Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A)

dokumen-dokumen yang mirip
2015 ANALISIS DESAIN ALAT MUSIK KERAMIK DI DESA JATISURA KECAMATAN JATIWANGI KABUPATEN MAJALENGKA

KOMSEP KARYA SENI. Oleh: Zulfi Hendri, S.Pd NIP:

Patung dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. a. Langer terkesan dengan pengembangan filsafat ilmu yang berangkat

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan. Kebudayaan Jepang dipengaruhi oleh karakteristik geografis

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: ENERJIK. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

BAB III GAGASAN KARYA DAN PROSES BERKARYA

PAMERAN ARSITEKTUR INTERNASIONAL VENICE BIENNALE 2014 ARCHITECTURE INTERNATIONAL EXHIBITION VENICE BIENNALE 2014

2 Berkarya Seni Rupa. Bab. Tiga Dimensi (3D) Peta Materi. Di unduh dari : Bukupaket.com. Jenis Karya. Berkarya Seni Rupa 3 D.

BAB II ORISINALITAS (STATE OF THE ART)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dihargai keberadaannya. Penenelitian tentang tattoo artist bernama Awang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan

BAB IV TINJAUAN KARYA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berkarya

BAB VIII PENUTUP. Bab ini memuat simpulan dari pembahasan masalah-masalah pokok yang

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ekspresi atau ide pada bidang dua dimensi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Nisa Apriyani, 2014 Objek Burung Hantu Sebagai Ide Gagasan Berkarya Tenun Tapestri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mata pencaharian dengan hormat dan jujur. Dalam versi yang lain seni disebut. mempunyai unsur transendental atau spiritual.

INDONESIA ART AWARDS 2013

Estetika Desain. Oleh: Wisnu Adisukma. Seni ternyata tidak selalu identik dengan keindahan. Argumen

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

pendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi

Fungsi Apresiasi dan Kritik dalam Pendidikan Seni Rupa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Kecamatan Medan Marelan ada suatu Usaha Mikro Kecil dan

BAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.

dengan mencermati bahwa praktik dan gagasan seni rupa Islam di nusantara ternyata bisa dimaknai lebih terbuka sekaligus egaliter. Kesimpulan ini terba

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI PPG SM3T PRODI PENDIDIKAN SENI BUDAYA TAHUN 2014


BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek Gambar 1.1. Diagram Kebutuhan Maslow

BAB V PENUTUP. sikap yang melatarbelakangi gagasan sebuah karya seni.

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI

Halaman Judul. SSK 6431/4, 4 SKS (Teori 1, Praktik 3), Sem 6 (Enam)

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa kecil perupa hingga dewasa banyak terinspirasi oleh informasi yang di

I. PENDAHULUAN A. Penjelasan Tema / Ide /Judul Perancangan B. Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN Potensi Kota Yogyakarta Sebagai Kota Budaya Dan Seni

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Musik Minimalis merupakan salah satu seni kontemporer yang ada pada

BAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu

BAB III GAGASAN BERKARYA

KISI-KISI SOAL UJI KOMPETENSI GURU TAHUN Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran

Bab. Berkarya Seni Rupa Dua Dimensi (2D) Peta Materi. Semester 1. Pengertian. Unsur dan Objek. Berkarya Seni Rupa 2 D. Medium, Bahan, dan Teknik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendukung karya ( Van De Ven, 1995:102 ) seperti figure manusia, tokoh

RANCAK KECAK PASOLA DI PURA LUHUR ULUWATU PERANG SAMBIL BERKUDA MEMBER OF INFLIGHT MAGAZINE OF BATIK AIR NOVEMBER 2017 NOVEMBER 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan untuk ekspresi pribadi(

BAB 4 KONSEP DESAIN. 4.1 Landasan Teori Teori Desain Komunikasi Visual. Menurut Jessica Helfand dalam situs

I. PENDAHULUAN. Dunia fotografi sangatlah luas, perkembangannya juga sangat pesat. Di

Kuratorial Pameran; On Material(ity) pasir dan semen yang dijual di toko material. Material disini bermaksud on material ; diatas-material.

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

BAB 4 TINJAUAN KARYA GATHERING

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

I. PENDAHULUAN. beragam konteks. Cultural Studies, istilah ini diciptakan oleh Richard

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat cepat. Begitu pula dengan gaya hidup masyarakat yang juga

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Raymond Williams dalam Komarudin (2007: 1).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. hal ini akan semakin berkembang. Karena itu hal tersebut perlu didukung. berkembang di dalam maupun luar negri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bab IV. Konsep Desain

PENDIDIKAN SENI PROSES PEMBENTUKAN MELALUI SENI. Zakarias S. Soeteja

56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)

BAB V PENUTUP. kreatif dalam melihat benda-benda vintage baik secara fungsi dan estetikanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan gaya bahasa. Gaya bahasa atau Stile (style) adalah cara pengucapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Karya Tugas Akhir ini berjudul Anatomi manusia sebagai objek. melewati proses yang panjang, pengolahan ide, pengolahan bahan hingga

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB V KESIMPULAN. Pada bab ini penulis memaparkan kesimpulan berdasarkan perumusan

BAB III PROSES BERKARYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III CELENG SEBAGAI TEMA DALAM KARYA SENI LUKIS. A. Implementasi Teoritis

PELATIHAN MEMBUAT RAGAM HIAS KERAJINAN KERAMIK DI DESA SANDI KECAMATAN PATTALASSANG KABUPATEN TAKALAR

BAB I PENDAHULUAN PUSAT PENDIDIKAN DESAIN KOMUNIKASI VISUAL MODERN DI YOGYAKARTA

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana ia memperoleh pendidikan, perlakuan, dan. kepengasuhan pada awal-awal tahun kehidupannya (Santoso, 2002)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 KAJIAN VISUAL KERAMIK GEOMETRIS KARYA NATAS SETIABUDHI

KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI

GUDANG GARAM INDONESIA ART AWARD 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia pada dasarnya merupakan upaya untuk

BAB I. A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. secara kreatif dapat memikirkan sesuatu yang baru. berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan hendaknya berupa kata-kata

BAB I PENDAHULUAN. ilmu pengetahuan yang berperan sebagai ratu dan pelayan ilmu. James dan James

12. Mata Pelajaran Seni Budaya A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. karya sastra. Sebuah karya sastra tidak lepas dari bahasa. dapat dikatakan

Bahasa Jepang merupakan alat untuk berkomunikasi lisan dan tulisan. Berkomunikasi dalam bahasa Jepang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak zaman prasejarah manusia sudah mengenal hiasan yang berfungsi

Pusat Seni dan Arsitektur Kontemporerm di Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.

Transkripsi:

Simbol dan Repetisi bersama Albert Yonathan Febrina Anindita (F) berbincang dengan seniman Albert Yonathan (A) Dikenal sebagai seniman perwakilan Indonesia di Venice Biennale 2013, Albert Yonathan menunjukkan spiritualitas dalam repetisi pola keramik, layaknya mandala. Whiteboard Journal berkesempatan mewawancarai Albert di sela kesibukannya di Jepang untuk membahas mengenai spiritualitas dibalik susunan geometri yang selalu menghiasi karyanya. Author Febrina Anindita Photo/Illustration Albert Yonathan/Samuel Evander Albert mendapat pendidikan seni keramik di ITB, tapi bagaimana Albert berkenalan dengan keramik sebelumnya? Pendidikan seni saya di ITB dimulai sejak tahun 2002, ketertarikan untuk mendalami bidang seni rupa memang sudah ada di dalam diri saya dari kecil. Tetapi pada saat sebelum masuk ITB, wawasan saya mengenai bidang seni rupa dan kategori-kategorinya masih sangat sempit. Terlebih berkaitan dengan keramik, saya sama sekali tidak memiliki wawasan atau pengalaman apapun berkaitan dengan seni keramik saat itu. Jadi di seni rupa ITB-lah saya pertama kali mengenal seni keramik dan langsung tertarik untuk mendalaminya.

Kenapa Albert memilih untuk mendalami keramik dibanding medium seni rupa lainnya? Ketertarikan saya terhadap keramik sebagai medium seni berawal dari pengalaman pertama saya melihat proses pengerjaan sebuah objek keramik. Prosesnya dimulai dari mengolah tanah liat (lempung) yang diolah sedemikian rupa sehingga dapat dibentuk sesuai dengan keinginan kita. Yang menarik adalah jika dibiarkan, tanah tersebut akan mengering dan mempertahankan bentuknya. Ketika dibakar, tanah liat akan berubah menjadi material lain, dengan warna dan karakter yang berbeda sekali dari karakter fisik awalnya. Proses transformasi ini yang membuat saya tertarik untuk mempelajari keramik. Bagaimana proses perkembangan gaya Albert dalam berkarya dengan keramik? Mengenai gaya dalam berkarya, sejujurnya saya tidak terlalu banyak berpikir mengenai gaya atau kecenderungan artistik tertentu. Tetapi mungkin jika berbicara mengenai proses perkembangan karya, karya yang cukup signifikan bagi saya adalah karya tugas akhir S1 saya di ITB. Ketertarikan saya terhadap seni instalasi mendorong saya untuk menggunakan media keramik keluar dari kecenderungan yang umum berlaku saat itu, yaitu antara objek tunggal; figuratif ataupun non figuratif, yang dipajang di atas pedestal. Mulai dari karya tersebut saya lalu melibatkan aspek repetisi, pola atau susunan geometri, dan performance dalam perkembangan karya-karya berikutnya. Saya kira, satu hal yang selalu menarik buat saya, saya mempelajari persoalan repetisi juga melalui seni keramik. Repetisi bagi beberapa orang identik dengan suatu aktivitas yang monoton, dengan rutinitas seharihari yang terkadang membosankan. Bagi beberapa orang, repetisi adalah metode reproduksi dalam konteks industri. Tetapi bagi beberapa orang repetisi adalah bagian dari spiritualitas mereka dalam beragama. Aspek repetisi ini kemudian saya kaitkan dengan persoalan spiritualitas manusia. Apakah Albert selalu tertarik dengan seni 3 dimensi? Saya tertarik dengan berbagai bentuk karya seni, lintas media, baik itu 2 dimensi atau 3 dimensi. Meskipun pada umumnya seniman keramik termasuk dalam kategori seniman mono-material, saya merasa ketertarikan saya terhadap keramik tidak harus membatasi saya untuk menggunakan media lainnya.

Albert sekarang sedang menempuh program doktoral dalam bidang keramik di Kyoto. Apakah Albert menemukan format atau gaya baru dalam berkarya yang terpengaruh keramik di Jepang? Topik utama penelitian saya saat ini memang berkaitan dengan karya yang saya kerjakan, tetapi mungkin tidak secara langsung terhadap proses berkarya saya secara personal. Fokus penelitian saya adalah mengenai seni keramik kontemporer di Asia Tenggara, untuk melihat bagaimana gagasanconceptual craft diaplikasikan dalam proses kreasi seniman keramik. Berkaitan dengan gaya berkarya saya sendiri, saya harap melalui penelitian ini, ada yang informasi, wawasan, gagasan baru yang bisa saya temukan untuk kemudian bisa saya kaitkan juga dengan proses berkarya personal saya. Pada periode keramik manakah Albert melihat estetika keramik yang paling transendental? Bicara periode, jika yang dimaksud adalah periode dalam kekaryaan saya selama ini, saya kurang yakin periode mana yang paling transendental. Tetapi, jika bicara mengenai periode yang saya rasa paling inspiratif atau produktif selama ini, jawabannya adalah dalam 4 atau 5 tahun terakhir ini. Berkarya di Jepang sangat berbeda kondisinya dengan ketika saya berada di Bandung. Ada banyak keterbatasan, di sini saya harus bekerja sendiri dengan fasilitas sekolah, mengerjakan karya jadi membutuhkan waktu lebih lama dari yang biasanya saya lakukan di Bandung dengan bantuan beberapa pekerja di studio. Tapi saya justru merasa, proses di sini lebih produktif, reflektif dan meditatif. Sedangkan mengenai estetika keramik, keramik dalam konteks material culture memiliki cakupan yang sangat luas. Dalam konteks medium seni, sebagaimana perkembangan wacana seni di setiap negara berbeda, di Asia khususnya di Indonesia, saya rasa tidak ada beban sejarah yang kompleks berkaitan dengan perdebatan art atau craft yang mengkategorikan keramik sebagai bukan seni tetapi craft. Di Indonesia seniman keramik memiliki kebebasan untuk menggunakan medianya setara dengan seniman yang menggunakan media lain.

Seperti apakah sebuah karya keramik yang sempurna di mata Albert? Seperti apakah karya keramik yang sempurna? Untuk pertanyaan ini saya tidak bisa jawab, karena mungkin tidak ada karya yang sempurna, yang ada hanya konfigurasi dan komposisi berbagai kecenderungan seni yang plural. Pada tahun 2013, Albert mewakili Paviliun Indonesia di Venice Biennale 2013. Hal representatif akan Indonesia seperti apa yang Albert tunjukkan di sana? Tema Paviliun Indonesia saat itu adalah Shakti yang berarti The female principle of divine energy atau suatu energi yang sifatnya transformatif. Makna shakti juga berkaitan dengan kreativitas dan proses mencipta. Makna transformatif bisa berkaitan juga dengan persoalan spiritualitas. Saya rasa karya saya terpilih karena merepresentasikan aspek tersebut. Karya yang dipamerkan berukuran masif dengan instalasi berpola simbolis. Mengapa Albert memilih konsep instalasi dalam prakteknya selama ini? Saya tertarik dengan aspek repetisi, pola, dan ruang, dan juga saya kira masih sedikit juga seniman keramik saat itu yang menggunakan medium keramik untuk karya seni instalasi yang melibatkan ruang dan proses displayyang tidak umum untuk sebuah karya keramik. Unsur simbol dan spiritualisme sering sekali tersirat dalam karya Albert. Bagaimana Albert sebenarnya melihat seni dan spiritualisme? Mungkin lebih tepat istilah spiritualitas bukan spiritualisme. Kedua kata tersebut sepintas terkesan bermakna sama tetapi pada prakteknya sangatlah berbeda. Istilah spiritualisme merujuk kepada suatu sistem kepercayaan; untuk membedakan dengan agama, yang dibangun melalui komunikasi dengan roh roh orang yang sudah mati, atau dengan istilah lain medium. Jadi, spiritualisme berkaitan dengan hal hal yang bersifat mistis, perdukunan, dan lainnya. Istilah spiritualitas mencakup makna yang lebih luas, digunakan sebagai lawan kata materialitas yang dapat berarti hal hal yang bersifat

fisik dan fana, spiritualitas berarti sesuatu yang tidak bersifat sementara atau fana, sesuatu yang kekal, hubungan dengan sebuah kuasa Illahi yang melampaui realitas materi yang fana. Spiritualitas bagi beberapa orang dapat diartikan sebagai pengalaman memeluk suatu agama tertentu. Tetapi beberapa pihak beranggapan bahwa spiritualitas berbeda dengan relijiusitas atau pengalaman beragama, dengan alasan bahwa spiritualitas melampaui batasan dogmatis agama, sehingga bersifat lebih universal. Jadi, spiritualitas juga sangat berkaitan dengan kemanusiaan, pengalaman mencari makna hidup atau memahami hidup dan kemanusiaan secara lebih mendalam bisa dikatakan sebagai suatu pengalaman yang spiritual. Saya sendiri melihat spiritualitas bisa dibedakan dengan relijiusitas, yang berarti spiritualitas memiliki cakupan makna yang lebih luas. Seseorang dapat memperoleh spiritualitasnya melalui pengalaman beragama atau menjadi bagian dari suatu kelompok agama tertentu. Tetapi pengalaman beragama bukanlah satu satunya cara untuk menggali spiritualitas, meditasi dalam konteks spiritualitas ketimuran atau bahkan seni bagi beberapa orang dapat menjadi pengalaman spiritual. Apa hal spiritual yang Albert coba gambarkan dalam karya? Dalam proses berkarya saya, seni menjadi spiritual ketika dia membawa seseorang masuk dalam pengalaman yang meditatif. Saya kira hal yang ini yang ingin selalu saya tampilkan dalam karya saya. Jika dianalisa secara lebih logis, bagaimana aspek meditatif tersebut dapat hadir, mungkin ada kaitannya dengan penggunaan pola dan repetisi dalam karya saya. Aspek visual yang repetitif tersebut merepresentasikan susunan atau tatanan(order) tetapi juga disaat yang bersamaan merujuk pada lawan katanya, yaitu ketidakteraturan (chaos). Tegangan antara dua aspek ini saya pikir menjadi salah satu hal yang membentuk pengalaman spiritualitas seseorang. To find balance in the middle of two extremes, chaos and order. Saya rasa ini mungkin alasan mengapa saya tertarik pada pola pola geometri dan simetrikal. Carl Jung percaya bahwa gambar adalah ekspresi dari pengalaman terdalam manusia dan merupakan persona otentik dari seseorang. Apakah tiap proses kreatif yang Albert lakukan dekat dengan diri sendiri? Setiap proses berkarya saya tentunya dekat dengan diri sendiri meskipun tidak berarti bahwa saya berusaha mengungkapkan persoalan yang personal secara langsung dalam karya.

Kesan kalem dan misterius identik dengan spiritualitas. Apakah Albert mengkonotasikan karya sesuai dengan spiritualitas lewat detail-detail medium serta bentuknya? Dalam beberapa karya saya sebelumnya, citraan simbolik berupa manusia, binatang, dan tumbuhan seringkali muncul. Tetapi aspek yang paling kuat saya rasa ada pada persoalan repetisi dan pola. Pameran solo Albert di Mizuma Gallery tahun lalu berjudul Apotheose kembali membawa pola mandala dalam instalasi, juga memakai desain geometri ala stupa. Apakah menurut Albert, spiritualitas terpotret dalam bentuk terbaiknya di spiritualitas Timur? Ketertarikan saya pada mandala berawal bukan hanya dari ketertarikan terhadap spiritualitas Timur saja. Tetapi lebih kepada kenyataan bagaimana manusia memiliki kemampuan untuk merepresentasikan pengalamannya akan kedua aspek order and chaos tersebut dalam bentuk bentuk simbolik dan geometri seperti dalam pola mandala. Tidak hanya mandala, dalam karya sebelumnya saya juga menampilkan pola labirin, yang secara umum dipahami berasal dari kebudayaan Barat. Di tahun 1960-an banyak seniman Barat, beralih pada spiritualitas Timur sebagai bentuk counter culture. Bagi saya tidak masalah apakah dia berasal dari Timur atau Barat, saya memiliki latar belakang agama Kristen, yang dapat berarti bagian dari kebudayaan Barat, tetapi saya tinggal di Indonesia yang berarti Timur. Yang terpenting bagi saya adalah menemukan makna terdalam atau memahami bahwa seluruh makhluk hidup terkait satu dengan lainnya dalam suatu hubungan yang tidak akan pernah terputus. Apakah ada proyek yang sedang Albert kerjakan sembari menyelesaikan kuliah? Saat ini fokus utama saya adalah penelitian S3 saya. Selain itu, saya sedang mempersiapkan pameran tunggal berikutnya pertengahan tahun depan dan juga ada proyek residensi yang akan berlangsung antara Agustus sampai Oktober di Australia tahun ini.