusahaan harus mempertimbangkan alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang

Aspek Perpajakan atas Aktiva Tetap

Pengertian aset tetap (fixed asset) menurut Reeve (2012:2) adalah :

Oleh : Tita Safitriawati. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORITIS. Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum sebagai

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pembiayaan mana yang paling menguntungkan agar dapat. meminimalkan pengeluaran perusahaan dan dengan demikian keuntungan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dewasa ini, perusahaan dituntut untuk selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, industri konstruksi merupakan industri yang paling diwarnai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 5.1. Daftar Jenis Kendaraan CV. METROPOLITAN HOME. Umur Manfaat. B. Perbandingan Perolehan Kendaraan melalui Pembelian Tunai, Kredit

SEWA GUNA USAHA. Statement of Financial Accounting Standards No. 13 mengelompokkan sewa guna usaha menjadi :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. adalah bahasa bisnis(business language). Akuntansi menghasilkan informasi yang

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui penanaman barang modal. Dana yang diterima oleh perusahaan digunakan

AKUNTANSI UNTUK LEASING

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam rangka mempertahankan kelangsungan dan tujuan perusahaan

BAB III METODE PENELITIAN

Modul ke: Manajemen Perpajakan 06FEB. Samsuri, SH, MM. Fakultas. Program Studi Akuntansi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN. perusahaan perlu mendapat perhatian khusus dalam penetapan kebijakan baik

DAFTAR ISI ABSTRAK.. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai jumlah aset tetap yang cukup signifikan dalam laporan keuangannya, yaitu

BAB II AKUNTANSI SEWA

BAB II LANDASAN TEORI

LEBIH JAUH MENGENAI PSAK No. 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP

a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. administratif dan diharapkan akan digunakan lebih dari satu

BAB II LANDASAN TEORI. Sistem berasal dari bahasa Latin (systẻma) dan bahasa Yunani (sustẻma),

Leasing. Bahan Ajar : Manajemen Keuangan Bisnis II Digunakan untuk melengkapi buku wajib Disusun oleh: Nila Firdausi Nuzula

BAGIAN IX ASET

BAB II LANDASAN TEORI. suatu kontrak antara lessor (pemilik barang modal) dengan lessee (pengguna

AKUNTANSI PERPAJAKAN. Akuntansi Pajak atas Aktiva Berwujud

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1169/KMK.01/1991 TENTANG KEGIATAN SEWA GUNA USAHA (LEASING) MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN ASET YANG DIAMBIL-ALIH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 AKUNTANSI untuk SEWA GUNA USAA (LEASING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI KEUANGAN S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1169/KMK.01/1991 T E N T A N G KEGIATAN SEWA-GUNA-USAHA(LEASING)

Bab 10 PERUSAHAAN MODAL ASING (PMA) YANG MENGGUNAKAN BAHASA ASING DAN MATA UANG SELAIN RUPIAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. investasi jangka panjang bagi perusahaan. Mengingat bahwa tujuan dari pengadaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. pasca krisis tahun 1997, dengan kebijakan tersebut pemerintah berusaha

BAB II BAHAN RUJUKAN

AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA DAN JASA KUNSTRUKSI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Aktiva Tetap Tanaman Menghasilkan. menghasilkan, ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan bagi negara untuk

BAB III SISTEM AKUNTANSI PENYUSUTAN ASET TETAP BERWUJUD PADA PT HERFINTA FRAM AND PLANTATION

BAB II BAHAN RUJUKAN

PSAK 30 (REVISI 2007) ISAK 8 (REVISI 2007)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik

PERUSAHAAN SEWAGUNAUSAHA (PerlakuanAkuntansi dan Pajak)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Akuntansi yang mengatur tentang aset tetap. Aset tetap adalah aset berwujud yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembelanjaan Jangka Panjang 1 BAB 14 PEMBELANJAAN JANGKA PANJANG

Modul ke: PERPAJAKAN II BUNGA PINJAMAN. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Deden Tarmidi, SE., M.Ak., BKP. Program Studi Akuntansi.

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

BAB 2 LANDASAN TEORITIS. Aset tetap termasuk bagian yang sangat signifikan dalam perusahaan. Jika

BAB I PENDAHULUAN. karena setiap orang tidak dapat menghindarkan dirinya dari pajak. Pajak merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Yayasan Dana Pensiun PT. Merpati Nusantara Airlines. Yayasan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Carl (2015:3), Akuntansi (accounting) dapat diartikan sebagai

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

PENERAPAN AKUNTANSI PAJAK ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DENGAN METODE HAK OPSI (Studi Kasus Pada PT. Sinar Karya Cahaya Gorontalo) Oleh

PERENCANAAN PAJAK ATAS KEPEMILIKAN AKTIVA TETAP DENGAN METODE FINANCE LEASE (Studi Kasus Pada CV Berkah Bumi Mandiri).

BAB I PENDAHULUAN. Setiap negara harus melakukan kegiatan pembangunan demi kemajuan

ANALISA KOMPARASI KREDIT BANK VERSUS FINANCIAL LEASING

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pajak Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahaan sumber daya dari sektor privat (perusahaan) ke sektor publik (negara). Bagi negara pajak merupakan salah satu sumber penerimaan penting untuk membiayai pengeluaran negara, sedangkan bagi perusahaan pajak merupakan beban yang mengurangi laba bersih sehingga mendorong dilakukannya manajemen pajak. Perencanaan pajak merupakan suatu langkah awal dari manajemen perpajakan (Suandy, 2011:6). Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Dalam buku Manajemen Perpajakan dinyatakan bahwa, Perencanaan pajak (tax planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial (Zain, 2008:43). 18

19 Menurut Suandy (2011:8), perencanaan pajak adalah proses pengambilan faktor pajak yang relevan dan faktor nonpajak yang material untuk menentukan: a. apakah; b. kapan; c. bagaimana; dan d. dengan siapa (pihak mana) dilakukan transaksi, operasi, dan hubungan dagang yang memungkinkan tercapainya beban pajak pada tax events yang serendah mungkin dan sejalan dengan tercapainya tujuan perusahaan. Perencanaan pajak bertujuan untuk mengefisiensi beban pajak dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak yang minimal yang merupakan hasil penghematan pajak atau penghindaran pajak. Dalam perencanaan pajak, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Adapun pengertian penghematan pajak adalah sebagai berikut. Cara lain untuk mengefisiensikan beban pajak adalah melalui penghematan pajak (tax saving), yaitu suatu cara yang dilakukan oleh wajib pajak mengelakkan utang pajaknya dengan menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang ada pajak pertambahan nilainya atau pajak penjualannya atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan dengan demikian terhindar dari pengenaan pajak penghasilan yang besar. Dalam hal ini, aparat perpajakan tidak dapat berbuat apa-apa, karena hal tersebut berada diluar ruang lingkup pemajakan (Zain, 2008:50). Sedangkan penghindaran pajak adalah cara mengurangi yang masih dalam batas ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan dapat dibenarkan, terutama melalui perencanaan pajak (Robert H. Anderson dalam Zain, 2008:50). Suandy (2011:13) dalam buku Perencanaan Pajak menjelaskan bahwa,

20 Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak (after tax return), karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan atas suatu tindakan dalam proses operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat dan pemanfaatan peluang atau kesempatan yang ada dalam ketentuan peraturan yang sengaja dibuat oleh pemerintah... Pengambilan keputusan merupakan proses mengevaluasi beberapa alternatif yang tersedia. Dalam hal ini, Zain (2008:71) menjelaskan bahwa ditinjau dari segi perpajakan alternatif tersebut, pada umumnya menyangkut masalah keuntungan dan biaya, dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh kepada alternatif yang menjanjikan keuntungan dan biaya, dan oleh karena itu pemilihan alternatif jatuh kepada alternatif yang menjanjikan keuntungan yang tebesar. Tujuan perencanaan pajak yang paling utama adalah untuk mencari berbagai kemungkinan yang dapat ditempuh oleh perusahaan pada umumnya agar dalam konteks peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku, perusahaan dapat membayar pajak dalam jumlah yang paling kecil. 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak (Suandy, 2011:9) yaitu: 1. tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak ingin dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan buat wajib pajak merupakan resiko (tax risk) yang sangat berbahaya dan mengancam keberhasilan perencanaan pajak tesebut. 2. Secara bisnis masuk akal, karena perecanaan pajak itu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh perusahaan baik jangka panjang maupun jangka pendek maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan itu sendiri. 3. Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian, faktur dan juga perlakuan akuntansinya.

21 2.2 Gambaran Umun Aset Tetap 2.2.1 Pengertian Aset Tetap Di dalam PSAK 16 (Revisi 2007) yang merupakan pengganti PSAK No. 16 (1994) tentang Aktiva Tetap dan Aktiva Lain-lain serta PSAK No. 17 (1994) tentang Akuntansi Penyusutan, yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset berwujud yang: (a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang dan jasa untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif; dan (b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Beberapa perubahan mendasar dari PSAK 16 (2007) dibandingkan dengan PSAK 16 (1994) diantaranya adalah : 1. PSAK No. 17 (1994) tentang Akuntansi Penyusutan dihilangkan dan pengaturannya disatukan dalam PSAK No. 16 (Revisi 2007) tentang Aset Tetap. 2. Penggantian penggunaan istilah Aktiva menjadi Aset dalam seluruh PSAK. Aset tetap merupakan sumber-sumber ekonomi yang digunakan dalam operasi perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun yang meliputi tanah, bangunan, kendaraan, mesin, dan peralatan lainnya. Aset tetap merupakan salah satu bentuk kekayaan perusahaan yang berupa sumber ekonomi untuk menciptakan pendapatan. Aset tetap tersebut keberadaannya sangat diperlukan karena sebagai syarat mutlak untuk mencapai tujuan perusahaan. Sejalan dengan hal tersebut, Waluyo (2008:82) menjelaskan

22 bahwa suatu benda berwujud dapat diakui dan dikelompokkan sebagai aset tetap sesuai ketentuan akuntansi komersial apabila: 1. Manfaat keekonomian masa yang akan datang yang berkaitan dengan aset tersebut kemungkinan akan mengalir ke dalam perusahaan, dan 2. Biaya perolehan dapat diukur secara andal. Biaya perolehan aset tetap menurut PSAK Nomor 16 Revisi Tahun 2007 dalam Manna dan Fahri (2009) meliputi: 1. Biaya perolehan, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi dengan diskon pembelian dan potongan lain 2. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke lokasi dan kondisi yang diinginkan agar aset sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah: a. Biaya persiapan tempat b. Biaya penanganan dan penyerahan awal c. Biaya perakitan dan instalasi d. Biaya pengujian aset apakah dapat beroperasi dengan baik, setelah dikurangi hasil penjualan dari produk yang dihasilkan atas pengujian tersebut e. Komisi profesional seperti arsitek dan insinyur 3. Estimasi biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi lokasi aset. Dalam hal perpajakan, aset tetap didefinisikan sebagai harta berwujud diperoleh dalam bentuk siap atau dibangun sendiri dan memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Dimiliki dan digunakan dalam usaha atau yang dimiliki utnuk mendapatkan, menagih dan memelihara peghasilan, dengan suatu masa manfaat yang lebih dari satu tahun. 2. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam kegiatan normal.

23 Ketentuan perpajakan mengelompokkan aset tetap menjadi 2 kelompok yaitu aset tetap berwujud yang tidak dapat disusutkan (nondepreciable assets) seperti tanah, dan aset tetap berwujud yang dapat disusutkan (depreciable assets) seperti bangunan, mesin, kendaraan dan peralatan yang lain. 2.2.2 Penyusutan Aset Tetap PSAK No.17 (2007) dalam Waluyo (2008:93) mendefinisikan Penyusutan sebagai alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat dari aset tetap akan semakin berkurang. Aset tetap disusutkan secara bertahap selama masa manfaat dari aset tersebut. Tidak semua aset tetap dilakukan penyusutan, oleh karena itu terdapat beberapa karakteristik dari aset tetap yang dapat disusutkan. Beberapa karakteristik dari aset tetap yang dijelaskan oleh Waluyo (2008:92) antara lain: 1. diharapkan digunakan selama lebih dari satu periode akuntansi; 2. memiliki suatu masa manfaat yang terbatas; dan 3. ditahan oleh suatu perusahaan yang digunakan dalam produksi atau memasok barang dan jasa utnuk disewakan, atau untuk tujuan administrasi. Praktik akuntansi komersial umumnya mengenal beberapa metode penyusutan seperti: Berdasarkan waktu (metode garis lurus, metode pembebanan menurun, metode jumlah angka tahun, dan metode saldo menurun atau saldo menurun ganda.

24 Berdasarkan penggunaan (metode jam jasa dan metode satuan produksi) Berdasarkan kriteria yang lain (metode berdasarkan jenis dan kelompok serta metode anuitas dan sistem persediaan). Dalam praktik fiskal, penyusutan termasuk ke dalam biaya yang boleh dibebankan (deductible expense) sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. Penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk harta yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya dimulai pada bulan selesainya pengerjaan harta tersebut (Undang-Undang No 36 Tahun 2008 pasal 11). Dalam buku Perpajakan dinyatakan bahwa, Metode penyusutan yang dipergunakan adalah metode garis lurus (straight line method) dan metode saldo menurun (declining method). Wajib pajak diperkenankan untuk memilih salah satu metode untuk melakukan penyusutan. Metode garis lurus diperkenankan dipergunakan untuk semua kelompok harta tetap berwujud. Sedangkan metode saldo menurun hanya diperkenankan digunakan untuk kelompok harta berwujud bukan bangunan saja (Mardiasmo:151) Metode penyusutan yang dikemukakan Mardiasmo juga diatur dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2008 pasal 11 ayat 1 dan 2. Metode garis lurus (straight line method) merupakan metode yang paling sederhana dan paling banyak digunakan. Dalam metode ini, besarnya penyusutan sama setiap tahunnya. Perhitungan penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus dirumuskan sebagai berikut. penyusutan = Harga Perolehan Nilai Sisa Taksiran Umur Ekonomis

25 Sedangkan dalam metode saldo menurun, besarnya penyusutan semakin lama menjadi lebih kecil dari tahun ke tahun, dengan dasar pemikiran bahwa kapasitas aset tetap dalam memberikan jasanya dari tahun ke tahun semakin menurun. Penyusutan dihitung dengan mengalikan tarif ke dasar perhitungan penyusutan. Tarif depresiasi berdasarkan metode saldo menurun adalah dua kali tarif penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus tanpa memerhatikan nilai residu. Dasar Penghitungan Penyusutan metode saldo menurun sama dengan Sisa Nilai Buku Awal Periode. Rumus penyusutan dengan menggunakan metode declining balance method adalah sebagai berikut. Penyusutan = tarif penyusutan x Sisa Nilai Buku Awal Periode Metode mana yang akan dipakai tergantung pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan dengan taat asas. Satu hal yang perlu dicatat adalah bahwa metode yang dipilih harus diterapkan terhadap seluruh kelompok harta. Mengenai kelompok harta berwujud, metode dan tarif penyusutan berdasarakan peraturan perpajakan dapat dilihat dalam tabel 2.1.

26 Tabel 2.1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Harta Berwujud Berdasarkan Ketentuan Perpajakan Kelompok Harta Berwujud I. Bukan bangunan Masa Manfaat Tarif Penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Ayat (2) Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% II. Bangunan Tidak Permanen 20 tahun 5% Permanen 10 tahun 10% Sumber: Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan pasal 11 (6) Adapun jenis-jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.96/PMK.03/2009 dapat dilihat pada lampiran 1. 2.3 Alternatif Sumber Pembiayaan dalam Perolehan Aset Tetap Gunadi (2009:56) menjelaskan bahwa aktiva tetap (berdasarkan PSAK 16 saat ini disebut aset tetap) dapat diperoleh dengan berbagai cara seperti melalui pembelian (tunai, kredit atau angsuran), capital lease, pertukaran (sekuritas atau aktiva lain), sebagai penyertaan modal, pembangunan sendiri, hibah atau pemberian, dan penyerahan karena selesainya masa kontrak bangun-guna serah (built-operate and transfer). Perolehan aset tetap dengan pembiayaan melalui

27 pembelian dengan dana tunai, pembelian dengan dana kredit dan pembelian melalui leasing dengan hak opsi merupakan alternatif sumber pembiayaan dalam perolehan aset tetap yang sering digunakan. Ketiga alternatif dalam perolehan aset tetap memiliki ketentuan-ketentuan yang berbeda terkait dengan masalah perpajakan. Perbedaan tersebut terlihat dalam besarnya biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak pada masing-masing alternatif. 2.3.1 Perolehan Aset Tetap melalui Pembiayaan secara Tunai Pembiayaan aset tetap secara tunai merupakan salah satu jenis pembiayaan dengan memanfaatkan kas atau uang tunai yang dapat dipakai oleh suatu perusahaan. Pembiayaan secara tunai dilakukan dengan memperhatikan posisi saldo kas minimum sehingga tidak mengganggu posisi kas yang digunakan untuk biaya operasional jangka pendek. Gunadi (2009:57) menjelaskan bahwa Aktiva tetap yang diperoleh dengan pembelian dalam bentuk siap pakai dicatat dengan sejumlah harga beli ditambah dengan biaya yang terjadi untuk menempatkan aset itu pada kondisi dan tempat yang siap dipergunakan. Nilai aset tetap yang dimiliki melalui pembiayaan tunai adalah sebesar total pengeluaran uang sampai dengan aset tesebut siap untuk dipakai yang antara lain bisa terdiri dari: Harga faktur (dikurangi potongan jika ada), ongkos angkut, biaya asuransi selama dalam perjalanan, biaya pemasangan, biaya percobaan dan biaya lainnya.

28 2.3.2 Perlakuan Pajak atas Alternatif Pembiayaan Tunai Dengan pembiayaan secara tunai maka jumlah yang dapat dibiayakan dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak adalah biaya penyusutannya dan juga biaya asuransi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2008 pasal 6 ayat 1. Besarnya biaya penyusutan ditentukan oleh metode penyusutan dan umur ekonomis yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan yang dapat dilihat pada tabel 2.1 pada halaman sebelumnya. 2.3.3 Perolehan Aset Tetap melalui Pembiayaan secara Kredit Pembiayaan aset tetap secara kredit merupakan salah satu jenis pembiayaan dengan memanfaatkan dana pinjaman atau sering disebut dengan istilah kredit yang berasal dari lembaga keuangan. Menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa, kredit adalah penyediaan uang tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan (Bastian dan Suhardjono, 2006:248). Pembiayaan secara kredit dilakukan melalui lembaga keuangan yang sanggup memberikan pinjaman kepada perusahaan. Pinjaman secara kredit tersebut biasanya memerlukan adanya jaminan. Kredit berdasarkan jangka waktu pengembalian dapat dibedakan menjadi kredit jangka pendek (jangka waktu pengembalian kurang dari satu tahun) dan kredit jangka panjang (jangka waktu pengembalian lebih dari satu tahun).

29 Dalam alternatif pembiayaan ini, nilai aset tetap yang yang diperoleh adalah sebesar nilai tunainya. Sedangkan selisih nilai tunai dengan jumlah yang dibayar (harga pembelian kredit) dicatat sebagai biaya bunga. 2.3.4 Perlakuan Pajak atas Alternatif Pembiayaan Kredit jika perusahaan melakukan pembelian aset tetap dengan dana pinjaman (kredit) dari bank, maka jumlah yang dibebankan sebagai biaya dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak adalah sebesar biaya penyusutan, biaya bunga atas pinjaman yang dihitung berdasarkan tingkat bunga yang berlaku, biaya asuransi, ditambah biaya-biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan penyelesaian kredit (pasal 6 ayat 1 Undang-Undang No.36 Tahun 2008). Besarnya biaya penyusutan dalam alternatif ini sama dengan perolehan aset tetap melalui pembelian dengan dana tunai. Biaya bunga pinjaman dan biaya administrasi bank hanya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam periode atau tahun pajak dimana Wajib Pajak menikmati atau memperoleh manfaat dari biaya-biaya tersebut. Biaya bunga dihitung bedasarkan suku bunga yang berlaku atau suku bunga yang telah ditetapkan oleh perusahaan pemberi kredit. 2.3.5 Perolehan Aset Tetap melalui Pembiayaan secara Leasing Sewa Guna Usaha (Leasing) berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 pasal 1 (a) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi (finance

30 lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala. Dalam leasing terdapat dua pihak yang berkepentingan yaitu lessor sebagai pihak yang memiliki barang sebagai objek perjanjian leasing dan lessee sebagai pihak yang akan memakai barang sewa. Lessee ini adalah pemilik barang yang secara ekonomis bertanggung jawab terhadap perawatan barang, asuransi, serta hal-hal yang berkenaan dengan pengoperasian barang. Adapun kriteria dari finance lease atau sewa guna usaha dengan hak opsi berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 1169/KMK.01/1991 pasal 3 yaitu: a. jumlah pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha pertama ditambah dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan keuntungan lessor; b. masa sewa-guna-usaha ditetapkan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun untuk barang modal Golongan I, 3 (tiga) tahun untuk barang modal Golongan II dan III, dan 7 (tujuh) tahun untuk Golongan bangunan; c. perjanjian sewa-guna-usaha memuat ketentuan mengenai opsi bagi lessee. Dari kriteria yang dijelaskan diatas, sewa guna usaha dengan hak opsi merupakan salah satu alternatif perolehan aset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana untuk perencanaan pajak. Dalam paragraf 16 PSAK No.30 tentang Sewa, dijelaskan bahwa pada awal masa sewa, lessee mengakui sewa pembiayaan sebagai aset dan kewajiban dalam neraca sebesar nilai wajar aset sewaan. Dalam praktek komersial,

31 penyusutan dilakukan pada saat diperolehnya aset tersebut atau pada awal masa sewa yaitu tanggal saat lessee mulai berhak untuk menggunakan aset sewaan. 2.3.6 Perlakuan Pajak atas Alternatif Pembiayaan Leasing Sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 pasal 16 (1) Perlakuan Pajak Penghasilan bagi lessee dalam finance lease adalah sebagai berikut : a. selama masa sewa-guna-usaha, lessee tidak boleh melakukan penyusutan atas barang modal yang disewa-guna-usaha, sampai saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli; b. setelah lessee menggunakan hak opsi untuk membeli barang modal tersebut, lessee melakukan penyusutan dan dasar penyusutannya adalah nilai sisa (residual value) barang modal yang bersangkutan; c. pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang oleh lessee kecuali pembebanan atas tanah, merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto lessee sepanjang transaksi sewa-guna-usaha tersebut memenuhi ketentuan dalam Pasal 3 Keputusan ini; d. dalam hal masa sewa-guna-usaha lebih pendek dari masa yang ditentukan dalam Pasal 3 Keputusan ini, Direktur Jenderal Pajak melakukan koreksi atas pembebanan biaya sewa-guna-usaha.

32 Sebagai tambahan dalam pasal 16 (2), Lessee tidak memotong Pajak Penghasilan Pasal 23 atas pembayaran sewa-guna-usaha yang dibayar atau terutang berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha dengan hak opsi. Dalam buku Akuntansi Pajak Lanjutan dijelaskan bahwa : Penyusutan atas aktiva yang disewa-usahakan akan dilakukan oleh lesse, sedangkan secara ketentuan perpajakan, yang diakui sebagai biaya oleh lesse adalah setelah masa angsuran leasing selesai, dan hak opsi sudah digunakan oleh lesse. Sedangkan apabila lesse secara komersial telah membebankannya sebagai biaya atas penyusutan sejak diperolehnya aktiva maka harus dilakukan koreksi fiskal (Muljono dan Wicaksono, 2009:145). Perbedaan antara praktik akuntansi komersial dan akuntansi fiskal terutama menyangkut biaya menyebabkan diperlukan adanya koreksi fiskal positif terhadap laporan keuangan komersial guna menghitung besarnya Pajak Penghasilan Badan terhutang. Dalam praktik akuntansi komersial, Wajib Pajak dapat memperhitungkan pengeluaran yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan untuk mendapat, menagih atau memelihara pendapatan. Sedangkan dalam praktik fiskal, biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak adalah biaya yang berkaitan langsung dengan kegiatan perusahaan yang digunakan untuk mendapat, menagih atau memelihara pendapatan. Tabel 2.2 dibawah ini memperlihatkan ringkasan perbedaan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto antara alternatif pembelian tunai, kredit dan juga leasing dengan hak opsi.

33 Tabel 2.2 Perbedaan Biaya yang dapat Dikurangkan dalam Penghasilan Bruto antara Alternatif Pembiayaan Tunai, Kredit dan Leasing dengan hak opsi Alternatif Pembiayaan dalam memperoleh Aset Tetap Pembiayaan secara tunai Pembiayaan secara Kredit Bank Biaya yang dapat dikurangkan sehubungan dengan alternatif Cara perhitungan/penentuan besarnya biaya Biaya Penyusutan Besarnya biaya penyusutan Biaya penyusutan Biaya bunga pinjaman Biaya lain-lain ditentukan oleh masa manfaat (umur ekonomis) dan metode penyusutan yang ditentukan Peraturan Perpajakan Besarnya ditentukan masa manfaat (umur ekonomis) dan metode penyusutan yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan. Besarnya biaya bunga atas pinjaman pada bank dihitung berdasarkan suku bunga yang dibebankan oleh kreditur terhadap sisa kewajiban peminjaman (debitur). Umumnya suku bunga atas pinjaman jangka panjang lebih tinggi daripada pinjaman jangka pendek kepada peminjam yang sama. Biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan dan untuk penyelesaian administrasi kredit bank seperti pembayaran biaya asuransi

34 Tabel 2.2 Perbedaan Biaya yang dapat Dikurangkan dalam Penghasilan Bruto antara Alternatif Pembiayaan Tunai, Kredit dan Leasing dengan hak opsi (sambungan) Pembiayaan secara Lease payment sewa guna usaha (leasing) Biaya lain-lain Biaya penyusutan Sumber: Suandy dalam Natania, 2004 Biaya lease payment terdiri dari biaya pokok ditambah dengan biaya bunga leasing. Biaya-biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan dan untuk penyelesaian administrasi sewa guna usaha seperti pembayaran biaya asuransi. Setelah mengambil alih aset tetap yang disewa guna usaha dengan hak opsi, dasar penyusutannya adalah nilai sisa aset tetap yang bersangkutan. Nilai sisa (residual income) menurut ketentuan fiskus adalah nilai aset tetap pada akhir masa sewa guna usaha yang telah disepakati oleh lessor dengan lessee pada awal masa sewa guna usaha. 2.4 Perencananaan Pajak melalui Perolehan Aset Tetap Perencanaan pajak dapat digunakan untuk aset tetap yang baru akan dibeli maupun aset tetap yang telah dimiliki. Untuk aset tetap yang baru akan dibeli pertimbangannya adalah membeli secara langsung (tunai atau kredit) atau dengan menyewa. Sedangkan untuk aset tetap yang telah dimiliki pertimbangnnya

35 adalah mempertahankan, melakukan revaluasi, atau jual dan disewagunausahakan kembali. Perencanaan pajak dapat digunakan dalam perolehan aset tetap yaitu dengan menentukan alternatif sumber pembiayaan dalam perolehan aset tetap yang mana yang paling menguntungkan dan dapat meminimumkan beban pajak yang harus dibayar perusahaan. Tabel 2.3 dibawah ini menunjukkan ringkasan perlakuan pajak atas biaya-biaya yang timbul dari masing-masing alternatif pembelian yang telah dijelaskan sebelumnya. Tabel 2.3 Perlakuan Pajak atas Biaya-Biaya yang Timbul dari Alternatif Pembiayaan dalam Perolehan Aset Tetap Keterangan Biaya penyusutan (dihitung berdasarkan harga perolehan meliputi harga faktur, biaya perakitan(percobaan), dan biaya-biaya lain seperti biaya administrasi lainnya). Alternatif Pembiayaan Tunai Kredit Leasing Peraturan X X X Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat 1(b), pasal 9 (2), dan pasal 11. untuk alternatif pembelian leasing dengan hak opsi, penyusutan dilakukan oleh lessee setelah masa lease berakhir. KMK No.1169/KMK.01/1 991 pasal 16

36 Tabel 2.3 Perlakuan Pajak atas Biaya-Biaya yang Timbul dari Alternatif Pembiayaan dalam Perolehan Aset Tetap (sambungan) Biaya bunga X X Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 (1) Biaya provisi (administrasi) X X Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 (1) Biaya leasing (Lease Fee) X KMK No.1169/KMK.01/1991 pasal 16 Biaya eksekutori (biaya berkaitan dengan asuransi) X X X Undang-Undang No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pasal 6 (1) Sumber : berbagai sumber Penjelasan Tabel 2.3: a. Hal pokok yang penting untuk diperhatikan dalam alternatif perolehan aset tetap adalah biaya yang boleh di bebankan (Deductible Expense) karena hal tersebut berpangaruh pada pajak penghasilan. Deductible Expense yang besar menunjukkan informasi adanya penghematan pajak penghasilan, sebab ada pengakuan laba yang lebih kecil. b. Biaya penyusutan untuk leasing dengan hak opsi (finance lease) dihitung setelah selesai masa leasing.

37 c. Angka-angka yang digunakan sebagai analisis adalah present value untuk masing-masing ketentuan, guna meninjau besarnya deductible expense atas proyeksi tahun mendatang dimasa sekarang. Untuk menghitung besarnya penghematan pajak dari masing-masing alternatif pembelian aset tetap, maka dapat digunakan rumus yang dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Rumusan Perencanaan Pajak dari Alternatif Pembelian Aset Tetap melalui Keterangan Tunai, Kredit dan Leasing Tunai Alternatif Pembelian Kredit bank Leasing dengan hak opsi Deductible expenses: Angsuran pokok A Biaya bunga B B Biaya penyusutan (dari harga perolehan termasuk didalamnya harga faktur, dan biaya lainnya) C C C Biaya provisi (administrasi) D D Biaya Eksekutori (asuransi) E E E Jumlah Deductible Expense (DE) Indikator untuk Pajak penghasilan (25%) berdasarkan deductible expense guna menentukan tax saving F (C+E) G (B+C+D+E) H (A+B+C+D+E) Tax Rate x F = I Tax Rate x G = J Tax Rate x H = K Tax Saving, jika: I > J > K J > K > I K > I > J Sumber: Anggraeni, 2010 tax saving = I-J tax saving = I- K tax saving = J-K tax saving = J-I tax saving = K-I tax saving = K-J

38 Perbandingan untuk menentukan alternatif yang paling menguntungkan dilakukan dengan menggunakan nilai present value untuk masing-masing komponen deductible expense. Time Value of Money merupakan suatu konsep yang menyatakan bahwa nilai uang sekarang akan lebih berharga dari pada nilai uang masa yang akan datang atau suatu konsep yang mengacu pada perbedaan nilai uang yang disebabkan karena perbedaaan waktu. Penggunaan Time Value of Money ini sangat penting, terutama dalam pengambilan suatu keputusan jangka panjang, yang salah satunya yaitu dalam menentukan sumber pembiayaan yang akan dipilih. Untuk menghitung nilai waktu uang (Time Value of Money), ada dua konsep yang sering dipergunakan. Yakni, konsep nilai tunai atau Present Value (PV) dan nilai di masa mendatang atau Future Value (FV). Present Value atau nilai sekarang adalah nilai sekarang dari sejumlah atau serangkaian jumlah uang dimasa yang akan datang, yang dihitung melalui pendiskontoan jumlah dimasa akan datang dengan tingkat bunga yang diharapkan selama periode tertentu (Sundjaja dan Barlian, 2003:3). Suatu jumlah uang tertentu yang diterima waktu yang akan datang jika dinilai sekarang (present value) maka jumlah uang tersebut harus didiskon dengan tingkat bunga tertentu (discount factor). Present Value dibedakan menjadi dua yaitu present value nilai tunggal dan present value nilai anuitas. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung Present Value adalah sebagai berikut.

39 1. Present Value Nilai Tunggal PVn = P x 1 (1+i) n = P x PVIFi,n Keterangan : PV n P i n PVIF i, n : nilai sekarang pada tahun ke-n : jumlah angsuran : tingkat suku bunga : periode : present value interest factor (faktor bunga PV) 2. Present Value Nilai Anuitas Keterangan: PVAn = P x 1 (1+i) n i = P x PVIFA i, n PVA n : Present Value of Annuity atau Nilai Sekarang Anuitas pada tahun ke-n P PVIFA i, n : jumlah angsuran : Present Value Interest Factor Annuity atau Faktor Bunga PVA i n : Interest atau tingkat suku bunga : periode