Suzy melangkahkan kaki memasuki lift gedung tempatnya bekerja. Beberapa orang wanita yang tidak ia kenal akrab mengikutinya dari belakang. Sepertinya mereka adalah rekan kerja satu ruangan di lantai 12, tapi Suzy sama sekali tidak peduli, begitu pula mereka. Mereka bahkan tidak saling bertegur sapa atau sekedar membungkukkan badan memberi ucapan selamat pagi. Hal ini tentu bukan hal asing bagi Suzy. Ia memang terkenal angkuh, tidak ada satu orangpun di gedung itu yang berniat menjadi temannya. Semua orang menganggap dirinya aneh. Suzy hanya diam selama di dalam lift menuju lantai 12. Ia mulai risih ketika ketiga wanita dalam lift tersebut mulai menceritakaan keistimewaan kekasih mereka masing-masing. "Kekasihku memberikanku cincin berlian saat makan malam kemarin. Ia melamarku." Wanita pertama mulai bercerita dengan semangatnya kepada kedua temannya yang lain. Tangan kirinya
memamerkan cincin berlian yang tersemat di jari manisnya, senyum bahagianya mengembang sempurna, disusul ekspresi kagum kedua temannya itu. Suzy hanya mendengus kesal menyaksikannya. Cih, wanita bodoh yang termakan rayuan busuk, katanya dalam hati. "Kekasihku akan membawaku jalan-jalan ke Paris saat liburan nanti." Wanita kedua tak mau kalah membanggakan sang kekasih. Wanita yang lain mulai histeris dan berteriak iri pada keberuntungan wanita itu mendapatkan kekasih yang sangat romantis. Suzy mulai gerah dengan semua cerita omong kosong itu, membuatnya ingin cepat-cepat keluar dari lift itu, namun angka di dalam lift memberitahunya bahwa lantai yang ia tuju belum sampai. Bodoh, percaya saja bualan pria, pikirnya. "Kalau aku baru beberapa hari ini resmi berpacaran dengan pria yang kusukai. Ia menyatakan cinta dengan sangat romantis. Bahkan ia rela mati hanya untukku." Senyum lebar wanita ketiga mengembang, membuat kedua teman lainnya memberikan selamat kepadanya. Mereka pun saling berpelukan dan melompat-lompat merayakan 2 Love is Really Blind
kebahagiaan mereka memiliki kekasih yang sangat baik dan romantis. Suzy semakin muak dengan keadaan dalam lift itu, terutama karena mendengar cerita para wanita itu yang saling membanggakan bualan kekasihnya masing-masing. Untung saja pintu lift segera terbuka begitu mereka telah sampai di lantai yang dituju. Suzy segera 'menyelamatkan' diri dari situasi yang sangat mengganggu pendengarannya itu. Suzy berjalan cepat menuju ruang kerjanya. Banyak orang yang ia lewati begitu saja. Tidak ada orang yang perlu ia sapa ataupun sekedar memberikan salam selamat pagi seperti yang dilakukan rekan lainnya, karena ia merasa itu memang tidak perlu. Tujuannya ke gedung ini adalah untuk bekerja dan menghasilkan uang untuk menghidupi dirinya sendiri, sama sekali tidak berniat untuk mencari teman apalagi kekasih. <><> Pit Sansi 3
Suzy tak habis pikir kenapa tuan Jonathan memilih dirinya untuk menjemput anaknya yang akan segera mendarat di bandara. Ia tidak menemukan jawaban dari pertanyaannya itu selama dalam perjalanan menuju bandara tempatnya berdiri saat ini. Suzy sudah berdiri cukup lama diantara kerumunan orang yang tengah mengarahkan pandangannya ke sebuah pintu menanti orangorang yang ditunggunya muncul di baliknya. Semua orang menampakkan ekspresi harap-harap cemas menanti orang-orang yang disayang menghampirinya. Bahkan banyak diantara mereka yang membawa poster besar bertuliskan nama orang yang dicari. Dengan hanya bermodalkan selembar foto yang dititipkan tuan Jonathan kepadanya, Suzy memperhatikan satu persatu penumpang yang keluar dari pintu itu dengan cermat. Suzy berharap orang yang ia cari segera menampakan diri agar dirinya dapat segera pergi dari tempat bising ini. Suzy segera menyimpan kembali selembar foto yang sedari tadi ia pegang setelah beberapa kali menyocokkan seorang pria yang baru keluar dari pintu dengan orang yang berada dalam foto tersebut. 4 Love is Really Blind
Seorang dengan gaya rambut berantakan namun terlihat modern melemparkan pandangannya ke arah kerumunan orang yang berdesakan di kejauhan. Ia mencari namanya di poster-poster yang terbentang ke arahnya, namun tak berhasil ia temukan. Bukankah ayah bilang akan mengirimkan orang untuk menjemputku?, pikir pria itu. Dengan menenteng tas ransel yang terlihat ringan serta menarik sebuah kopernya dari depan, pria yang bernama Albert Jonathan itu berjalan terus hendak memisahkan diri dari kerumunan orang yang tidak ia kenal. Ia berniat menghubungi ayahnya untuk menanyakan orang yang akan menjemputnya. Berani sekali orang itu tidak datang lebih awal untuk menyambutku, bahkan membuatku menunggu, gerutunya dalam hati. Namun belum juga ia berhasil meloloskan diri dari kerumunan massa, seseorang menarik lengan jaketnya dengan kasar. Terpaksa Albert harus menabrak beberapa kerumunan orang di bagian belakang dengan keras. Usahanya untuk meloloskan diri, gagal total. Selain karena tarikan paksa seseorang itu begitu kuat, juga karena koper dorongnya yang sedikit mengganggu pergerakannya. Akhirnya mau tidak mau, ia menuruti tarikan itu Pit Sansi 5
hingga membawanya menjauh dari kerumunan massa. Albert melepaskan dengan paksa tarikan seorang gadis di lengan jaketnya setelah terpisah cukup jauh dari kerumunan massa. Ia sama sekali tidak kenal dengan gadis yang tidak tau sopan santun itu. "Apa yang kau lakukan? Kau ini siapa?, bentaknya keras. Gadis itu ikut berhenti lalu menoleh ke arahnya dengan tatapan kesal. Ada apa dengan gadis ini? Yang seharusnya marah itu aku, kenapa justru dia yang memasang ekspresi marah seperti itu? Pikir Albert dalam hati. "Aku Suzy. Ayahmu yang memintaku untuk menjemputmu disini. Setelah kau kuantar pulang, tugasku selesai." Suzy menjawab tanpa merubah ekspresinya sedikitpun. "Apa? Menjemputku? Kenapa harus..." Albert terkejut bukan main. Belum juga ia menyelesaikan kalimatnya, terdengar dering ponsel dari saku jaketnya. Ia segera mengangkatnya begitu tertera nama 'Ayah' di layar ponsel. "Ayah, apa kau menyuruh gadis yang tak tau sopan santun ini untuk menjemputku?" Tanpa salam 6 Love is Really Blind
pembuka, Albert langsung memastikan orang yang diutus ayahnya. Tentu saja Suzy berang mendengar dirinya disebut tidak bersopan santun. Masih untung aku sudi datang menjemputmu, barani sekali kau mengatakan aku tidak punya sopan santun. Tentu saja Suzy mengatakannya dalam hati, ia malas berlama-lama di tempat seperti ini. Ia hanya ingin tugasnya cepat selesai. Banyak pekerjaan di kantor yang harus segera ia selesaikan. "Apa maksudmu dengan gadis yang tak tau sopan santun? Ayah meminta Suzy untuk menjemputmu pulang kerumah. Apa kau sudah bertemu dengannya?" Terdengar suara dari sambungan telepon. "Apa? Jadi benar gadis ini utusan Ayah?" Albert melirik Suzy dengan ekspresi jijik sekali lagi. Ingin sekali Suzy melempar koper ke pria itu. "Aku lebih memilih untuk pulang sendiri dari pada harus ikut dengan gadis ini." Tambahnya lagi tanpa mengalihkan pandangannya pada Suzy masih dengan ekspresi yang sama. Suzy hanya buang muka menahan emosinya agar tidak meledak. "Ayah tidak mau dengar pendapatmu tentang Suzy. Kau ini baru kembali setelah lima tahun di Pit Sansi 7
Amerika. Kota ini sudah banyak berubah. Ayah khawatir kau akan tersesat nanti. Kau jangan banyak membantah, turuti saja Suzy. Ayah sedang banyak pekerjaan, kita bicarakan di rumah saja nanti malam." Tuan Jonathan mengahkhiri sambungan telepon secara sepihak tanpa membiarkan Albert menjawab. "Halo? Ayah?" Albert masih berusaha memanggil ayahnya di seberang telepon, namun sayang sambungan telepon telah benar-benar terputus. Albert pun hanya bisa memasang ekspresi kesal pada sosok gadis di depannya. "Kau sudah dengar sendiri kan? Aku tidak punya banyak waktu. Cepat ikut aku ke tempat parkir mobil." Suzy berjalan begitu saja sebelum Albert menyahut. Apa? Sebenarnya siapa gadis ini? Berani sekali dia bersikap seperti itu terhadapku, pikir Albert. "Hei! Bawakan koper ini." Albert menyerahkan kopernya pada Suzy begitu ia berhasil menyusul gadis itu, lalu berjalan mendahuluinya. "HEI!" Suzy berteriak tidak terima. "Apa? Apa kau keberatan?" Albert menoleh ke arah Suzy yang terlihat kesal. 8 Love is Really Blind
"Ayahmu hanya memintaku mengantarkanmu pulang, bukan untuk membawa semua barang bawaanmu. Mengerti?" Suzy melemparkan kopernya ke arah Albert dengan tiba-tiba. Albert spontan mengulurkan tangannya untuk menyambut lemparan itu. Tanpa memperdulikan keterkejutan Albert, Suzy berlalu lebih dulu. Sedangkan Albert masih terheran-heran tak percaya dengan perlakuan gadis itu yang sangat pemberontak. Bahkan untuk statusnya yang sebagai anak direktur tempat gadis itu bekerja, ia merasa tidak sedikitpun dihargai. "Sebenarnya dia itu gadis atau bukan? Kenapa melempar koper seberat ini seperti melempar sebuah botol ringan?" Albert tidak dapat menghilangkan keterkejutannya dari gadis yang telah lumayan jauh meninggalkannya. Kopernya masih berada dalam pelukannya erat. <><> Pit Sansi 9