Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur

dokumen-dokumen yang mirip
KELAINAN REFRAKSI PADA PELAJAR SMA NEGERI 7 MANADO

HANG TUAH MEDICAL JOURNAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

FAKTOR RISIKO MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO ANGKATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mata merupakan organ penting dalam tubuh kita. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk. memasyarakat dikalangan anak-anak. Hal ini mungkin menjadi suatu

Hubungan Gaya Hidup dengan Miopia Pada Mahasiswa Fakultas. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

PREVALENSI PENURUNAN KETAJAMAN PENGLIHATAN PADA SISWA-SISWI SEKOLAH DASAR KELAS 4-6 DI YAYASAN PENDIDIKAN SHAFIYYATUL AMALIYYAH MEDAN TAHUN 2010

PENGARUH AKTIFITAS FISIK TERHADAP KEJADIAN OBESITAS PADA MURID

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. panjang, sehingga fokus akan terletak di depan retina (Saw et al., 1996). Miopia

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refratif mata

NASKAH PUBLIKASI PENGARUH PENGGUNAAN GADGET

Hubungan Kebiasaan Melihat Dekat dengan Miopia pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. Sahara Miranda* Elman Boy**

BAB I PENDAHULUAN. adanya permainan audiovisual yang sering disebut dengan video game.

BAB I PENDAHULUAN. Miopia dapat terjadi karena ukuran aksis bola mata relatif panjang dan disebut

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan adalah observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan

BAB 1 : PENDAHULUAN. berbagai informasi visual yang digunakan untuk melaksanakan berbagai kegiatan,

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah bidang oftalmologi. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai bulan April 2015.

Pengaruh Aktivitas Luar Ruangan Terhadap Prevalensi Myopia. di Desa dan di Kota Usia 9-12 Tahun

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN MIOPI PADA MURID SMA NEGERI 3 BANDA ACEH

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI PADA ANAK MURID USIA 9-12 TAHUN DI SEKOLAH DASAR ADVENT 2 DI KECAMATAN MEDAN SELAYANG

BAB I PENDAHULUAN. hampir 25% populasi atau sekitar 55 juta jiwa (Anma, 2014). Hasil Riset

Kata Kunci: Umur, Jenis Kelamin, IMT, Kadar Asam Urat

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di masing-masing ruangan operator Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Sebanyak 18% kebutaan di dunia disebabkan oleh kelainan refraksi. Di Asia,

BAB I PENDAHULUAN. Penglihatan adalah salah satu indera yang sangat penting bagi manusia

HUBUNGAN MIOPIA YANG TIDAK DIKOREKSI DENGAN PRESTASI BELAJAR PADA SISWA-SISWI KELAS 5-6 DI SDN DHARMAWANITA, MEDAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dalam proses refraksi ini adalah kornea, lensa, aqueous. refraksi pada mata tidak dapat berjalan dengan

HUBUNGAN STATUS GIZI, STRESS, OLAHRAGA TERATUR DENGAN KETERATURAN SIKLUS MENSTRUASI PADA SISWI SMA ST. THOMAS 2 MEDAN TAHUN 2014

PERBEDAAN TAJAM PENGLIHATAN ANTARA PENGGUNA TELEPON PINTAR DENGAN YANG TIDAK MENGGUNAKAN TELEPON PINTAR PADA SISWA SMA ST.

PENGARUH SARAPAN PAGI TERHADAP KADAR HEMOGLOBIN (Hb) PADA MURID SEKOLAH DASAR ( Studi di SDN 1 Wates, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo )

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan sebagai pedoman pelaksanaan penelitian studi akhir pada Program Studi Gizi FIK UMS. Disusun Oleh :

rumus : n = (P 1 -P Ket : Z 1- - P 1 Kebiasaan makan..., Evi Heryanti, FKM UI, )²

Osteoporosis, Konsumsi Susu, Jenis Kelamin, Umur, dan Daerah, Di DKI Jakarta, Jawa Barat,

ABSTRAK GAMBARAN KELAINAN REFRAKSI ANAK USIA 6-15 TAHUN DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. paparan masing masing subjek kasus dan kontrol. Penelitian ini merupakan

HUBUNGAN TINGGI BADAN MENURUT UMUR DENGAN KEJADIAN MIOPIA PADA ANAK DI SDN CEMARA DUA SURAKARTA SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Mata adalah panca indera penting yang perlu. pemeriksaan dan perawatan secara teratur.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PERBANDINGAN KADAR VITAMIN D DARAH PENDERITA MIOPIA DAN NON MIOPIA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Keywords: Anemia, Social Economy

BAB I PENDAHULUAN. Terminologi kebutaan didefenisikan berbeda beda di setiap negara seperti

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) SEKOLAH PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 112 MANADO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

JUMAKiA Vol 3. No 1 Agustus 2106 ISSN

HUBUNGAN ANTARA SIKAP IBU TENTANG MITOS IMUNISASI DENGAN PEMBERIAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI DI KLINIK UTAMA PKU MUHAMMADIYAH SAMPANGAN SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penglihatan merupakan indra yang sangat penting dalam menentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan berat badan diatas rata-rata dari indeks massa tubuh (IMT) yang di

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil desain penelitian cross sectional mengamati hubungan indeks

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK USIA SEKOLAH (11-12 TAHUN) DI SDK NIMASI KABUPATEN TIMOR TENGAH

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI GANGGUAN MENSTRUASI PADA SISWI KELAS 2 SMA X KOTA BANDUNG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Nyeri kepala merupakan keluhan yang sering dijumpai di tempat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB 1 : PENDAHULUAN. kapasitas kerja fisik pekerja, serta melindungi pekerja dari efek buruk pajanan hazard di

SKRIPSI HUBUNGAN ASUPAN NUTRISI TERHADAP KEJADIAN OBESITAS DAN NON- OBESITAS PADA MAHASISWA FK USU TAHUN Oleh: ZUHDINA KAMALIAH

SKRIPSI HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat diatasi (American Academy of Ophthalmology, 2010).

Secara umum seluruh keluarga contoh termasuk keluarga miskin dengan pengeluaran dibawah Garis Kemiskinan Kota Bogor yaitu Rp. 256.

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN PENGLIHATAN STEREOSKOPIS PADA PENDERITA MIOPIA RINGAN, SEDANG, DAN BERAT LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

Kata kunci: Hipertensi, Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh, Konsumsi Minuman Beralkohol

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Metode. Sampel yang diuji adalah 76 anak astigmatisma positif dengan derajat dan jenis astigmatisma yang tidak ditentukan secara khusus.

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN PERILAKU ORANG TUA TERHADAP TINGKAT KEPARAHAN KARIES GIGI PADA ANAK KELAS 1 DI SDN X DAN Y

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kebutaan dan gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar miopia berkembang pada anak usia sekolah 1 dan akan stabil

Kata Kunci: Aktivitas Fisik, Kebiasaan Merokok, Riwayat Keluarga, Kejadian Hipertensi

HUBUNGAN PERILAKU PENCARIAN LAYANAN KESEHATAN DENGAN KETERLAMBATAN PASIEN DALAM DIAGNOSIS TB PARU DI BBKPM SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

Oleh SHOFI IKRAMINA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KARYA TULIS ILMIAH HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN MIOPIA PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. inklusi penelitian. Subyek penelitian ini terdiri dari kelompok kasus dan

BAB I PENDAHULUAN. sejajar yang berasal dari jarak tak terhingga masuk ke mata tanpa akomodasi dan

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. vision di dunia. Data dari VISION 2020, suatu program kerjasama antara

Kata Kunci: Katarak, Diabetes Mellitus, Riwayat Trauma Mata, Konsumsi Minuman Beralkohol, Pekerjaan

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

BAB I PENDAHULUAN. Overweight dan obesitas adalah dua istilah yang berbeda. Overweight

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

METODE PENELITIAN. pendekatan cross sectional, yaitu pengukuran variabel-variabelnya

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN USIA MENARCHE. Nita Monica. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Siliwangi ABSTRAK

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan

JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 48-53

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

Artikel Penelitian Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Pelajar SD X Jatinegara Jakarta Timur Dedy Fachrian,* Arlia Barlianti Rahayu,* Apep Jamal Naseh,* Nengcy E.T Rerung,* Marytha Pramesti,* Elridha Ainun Sari,* Rutelica N.A.Y,* Eva Suarthana** *Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta **Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Abstrak: Kelainan tajam penglihatan pada anak usia sekolah merupakan masalah kesehatan yang penting. Deteksi dini dan publikasi mengenai prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan kelainan tajam penglihatan pada pelajar SD di Indonesia masih jarang dilakukan. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan metode total sampling pada tanggal 28 Februari 2009 dan 5 Maret 2009. Responden adalah 79 pelajar sekolah dasar kelas V dan VI di SD X Jatinegara Jakarta Timur. Pemilihan sekolah dilakukan secara purposife. Pengambilan data dilakukan dengan pemeriksaan tajam penglihatan menggunakan kartu Snellen dan guided questionnaire. Variabel yang diteliti meliputi jenis kelamin, status gizi, riwayat kelainan tajam penglihatan dalam keluarga, dan aktivitas melihat dekat dan lama. Prevalensi kelainan tajam penglihatan (visus kurang dari 6/6) didapatkan sebesar 51,9%. Dari seluruh responden yang mengalami kelainan tajam penglihatan didapatkan sebesar 53,2% perempuan dan sebanyak 68,4% responden memiliki status gizi normal-lebih. Responden yang memiliki riwayat kelainan tajam penglihatan dalam keluarga sebesar 54,4%, sedangkan responden yang mempunyai aktivitas melihat dekat dan lama sebesar 55,7%. Aktivitas melihat dekat dan lama meningkatkan risiko kelainan tajam penglihatan sebesar empat kali lipat (OR 3,0; 95% CI 1,2 7,4). Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, status gizi dan riwayat kelainan tajam penglihatan dalam keluarga dengan gangguan tajam Kata kunci: aktivitas melihat dekat dan lama, anak usia sekolah dasar, kelainan tajam penglihatan, status gizi 260

Prevalence of Visual Impairment at Elementary School X Students Jatinegara East Jakarta Dedy Fachrian, Arlia Barlianti Rahayu, Apep Jamal Naseh, Nengcy E.T Rerung, Marytha Pramesti, Elridha Ainun Sari, Rutelica N.A.Y,* Eva Suarthana** *Community Medicine Integration Programme, Faculty of Medicine Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta **Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia Abstract: Visual impairment in school age children is a very important health problem. There is lack of publication on early detection and prevalence of visual impairment and its related factors in Indonesia. A cross sectional study was conducted with total sampling method on February 28 th and March 5 th, 2009. Respondents were students at 5 th and 6 th grades of X elementary school in Jatinegara, East Jakarta. The school was selected purposively. The visual acuity was assessed using Snellen chart. The variables studied were sex, nutritional status, family history of visual impairment, and near work activity. The result indicated that 51.9% of the students had visual impairment (visus lower than 6/6). From all of the respondents who had visual impairment, 53.2% were female and 68.4% had normal to high nutritional status. There were 54.4% respondents who had family history of visual impairment and 55.7% had near work activity. Near work activity increased the risk of visual impairment by almost four times (OR 3.0, 95% CI 1.2 to 7.4). There was no association between sex, nutritional status, and family history of visual impairment with visual impairment prevalence. Key words: near work activity, school age children, visual impairment, nutritional status. Pendahuluan Mata adalah panca indera penting yang perlu pemeriksaan dan perawatan secara teratur. Pemeriksaan rutin pada mata sebaiknya dimulai pada usia dini. Pada anak 2,5-5 tahun, skrining mata perlu dilakukan untuk mendeteksi apakah menderita gangguan tajam penglihatan yang nantinya akan mengganggu aktivitas di sekolahnya. 1 Jenis penyakit mata terus mengalami perkembangan baik dari segi faktor penyebab, teknik pengobatan, dan peralatan medis untuk penyembuhan, hingga keberadaan mitos penyakit mata itu sendiri. 2 Gangguan penglihatan dan kebutaan menjadi tantangan serius para ahli penyakit mata saat ini. Gangguan penglihatan merupakan masalah kesehatan yang penting, terutama pada anak, mengingat 80% informasi selama 12 tahun pertama kehidupan anak didapatkan melalui 3 Dari penelitian yang dilakukan pada 479 siswa di Kabupaten Karangasem pada bulan Agustus 2008, 95% mengalami kebutaan dan 4,6% mengalami gangguan penglihatan parah. Dari data tersebut 35,9% penyebab kebutaan atau gangguan penglihatan parah terletak pada bola mata, 18,9% pada retina, 16,4% pada lensa, serta 16,1% pada kornea. Sebagian besar tidak diketahui penyebabnya, akan tetapi 31,9% disebabkan oleh faktor herediter. 4 Cedera dan penyakit mata bisa mempengaruhi Kejernihan penglihatan disebut ketajaman visus, yang berkisar dari penglihatan penuh sampai tanpa Jika ketajaman menurun, penglihatan menjadi kabur. Ketajaman penglihatan biasanya diukur dengan skala yang membandingkan penglihatan seseorang pada jarak 6 meter dengan seseorang yang memiliki ketajaman penuh. Visus 6/6 artinya seseorang melihat benda pada jarak 6 meter dengan ketajaman penuh. 5 Pada kegiatan pemeriksaan tajam penglihatan anak-anak yang dilakukan bulan Agustus hingga Desember 2007 di 12 sekolah di Sambas dengan jumlah siswa mencapai 3.456 orang, ditemukan 715 siswa (20,7%) mengalami gangguan Kegiatan pemeriksaan kemudian dilanjutkan pada tahun 2008 periode awal Januari hingga April dengan program serupa. Pada tahun 2008 ini, ada 48 sekolah yang melakukan pemeriksaan tajam Dari 8.963 siswa yang diperiksa, 311 anak atau 3,5% terdeteksi mengalami gangguan Dari 311 anak tersebut, pada pemeriksaan lebih lanjut didapatkan 95 anak (30,5%) memerlukan kacamata. 6 Berdasarkan hal hal di atas, kelainan ketajaman penglihatan pada anak usia sekolah merupakan masalah kesehatan yang penting. Deteksi dini dan publikasi mengenai 261

prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan kelainan tajam penglihatan pada pelajar SD di Indonesia masih jarang dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kedua hal tersebut. Metode Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan pengambilan sampel secara total sampling dan dilaksanakan pada bulan Februari 2009 di SD X Jatinegara, Jakarta Timur. Populasi dan sampel yang diteliti adalah pelajar kelas V dan VI SD X Jatinegara, Jakarta Timur. Kriteria inklusi adalah pelajar kelas V dan VI SD X Jatinegara, Jakarta Timur tahun 2009 dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi adalah pelajar SD X Jatinegara, Jakarta Timur yang tidak hadir di kelas saat pengambilan data, misalnya sedang sakit atau izin. Instrumen penelitian ini berupa guided questionnaire, penimbangan berat dan tinggi badan, serta pemeriksaan ketajaman penglihatan menggunakan kartu Snellen. Ketajaman penglihatan diukur dengan skala yang membandingkan penglihatan seseorang pada jarak 6 meter dengan seseorang yang memiliki ketajaman penuh. Ketajaman penglihatan dinyatakan baik jika pada pemeriksaan didapatkan visus 6/6; artinya seseorang melihat benda pada jarak 6 meter dengan ketajaman penuh. Aktivitas melihat jarak dekat (near work) yang diteliti meliputi membaca buku dengan jarak kurang dari 30 cm; menonton televisi dengan jarak kurang dari 2 m; menggunakan komputer dengan jarak kurang dari 60 cm; dan atau bermain video game/ play station dengan jarak kurang dari 2m. Durasi aktivitas near work dinyatakan lama jika responden membaca buku lebih dari 2 jam sehari; menonton televisi lebih dari 2 jam sehari; menggunakan komputer lebih dari 8 jam sehari; dan atau bermain video game/play station lebih dari 2 jam sehari. Status gizi diukur dengan menghitung indeks masa tubuh (IMT), yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m 2 ). IMT diklasifikasikan sesuai usia responden berdasarkan kriteria Center for Disease Control tahun 2002. Status gizi dinyatakan kurang jika nilai IMT kurang dari nilai normal dan di bawah persentil 5; normal jika nilai IMT sesuai dengan nilai normal dan antara persentil 5 dan 85; serta lebih jika nilai IMT lebih dari nilai normal dan di atas persentil 85. Analisis Data Semua data yang terkumpul dicatat dan dilakukan editing dan coding kemudian dimasukkan ke dalam program komputer Statistical Package for Social Sciences (SPSS) untuk windows versi 13.0 untuk diolah lebih lanjut. Analisis dilakukan dengan uji kemaknaan Chi-Square dan Fisher dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Hasil Berdasarkan hasil pemeriksaan tajam penglihatan dengan menggunakan kartu Snellen, didapatkan 41 responden (51,9%) menderita kelainan tajam penglihatan (visus kurang dari 6/6). Persentase prevalensi kelainan tajam penglihatan dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini. Gambar 1. Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan pada Responden Jumlah responden perempuan (53,2%) lebih banyak dari laki-laki (46,8%). Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa responden yang memiliki status gizi normal (63,3%) lebih banyak bila dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi kurang (31,6%) dan status gizi lebih (5,1%). Sebanyak 54,4% responden memiliki anggota keluarga inti yang berkacamata dan 55,7% responden yang melakukan aktivitas dekat dan lama. Tabel 1. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin, Status Gizi, Riwayat Kelainan Tajam Penglihatan dalam Keluarga, dan Aktivitas Melihat Dekat Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Jenis kelamin Perempuan 42 53,2 Laki-laki 37 46,8 Status gizi Kurang 25 31,6 Normal 50 63,3 Lebih 4 5,1 Anggota keluarga Ya 43 51,4 inti berkacamata Tidak 36 45,6 Aktivitas melihat Ya 44 55,7 dekat dan lama Tidak 35 44,3 Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa aktivitas dekat dan lama yang paling banyak dilakukan oleh responden adalah menonton televisi (48,1%). Tabel 2. Sebaran Responden Menurut Aktivitas Melihat Dekat dan Lama Karakteristik Frekuensi Persentase (%) Membaca Ya 4 5,1 Tidak 75 94,9 Menonton televisi Ya 38 48,1 Tidak 41 51,9 Menggunakan komputer Ya 0 0 Tidak 79 100 Bermain video game/ Ya 11 13,9 play station Tidak 68 86,1 262

Hubungan Antara Karakteristik Responden dengan Kelainan Tajam Penglihatan Sebanyak 70,7% responden yang menderita kelainan tajam penglihatan memiliki status gizi normal-lebih. Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis kelamin, status gizi, dan riwayat gangguan tajam penglihatan pada keluarga responden tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan tajam Responden yang mempunyai kebiasaan membaca dalam jarak dekat dan lama hanya sebesar 4,9%. Berdasarkan uji kemaknaan, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan membaca dalam jarak dekat dan lama dengan kelainan tajam penglihatan (p=0,663). Pada hasil penelitian didapatkan hubungan yang bermakna antara menonton televisi dalam jarak dekat dan lama dengan kelainan tajam penglihatan (p=0,005). Responden yang menonton televisi dalam jarak dekat dan lama memiliki risiko hampir empat kali lebih besar memiliki kelainan tajam penglihatan dibandingkan dengan responden yang tidak menonton televisi dalam jarak dekat dan dalam durasi lama (OR 3,0; 95% CI 1,2 7,4). Responden yang mempunyai kebiasaan bermain video game/playstation dalam jarak dekat dan lama sebesar 17,1%. Berdasarkan uji kemaknaan, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara bermain video game/playstation dengan kelainan tajam penglihatan (p=0,401). Pembahasan Penelitian ini memiliki beberapa keunggulan. Penelitian pada anak SD tentang prevalensi kelainan tajam penglihatan dan faktor-faktor yang berhubungan belum banyak dilakukan di Indonesia sehingga dapat menjadi data dasar bagi penelitian lain tentang prevalensi kelainan tajam penglihatan dan faktor yang berhubungan pada anak SD, serta dapat digunakan untuk intervensi lebih lanjut oleh pihak lain khususnya institusi kesehatan. Keunggulan lain penelitian ini adalah cara pemeriksaan tajam penglihatan yang mudah dan sederhana. Pemeriksaan tajam penglihatan hanya menggunakan uji kartu Snellen dan ruangan dengan panjang 6 meter namun dapat memberikan informasi skrining dalam mendeteksi adanya gangguan tajam Akan tetapi penelitian baru dilakukan pada sebagian kecil pelajar SD di Jakarta Timur, sehingga masih perlu dilakukan penelitian dengan skala lebih besar dan tersebar di seluruh wilayah Jakarta untuk dapat memberikan gambaran ganguan tajam penglihatan pada populasi anak SD di Jakarta. Pada penelitian ini juga tidak dilakukan pinhole test untuk membedakan apakah kelainan yang dialami merupakan kelainan organik atau refraksi. Prevalensi Kelainan Tajam Penglihatan Pada penelitian ini, didapatkan prevalensi kelainan tajam penglihatan pada anak kelas V dan VI SD X Jatinegara, Jakarta Timur adalah sebesar 51,9%. Prevalensi ini lebih rendah dibandingkan penelitian yang telah dilakukan pada anak kelas V dan VI SD Y Manggarai Jakarta Selatan tahun 2006. Pada penelitian tersebut didapatkan prevalensi kelainan tajam penglihatan yang diakibatkan oleh kelainan refraksi sebesar 69%. 3 Kedua penelitian ini menguatkan dugaan tingginya prevalensi kelainan tajam penglihatan pada anak sekolah di daerah perkotaan. Sebuah penelitian yang dilakukan di Sambas pada bulan Agustus hingga Desember 2007 menunjukkan prevalensi kelainan tajam penglihatan yang lebih rendah, yaitu 20,7%. 6 Angka yang lebih rendah ini kemungkinan dipengaruhi oleh Tabel 3. Hubungan Jenis Kelamin, Status Gizi, Riwayat Keluarga Inti Berkacamata, Aktivitas Melihat Dekat dan Lama dengan Kelainan Tajam Penglihatan Kelainan tajam penglihatan Ya % Tidak % Keterangan Jenis kelamin Perempuan 22 53,7 20 52,6 Chi square p=0,927 Laki-laki 19 46,3 18 47,4 OR 1,0 (0,4 2, 5) Status gizi Kurang 12 29,3 13 34,2 Chi square p=0,637 Lebih-normal 29 70,7 25 65,8 OR 0,8 (0,3 2,1) Anggota keluarga inti berkacamata Ya 20 48,8 23 60,5 Chi square p=0,295 Tidak 21 51,2 15 39,5 OR 0,6 (0,3 1,3) Aktivitas melihat dekat dan lama Ya 28 68,3 16 42,1 Chi square p=0,019 Tidak 13 31,7 22 57,9 OR 3,0 (1,2 7,4) Membaca Ya 2 4,9 2 5,3 Fisher p=0,663 Tidak 39 95,1 36 94,7 OR 0,9 (0,1 6,9) Menonton televise Ya 26 63,4 12 31,6 Chi square p=0,005 Tidak 15 36,6 26 68,4 OR 3,8 (1,5 9,6) Menggunakan computer Ya 0 0 0 0 Tidak dapat dinilai Tidak 41 100 38 100 Bermain video game/ Ya 7 17,1 4 10,5 Chi square p=0,401 play station Tidak 34 82,9 34 89,5 OR 1,8 (0,5 6,5) 263

lingkungan, yaitu sarana media visual seperti televisi, komputer, maupun video game yang lebih minimal, sehingga aktivitas melihat dekat dan lama lebih jarang dilakukan. Terdapat teori yang menyatakan bahwa faktor gaya hidup yaitu aktivitas melihat dekat yang terlalu banyak, seperti membaca buku, melihat layar komputer, bermain video game, menonton televisi, dapat menyebabkan lemahnya otot siliaris mata sehingga mengakibatkan ganguan otot untuk melihat jauh. Daerah perkotaan yang padat juga mengakibatkan sempitnya ruang bermain sehingga anak cenderung melakukan aktivitas bermain di dalam ruangan yang jarang menggunakan penglihatan jauh. 3 Faktor gaya hidup ini didukung tingginya akses terhadap media akivitas visual. Pada penelitian ini, aktivitas melihat dekat dan lama yang paling banyak dilakukan adalah menonton televisi. Tingginya akses terhadap media visual ini apabila tidak diimbangi dengan pengawasan waktu dan jarak menonton anak oleh orang tua dapat meningkatkan kelainan tajam Menurut sebuah penelitian menonton televisi lebih dari 2 jam sehari dengan jarak 2 meter dapat meningkatkan resiko terjadinya kelainan tajam 20 Besarnya responden yang memiliki kelainan tajam penglihatan pada penelitian ini dimungkinkan akibat rendahnya cut off point kelainan tajam penglihatan yang digunakan yaitu 6/6. 12 Sebagian besar responden (51,9%) memiliki visus yang lebih rendah dari 6/6. Apabila cut off point yang digunakan dinaikkan menjadi 6/9 maka akan didapatkan angka kelainan tajam penglihatan yang lebih rendah (41,8%) dimana dengan ketajaman penglihatan sebesar 6/9 efisiensi penglihatan masih sebesar 90%. 10 Namun Cut off point yang rendah ini memiliki keunggulan dimana akan lebih banyak kelainan tajam penglihatan dini yang terjaring, tetapi kelemahannya adalah akan banyak false positive yang terjadi dan positive predictive value-nya lebih rendah daripada cut off point yang tinggi. Satu hal yang menarik dari hasil penelitian prevalensi ini adalah bahwa dari 41 responden yang terdeteksi mengalami kelainan tajam penglihatan, 10 responden (24,4%) yang mengeluhkan adanya gangguan penglihatan saat membaca tulisan pada papan tulis. Dari 10 responden yang mengeluh tersebut terdapat 5 responden yang sudah menggunakan kacamata untuk kelainan tajam penglihatan berupa miopia. Hasil ini menunjukkan bahwa pentingnya dilakukan skrining gangguan tajam penglihatan pada anak sekolah dasar. Hubungan Antara Jenis Kelamin dengan Kelainan Tajam Penglihatan Pada penelitian ini, jenis kelamin responden tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian kelainan tajam penglihatan (p=0,927). Didapatkan bahwa persentase kejadian kelainan tajam penglihatan lebih banyak pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki (perempuan 53,2% dan laki-laki 46,8%). Hal ini sesuai dengan pernyataan Supartoto bahwa penderita kelainan tajam penglihatan pada anak perempuan lebih besar daripada laki-laki dengan angka perbandingan 1,4 : 1. 17 Namun hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan di Brazil tahun 2006 oleh Onuki Haddad dkk, 9 dimana prevalensi kelainan tajam penglihatan pada anak laki-laki lebih besar (51%) dibandingkan anak perempuan (49%). Perbedaan kedua hasil ini dapat disebabkan oleh perbedaan ras dimana ras kaukasiod yang diwakili oleh Amerika Serikat lebih tinggi (43%) daripada ras melanesoid (37,8%); perbedaan budaya yang mempengaruhi kebiasaan dan aktivitas sehari-hari; perbedaan lingkungan serta status gizi. Hubungan Antara Status Gizi dengan Kelainan Tajam Penglihatan Setelah dilakukan analisis, tidak didapatkan hubungan yang bermakna (p=0,637) antara status gizi dengan kelainan tajam Faktor yang berpengaruh langsung terhadap kelainan tajam penglihatan berupa total kalori asupan protein hewani, serat dan beberapa mikronutrien yang kurang. Namun asupan serat dan beberapa mikronutrien seperti kalsium, klorida dan selenium yang rendah ini terlalu lemah untuk mempengaruhi pertumbuhan sehingga tidak mempengaruhi indeks masa tubuh yang menjadi acuan penentuan status gizi responden. 10,16 Hal ini sesuai dengan Werbach 16 yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara tinggi badan dan berat badan dengan kelainan tajam penglihatan pada anak usia 10 tahun. Dalam penelitian kami, tingginya prevalensi kelainan tajam penglihatan pada pelajar dengan status gizi normal-lebih disebabkan oleh faktor lain yang lebih dominan, yaitu aktivitas melihat dekat dan lama. Hubungan Antara Riwayat Kelainan Tajam Penglihatan dalam Keluarga dengan Kelainan Tajam Penglihatan Proporsi gangguan penglihatan pada kelompok yang memiliki keluarga berkacamata lebih tinggi dibandingkan yang tidak memiliki keluarga berkacamata, walaupun secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna. Menurut Lyhne et al 10, faktor keturunan tidak berpengaruh terhadap kelainan refraksi. Beberapa individu yang menderita miopia, kemungkinan besar terkait dengan genetik jika terpajan oleh faktor lingkungan tertentu. Dengan kata lain, bukan miopia yang diturunkan, namun kelemahan dari individu terhadap kondisi lingkungan tertentu seperti aktivitas melihat dekat yang berlebihan. Menurut Saw 11, prevalensi miopia yang tinggi pada beberapa kelompok etnik tertentu (Cina dan Jepang) menunjukkan bahwa genetik memainkan peranan yang penting, namun perubahan prevalensi pada beberapa generasi terakhir menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga merupakan faktor yang penting. 264