BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V P E N U T U P. A. Kesimpulan"

Transkripsi

1 x BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian di dalam bab-bab terdahulu tentang mediasi dalam proses beracara di pengadilan, maka dapat disusun beberapa kesimpulan dan saran sebagai berikut ini. Pertama, pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan tidak sulit untuk dilaksanakan karena disamping Hukum Acara Perdata Indonesia berdasarkan Pasal 130 Herziene Inlands Reglement (HIR) untuk wilayah Jawa dan Madura, maupun Pasal 154 Reglement op de Buitengewesten (RBg) untuk wilayah luar Jawa dan Madura, telah memberikan celah bagi terintegrasinya mediasi dalam proses beracara di pengadilan. Berdasarkan Hukum Acara Perdata yang berlaku bagi peradilan umum, ada ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa hakim yang memeriksa sengketa untuk melakukan usaha perdamaian terlebih dahulu jika pada hari sidang yang ditentukan kedua belah pihak hadir dalam persidangan (Pasal 130 HIR). Ketentuan Mahkamah Agung telah membawa perubahan mendasar mengenai adanya penggunaan mediasi wajib, dimana setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi (PerMA Nomor 02 Tahun 2003, kemudian diperbaharui PerMA Nomor 01 Tahun 2008 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan). Pemberlakuan mediasi ke dalam sistem peradilan formal, masyarakat pencari keadilan umumnya dan para pihak khususnya dapat terlebih dahulu mengupayakan penyelesaian atas sengketa mereka melalui perdamaian yang dibantu oleh penengah yang disebut mediator. Meskipun jika pada kenyataannya mereka telah menempuh proses perdamaian sebelum salah satu pihak membawa sengketa ke pengadilan, Mahkamah Agung tetap menganggap perlu untuk mewajibkan para pihak menempuh upaya perdamaian yang dibantu oleh mediator. Tidak saja karena

2 xi ketentuan hukum acara yang berlaku yang mewajibkan hakim untuk terlebih dahulu mendamaikan para pihak sebelum proses memutus dimulai, tetapi juga karena pandangan bahwa penyelesaian yang lebih baik adalah penyelesaian yang memberi peluang bagi para pihak untuk bersama-sama mencari dan menemukan hasil akhir. Penyelesaian sengketa secara damai biasa dipakai oleh masyarakat Indonesia, sudah dikenal dalam sistem hukum adat yang menempatkan ketua adat untuk menyelesaikan sengketa di antara warganya. Pemuka agama, tua-tua adat, selaku orang-orang yang memiliki integritas dan diakui secara sosial untuk memimpin dan menjalankan fungsi penyelesaian sengketa. Misalnya, di Minangkabau yang bertindak sebagai mediator yang juga mempunyai wewenang untuk memberikan putusan atas perkara yang dibawa kehadapan mamak kepala waris pada tingkatan rumah gadang. Perdamaian juga dikenal dalam ajaran Islam, dimana Islam mengajarkan agar pihak-pihak yang bersengketa melakukan perdamaian. Ajaran Islam selalu menyuruh menyelesaikan setiap persengketaan melalui pendekatan ishlah untuk mengakhiri persengketaan, karena pertentangan yang berkepanjangan akan mendatangkan kehancuran. Untuk itu ishlah mencegah hal-hal yang menyebabkan kehancuran dan menghilangkan hal-hal yang membangkitkan fitnah. Bahkan, dikalangan masyarakat Cina di Indonesia dijumpai cara penyelesaian sengketa secara damai sesuai ajaran Confucius yang menekankan hubungan yang harmonis antara manusia dan manusia serta manusia dan alam. Pandangan ideal dari kaum Confucian menganggap pengadilan informal lebih baik daripada pengadilan formal karena dijalankan atas dasar perasaan kasihan, dan prinsip moral. Dengan demikian, melalui mediasi adalah jalan untuk mendapatkan keadilan yang ideal dalam menyelesaikan sengketa. Kedua, sedikitnya ada tiga faktor yang mempengaruhi penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan negeri proyek percontohan Mahkamah Agung dapat berhasil. Salah satu faktor penting adalah para pihak yang bersengketa beritikad baik. Itikad baik para pihak merupakan kunci keberhasilan mediasi, karena para pihak yang menentukan sendiri keputusannya. Kesepekatan damai yang telah dicapai para pihak haruslah merupakan hasil yang diterima dan menguntungkan kedua belah pihak yang bersengketa. Oleh sebab itu, keberhasilan penyelesaian

3 xii sengketa melalui mediasi sangat tergantung dari adanya itikad baik, kesederajatan yang sama dan ganti kerugian yang secara hukum harus dihormati para pihak. Selain itu, yang mempengaruhi penyelesaian sengketa melalui proses mediasi berhasil adalah jenis sengketanya mudah diselesaikan. Sekurang-kurangnya ada 25 jenis sengketa hutang-piutang dan sedikitnya ada 41 jenis sengketa wanprestasi dari 184 sengketa yang berhasil diselesaikan melalui proses mediasi di Pengadilan Negeri Proyek Percontohan. Kedua jenis sengketa perdata tersebut mudah untuk dapat diselesaikan melalui proses mediasi, karena selain memberi peluang bagi para pihak untuk mengadakan tawar menawar dalam sebuah proses perundingan. Para pihak juga merasa yakin akan adanya kesederajatan yang sama dan ganti kerugian secara hukum yang harus dihormati para pihak yang bersengketa dengan win-win solution. Dalam perkara hutang piutang, bila pengutang gagal membayar hutangnya yang telah jatuh tempo dan tidak dapat dipaksa untuk membayar segera karena antara lain tidak punya uang. Sengketa hutang piutang ini dapat diselesaikan melalui mediasi, karena ada kelonggaran pembayaran dengan cicilan, dan bahkan ada pengurangan sebagian dari bunga yang ditentukan. Sehingga, bagi yang memberikan hutangnya dapat segera menerima pembayaran, sedangkan bagi yang berhutang ada kemudahan untuk membayaranya dengan cara mencicil. Perkara wanprestasi diselesaikan melalui mediasi memiliki sarana potensi untuk menghemat biaya dan waktu. Dari sudut biaya, para pihak hanya membayar biaya untuk pengadilan sedangkan untuk hakim sebagai mediator tidak dikenakan biaya. Dari sudut pandang waktu, rata-rata para pihak yang bersengketa sampai kepada kesepakatan tidak lebih dari 4 sampai 7 kali pertemuan atau sekitar 2 sampai 3 bulan paling lama. Penyelesaian yang win-win solution ini menawarkan kelonggaran bagi pihak yang ingkar janji untuk mengganti kerugian dengan cara bertahap. Sehingga seluruh kerugian pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak dapat dibayarakan dengan menyicil. Adapun kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dihitung dapat dilakukan oleh para pihak dengan cara tawar menawar dalam sebuah proses perundingan. Faktor lain yang mempengaruhi penyelesaian sengketa melalui mediasi dapat berhasil yaitu hakim mediator berusaha dengan sungguh-sungguh mendorong para pihak mencapai kesepakatan. Hakim mediator berkewajiban untuk mendorong para

4 xiii pihak sendiri yang berperan dalam proses mediasi, maka mediator dapat mengetahui pokok permasalahan yang menjadi penyebab terjadinya sengketa dengan lebih baik. Mediator harus dapat membantu para pihak untuk dapat mengemukakan kepentingan mereka, juga agar mereka mengetahui kepentingan pihak lawannya. Bahkan ada kemungkinan mediator melakukan kaukus atau pertemuan terpisah selama proses mediasi belangsung. Dalam kaukus ini pertemuan dilakukan di ruang mediasi yang berada di pengadilan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri pihak lainnya. Dalam kaukus ini diharapkan mediator dapat menggali lebih banyak informasi dari salah satu pihak yang sulit atau tidak mungkin disampaikan dalam pertemuan bersama. Kaukus ini kadangkala juga dimanfaatkan untuk meredakan pertemuan yang suasananya cukup memanas diantara para pihak. Sehingga mediator dapat membantu para pihak menentukan pilihan-pilihan yang masuk akal untuk dapat dijadikan upaya untuk mengakiri penyelesaian sengketa mereka dengan kesepakatan. Ketiga, gagal atau tidak berhasilnya penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan, salah satunya dipengaruhi oleh adanya para pihak itu sendiri yang tidak mau berdamai. Dari segi budaya hukum (legal culture) ini, para pihak yang bersengketa di pengadilan masih belum memahami maksud, tujuan mediasi dan teknik-teknik melakukan penyelesaian sengketa melalui proses mediasi dengan baik. Sehingga masih belum menggunakan lembaga hukum tersebut secara optimal dalam penyelesaian sengketa yang mereka hadapi. Penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan masih belum bisa meyakinkan rasa kepercayaan para pihak, bahwa pengadilan akan mengadili dengan transparan, efisien dan efektif sesuai keadilan, hukum dan kebenaran. Meskipun penyelesaian sengketa melalui proses mediasi ini memberikan manfaat untuk memelihara hubungan yang harmonis antara para pihak yang bersengketa, namun masyarakat belum percaya sepenuhnya terhadap sistem ini, karena mereka ragu akan netralitas mediator. Agar para pihak tidak merasa raguragu untuk menempuh proses mediasi, maka prosedur mediasi wajib dijelaskan karena tidak setiap orang mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan mediasi, tujuan dan bagaimana proses penyelesaian sengketa melalui mediasi.

5 xiv Sehingga, penyelesaian sengketa dengan mediasi hendaknya dijadikan sebagai lembaga pertama dan terakhir dalam menyelesaikan sengketa antara pihak-pihak yang bersengketa. Karena proses penyelesaian sengketa melalui litigasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit, waktu yang lama dan berlarut-larut. Sesuai dengan budaya sebagian besar masyarakat Indonesia menyukai musyawarah yang sebetulnya lebih cocok melalui proses mediasi dalam menyelesaikan masalah dibandingkan dengan adu ketangkasan di pengadilan. Akhirnya, berhasil tidaknya penyelesaian sengketa melalui mediasi di pengadilan tersebut tetap bergantung kepada itikad pihak-pihak yang bersengketa sendiri. Faktor lain, dari segi struktur bahwa prosedur untuk menyelesaikan sengketa dengan jalan mediasi, walaupun telah diatur dengan Peraturan Mahkamah Agung, namun belum dipahami secara baik dan benar oleh para aparatur hukum yang berpraktek di pengadilan tingkat pertama. Minimnya pengetahuan hakim mediator tentang teknik mediasi dan kemampuan hakim dalam melakukan perdamaian masih kurang. Bahkan ada keengganan hakim untuk menyelesaikan sengketa secara damai, karena hakim selama ini hanya memutus perkara bukan menjadi penengah yang harus mendamaikan para pihak. Pada hakekatnya, hakim sebetulnya dipersiapkan untuk menghakimi bukan untuk mendamaikan, dan tugas seorang hakim adalah untuk menerapkan hukum bukan menggali kepentingan para pihak yang bersengketa. Hakim tidak diperlengkapi untuk melaksanakan mediasi dan sangat sulit bagi hakim untuk menangani kasus dengan cara memfasilitasi proses agar dapat menggali kepentingan para pihak. Ditambah lagi, kesulitan lain yang dihadapi hakim dalam mengupayakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa disebabkan advokat tidak mendukung berhasilnya proses mediasi tetapi cenderung menginginkan perkara dilanjutkan secara litigasi. Terakhir, hambatan dalam proses mediasi dilihat dari segi substance merupakan ketentuan yang mencakup segala apa saja hasil dari structure, di dalamnya termasuk norma-norma hukum baik yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan, maupun doktrin-doktrin. Terkait dengan mediasi dalam proses beracara di pengadilan, hambatan ini berasal dari ketentuan PerMA itu sendiri, yaitu: Pertama, proses mediasi di pengadilan dilaksanakan oleh mediator pada setiap

6 xv pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim yang telah memiliki sertifikat sebagai mediator (Pasal 6 Ayat (1) PerMA Nomor 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan). Dengan kata lain, hakim atau bukan hakim wajib memiliki sertifikat sebagai mediator untuk melaksanakan proses mediasi. Kewajiban sertifikasi bagi mediator inilah yang oleh para hakim dijadikan alasan pembenar untuk tidak melaksanakan proses mediasi sebagaimana semangat dari PerMA tersebut. Hambatan kewajiban mediator bersertifikat ini dalam PerMA Nomor 1 Tahun 2008, diperbaharui dengan ketentuan yang intinya jika di dalam sebuah pengadilan tingkat pertama tidak ada hakim, advokat, akademisi hukum dan profesi bukan hukum yang bersertifikat mediator, hakim pemeriksa pokok perkara atau bukan hakim pemeriksa pokok perkara di lingkungan pengadilan tingkat pertama yang bersangkutan berwenang menjalankan fungsi mediasi. Kedua, waktu untuk pelaksanaan mediasi dalam upaya untuk menyelesaikan sengketa relatif terlalu singkat dari 22 hari berdasarkan PerMA Nomor 02 Tahun 2003 menjadi 40 hari berdasarkan PerMA Nomor 01 Tahun 2008, masih belum cukup untuk membantu para pihak mencapai kesepakatan dan belum mendekati keberhasilan. Ketiga, ketentuan yang menegaskan bahwa Mahkamah Agung akan menyediakan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi sebagai mediator belum terlaksana. Ketentuan yang mengatur hal ini masih belum jelas dan bahkan tidak ada peraturan pelaksanaannya. Insentif tersebut dapat mendorong para hakim untuk lebih serius lagi menjalankan perannya sebagai mediator, dan akan memberikan motivasi bagi para hakim lainnya untuk tertarik menjalankan fungsi sebagai mediator dengan baik. Hambatan-hambatan tersebut di atas, sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan proses mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, PN Surabaya, PN Bengkalis dan PN Batusangkar sebagai proyek percontohan Mahkamah Agung (PerMA Nomor 02 Tahun 2003). Selama periode 2003 sampai 2007, hanya 151 perkara dari perkara yang masuk dapat diselesaikan melalui proses mediasi atau sekitar 2,45 persen. Mahkamah Agung juga menunjuk PN Jakarta Barat, PN Jakarta Selatan, PN Depok, PN Bogor dan PN Bandung untuk mendukung pelaksanaan PerMA Nomor 01 Tahun Selama periode 2008 sampai 2009,

7 xvi hanya 33 perkara dari perkara yang masuk dapat diselesaikan melalui proses mediasi atau sekitar 1,25 persen. Tambahan pula, di PN Jakarta Timur, PN Jakarta Utara, PN Serang dan PN Pekanbaru yang bukan proyek percontohan mediasi di pengadilan, hanya 28 perkara yang berhasil dari perkara yang masuk atau sekitar 0,83 persen. Dengan demikian, pelaksanaan mediasi baik di pengadilan negeri proyek percontohan maupun yang bukan, keberhasilannya masih sangat rendah dibandingkan dengan perkara yang masuk. Keempat, walaupun tingkat keberhasilan pelaksaanaan mediasi di Pengadilan Negeri proyek percontohan dan yang bukan proyek percontohan masih rendah, namum mediasi di pengadilan masih memberikan harapan. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengoptimalkan mediasi di pengadilan Indonesia di masa depan, salah satunya dengan penerapan PerMA baru. Perbaikan tersebut terutama dari penegasan mediasi bersifat wajib, maka kewajiban hakim pemeriksa di pengadilan tingkat pertama sangat menentukan. Hakim pemeriksa harus dengan penuh tanggung jawab menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam PerMA tidak hanya sekedar formalitas. Mediasi wajib memungkinan juga meningkatkan penyelesaian yang diharapkan para pihak untuk menghemat waktu dan uang. Tetapi keputusan untuk mencapai kesepakatan dalam mengakhiri sengketanya berada di tangan para pihak itu sendiri. Dengan demikian, wajib mengikuti prosedur mediasi di pengadilan bukan berarti memaksa para pihak untuk mencapai kesepakatan. Namun, wajib mengikuti mediasi memberikan manfaat bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan sengketanya dengan win-win solution. Manfaat dari mediasi yang bersifat wajib bagi para pihak yang bersengketa antara lain dapat mempercepat proses penyelesaian, para pihak yang pada awalnya bermusuhan mendapatkan manfaat dari mediasi untuk menghemat biaya, kewajiban dalam proses dapat mengatasi kekurangan-kekurangan nyata yang ada dalam mediasi. dan mediasi yang bersifat wajib akan meningkatkan keakraban para pihak dalam proses mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di pengadilan. Mediasi wajib memerlukan itikad baik para pihak yang bersengketa, karena bila salah satu pihak menyatakan mundur dari proses mediasi jika pihak lawan menempuh mediasi dengan itikad tidak baik. Kewenangan mediator untuk

8 xvii menyatakan mediasi gagal mencapai kesepakatan, mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut, mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa perkara yang bersangkutan tidak layak dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak atau diwakili kuasa hukumnya dan mediator. Untuk mengoptimalkan proses mediasi di pengadilan juga diperlukan adanya ruangan khusus untuk melaksanakan proses mediasi. Tersedianya ruangan khusus yang nyaman untuk mediasi merupakan faktor penting yang dapat mendukung terselengaranya proses mediasi. Di samping faktor kerahasiaan, rasa nyaman bagi para pihak yang bersengketa juga perlu diperhatikan, karena rasa nyaman yang diciptakan oleh kondisi ruangan dimana proses mediasi dilaksanakan akan mempengaruhi sifat komunikasi satu sama lain. Para pihak tidak perlu merasa takut permasalahannya didengar oleh orang lain yang tidak terkait dengan sengketa mereka. Selain itu, untuk meningkatkan penerapan mediasi yang terkait dengan pengadilan, pemberian insentif dapat mendorong para hakim untuk lebih serius lagi menjalankan fungsi sebagai mediator. Profesionalisme aparat hukum dalam proses mediasi sangat dibutuhkan, karena profesionalisme merupakan suatu kualitas pribadi yang wajib dimiliki oleh seseorang dalam menjalankan suatu perkerjaan yang diserahkan kepadanya. Untuk mengimplementasikan proses mediasi di pengadilan dengan baik, dibutuhkan atau diperlukan profesionalisme hakim mediator, panitera, advokat atau pihak-pihak lain yang terkait dengan prosedur mediasi di pengadilan. Hakim yang menjalankan fungsi sebagai mediator merupakan kunci keberhasilan mediasi di masa depan, karena hakim yang dipandang arif dan bijaksana dapat membantu menyelesaikan sengketa para pihak. Tanggung jawab hakim yang tadinya hanya sekedar memutus perkara kini berkembang menjadi mediator yang harus menengahi dan

9 xviii mendamaikan. Seorang hakim mediator harus mampu dan mahir membantu para pihak bernegosiasi, karena mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan. Hakim mediator harus pandai berkomunikasi, paham perkara yang ditangani, pengenalan pribadi para pihak, mendengarkan para pihak, mengontrol para pihak, melakukan pendekatan khusus (kaukus) dan mediator harus bisa membangun suasana untuk damai. Walaupun pada awalnya para pihak tidak mau bedamai, namun apabila mediatornya pintar kesempatan damai masih terbuka. Terkait hal tersebut, maka hakim mediator memerlukan pendidikan dan pelatihan untuk mempelajari teknik, prosedur dan model mediasi. Sebaiknya, mediator dapat menerapkan pendekatan problem solving atau disebut juga sebagai mediasi fasilitatif yang bertujuan untuk menegosiasikan kebutuhan dan kepentingan para pihak yang bersengketa. Dalam pendekatan problem solving ini, mediator membantu para pihak yang bersengketa untuk saling mengerti dan kerjasama yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Fungsi mediator dalam teknik fasilitatif ini adalah menghindari para pihak tergelincir dari proses tawar menawar yang terus meningkat. Menekankan pada tujuan para pihak dengan menjelaskan kepentingan bersama atau yang saling menguntungkan, karena hasil akhir merupakan kesepakatan para pihak itu sendiri. Peran advokat dalam proses mediasi berbeda dengan perannya dalam proses litigasi. Dalam proses litigasi, seorang advokat terbiasa memecahkan kasus-kasus atas dasar hukum, sedangkan pada proses mediasi yang berperan aktif dalam perundingan adalah para pihak sendiri. Advokat hanya membantu klien mereka dalam hal yang bersangkutan tidak memahami proses mediasi, atau hal-hal lain yang sifatnya membantu. Walaupun dalam proses mediasi ini klien akan bertindak mewakili dirinya sendiri, namun tidak dibatasi kemungkinan bahwa advokat dapat juga mendampingi atau mewakili kliennya ketika melakukan proses mediasi tersebut. Memang tidak mudah untuk advokat yang biasanya membantu kliennya dalam proses litigasi menjadi proses mediasi yang lebih banyak membutuhkan kliennya untuk hadir dalam pertemuan mediasi. Advokat harus dapat meyakinkan

10 xix kliennya, karena dalam menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi baik itu berhasil maupun tidak tergantung dari itikad para pihak sendiri. Mengingat aspek mediasi di pengadilan itu sangat luhur seharusnya di pengadilan tidak hanya menyediakan daftar nama mediator hakim atau bukan hakim yang terdaftar pada pengadilan. Namun, tujuan penempatan daftar nama mediator adalah untuk memudahkan para pihak memilih mediator dengan bebas dan tidak ragu-ragu menyampaikan permasalahan, kepentingan dan keinginan mereka. Agar proses mediasi dapat berjalan lancar, maka mediasi dapat ditengahi oleh lebih dari satu orang mediator yang terdiri dari satu orang hakim mediator dan satu orang mediator bukan hakim. Dalam hal ini, para hakim mediator sendiri yang akan mengatur pembagian tugas di antara mereka. Oleh sebab itu, mediator yang bukan dari kalangan hakim sebaiknya diberdayakan, sehingga ada kombinasi antara mediator hakim dan mediator bukan hakim untuk sama-sama membantu menyelesaikan sengketa para pihak mencapai kesepakatan. Harus ada penegasan yang konkrit dari Mahkamah Agung bahwa mediator bukan hakim dapat mendampingi hakim mediator asalkan mereka telah memiliki sertifikat mediator dan telah memiliki kemampuan serta keterampilan yang telah mereka dapatkan melalui pendidikan dan pelatihan sebagai mediator. Membangun kembali nilai musyawarah, konsensus, dan perdamaian pada masyarakat dapat menjadi salah satu keberhasilan proses pengembangan penyelesaian sengketa melalui mediasi. Pada lingkungan pendidikan baik di sekolah dasar sampai sekolah lanjutan atas, nilai musyawarah atau perdamaian merupakan bagian dari suatu pelajaran seperti budi pekerti di sekolah. Sedangkan, pada jenjang pendidikan tinggi, penyelesaian sengketa melalui mediasi tidak lagi sekedar menjadi suatu mata kuliah yang dibawakan oleh dosen secara profesional, tetapi perlu juga diarahkan secara mendalam melalui pelatihan-pelatihan untuk mencetak mediator yang profesional. Memang bukan merupakan suatu hal yang mudah untuk merubah suatu kepercayaan masyarakat untuk menyelesaikan sengketanya melalui proses mediasi di pengadilan. Untuk itu perlu secara terus menerus dilakukan sosialisasi dengan menjekaskan manfaat dari prosedur menyelesaikan sengketa melalui mediasi. Prosedur mediasi wajib dijelaskan karena tidak setiap orang mengerti dan

11 xx memahami apa yang dimaksud dengan mediasi, tujuan dan bagaimana proses penyelesaian sengketa melalui mediasi. Sosialiasi mengenai mediasi tidak hanya di pengadilan saja, tetapi secara terencana melalui lembaga pendidikan dan media cetak maupun telivisi juga dilakukan usaha-usaha untuk merangsang dan memotivasi masyarakat agar menggunakan mekanisme penyelesaian sengketa dengan mediasi di pengadilan. Karena dengan sosialisasi melalui televisi dan media cetak serta lembaga pendidikan merupakan media yang paling strategis untuk mensosialisasikan pesan-pesan moral mengenai penyelesaikan sengketa yang baik dengan mediasi. B. Saran Ada beberapa saran terkait dengan mediasi dalam proses beracara di pengadilan sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, antara lain: Pertama, mengingat tingkat keberhasilan proses mediasi di pengadilan masih sangat rendah dibandingkan dengan perkara yang masuk, maka Mahkamah Agung perlu untuk menyempurnakan prosedur mediasi di pengadilan saat ini. Penyempurnaan Peraturan Mahkamah Agung seyogyanya didasarkan pada segi substansi yang perlu disesuaikan. Misalnya, batas waktu maksimal 40 hari kerja untuk sampai para pihak menghasilkan kesepakatan tidak mencukupi. Saran ini cukup beralasan, mengingat jangka waktu yang ideal untuk proses mediasi di pengadilan sekurang-kurangnya 3 bulan. Saran lainnya adalah Mahkamah Agung harus segera menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung yang mengatur kriteria keberhasilan hakim dan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi sebagai mediator. Hal ini penting untuk kalangan hakim sebagai suatu apresiasi atas keberhasilan seorang hakim yang menjalankan fungsi sebagai mediator. Insentif tersebut dapat mendorong para hakim untuk lebih serius lagi menjalankan perannya sebagai mediator, dan akan memberikan motivasi bagi para hakim lainnya untuk tertarik menjalankan fungsi sebagai mediator dengan baik. Sebaiknya, pemerintah meningkatkan PerMA tentang mediasi ini kedalam Hukum Acara Perdata, karena PerMA hanya bersifat sementara sehingga nantinya diharapkan semangat PerMA tentang prosedur mediasi di pengadilan dapat ditransformasikan kedalam Hukum Acara Perdata untuk lebih mendayagunakan proses mediasi di pengadilan.

12 xxi Kedua, keberhasilan kebijakan penggunaan mediasi terintegrasi ke dalam proses peradilan tidak hanya ditentukan oleh ketentuan-ketentuan dalam PerMA, tetapi juga harus didukung oleh ketersediaan orang-orang yang memiliki kemampuan dan keterampilan sebagai mediator. Mahkamah Agung harus melaksanakan pelatihan teknik-teknik mediasi bagi calon-calon mediator dan pelatihan mediasi bagi para panitera sebagai pegawai administrasi perkara di seluruh lingkungan pengadilan Indonesia secara bergiliran, dan dilakukan secara berkala. Tidak hanya bagi hakim yang ada di pengadilan tingkat pertama yang harus diberikan pelatihan mediasi, namun hakim-hakim baik yang berada di Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung juga perlu mengikuti pelatihan teknik-teknik mediasi. Sehingga, jika para pihak menghendaki perdamaian, walaupun perkara sedang dalam proses banding, kasasi atau peninjauan kembali sepanjang perkara belum diputus, para pihak dapat menempuh mediasi. Kemampuan dan keterampilan para pengemban profesi hukum, khususnya bagi hakim yang menjalankan fungsi sebagai mediator harus benar-benar bekerja dengan penuh semangat untuk membantu para pihak menempuh mediasi. Sehingga, tingkat keberhasilan penyelesaian melalui mediasi dapat menunjukan hasil sesuai dengan yang diharapkan. Ketiga, untuk mengoptimalkan pelaksanaan mediasi di pengadilan, seyogyanya mediator bukan hakim yang namanya tercantum dalam daftar sebagai mediator di pengadilan harus diberdayakan. Seyogyannya, harus ada penegasan yang konkrit dari Mahkamah Agung untuk mengkombinasikan mediator bukan hakim dapat mendampingi hakim mediator. Nantinya, para hakim mediator sendiri yang akan mengatur pembagian tugas di antara mereka. Tentunya dengan pertimbangan bahwa pengadilan tingkat pertama memeriksa dan memastikan bahwa mediator yang bukan hakim memiliki sertifikat yang sah dikeluarkan oleh lembaga yang terakreditasi oleh Mahkamah Agung sebagai lembaga yang menyelenggarakan pelatihan mediator. Untuk memelihara kualitas mediator yang terdaftar di pengadilan tingkat pertama yang bersangkutan, Ketua Pengadilan tingkat pertama setiap tahun sebaiknya harus mengevaluasi nama mediator yang tercantum dalam daftar mediator.

13 xxii Keempat, sebaiknya dibuat media yang khusus mengenai tata cara prosedur mediasi di pengadilan yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat pencari keadilan umumnya dan para pihak yang bersengketa khususnya. Prosedur mediasi wajib dijelaskan karena tidak setiap orang mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan mediasi, tujuan dan bagaimana proses penyelesaian sengketa melalui mediasi. Sebaiknya, sosialisasi dapat dilakukan melalui papan pengumuman yang ada di pengadilan, maupun media cetak dan telivisi agar dapat memotivasi masyarakat pencari keadilan memilih proses mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa dengan win-win solution. Pada tingkat lembaga pendidikan tinggi khususnya, disarankan untuk menempatkan matakuliah penyelesaian sengketa melalui mediasi ke dalam sistem kurikulum sebagai mata kuliah wajib. Pentingnya materi perkuliahan ini, terutama sebagai pengetahuan dasar bagi mahasiswa dalam usaha lebih memahami bahwa secara faktual masyarakat memiliki pilihan-pilihan hukum dalam mengakhiri sengketanya. Saran ini semakin relevan dengan diberlakukannya Peraturan Mahkamah Agung tentang prosedur mediasi di pengadilan, sekaligus juga berarti proses mediasi ke dalam sistem peradilan dapat memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam menyelesaikan sengketa. Jika pada masa lalu fungsi lembaga pengadilan yang lebih menonjol adalah fungsi memutus, dengan diberlakukannya PerMA tersebut diharapkan fungsi mendamaikan melalui mediasi dapat berjalan seiring dan seimbang dengan fungsi memutus.

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia

Lebih terperinci

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan

MEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi

BAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi sudah sesuai

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47 Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG

BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG A. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Pandeglang Berdasarkan hasil wawancara dengan Nuning selaku Panitera di Pengadilan Agama Pandeglang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara

Lebih terperinci

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 Edited with the trial version of 61 BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi

Lebih terperinci

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.

Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut. MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN

DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 1. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ---------- TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai

I. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan atau pertengkaran (sengketa) merupakan suatu keadaan yang lazimnya tidak dikehendaki oleh setiap orang, namun pada dasarnya perselisihan dalam masyarakat diselesaikan

Lebih terperinci

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA A. Paparan Data 1. Deskripsi Lokasi Penelitian Sejarah Berdirinya Pengadilan Agama Kabupaten Malang Pengadilan Agama Kabupaten Malang mulai melaksanakan kegiatannya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan meningkatnya akumulasi perkara

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh

BAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang sudah aman, tertib atau teratur, hukum tidak akan membiarkan orang bertindak sesuka hatinya, pengecualian

Lebih terperinci

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR Universitas Muslim Indonesia Email : angraenyarief@gmail.com Abstract This research was conducted

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN. Bangkalan pertama kali berdiri bertempat dengan bergabung di Kantor

BAB III PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN. Bangkalan pertama kali berdiri bertempat dengan bergabung di Kantor BAB III PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN A. Biografi Pengadilan Agama Bangkalan Pengadilan Agama Bangkalan dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 152 jo. Tahun 1937

Lebih terperinci

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA I. PENDAHULUAN Bahwa dalam beracara di Pengadilan Agama tidak mesti berakhir dengan putusan perceraian karena ada beberapa jenis

Lebih terperinci

MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN

MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN Oleh Drs. Siddiki Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain merupakan makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk dapat melakukan kerjasama dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG

BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG 86 BAB IV ANALISIS TERHADAP IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SEMARANG 1. Analisis Pelaksanaan Mediasi Dalam Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Semarang Tahap pertama

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang pesat

Lebih terperinci

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/11.2009 TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Eksekusi adalah pelaksanaan isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara paksa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL OLEH : Prof. Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa perburuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.649, 2013 KOMISI INFORMASI. Sengketa Informasi Publik. Penyelesaian. Prosedur. Pencabutan. PERATURAN KOMISI INFORMASI NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PROSEDUR PENYELESAIAN

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,

Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan

Lebih terperinci

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2

UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1. Oleh. Wahyu Widiana 2 1 UPAYA PENYELESAIAN PERKARA MELALUI PERDAMAIAN PADA PENGADILAN AGAMA, KAITANNYA DENGAN PERAN BP4 1 Oleh Wahyu Widiana 2 PENDAHULUAN Penyelesaian perkara di Pengadilan Agama (PA) melalui perdamaian merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perbedaan-perbedaan yang dapat menimbulkan suatu. dirugikan haknya dapat mengajukan gugatan. Pihak ini disebut penggugat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia saling berinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa interaksi dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN A. Analisis Perbedaan PERMA No. 1 Tahun 2008 dengan PERMA No. 1 Tahun

Lebih terperinci

Oleh Helios Tri Buana

Oleh Helios Tri Buana TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI

EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas

Lebih terperinci

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF

Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF Bahan Ajar Mata Kuliah PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF disampaikan oleh : Irawan Harahap, S.H., S.E., M.Kn., CLA Advokat Mediator Bersertifikat Advokat Auditor Hukum, Konsultan HKI Advokat, NIA Peradi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala

BAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika sosial yang terjadi dewasa ini terus berkembang demikian pesat sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan baik dan sempurna. Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan selalu berinteraksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi 53 BAB IV ANALISIS A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Kota Semarang) Sesuai dengan Pasal 130 HIR/154

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012 68 BAB IV ANALISIS TERHADAP PROBLEMATIKA PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi Dalam Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ

BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ 59 BAB III TINJAUAN TENTANG KEDUDUKAN DAN TUGAS LEMBAGA JURU DAMAI DALAM PENYELESAIAN PERKARA SYIQAQ A. Kedudukan Mediator dan Hakam Dalam Menyelesaikan Perkara Syiqaq 1) Kedudukan Mediator Dalam Penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses

BAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai metode penyelesaian sengketa secara damai, mediasi mempunyai peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Dengan adat ketimuran yang masih mengakar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA

DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Peraturan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 32 BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 Amandemen Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 memberikan wewenang kekuasaan pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.6,2004 KESRA Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah.Tenaga Kerja. Ketenagakerjaan. Perjanjian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan

BAB I PENDAHULUAN. hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses pemeriksaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Benar dan adilnya penyelesaian perkara di depan pengadilan, bukan dilihat pada hasil akhir putusan yang dijatuhkan. Tetapi harus dinilai sejak awal proses

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KRITERIA HAKIM MEDIATOR DALAM UPAYA EFEKTIFISASI MEDIASI PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KAJEN

BAB IV ANALISIS KRITERIA HAKIM MEDIATOR DALAM UPAYA EFEKTIFISASI MEDIASI PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KAJEN BAB IV ANALISIS KRITERIA HAKIM MEDIATOR DALAM UPAYA EFEKTIFISASI MEDIASI PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA KAJEN A. Analisis Kriteria Hakim Mediator di Pengadilan Agama Kajen Semua hakim di Pengadilan

Lebih terperinci

harus menjadi mediator pada kasus yang lain. dalam melaksanakan mediasi sangat terbatas, yaitu pada

harus menjadi mediator pada kasus yang lain. dalam melaksanakan mediasi sangat terbatas, yaitu pada 64 betapa sibuknya hakim yang bersangkutan, belum lagi mereka menyelesaikan kasus yang disidangkan, hakim tersebut juga harus menjadi mediator pada kasus yang lain. 5. Waktu untuk mediasi sangat terbatas,

Lebih terperinci

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017

PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017 PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017 Hukum acara perdata atau yang sering juga disebut hukum perdata formal adalah sekumpulan

Lebih terperinci

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu R I N G K A S A N Tugas Hakim adalah menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu pencari keadilan serta berusaha mengatasi

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK

DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK DINAMIKA PERUBAHAN & RESOLUSI KONFLIK Resolusi dan Alternatif Resolusi Konflik (2) Dr. Teguh Kismantoroadji Dr. Eko Murdiyanto 1 Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menentukan alternatif resolusi konflik

Lebih terperinci

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagainya. Dari pengertian diatas jika kita melihat di lapangan maka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengadilan Agama adalah sebuah lembaga hukum yang dibentuk untuk menyelesaikan sengketa di masyarakat dalam hal perceraian, waris, gonogini,dan lain sebagainya. Dari

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II.

DAFTAR ISI PERATURAN MEDIASI KLRCA SKEMA UU MEDIASI 2012 PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA. Peraturan Mediasi KLRCA. Bagian I. Bagian II. DAFTAR ISI Peraturan Mediasi KLRCA Bagian I PERATURAN MEDIASI KLRCA Bagian II SKEMA Bagian III UU MEDIASI 2012 Bagian IV PANDUAN PERATURAN MEDIASI KLRCA 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pogram Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh : ANGGA PRADITYA C

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Pogram Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh : ANGGA PRADITYA C TINJAUAN YURIDIS PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DENGAN JALUR MEDIASI OLEH PENGADILAN BERDASARKAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.

BAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan

Lebih terperinci