BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

KASUS JILBAB DI SEKOLAH-SEKOLAH NEGERI DI INDONESIA TAHUN OLEH: ALWI ALATAS, S.S. BAB I PENDAHULUAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan mengenai dinamika Partai

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

46. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEJARAH INDONESIA SMA/MA/SMK/MAK

Tentang Islam Yang Direstui Oleh Negara di Indonesia

Bab. I. Pendahuluan. Oetomo pada tahun Semenjak berdirinya organisasi ini telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah perempuan muslimah yang telah menggunakan jilbab saat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V. SEJARAH INDONESIA Alokasi Waktu. Sumber Belajar

BAB V PENUTUP. Politik Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin Tahun , penulis

V. SEJARAH INDONESIA Sumber Belajar. Alokasi Waktu. Kompetensi Dasar Materi Pokok Kegiatan Pembelajaran Penilaian

SILABUS MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. 2.2 Berlaku jujur dan bertanggungjawab dalam Silabus SMKN 21 Jakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

KELAS: X. 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Terdapat beberapa hal yang penulis simpulkan berdasarkan permasalahan yang

SILABUS MATA PELAJARAN: SEJARAH INDONESIA (WAJIB)

Silabus. 11, A p r i l Kompetensi Inti :

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA

2015 PERANAN SOUTH WEST AFRICA PEOPLE ORGANIZATION (SWAPO) DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN NAMIBIA

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

4 Alasan Mengapa Buku ini Penting?

2015 DAMPAK DOKTRIN BREZHNEV TERHADAP PERKEMBANGAN POLITIK DI AFGHANISTAN

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa sejarah tentu tidak terjadi dengan sendirinya. Peristiwaperistiwa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Denpasar, tapi hampir di seluruh Bali.

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/ SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN. kemasyarakatan yang bercorak Islam Modernis. Meskipun bukan merupakan

POLITIK ISLAM DAN MASYARAKAT MADANI OLEH: DENNY PRITIANTO SA ADAH NURAINI LINA DWI ASTUTI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan sebagai alat negara. Negara dapat dipandang sebagai

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

I. PENDAHULUAN. sejak jaman kemerdekaan berkali-kali menghadapi ujian. Pada tahun

BAB VI PENUTUP. Universitas Indonesia Islam kultural..., Jamilludin Ali, FIB UI, 2010.

RADIKALISME AGAMA DALAM KAJIAN SOSIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bagi kemajuan suatu bangsa. Masa anak-anak disebut-sebut sebagai masa. yang panjang dalam rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya mengundang kekaguman pria. M.Quraish Shihab hlm 46

Hubungan Islam Dan Orde Baru. Written by Wednesday, 08 September :03

ISLAM DI INDONESIA. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

BAB I PENDAHULUAN. paham kebangsaan di Indonesia, Islam menjadi salah satu katalisator dan

Appendix 3: Anggaran Dasar Partai Keadilan Sejahtera

BAB I PENDAHULUAN. melaluinya masyarakat dapat menyalurkan, menitipkan mandat dan harapan.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga kebijaksanaan mengenai Pribumi (Inlandsch Politiek) sangat. besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut.

ISLAM DI ANTARA DUA MODEL DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. Mayoritas penduduk Indonesia menganut agama Islam. Hal ini menurut Maliki

Gerakan 30 September Hal tersebut disebabkan para kader-kader Gerwani tidak merasa melakukan penyiksaan ataupun pembunuhan terhadap para

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Indonesia merdeka secara de facto dan de jure, maka Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN SEJARAH INDONESIA. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Setelah Perang Dunia II, demokrasi menjadi salah satu wacana sentral di

BAB I PENDAHULUAN. Politik merupakan hal yang sering diperbincangkan dalam masyarakat. Apalagi tahun ini

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

Dinamika Politik Muhammadiyah

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL SURVEI SURVEI SYARIAH 2014 SEM Institute

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Citra Antika, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pemilihan umum (Pemilu). Budiardjo (2010: 461) mengungkapkan bahwa dalam

BAB I PENDAHULUAN. terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Wacana pemikiran Islam tentang sistem pemerintahan Islam mengalami sebuah

MEDIA WATCH DAN PELAKSANAAN KEBEBASAN PERS. Djoko Walujo 1

2. SILABUS MATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Yofa Fadillah Hikmah, 2016

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting untuk menuangkan ide pokok

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR BAHASA INDONESIA SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA )/MADRASAH ALIYAH (MA)/ SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN (SMK)

sherila putri melinda

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

SISTEM POLITIK INDONESIA. 1. Pengertian Sistem Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

BAB I LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

Presiden Seumur Hidup

TWO VISIONS OF REFORMATION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

Kontroversi Agama dan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

I. PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, seseorang dengan menggunakan bahasa yang indah.

2015 STRATEGI PARTAI ISLAM D ALAM PANGGUNG PEMILIHAN PRESID EN DI INDONESIA TAHUN

1. Penyelesaian persamaan linier tiga variabel dengan metode eliminasi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Muslim dalam pembagian India-Pakistan dalam kurun waktu Merujuk

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENGATASI GERAKAN RADIKALISME. Oleh: Didik Siswanto, M.Pd 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Andriyana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Gejala politik pada bulan mei 1998 merupakan suatu peristiwa bersejarah bagi bangsa

A. Pengertian Orde Lama

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Berbagai kepercayaan dan peribadatan agama sudah menjadi ciri universal

Transkripsi:

1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Maraknya pemakaian jilbab di Indonesia pada tahun 1980-an tidak terlepas dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal atau dalam negeri yang ikut mempengaruhi maraknya jilbab di sekolah-sekolah negeri antara lain sikap pemerintah Orde Baru yang tidak akomodatif terhadap aspirasi umat Islam (Efenddi, 1995, hlm.52). Ketegangan antara umat Islam dan pemerintah mengemuka antara tahun 1967 hingga paruh pertama tahun 1980-an. Pada periode ini, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang dianggap merugikan umat Islam (Thaba, 1996, hlm. 26 dan 306). Sementara itu, sebagian elemen Islam menyikapi kebijakan-kebijakan pemerintah ini secara konfrontatif sehingga hubungan di antara keduanya memburuk (Thaba, 1996, hlm.27),. Titik balik hubungan ini, mengacu pada pendapat Abdul Aziz Thaba, yaitu dengan digulirkannya gagasan Pancasila sebagai asas tunggal pada tahun 1982. Gagasan ini menimbulkan reaksi, baik mendukung maupun menolak (Damanik, 2003, hlm.53), dari berbagai organisasi masa (ormas) Islam. Namun, ketika pemerintah benar-benar menetapkan Pancasila sebagai asas tunggal pada tahun 1985, mayoritas ormas Islam yang ada di Indonesia menerimanya. Sejak itu, mulai terjadi akomodasi antara pemerintah dengan umat Islam (Thaba, 1996, hlm.27-28). Terjadinya ketegangan antara Pemerintah Orde Baru yang didominasi militer dengan umat Islam bisa dipahami, mengingat struktur kekuasaan ketika itu banyak diisi oleh kaum Islam abangan. Walaupun keberadaan kaum Islam Abangan dalam pemerintahan Orde Baru ketika itu sulit dibuktikan dengan angkaangka, beberapa ahli percaya bahwa ketegangan antara Pemerintah Orde Baru

dan umat Islam merupakan refleksi ketegangan antara kelompok Abangan dan kelompok Santri di Indonesia. Itulah sebabnya mengapa banyak aspirasi kaum Muslimin di Indonesia, khususnya aspirasi politik, yang disikapi secara negatif dan bermusuhan dengan Pemerintah Orde Baru (Anwar,1984, hlm.6-7). Hubungan antara Pemerintah Orde Baru dengan umat Islam telah banyak mendapat perhatian dari para pengamat sosial dan politik. Sebagaimana masamasa sebelumnya, hubungan umat Islam dan negara pada masa Orde Baru mengalami proses pasang surut. Hubungan tersebut diawali dengan adanya kerja sama di antara kedua belah pihak, kemudian terjadi ketegangan dan konflik, dan akhirnya kembali saling mengakomodasi. Kerja sama antara kedua belah pihak di awal terbentuknya pemerintahan Orde Baru sebenarnya lebih dilandasi oleh adanya kepentingan bersama, yaitu dalam menjatuhkan Rezim Orde Lama dan Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta seluruh unsur-unsurnya (Thaba, 1996, hlm.25). Namun, begitu pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto ini berhasil memantapkan kedudukannya dalam pentas politik Indonesia, hubungannya dengan umat Islam segera memburuk. Hal ini senanda dengan pendapat Thaba: Terutama setelah pemilihan umum (pemilu) tahun 1971 dengan kemenangan mayoritas Golongan Karya (Golkar) yang sejak itu mendominasi lembaga eksekutif maupun legislatif. Namun antara tahun 1966-1971, Soharto yang saat itu sedang mengkukuhkan posisinya untuk menjadi presiden RI sebenarnya sudah melakukan proses eliminasi terhadap politik umat Islam. Tindakan eliminasi ini dilakukan dengan tidak diizinkannya pendirian Partai Demokrasi Islam Indonesia (PDII) oleh mantan wakil presiden RI, Mohammad Hatta; tidak diizinkan rehabilitasi majelis syuro Muslimin Indonesia (Masyumi); setelah dibubarkan oleh Sukarno pada tahun 1960 karena keterlibatan beberapa tokohnya dalam PRRI; dan dicegahnya mantan tokoh-tokoh Masyumi untuk tampil dalam kepengurusan Partai Muslimin Indonesia (Permusi) yang dibentuk pada tahun 1967 (Thaba, 1996, hlm. 306). Soeharto dan banyak pejabat Orde Baru ketika itu agaknya lebih melihat umat Islam sebagai ancaman bagi kestabilan politik dan pembangunan daripada sebagai mitra, setidaknya sampai paruh kedua tahun 1980-an ketika ketegangan di antara keduanya mulai mencair (Effendy, 1993, hlm.17). Dalam hal politik, sikap

Pemerintah Orde Baru sama seperti yang dianjurkan oleh Snouck Hurgronje terhadap Pemerintah Hindia Belanda pada awal abad kedua puluh, yaitu mendukung Islam sebagai praktek individu dan sosial, tetapi menolak Islam politik (Effendy, 1994, hlm.4). Dibatasinya ruang gerak umat Islam di bidang politik tentu tidak harus membuat mereka lumpuh dalam segala bidang. Dalam sebuah seminar di Yogyakarta, Ahmad Syafi i Ma arif mengatakan: Kelumpuhan umat Islam dalam politik tidak berarti kelumpuhan mereka bergerak dalam bidang sosial dan kultural. Justru pada periode kemacetan dalam politik inilah umat Islam punya peluang yang baik sekali untuk melancarkan dakwah Islam dengan sasaran- sasaran yang lebih strategis lagi (Thaba, 1996, hlm. 28) Ditetapkannya Pancasila sebagai asas tunggal kehidupan sosial politik di Indonesia mungkin merupakan ujian politik terbesar yang diberikan Pemerintah Orde Baru terhadap umat Islam. Organisasi-organisasi pemuda yang menolak Pancasila sebagai asas tunggal seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Pelajar Islam Indonesia (PII), walaupun kemudian dianggap sebagai organisasi terlarang oleh Pemerintah Orde Baru, tidak serta merta membubarkan diri mereka atau berhenti melakukan aktivitas. Sebagaimana dituturkan Damanik (2003, hlm.54), mereka "tetap bergerak sebagai gerakan bawah tanah, membuat training dan pembinaan-pembinaan bagi pemuda-pemuda Islam." Tekanan pemerintah justru membuat gerakan mereka jadi semakin ideologis dan kaderisasi yang mereka lakukan pada masa itu pada gilirannya melahirkan kader-kader muda yang militan. Kemunculan jilbab, yang menjadi tema penelitian ini, merupakan salah satu hasil dari kaderisasi dakwah yang gencar dilakukan pada masa-masa tersebut. Faktor eksternal yang disebut-sebut banyak memberikan pengaruh terhadap kemunculan jilbab di sekolah-sekolah negeri adalah Revolusi Iran yang terjadi pada tahun 1979 dan pemikiran Al-Ikhwan Al-Muslimin yang masuk ke Indonesia melalui buku-buku para tokohnya yang banyak diterjemahkan sejak tahun 1970-an. Revolusi Iran, yang dipimpin Khomeini dan berhasil menggulingkan Rezim Syah

Iran ketika itu, ikut memberikan kontribusi bagi tumbuhnya semangat berjilbab di kalangan siswi-siswi muslim di Indonesia. Peristiwa tersebut mendapat perhatian yang luar biasa dari berbagai media masa dan memperlihatkan pada masyarakat dunia termasuk masyarakat Indonesia, bagaimana wanita-wanita Iran menutupi tubuhnya secara rapat dengan jilbab dan busana muslimah. Namun, agaknya pengaruh ini lebih bersifat psikologis daripada ideologis, karena ideologi Syah yang dianut oleh Revolusi Iran jelas-jelas tidak diadopsi atau dianut oleh siswi-siswi yang mengalami pelarangan jilbab di sekolah-sekolah negeri (Alatas & Desliyanti, 2001,hlm.22). Pada saat itu tidak sedikit wanita Muslim yang memutuskan untuk menggunakan jilbab. Namun, pada masa pemerintahan Orde Baru sekitar tahun 1980an, pelajar-pelajar yang ingin menggunakan jilbab harus merasakan sulitnya untuk menggunakan jilbab. Meskipun Indonesia merupakan negara yang masyarakat Muslimnya sangat besar, penerimaan terhadap jilbab membutuhkan proses yang sangat panjang. Mengingat jilbab bukan bagian dari budaya Indonesia, terlebih dalam iklim tropis. Padahal sudah sangat jelas bahwa setiap wanita Muslim diwajibkan menutup auratnya. Disatu sisi pemerintah melindungi setiap warganya untuk memeluk agama yang diyakini. Akan tetapi, ketika dalam agama tersebut ada kewajiban yang harus di jalankan oleh setiap umatnya, Pemerintah Orde Baru justru malah melarangnya. Sebaiknya, ketika pemerintah sudah melindungi warganya untuk memeluk agama yang diyakini maka pemerintah pun harus melindungi dan mendukung apa yang diperintahkan dalam agama tersebut karena jilbab bukan merupakan alat politik tetapi suatu ketaatan individu terhadap Tuhannya Keadaan seperti ini, diperburuk dengan dikeluarkannya surat keputusan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan nomer 052 pada tanggal 11 Maret 1982

yang mengatur bentuk dan penggunaan seragam sekolah di sekolah-sekolah negeri. Sebelum keluarnya SK tersebut, peraturan seragam sekolah ditetapkan oleh masing-masing sekolah negeri secara terpisah. Dengan adanya SK tersebut, maka peraturan seragam sekolah menjadi bersifat nasional dan diatur langsung oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

SK tersebut hampir-hampir tidak mengakomodir kemungkinan untuk menggunakan seragam sekolah dalam bentuk lain. Akibatnya, kebijakan pemerintah ini segera berbenturan dengan keinginan beberapa pelajar Muslim di sekolah-sekolah negeri untuk menutup auratnya sesuai dengan syari at Islam yang mereka yakini. Jika sebelum keluarnya SK 052 saja sudah mulai bermunculan kasus-kasus pelarangan jilbab, maka setelah keluarnya SK tersebut semakin banyak pelajar-pelajar berjilbab yang memperoleh teguran, pelarangan, dan tekanan dari pihak sekolah (Alatas, 2001, hlm.25). Pelajar yang bersikeras untuk tetap mengenakan jilbab di lingkungan sekolah, pada akhirnya dipersilahkan untuk keluar dari sekolah negeri tempat mereka belajar dan pindah ke sekolah swasta. Sudah sangat jelas sekali bahwa menggunakan jilbab adalah perintah dari Allah SWT yang harus dijalankan oleh setiap wanita Muslim dimuka bumi ini. Akan tetapi, perintah ini mendapat tentangan dari Pemerintah Orde Baru pada masa itu. Melihat dari keadaan tersebut, tentunya kaum wanita berjilbab khususnya pelajar SMA memiliki harapan untuk mendapakan kehidupan yang lebih baik. Sebagai individu, wanita berjilbab tentunya menginginkan pengakuan, perlakuan dan persamaan hak dengan kaum wanita lainnya. Selain itu, kaum wanita berjilbab juga mempunyai suatu impian cita-cita yang ingin dicapai. Larangan untuk mengenakan jilbab karena tudingan politis sulit untuk diterima oleh umat Islam. Bagaimanapun juga, jilbab tidak pernah menjadi monopoli sebuah gerakan tertentu, karena perintahnya, sebagaimana diyakini oleh banyak kaum Muslim, terdapat di dalam Al-Qur an dan Hadits dan dijalankan oleh berbagai kelompok masyarakat Muslim sejak awal kemunculan Islam di Jazirah Arab. Memang ada sebagian kalangan Muslim yang memandang jilbab tidak wajib. Namun ketika keyakinan ini dipaksakan tanpa mentolerir pihak-pihak yang meyakini kewajibannya, maka pihak yang terakhir ini akan merasa terlanggar hak-haknya

dalam beragama. Ketika kedua belah pihak tetap bertahan pada posisinya masingmasing maka terjadilah konflik. Sikap kaku pemerintah terhadap peraturan seragam sekolah telah menyebabkan persoalan ini menjadi berlarut-larut. Sekiranya, pemerintah bisa bersikap lebih toleran terhadap hal ini, kasus pelarangan jilbab tentu bisa lebih cepat tertangani. Persoalan jilbab atau busana muslim lebih tepat dilihat dari sudut pandang hak seseorang dalam menjalankan agamanya daripada dilihat dari sudut pandang politik. Jadi, selama hak tersebut tidak merugikan kepentingan lembaga ataupun kepentingan orang lain, maka hak tersebut tidak perlu dilarang. Zaman sudah berganti, perjuangan memakai jilbab tidak seekstrim seperti pada tahun 1980-an. Penggunaan jilbab sudah marak digunakan oleh wanita muslim di Indonesia. Dengan adanya larangan terhadap siswi-siswi untuk menggunakan jilbab pada masa pemerintahan Orde Baru, diharapkan kejadian seperti itu tidak akan terulang kembali. Kajian ini penting untuk dibahas dimaksudkan untuk memberikan informasi lebih dalam kepada wanita Muslim di Indonesia khususnya mahasiswa pendidikan sejarah Universitas Pendidikan Indonesia dan siswa SMA bahwa untuk memakai jilbab yang sekarang sudah banyak digunakan oleh wanita Indonesia membutuhkan perjuangan yang cukup besar dan diharapkan kita sebagai wanita muslim lebih menghargai jilbab sebagai identitas wanita Muslim. Berdasarkan gambaran yang telah disampaikan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih banyak mengenai Gerakan Pelajar dan Mahasiswa Islam Terhadap Larangan Penggunaan Jilbab di Sekolah-Sekolah Negeri Tahun 1982-1991 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pokok-pokok uraian di atas, terdapat permasalahan yang akan menjadi kajian peneliti yaitu Bagaimana Gerakan Pelajar dan Mahasiswa Islam Terhadap Larangan Penggunaan Jilbab Pada Tahun 1982-1991?.

Rumusan tersebut peneliti akan membatasi permasalah dengan pertanyaanpertayaan sebagai berikut: 1. Apa yang menjadi pendorong maraknya pemakaian jilbab di kalangan para pelajar dan mahasiswa pada tahun1980-an? 2. Apa latar belakang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Membuat SK 052/C/Kep/D/1982 tentang pedoman penggunaan seragam sekolah di sekolah-sekolah negeri? 3. Bagaimana perjuangan para pelajar Islam dan mahasiswa dalam menuntut penggunaan jilbab pada tahun 1980-an? 4. Apa yang melatar belakangi dibuatnya SK 100/C/Kep/D/1991 sebagai tanda diperbolehkanya penggunaan jilbab di sekolah-sekolah negeri? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan dan batasan masalah yang telah disampaikan diatas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan pendorong maraknya penggunaan jilbab di kalangan para pelajar Islam. 2. Mengungkapkan latar belakang dibuatnya SK 052/C/Kep/D/1982 tentang pedoman penggunaan seragam sekolah di sekolah-sekolah negeri. 3. Mengungkapkan perjuangan para pelajar Islam dan mahasiswa terhadap larangan penggunaan jilbab. 4. Mengungkapkan latar belakang dibuatnya SK 100/C/Kep/D/1991 penanda diperbolehkannya penggunaan jilbab di sekolah negeri. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sebagai masukan dan memperkaya pengetahuan serta wawasan Mahasiswa Pendidikan Sejarah, khusunya mengenai gerakan para pelajar Islam terhadap larangan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah

negeri pada tahun 1982-1991 (Kajian Historis di Jakarta, Bandung, dan Bogor). 2. Dalam kurikulum pendidikan pada program Ilmu-Ilmu Sosial kelas XII, melihat di Kompetensi Inti pada nomor Tiga yaitu memahami, menerapkan dan menjelaskan pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. Kompetensi Dasarnya pada nomor 3.6 yaitu menganalisis kehidupan politik dan ekonomi bangsa Indonesia pada masa Orde Baru. Dengan demikian judul penelitian ini masuk kedalam KI dan KD yang dipelajari oleh siswa-siswa sehingga dapat menambah materi pembelajaran. 3. Melalui penelitian ini diharapkan berbagai pihak yang ada di Indonesia, khususnya para penentu kebijakan, memahami latar belakang dan sebab-sebab terjadinya peristiwa pelarangan jilbab di sekolah-sekolah negeri sehingga peristiwa semacam ini tidak perlu terulang kembali di masa yang akan datang. 1.5 Struktur Organisasi Skripsi Adapun Struktur organisasi dalam penulisan propsal skripsi ini, sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, bab ini merupakan bab yang berisikan latar belakang masalah yang menjelaskan mengapa peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Serta menjelaskan mengapa masalah yang diteliti timbul. Selanjutnya, dengan adanya rumusan masalah di sini berguna sebagai pembatas masalah yang akan dijelaskan di dalam tulisan ini. Serta digunakan untuk memperinci isi skripsi. Pada bagian akhir bab ini akan dimuat tentang metode dan teknik penelitian yang

dilakukan oleh peneliti, serta struktur organisasi skrispi yang akan menjadi kerangka dan pedoman penulisan skripsi. Bab II Kajian Pustaka, dalam kajian pustaka ini akan dipaparkan mengenai sumber sumber buku dan sumber lainnya yang digunakan sebagai referensi yang dianggap relevan. Selain itu menggunakan pendekatan konsep yang relevan pula dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan judul Gerakan Pelajar dan Mahasiswa Islam Terhadap Larangan Jilbab di Sekolah-sekolah Negeri Pada Tahun 1982-1991 Bab III Metode Penelitian, merupakan bab yang berisi mengenai kegiatankegiatan serta cara-cara yang dilakukan dalam penelitian skripsi. Metode yang digunakan adalah metode penelitian sejarah, yang langkah-langkahnya terbagi menjadi heuristik, atau kumpulan sumber, kritikan terhadap sumber yang telah dikumpulkan, interpetasi sumber, hingga ke tahap penulisan (historiografi). Setiap langkah yang ditempuh nantinya akan dipaparkan lebih rinci lagi sesuai dengan keadaan di lapangan. Bab IV Pembahasan, menjelaskan mengenai perjuangan pelajar dan mahasiswa Islam dalam menuntut penggunaan jilbab di sekolah-sekolah pada tahun 1982-1991. Pembahasan dibagi menjadi 4 bahasan besar. Pertama, pendorong maraknya penggunaan jilbab dikalangan siswi pada tahun 1980an. Kedua, latar belakang dibuatnya SK 052/C/Kep/D/1982 tentang pedoman penggunaan seragam sekolah di sekolah-sekolah negeri. Ketiga, perjuangan para pelajar dan mahasiswa Islam terhadap larangan penggunaan jilbab di sekolahsekolah negeri. Keempat, latar belakang dibuatnya SK 100/C/Kep/D/1991 sebagai penanda diperbolehkannya penggunaan jilbab di sekolah-sekolah negeri. Bab V Simpulan dan Saran, simpulan di sini merupakan sebuah pemaparan mengenai kesimpulan atas berbagai rumusan masalah yang telah dikembangkan oleh peneliti dan kemudian akan dianalisis serta diuraikan ke dalam sebuah karya ilmiah berupa skripsi. Serta saran dari peneliti mengenai tulisan ini sehingga nantinya dapat bermanfaat bagi pihak-pihak lain.