BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mediasi dalam berbagai literatur ilmiah melalui riset dan studi akademik.

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang selama ini memegang peranan penting dalam masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka

BAB I PENDAHULUAN. Kepercayaan masyarakat kepada Lembaga Yudisial. untuk memperoleh keadilan melalui kewenangan

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. tidak memungkinkan lagi untuk mewujudkan perdamaian, maka hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

FUNGSI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. namun demikian keberadaan badan peradilan dalam menyelesaikan. sengketa di masyarakat terkadang dirasakan belum mampu memberikan

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks seiring dengan perkembangan

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

P U T U S A N. NOMOR 0004/Pdt.G/2017/PTA.Plk. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO

KEKUATAN HUKUM DARI HASIL MEDIASI DI PENGADILAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI. mediator atau orang yang menjadi penengah. 19

BAB I PENDAHULUAN. Dalam konsep Islam penyelesaian dengan jalan damai disebut dengan

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hakim sebagai penegak hukum dan pejabat yang melaksanakan tugas

URGENSI LEMBAGA MEDIASI SEBAGAI UPAYA HUKUM PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH (STUDI KASUS PADA PENGADILAN AGAMA DI MADURA)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

BAB I PENDAHULUAN. berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat. 1 Dari sini dapat dipahami,

BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang seharusnya independen secara penuh dalam keberpihakan

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

BAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAMBI. Dian Mustika

KEKUATAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN HASIL MEDIASI. (Studi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang) SKRIPSI. Oleh: Lailatul Qomariyah NIM

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI OLEH PARA PIHAK DI PENGADILAN NEGERI DENPASAR DALAM PERKARA PERDATA. oleh

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI. Kata mediasi berasal dari bahasa inggris mediation yang artinya

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman berperan sebagai katup penekan (pressure valve) atas segala pelanggaran hukum, ketertiban masyarakat, dan pelanggaran ketertiban umum. Peradilan juga berperan sebagai tempat terakhir (the last resort) mencari kebenaran dan keadilan sehingga peradilan masih tetap diandalkan sebagai badan yang berfungsi menegakkan kebenaran dan keadilan (to enforce the truth and enforce justice). 1 Lembaga peradilan yang berperan selama ini, banyak menuai kritikan dari masyarakat di antaranya lambatnya penyelesaian sengketa, mahalnya biaya perkara, putusan pengadilan seringkali dianggap tidak mampu memberikan penyelesaian yang memuaskan kepada para pihak, dan masih banyak lagi kritikan yang dilontarkan kepada peradilan sebagai lembaga kekuasaan kehakiman. Sementara di sisi lain masyarakat membutuhkan penyelesaian perkara yang cepat, sederhana dan tidak bersifat formalitas belaka. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dengan penyelesaian yang relatif singkat, sederhana, biaya murah dan ringan, maka muncul alternatif penyelesaian sengketa melalui perdamaian atau mediasi. Bahkan dengan adanya perdamaian 1 Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000, h. 64-65. 1

2 atau mediasi berfungsi pula mengatasi penumpukan perkara dalam lembaga peradilan mulai dari tingkat pertama, banding, dan kasasi. Dalam hukum acara perdata di Indonesia ketentuan perdamaian diatur pada Pasal 130 Herziene Inlandsch Reglement (selanjutnya disebut HIR) dan 154 Rechtsreglement voor de Buitenwesten (selanjutnya disebut R.Bg). Dalam ketentuan tersebut hakim diperintahkan untuk mengupayakan perdamaian bagi kedua belah pihak yang berperkara. Ketentuan Pasal 130 HIR tersebut selengkapnya sebagai berikut: 1. Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak menghadap, maka pengadilan negeri dengan perantaraan ketuanya, akan berusaha memperdamaikan mereka itu. 2. Jika perdamaian terjadi, maka tentang hal itu pada waktu sidang harus dibuat sebuah surat (akta), dengan mana kedua belah pihak diwajibkan untuk memenuhi perjanjian yang dibuat itu, maka surat (akta) itu berkekuatan dan akan dilakukan sebagai keputusan hakim biasa. 3. Terhadap keputusan yang demikian tidak diijinkan orang minta naik banding. 4. Jika pada waktu mencoba memperdamaikan kedua belah pihak itu perlu dipakai seorang juru bahasa, maka dalam hal itu hendaklah dituruti peraturan pasal berikut. 2 Melihat penjelasan pada Pasal 130 Ayat (1), merupakan suatu keharusan bagi hakim untuk mengupayakan perdamaian terhadap perkara perdata sebelum dimulainya proses persidangan. Adapun ketentuan Pasal 154 R.Bg secara substansi hampir sama dengan Pasal 130 HIR, sehingga penulis tidak mencantumkannya lagi. Dalam persoalan ini Mahkamah Agung sebagai badan peradilan tertinggi melihat pentingnya integrasi mediasi ke dalam sistem peradilan. Pengintegrasian 2 I Made Sukadana, Mediasi Peradilan : Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, dan Biaya Ringan,, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2012, h. 95.

3 mediasi ke dalam sistem peradilan terlihat dengan beberapa kebijakan menyangkut optimalisasi mediasi pada lembaga perdamaian di lingkungan Peradilan Agama dan Peradilan Umum. Pada Tahun 2002 Mahkamah Agung menerbitkan Surat Edaran Mahkamah Agung (selanjutnya disebut SEMA) No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama, kemudian dinyatakan tidak berlaku, sebagai penggantinya yang merupakan penyempurnaan surat edaran tersebut dikeluarkannya Peraturan Mahkamah Agung (selanjutnya disebut PerMA) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Sejak saat itu muncul konsep mediasi sebagai metode yang digunakan untuk mendayagunakan perdamaian di pengadilan yang sebelumnya dianggap belum cukup efektif. Pada Tahun 2008 PerMA No. 2 Tahun 2003 direvisi kembali dengan PerMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan, adapun alasan direvisinya PerMA No. 2 Tahun 2003 dengan PerMA No. 1 Tahun 2008, karena setelah dilakukan evaluasi ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari PerMA No. 2 Tahun 2003, sehingga banyak perubahan-perubahan penting atau hal-hal baru yang termuat dalam PerMA No. 1 Tahun 2008. Dalam PerMA No. 1 Tahun 2008 konsideran huruf b menentukan bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di Pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di Pengadilan serta

4 memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif). 3 Dalam ajaran Islam, dikenal adanya proses penyelesaian sengketa melalui perdamaian yang disebut al-sulh atau islāh, 4 merupakan konsep yang dijelaskan di dalam Al-Qur an sebagai media di dalam menyelesaikan konflik di luar pengadilan. al-sulh memberikan kesempatan para pihak untuk memikirkan jalan yang terbaik dalam penyelesaian sengketa, dan mereka tidak lagi terpaku secara ketat pada pengajuan alat bukti. Para pihak memperoleh kebebasan mencari jalan keluar agar sengketa dapat diakhiri. Ajaran Islam menganjurkan untuk memilih al-sulh sebagai sarana penyelesaian sengketa yang didasarkan pada pertimbangan bahwa al-sulh dapat memuaskan para pihak dan tidak ada pihak yang merasa menang dan kalah dalam penyelesaian sengketa. 5 Melalui lembaga Peradilan mediasi dilaksanakan pada setiap perkara perdata, salah satunya Pengadilan Agama Palangka Raya sebagai pengadilan tingkat pertama. Namun kenyataan yang dihadapi bahwa penyelesaian perkara melalui lembaga mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya belum mencapai hasil yang maksimal. Hal tersebut ditunjukkan dengan perkara yang dimediasi pada tahun 2013 berjumlah 90 perkara dengan tingkat keberhasilan sebanyak 6 perkara atau setara dengan 6,7 % sedangkan perkara yang gagal dimediasi sebanyak 84 perkara atau setara dengan 93,3 %. Pada tahun 2014 terhitung dari 3 Konsiderans huruf b PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 4 Secara bahasa, al-sulh berarti menyelesaikan perkara atau pertengkaran. Sayyid Sabiq memberikan pengertian sulh dengan akad yang mengakhiri persengketaan antara dua pihak. Lihat: Sayyid Sabiq, Fiqh al-sunnah Juz 2, Kairo, Dar al-fath, 1990, h. 201. 5 Syahrizal Abbas, Mediasi : Dalam Perspektif Hukum Syari ah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2009, h. 159-160.

5 bulan Januari sampai bulan Juni berjumlah 52 perkara dengan tingkat keberhasilan sebanyak 2 perkara atau setara dengan 3,8 % sedangkan perkara yang gagal dimediasi sebanyak 50 perkara atau setara dengan 96,1 %. 6 Hal ini tentu saja mengundang pertanyaan besar, apa yang sesungguhnya terjadi dan mengapa hal tersebut dapat terjadi, serta bagaimana peran lembaga mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya dalam menekan banyaknya jumlah perkara, mengingat fungsi mediasi guna membantu dan memfasilitasi para pihak dalam menyelesaikan sengketa damai. Untuk mengkaji secara mendalam problematika mediasi di Pengadilan Agama, peneliti akan melakukan riset tentang mediasi terhadap perkara perdata. Adapun perkara yang dimediasi berkaitan dengan permasalahan kekerasan dalam rumah tangga (selanjutnya disebut KDRT) dan pengabaian kewajiban istri, sehingga perlu adanya suatu penelaahan dan pengkajian untuk mencari solusi yang tepat dan akurat dalam mengantisipasi kendala dan kesulitan yang dihadapi di lapangan. Untuk melihat Implementasi mediasi, peneliti menggunakan teori sistem hukum (middle theory) dari Lawrence Meir Friedman, menurutnya unsur-unsur sistem hukum itu terdiri dari substansi hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture). 7 Sehingga proses mediasi di Pengadilan Agama sangat berkaitan dengan tiga elemen tersebut, pertama Kelembagaan hukum adalah bagian dari struktur hukum dan badan-badan 6 Berdasarkan Rekapituasi Perkara Perdata melalui mediasi pada Pengadian Agama Palangka Raya tahun 2012 dan 2014. 7 Lawrence M. Friedman, American Law, New York: W.W Norton and Company, 1984, h. 7-12.

6 peradilan di bawahnya termasuk pengadilan agama beserta aparaturnya. Hakim Mediator pengadilan sebagai struktur pengadilan memiliki peran yang penting di dalam meningkatkan keberhasilan mediasi. Kedua, PerMA No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Pasal 130 HIR dan 154 R.Bg, merupakan salah satu elemen substansi hukum. Elemen substansi ini dapat memberikan kepastian kepada para pihak yang bersengketa untuk menemukan jalan keluar dari sengketa yang sedang dihadapi. Peraturan mediasi ini paling tidak berisi mengenai substantif dan prosedural mediasi. Ketiga, Terkait dengan budaya hukum, sikap warga negara terhadap hukum merupakan bagian dari budaya masyarakat. Jika para pihak yang berperkara menilai dan berkeyakinan bahwa mediasi dapat berperan sebagai sarana penyelesaian masalah sengketa yang dihadapi maka tujuan mediasi akan tercapai sebagai bentuk penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya ringan. Pengadilan Agama menangani perkara KDRT dan pengabaian kewajiban istri karena perkara tersebut merupakan bagian dalam sengketa keluarga yang merupakan sengketa perdata dan menjadi yurisdiksi Pengadilan Agama. Pada beberapa kasus perceraian didaftarkan ke Pengadilan Agama yang dalam permohonannya khusus memuat permasalahan KDRT dan pengabaian kewajiban istri sebagai alasan dari perceraian. Berdasarkan pokok pikiran dan permasalahan di atas, penulis tertarik untuk meneliti problematika mediasi terhadap perkara perdata yang telah terintegrasi dan diterapkan dalam sistem peradilan khususnya di Pengadilan Agama Palangka Raya, kegiatan penelitian ini diwujudkan dalam bentuk bahasan

7 skripsi dengan judul: PROBLEMATIKA MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PALANGKA RAYA B. Rumusan Masalah Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diajukan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana implementasi mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya kasus kekerasan dalam rumah tangga putusan No.39/Pdt.G/2013/PA.Plk dan kasus pengabaian kewajiban istri putusan No.3/Pdt.G/2014/PA.Plk? 2. Apa faktor penghambat keberhasilan mediasi kasus kekerasan dalam rumah tangga dan kasus pengabaian kewajiban istri beserta solusinya? C. Tujuan Penelitian Bertitik tolak dari rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mendeskripsikan implementasi mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga putusan No.39/Pdt.G/2013/PA. Plk dan pengabaian kewajiban isteri putusan No.3/Pdt.G/2014/PA.Plk. 2. Untuk mendeskripsikan faktor penghambat keberhasilan mediasi kasus kekerasan dalam rumah tangga dan pengabaian kewajiban istri beserta solusinya. D. Manfaat Penelitian

8 Selanjutnya hasil penelitian diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini sebagai kontribusi pemikiran dalam rangka pengembangan dan menambah perbendaharaan khazanah keilmuan bagi mahasiswa atau akademisi yang ingin mendalami lebih jauh mengenai hukum acara khususnya yang berkaitan dengan proses mediasi di pengadilan agama. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian serupa serta memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan hukum acara khususnya proses mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya. 3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi siapa saja yang terlibat dalam masalah peradilan, baik praktisi hukum maupun para hakim dan mediator di lingkungan Pengadilan Agama Palangka Raya dan Pengadilan lain. 4. Hasil penelitian sebagai upaya peningkatan peran mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya dan Pengadilan lain. 5. Sebagai tugas akhir untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Syari ah Prodi Ahwal Al-Syakhshiyyah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Palangka Raya. 6. Hasil penelitian sebagai upaya memberikan masukan bagi Mahkamah Agung. E. Penjelasan Istilah 1. Implementasi adalah suatu tindakan yang dilaksanakan oleh individu, pejabat, kelompok badan pemerintah atau swasta untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan atau didisain sebelumnya dalam suatu keputusan kebijakan.

9 2. Problematika berasal dari bahasa Inggris yaitu problematic yaitu persoalan atau masalah yang belum dapat dipecahkan. 3. Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung membawahi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. 4. PerMA adalah produk hukum Mahkamah Agung dalam rangka mengendalikan masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Tujuannya untuk mengisi kekosongan hukum dan memperjelas sesuatu hal. 5. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. F. Sistematika Pelaporan Penelitian Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yang disusun secara kronologis. Bab satu, sebagaimana lazimnya sebuah penelitian ilmiah maka bab ini merupakan pendahuluan yang berisi: Pertama, latar belakang masalah yang memuat alasan-alasan pemunculan masalah yang menjadi objek suatu penelitian. Kedua, rumusan masalah merupakan penegasan terhadap apa yang terkandung dalam latar belakang masalah. Keempat, tujuan dan manfaat yang diharapkan tercapai dalam penelitian ini.

10 Bab kedua, berisi penelitian terdahulu yang relevan, kajian pustaka yang di dalamnya terdapat deskripsi teoritik, sistematika penulisan sebagai upaya untuk mensistematiskan penyusunan, dan kerangka pikir penelitian. Bab ketiga, berisi metode penelitian yang meliputi jenis penelitian dan pendekatan penelitian, data dan sumber data, waktu dan lokasi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan dan analisis data, Bab keempat, berisi laporan hasil penelitian, analisis dan pembahasan yang di dalamnya terdapat pembahasan tentang problematika mediasi di Pengadilan Agama Palangka Raya, hambatan-hambatan dalam pelaksanaan mediasi dan solusinya di Pengadilan Agama Palangka Raya terhadap kasus KDRT Putusan Nomor 39/Pdt.G/2013/PA.Plk dan pengabaian kewajiban istri Putusan Nomor.3/Pdt.G/2014/PA.Plk. Bab kelima merupakan bab penutup dari penelitian ini, yang berisikan kesimpulan atas persoalan yang diteliti dan saran-saran penyusun berkenaan dengan objek penelitian.