BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo

JURNAL KETAHANAN NASIONAL. NOMOR XX (2) Agustus 2014 Halaman 78-86

Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan BAB 1 Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo -

BAB I PENDAHULUAN. Lahan menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kehidupan. manusia. Fungsi lahan sebagai tempat manusia beraktivitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada era desentralisasi saat ini, pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Transportasi udara Indonesia saat ini sedang giat untuk berbenah diri. Salah

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia. Selain

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB I LATAR BELAKANG

LAPORAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN PELABUHAN PERIKANAN GLAGAH KAB. KULON PROGO YOGYAKARTA BAB I PENDAHULUAN

TAMBANG DI KAWASAN HUTAN LINDUNG

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta terletak antara 70 33' LS ' LS dan ' BT '

BAB I PENDAHULUAN. daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul

BAB II POTENSI PEMBANGUNAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. memajukan pembangunan daerah maupun nasional. Berlakunya Undang-undang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 16 TAHUN 2003 TENTANG PENGAMANAN PASIR, KERIKIL, DAN BATU DI LINGKUNGAN SUNGAI DAN PESISIR

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. sepanjang km (Meika, 2010). Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. ruang angkasa, sebagai karunia Tuhan yang Maha Esa mempunyai fungsi

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

sebagai sumber pendapatan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi sumber memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

POLA PENCARIAN INFORMASI MASYARAKAT PESISIR PANTAI KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRIORITAS AKTIVITAS PERTANIAN, INDUSTRI DAN PERTAMBANGAN DI KABUPATEN KULON PROGO TUGAS AKHIR. Oleh: B U S T A M I L2D

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB I PENDAHULUAN. alam yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.penggunaan tanah

ANALISIS SUMBERDAYA PESISIR YANG BERPOTENSI SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KOTA BENGKULU

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada dan. swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang terus

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sistem otonomi yang diberlakukan oleh bangsa Indonesia merupakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1991 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

menciptakan stabilitas ekonomi (economic stability) melalui retribusi

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 63 TAHUN 2003

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I. Pendahuluan. yang semakin kritis. Perilaku manusia dan pembangunan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN...1

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1

I. PENDAHULUAN. Asas otonomi daerah merupakan hal yang hidup sesuai dengan kebutuhan dan

BAB III PENUTUP. Kabupaten Bantul dalam rangka pengamanan pasir di wilayah pesisir di

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

LURAH DESA PLERET KECAMATAN PLERET KABUPATEN BANTUL PERATURAN DESA PLERET NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IMAM NAWAWI, 2014

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pendorong dalam dinamika dan perubahan sosial-politik (Kornblurn,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB IV GAMBARAN UMUM

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ruang bagi sumberdaya alam,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM KOTA CIMAHI. Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan dan Otonomi

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi pertambangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan usaha pelestarian fungsi air terutama pemerintah pusat

TINJAUAN PUSTAKA. berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi sumber dan penunjang hidup bagi bangsa dan rakyat. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas 3.185,80 km 2 ini terdiri

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Daerah Istimewa Yogyakarta. Luas wilayah 506,85 km 2

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian sebagai penyedia bahan baku untuk sektor industri. Produksi sektor

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sosial, memiliki ketergantungan yang sangat tinggi pada lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

Transkripsi:

1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Persaingan di bidang perekonomian di dunia semakin ketat, tidak terkecuali dengan Indonesia yang berupaya meningkatkan kemampuan di bidang ekonomi dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif untuk meningkatkan pendapatan negara dengan signifikan. Banyak provinsi atau kabupaten dan kabupaten kota yang memacu sektor ekonomi di daerahnya dengan menggiatkan bidang industri dan pertambangan. Undang-Undang No 34 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang menjelaskan masalah otonomi daerah, bahwa suatu daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat termasuk didalamnya bidang pendapatan daerah. Dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah banyak wilayah kabupaten maupun kabupaten kota memaksimalkan potensi alam untuk dapat meningkatkan pendapatan daerahnya, salah satu daerah adalah Kabupaten Kulonprogo.

2 Kulonprogo adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia (Gambar 1.1). Wates adalah Ibukota Kabupaten Kulonprogo. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di sebelah timur, Samudra Hindia di sebelah selatan, Kabupaten Purworejo di sebelah barat, serta Kabupaten Magelang di sebelah utara. Nama Kulonprogo berarti sebelah barat Sungai Progo. Sungai Progo adalah sungai yang membatasi kabupaten ini dengan Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul di sebelah timur. Kabupaten Kulonprogo dengan luas 586,27 km 2 terdiri atas 12 kecamatan, yang terbagi lagi atas 88. Pusat pemerintahan berada di Kecamatan Wates, 25 km sebelah barat daya Kota Yogyakarta. Jumlah penduduk Kulonprogo adalah 390.207 jiwa. (BPS Provinsi DIY tahun 2011) Selama ini sektor pertambangan baru menyumbang 1,18% dari pendapatan domestik bruto daerah, padahal potensi pertambangan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta cukup besar. Sumber daya tambang yang ada di DIY adalah bahan galian C yang meliputi, pasir, kerikil, batu gamping, kalsit, kaolin, dan zeolin serta breksi batu apung. Terdapat pula bahan galian Golongan A yang berupa batu bara tetapi sangat terbatas jumlahnya. Wilayah Kulonprogo mempunyai berbagai sumber tambang, seperti batu andesit, mangan, pasir besi dan emas. Potensi pasir besi di daerah pesisir pantai Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta cukup besar, karena diperkirakan mempunyai persediaan sebesar 605 juta ton (BPS Provinsi DIY tahun 2011). Selama ini potensi sumber daya alam pasir besi belum dimanfaatkan secara maksimal, lahan pasir besi di wilayah pantai tersebut sebagian dimanfaatkan oleh

3 Sumber : www. Peta DIY. Com, 2013 Gambar 1.1 Lokasi Kabupaten Kulonprogo. masyarakat sebagai lahan perkebunan. Penambangan bijih pasir besi yang akan dimulai pada tahun 2013 ini diharapkan dapat menunjang pemenuhan kebutuhan besi baja nasional yang belum dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sehingga akan mengurangi ketergantungan import bahan baku baja. (Dinas

4 Perindustrian dan Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulonprogo, 2012). Rencana penambangan pasir besi selain untuk mendukung pemenuhan kebutuhan baja nasional juga diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap wilayah sekitar, yang dapat berupa dua hal, yaitu: 1. Kontribusi ekonomi, diwujudkan dengan adanya kegiatan perusahaan mempekerjakan penduduk sekitar atau memberikan kesempatan berusaha yang terkait dengan kegiatan perusahaan tambang, misalnya transportasi, warung makan, tempat penginapan. 2. Konstribusi sosial, dapat berupa permasalahan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar. Lahan tambang seringkali juga bersinggungan dengan hajat hidup masyarakat. Beberapa fakta di atas dapat dianalisis secara sederhana mengenai keberadaan tambang Pasir Besi di pesisir Kulonprogo yang terus menuai pro dan kontra. Pihak yang belum menyetujui adanya penambangan pasir besi dan pengolahan pig iron masih mempermasalahkan dan ragu tentang dampak negatif yang akan muncul. Proyek penambangan pasir besi di Kabupaten Kulonprogo tersebut belum dapat diterima begitu saja karena masih banyak hal yang dipermasalahkan, yaitu:

5 1. Proyek tersebut mengancam kelestarian lingkungan pesisir sebagai ekosistem maupun penahan gelombang laut. 2. Proyek tersebut akan menggusur mata pencaharian petani lahan pantai yang selama ini menggantungkan hidupnya dari pertanian di kawasan tambang. 3. Belum ada keyakinan apakah tambang tersebut akan menguntungkan bagi rakyat Kulonprogo secara luas. Eksploitasi pasir besi di Daerah Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo masih mengalami pro kontra. Sehubungan dengan hal tersebut telah banyak dilakukan penelitian tentang masalah pasir besi itu sendiri dan juga masalah sosial yang kemungkinan timbul dengan adanya pabrik pengolah pasir besi. Sosialisasi juga dilaksanakan di wilayah yang akan digunakan untuk pendirian pabrik, sedangkan dampak yang akan timbul, baik positip maupun negatif sudah mulai dilakukan penelitian. Salah satunya adalah penelitian tentang kontribusi pabrik besi terhadap wilayah dan masyarakat di Kulonprogo ini. Ketahanan Ekonomi Wilayah merupakan unsur pendukung Gatra Ekonomi yang merupakan komponen Ketahanan Nasional. Pentingnya studi ini dalam perspektif Ketahanan Wilayah salah satunya adalah untuk meningkatkan produksi baja Nasional. Pada tahun 2015, perkembangan industri di Kulonprogo akan mendorong pertumbuhan ekonomi dari kisaran lebih dari 5% menjadi di atas 6%, sebagaimana diungkapkan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X (A. Adi Prabowo, http://www.harianjogja.com). Pantai selatan Kulonprogo,

6 sepanjang 22 Km dari muara Kali Progo sampai muara Kali Bogowonto memiliki cadangan bijih pasir besi sebanyak 605.000.000 ton (Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral Kabupaten Kulonprogo, 2012). Bijih pasir besi ini dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan baja, bijih besi dan semen. Undang-undang Nomor 13 tahun 2012, pasal 7 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang isinya tetang kewenangan DIY sebagai daerah otonom mencakup kewenangan dalam urusan pemerintahan Daerah DIY sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah dan urusan keistimewaan yang ditetapkan dalam undang-undang ini, meliputi tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur, kelembagaan Pemerintah Daerah DIY, kebudayaan, pertanahan dan tata ruang, Kasultanan dan Kadipaten dengan Undang-Undang tersebut dinyatakan sebagai badan hukum yang masing- masing mempunyai hak milik atas tanahnya, maka Kasultanan dan Kadipaten (Gubernur dan Wakil Gubernur) berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan kebudayaan, kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka untuk kesejahteraan masyarakat dan kepentingan daerah, dengan sepengetahuan Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo, Kadipaten Pakualaman memberikan ijin kepada PT. Jogja Magasa Iron untuk menambang pasir besi dan mendirikan pabrik Pig Iron,

7 dengan syarat perusahaan diwajibkan membebaskan tanah yang digarap warga melalui proses musyawarah mufakat dengan pemberian kompensasi kepada warga (dokumen Puro Pakualaman, 2013). 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan situasi di daerah penelitian di atas, pertanyaan dalam penelitian ini dirangkum dalam permasalahan di bawah ini: 1. Bagaimana pembangunan industri penambangan dan pengolahan pasir besi di wilayah Kabupaten Kulonprogo? 2. Kendala yang dihadapi dalam penambangan dan pengolahan pasir besi di wilayah Kabupaten Kulonprogo? 3. Bagaimana implikasi industri penambangan dan pengolahan pasir besi di Kabupaten Kulonprogo terhadap ketahanan ekonomi wilayah? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian ini bukan merupakan penelitian replikasi atau pengulangan penelitian terdahulu tetapi merupakan penelitian orisinil. Orisinalitas penelitian ini dapat dilihat dari beberapa alasan, misalnya keaslian topik, keaslian teori, keaslian pembahasan. Beberapa penelitian tentang masalah pasir besi di Kabupaten Kulonprogo membahas tentang konflik, kebijakan, pro kontra penambangan, peran pembinaan teritorial dapat dilihat pada Tabel 1.1.

8 Tabel 1.1. Penelitian tentang pasir besi di Kulonprogo No Nama Judul Penelitian Hasil Penelitian 1. Yuli Isnandi (tesis tahun 2011) 2. Frenky Yusandhy (tesis 2009) 3. Sunu Tantra Lusia Wardhana (tesis tahun 2008) Orang Orang Cubung Konflik Penambangan pasir besi Antara Masyarakat, Perusahaan Dan Pemerintah Daerah Analisis Proses Eskalasi Public Disputes, Studi kasus Penambangan Pasir Besi Kabupaten Kulonprogo Konflik kebijakan penambangan pasir besi di sepanjang pesisir Kabupaten Kulonprogo pada dasarnya disebabkan oleh karena saat pertama kali melakukan komunikasi pemerintah telah menggunakan kebijakan bottom up otoriter Konflik yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah daerah ditemukan bahwa terdapat situasi awal yaitu tidak maksimalnya informasi dan sosialisasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah daerah sebelum rencana proyek tersebut digulirkan Pro kontra yang terjadi di masyarakat terhadap kebijakan pemerintah daerah Kulonprogo 4. Munawarah Amin (tesis tahun 2010) Peran Teritorial Dalam Konflik Pembinaan Kodim Mengelola Peran binter TNI-AD melalui komunikasi sosial dalam menghadapi konflik penambangan pasir besi di Kabupaten Kulonprogo tidak optimal

9 Subjek penelitian dalam penelitian ini merupakan asli yang artinya subjek belum pernah dijadikan subjek penelitian lain, ada beberapa penelitian yang menggunakan subyek yang sama, akan tetapi berbeda permasalahan penelitian yang membahas tentang peningkatan ketahanan ekonomi masyarakat untuk mendukung Ketahanan wilayah dari usaha pasir besi, sejauh penelusuran peneliti belum ditemukan, dengan demikian penelitian dengan judul Peran Usaha Penambangan Pasir Besi Dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan implikasinya Terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah sesuai dengan harapan tentang keaslian penelitian. 1.4 Tujuan Penelitian Ketahanan Nasional dijabarkan melalui delapan gatra, salah satu diantaranya adalah gatra ekonomi, penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui implikasi adanya usaha penambangan pasir besi terhadap ketahanan ekonomi di wilayah Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo, secara rinci penelitian ini bertujuan : 1. Mengetahui tentang industri penambangan dan pengolahan pasir besi di wilayah Kabupaten Kulonprogo. 2. Mengkaji kendala yang dihadapi dalam penambangan pasir besi di wilayah Kabupaten Kulonprogo. 3. Mengevaluasi industri penambangan pasir besi di Kabupaten Kulonprogo terhadap ketahanan ekonomi wilayah.

10 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian tentang Pembangunan Industri Penambangan dan Pengolahan Pasir Besi Serta Implikasinya Terhadap Ketahanan Ekonomi Wilayah (Studi di Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta) diharapkan dapat memberikan manfaat berupa tambahan pengetahuan mengenai industri tentang penambangan dan pengolahan pasir besi, manfaat industri pasir besi terhadap perekonomian di wilayah, pengelolaan wilayah dengan adanya pabrik pasir besi serta implikasinya terhadap nilai ketahanan ekonomi wilayah dengan penyerapan tenaga kerja. Peneliti juga berharap dengan adanya penelitian ini akan menambah wawasan bagi warga di Kabupaten Kulonprogo untuk dapat mengembangkan usaha yang berkaitan dengan adanya pendirian pabrik penambangan dan pengolahan pasir besi. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan dapat digunakan sebagai referensi yang layak sebagai sumbangan pemikiran akademis khususnya pada bidang studi ketahanan nasional yang semakin berkembang.