I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. dari satu tahap ke tahap berikutnya. Agar pembangunan dapat terlaksana dengan

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. terdapat juga transfer, seperti tunjangan sosial yang merupakan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No.

I. PENDAHULUAN. dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan tujuan dari pembangunan, namun pada

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan umum UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah ekonomi dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi yag pesat merupakan feneomena penting yang

BAB I PENDAHULUAN. pembelanjaan. Pengeluaran-pengeluaran untuk membiayai administrasi

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai jenis pembelanjaan. Seperti halnya pengeluaran-pengeluaran

M. Wahyudi Dosen Jurusan Akuntansi Fak. Ekonomi UNISKA Kediri

I. PENDAHULUAN. pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Guna menunjukkan alokasi sumber daya manusia, material, dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

Pemerintah Provinsi Bali

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dengan meningkatkan pemerataan dan keadilan. Dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

ANALISIS ALOKASI BELANJA LANGSUNG PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DI PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi menjadi prioritas utama bagi negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. perbedaaan kondisi demografi yang terdapat pada daerah masing-masing.

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. pemerintahan termasuk kewenangan daerah. Salah satu bukti adalah Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keuangan lembaga publik, diantaranya : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

PENDAHULUAN. berbagai kegiatan pembangunan nasional diarahkan kepada pembangunan yang merata ke

Mekanisme Penyusunan APBN dan APBD

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penduduk perkotaan dan penduduk daerah maka pemerintah membuat kebijakan-kebijakan sebagai usaha

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu upaya meningkatkan taraf hidup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKANKEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi adalah dambaan semua daerah maupun Negara.

BAB I PENDAHULUAN. mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas ekonomi dan tugas

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya pembangunan nasional di negara-negara berkembang. difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam rangka upaya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

dalam jumlah dan kualitasnya. (Setiawan dan Handoko, 2005)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

BAB I PENDAHULUAN. pusat (Isroy, 2013). Dengan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggungjawab,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang

Kepala Badan Pengelola Keuangan Kota Ambon. R.SILOOY,SE.MSi PEMBINA TK I Nip

BAB I PENDAHULUAN. dasar dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen dokumen

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal. daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB II PERUBAHAN KEBIJAKAN UMUM APBD Perubahan Asumsi Dasar Kebijakan Umum APBD

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari. program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. angka pengangguran dapat dicapai bila seluruh komponen masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

BAB I PENDAHULUAN. tetapi untuk menyediakan layanan dan kemampuan meningkatkan pelayanan

I. PENDAHULUAN. masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. (Adrimas,1993). Tujuannya untuk mencapai ekonomi yang cukup tinggi, menjaga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB VII KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan salah satu rangkaian dasar

BAB I PENDAHULUAN. dampak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah. Sistem otonomi daerah

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang- Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah merupakan salah satu yuridis bagi perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa pengembangan otonomi pada daerah kabupaten dan kota diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka-ragaman daerah. Otonomi memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengembangkan sumber dayanya tanpa harus menunggu perintah dari pusat. Sehingga diharapkan daerah tumbuh dan berkembang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh daerah tersebut. Sebagai konsekuensi atas pelaksanaan UU No. 22 dan UU No. 25 Tahun 1999 adalah daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan bertanggung jawab dalam memberdayakan masyarakat, lembaga ekonomi, politik, hukum, serta seluruh potensi masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di sisi lain kemampuan keuangan pemerintah daerah masih sangat tergantung pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, dalam rangka desentralisasi kepada setiap daerah dituntut untuk dapat membiayai diri melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peran pemerintah daerah dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah.

Peranan pemerintah sangat besar dalam sistem perekonomian dan pemerintah mempunyai beberapa fungsi, yakni : 1. Fungsi pemerintahan untuk memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan. 2. Fungsi pemerintah untuk menyelenggarakan peradilan. 3. Fungsi pemerintah untuk menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh pihak swasta. Dalam dunia modern, pemerintah diharapkan perenannya semakin besar untuk mengatur jalannya perekonomian. Dalam perekonomian modern, peranan pemerintah dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan (Guritno Mangkoesoebroto, 1993: 2), yaitu : 1. Peran alokasi, yaitu peran dalam alokasi sumber-sumber ekonomi. 2. Peran distribusi, yaitu peran pemerintah sebagai alat distribusi pendapatan. 3. Peran stabilisasi, yaitu peran pemerintah untuk menjaga stabilitasi perekonomian dengan menggunakan instrument-instrument kebijakan. Menurut Sadono Sukirno (1985 : 13), pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Tujuan pembangunan ekonomi pada umumnya adalah peningkatan pendapatan riel perkapita serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha. Pembangunan ekonomi menunjukan perubahan-perubahan dalam struktur output dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian disamping kenaikan output. Jadi pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diikuti dengan pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatahui pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat melalui pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan, karena PDRB berdasarkan harga konstan mengabaikan pengaruh harga inflasi.

Perkembangan jumlah PDRB Provinsi Lampung selalu mengalami peningkatan dari tahun ketahun, tetapi bila dilihat dari perkembangan persentasenya, PDRB mengalami fluktuasi. Seperti pada tahun 2004, PDRB Provinsi Lampung berjumlah Rp 28.262.289,00,- perkembangan dari tahun sebelumnya sebesar 5,07% dan pada tahun 2005 turun menjadi 4,02% dengan jumlah PDRB sebesar 29.397.248,00,-. Pada tahun 2006, naik menjadi 4,98% dengan jumlah PDRB sebesar 30.861.360,40,-. Anggaran pemerintah daerah terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Berdasarkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dijelaskan bahwa sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi adalah : 1. Pendapatan Asli Daerah 2. Dana Perimbangan 3. Pinjaman Daerah 4. Lain-lain penerimaan yang sah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa ataupun membangun suatu proyek, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kabijakan tersebut. Rostow dan Musgrave (Guritno Mangkoesoebroto, 1986:2) menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, investasi pemerintah (pengeluaran) akan besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai prasarana, seperti kesahatan, transportasi dan sebagainya. Pada tahap menengah, peranan pemerintah tetap diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi pada tahap ini peranan swasta akan lebih besar. Pada tahap

yang lebih tinggi, aktivitas pemerintah beralih pada penyediaan prasarana kepengeluaranpengeluaran untuk aktivitas sosial, seperti program pelayanan kesehatan atau program pelayanan hari tua. Pada setiap tahun anggaran jumlah rencana anggaran penerimaan dengan rencana anggaran pengeluaran sama besarnya, sehingga kolom saldo diperoleh nilai nol (0). Keadaan seperti inilah yang dikatakan berimbang. Sedangkan anggaran yang dinamis yaitu pada setiap tahun anggaran yang satu ketahun anggaran yang berikutnya menujukkan peningkatan. Dalam realisasinya, jumlah penerimaan dan pendapatan tidak selalu sama. Hal ini disesuaikan dengan keadaan perekonomian pada anggaran sedang berlangsung, sehingga pada akhir tahun anggaran sering terdapat selisih antara jumlah penerimaan dengan jumlah pengeluaran yang ditujukan oleh kolom surplus/defisit. Tabel 1. Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun 2004-2008 ( Ribuan Rupiah ) Tahun Pendapatan Pengeluaran Surplus/Defisit 2004 2005 2006 2007 2008 822.725.454 1.045.734.784 1.122.027.862 1.374.096.049 1.723.036.643 Sumber : Lampung Dalam Angka 2009 751.108.751 865.266.187 1.294.948.833 1.532.401.692 1.711.015.164 71.616.703 180.468.597-172.920.971-158.305.643 12.021.479 Tabel 1 memperlihatkan besarnya realisasi dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan, pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, serta surplus/defisit anggaran Provinsi Lampung pada tahun anggaran 2004 sampai tahun anggaran 2008. Besarnya penerimaan menujukan peningkatan pada setiap tahun anggaran. Hal ini juga diimbangi dengan besarnya pengeluaran yang juga meningkat setiap tahunnya. Pada kolom surplus/defisit menujukkan selisih antara penerimaan dan pengeluaran pada setiap tahunnya.

Selisih ini mengalami fluktuasi setiap tahunnya sesuai dengan kebijakan yang dilakukan dalam melakukan pengeluaran pada suatu tahun anggaran tertentu dalam mengatasi/mengikuti perkembangan perekonomian yang sedang berkembang pada masa itu. Dalam mengelola aspek pengeluaran pemerintah, kita harus memperhatikan arah dan tujuan pengeluaran pemerintah, sehingga apa yang telah menjadi tujuan aspek pengeluaran tersebut harus benar-benar teliti didalam menetapkan prioritas pengeluaran. Sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, beban keuangan negara yang tercermin dalam APBD semakin berat. Oleh sebab itu, pemerintah perlu melakukan upaya untuk mengatur alokasi pengeluaran pemerintah dimana pengeluaran pemerintah lebih diprioritaskan kepada sektor yang memberikan manfaat secara langsung bagi masyarakat. Hal ini berarti bahwa dalam menentukan pengeluaran pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, harus memperhatikan efisiensi dan efektivitas pengeluaran pemerintah, serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah. B. Permasalahan Secara teoritis semakin tinggi pengeluaran pemerintah dalam kegiatan pembangunan, maka semakin tinggi pula tingkat pendapatan masyarakat dan Produk Domestik Regional Bruto sebagai tolak ukur atau pendekatan dari pendapatan masyarakat (Suparmoko, 1987:2). Angka elastisitas dapat dijadikan sebagai pedoman untuk melihat dampak pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi (PDRB). Dari uraian diatas, maka permasalahan yang diajukan dalam tulisan ini adalah bagaimanakah elastisitas Pengeluaran Pemerintah terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Lampung Tahun 1990-2008.

C. Tujuan Penulisan Menghitung besaran nilai elastisitas Pengeluaran Pemerintah tahun sebelumnya Terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun berjalan Provinsi Lampung tahun 1990 2008. D. Ruang Lingkup Pembahasan Agar tidak menyimpang dari tujuan yang hendak dicapai maka penulis membatasi hanya menghitung Elastisitas Pengeluaran Pemerintah tahun sebelumnya terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun berjalan Provinsi Lampung tahun 1990 2008. E. Kerangka Pemikiran Salah satu kewajiban pemerintah adalah menyediakan barang dan jasa yang tidak dapat dihasilkan pihak swasta (barang publik). Untuk menyediakan barang publik tersebut, pemerintah membuat suatu anggaran pengeluaran. Masalahnya adalah seberapa besar pemerintah harus menyediakan barang publik atau menganggarkan jumlah pengeluaran. Pengeluaran yang terlalu besar akan menyebabkan terjadinya pemborosan, sebaliknya jika terlalu sedikit akan menyebabkan ketidakpuasan masyarakat. (Soetrisno, P.H, 1984:1) Dalam usaha melaksanakan kegiatan pembangunan, pemerintah memerlukan adanya pengeluaran untuk membiayai kegiatan tersebut dan harus ada penerimaan (sumber dana) guna menunjang pengeluaran tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (Suparmoko, 1987:1-2)

Pengeluaran Pemerintah akan memacu perkembangan kegiatan ekonomi sehingga dapat meningkatkan produksi masyarakat yang pada tingkat daerah ditunjukan oleh PDRB. Peningkatan produksi ini juga akan mempengaruhi pendapatan yang akan ikut meningkat, baik itu pendapatan perkapita maupun pendapatan nasional, sehingga pada akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah akan menyebabkan kenaikan pendapatan, baik pendapatan perkapita maupun pendapatan nasional. (Goeritno. M, 1986:1) Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah untuk merealisasikan kegiatan tersebut. Besarnya pengeluaran pemerintah akan memacu tingkat produktivitas dalam perekonomian sehingga tingkat produktivitasnya ini dicerminkan melalui besarnya tingkat pendapatan masyarakat. (Soeparmoko, 1987:1-2) Alokasi dana pemerintah tercermin dalam anggaran yang berfungsi sebagai alat pengatur urusan prioritas pembangunan dengan mempertimbangkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh usaha pembangunan yang harus selalu berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. (Soeparmoko, 1987:23) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan perwujudan dari kegiatankegiatan Pemerintah Daerah yang diukur dan dihitung dengan uang. Kegiatan-kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan yang terus-menerus dilakukan dan tidak ada batas akhirnya, dan kegiatan-kegiatan yang ada batas akhirnya. APBD yang berkenaan dengan kegiatan yang terus-menerus dilakukan disebut APBD rutin, sedangkan APBD yang berkenaan dengan kegiatan-kegiatan yang ada batas akhirnya disebut APBD pembangunan. (Djoefri Abdullah, 1984:3) Penyusunan APBD berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau

input yang ditetapkan. Berdasarkan pendekataan kinerja, APBD disusun berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. Oleh karena itu, dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD yang memuat petunjuk dan ketentuan-ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan APBD. Dalam bidang perekonomian daerah, konsep elastisitas dapat digunakan untuk memahami dampak dari suatu kebijakan. Sebagai contoh, Pemerintah Daerah dapat mengetahui dampak kenaikan pajak atau subsidi terhadap pendapatan daerah, tingkat pelayanan masyarakat, kesejahteraan penduduk, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan investasi, dan indikator ekonomi lainnya dengan menggunakan pendekatan elastisitas. Selain itu, konsep elastisitas dapat digunakan untuk menganalisis dampak kenaikan pendapatan daerah terhadap pengeluaran daerah atau jenis pengeluaran daerah tertentu. Dengan kegunaannya tersebut, alat analisis ini dapat membantu pengambil kebijakan dalam memutuskan prioritas dan alternatif kebijakan yang memberikan manfaat terbesar bagi kemajuan daerah. Elastisitas dapat mengukur seberapa besar perubahan suatu variabel terhadap perubahan variabel lain. F. Hipotesis Perumusan hipotesis berdasarkan latar belakang adalah diduga Pengeluaran Pemerintah daerah tahun sebelumnya memberikan elastisitas yang positif terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun berjalan Provinsi Lampung.