BAB I PENDAHULUAN. kualitas Sumber Daya Manusia. Dewasa ini semua orang membutuhkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hal yang tidak dipahami kemudian dilihat, diamati hingga membuat seseorang

BAB I PENDAHULUAN. macam tantangan dalam berbagai bidang. Untuk menghadapi tantangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

I. PENDAHULUAN. perkembangan. Perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi berbagai tantangan dan hambatan. Salah satu tantangan yang cukup

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI METODE DISCOVERY-INQUIRY PADA SISWA KELAS VII SMP N 5 SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN. Terjadinya perubahan paradigma dalam metode belajar mengajar yang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Empiris Perkuliahan Strategi Pembelajaran Selama ini

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berbagai konsep

Studi Deskriptif Mengenai Student Centered Learning yang Diterapkan. pada Siswa di SMA X Bandung

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. banyak faktor. Salah satunya adalah kemampuan guru menggunakan desain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan. manusia. Pendidikan manusia dimulai sejak anak masih dalam kandungan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Wulan Sari, 2014 Pengaruh Model Cooperative Learning Tipe Stad Terhadap Kemampuan Analisis Siswa

I. PENDAHULUAN. Dunia pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang mengalami krisis, yang harus dijawab oleh dunia pendidikan. Jika proses-proses

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan berbagai pihak yang terkait secara bersama-sama dan bersinergi

Teacher Centered Learning Dan Student Centered Learning

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan negara.melalui pendidikanlah suatu negara dapat. menggunakan metode-metode yang monoton, tentu dirasakan kurang

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan nasional dan menghasilkan lulusan yang memiliki keunggulan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk dilaksanakan secara menyeluruh pada setiap sekolah

2016 PENINGKATAN KEMAND IRIAN BELAJAR SISWA D ENGAN MENGGUNAKAN MOD EL D ISCOVERY LEARNING D ALAM PEMBELAJARAN IPS

Penyusun DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. potensi intelektual dan sikap yang dimilikinya, sehingga tujuan utama

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. membangun sebuah peradaban suatu bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lebih dari sekedar realisasi satu sasaran, atau bahkan beberapa sasaran. Sasaran itu

BAB I PENDAHULUAN. sebuah program, pendidikan merupakan aktivitas sadar dan sengaja yang diarahkan untuk

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam melaksanakan fungsi-fungsi kehidupan tidak akan lepas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah berusaha meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. proses terjadinya perubahan prilaku sebagai dari pengalaman. kreatif, sehingga mampu memacu semangat belajar para siswa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ai Nunung Muflihah,2013

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) adalah salah satu ilmu dasar

BAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam suatu pendidikan tentu tidak terlepas dengan pembelajaran di

BAB I PENDAHULUAN. yaitu krisis terhadap masalah, sehingga peserta didik (mahasiswa) mampu merasakan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. guru mempunyai peranan penting dalam mengarahkan siswa untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

Peningkatan Ketuntasan Belajar Siswa Melalui Model

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. dan sikap-sikap yang diharapkan dapat membuat seseorang menjadi lebih baik.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dan nantinya dapat menjadi salah satu jembatan yang

NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Biologi

LAPORAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS MOTIVASI PEMBELAJARAN KIMIA SISWA KELAS X DI MAN 2 WATES MELALUI SISTEM KONTRAK NILAI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa suatu negara. Dalam penyelenggaraannya, pendidikan di

1. PENDAHULUAN. dikarenakan sasaran dari pendidikan adalah peningkatan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Berbicara tentang pendidikan, berarti membicarakan tentang hidup dan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dasar sebagai jenjang pendidikan formal pertama sistem pendidikan di

2014 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KETERAMPILAN BERKOMUNIKASI TULISAN DAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI SISWA KELAS XI

BAB I PENDAHULUAN. dalam pendekatan pengajaran, yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pendidikan, sampai kapanpun dan dimanapun ia berada.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan atau Kurikulum Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kritis, kreatif dan mampu bersaing menghadapi tantangan di era globalisasi nantinya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dampak globalisasi saat ini sangat berpengaruh bagi perkembangan IPTEK dan

BAB I PENDAHULUAN. sikap mental siswa (Wiyanarti, 2010: 2). Kesadaran sejarah berkaitan dengan upaya

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. tinggi yang bersifat mendasar berupa perubahan dari pandangan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan satu dari sekian banyak disiplin ilmu yang dipelajari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan pencapaian suatu tujuan pendidikan. Oleh sebab itu,

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang siap menghadapi masa depan. Salah satu jenjang pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai perkembangan aspek/dimensi kebutuhan masyarakat sekitar. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah proses mengubah tingkah laku anak didik agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dalam diri manusia juga semakin besar. Sewaktu bayi atau balita,

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dan prinsip-prinsip yang saling berkaitan satu sama lain. Guru tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dibutuhkan oleh semua orang. Dengan pendidikan manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Matematika. Disusun oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan pembelajaran IPA di SMP Negeri 3 Pacitan khususnya pada

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu sumber daya manusia, maka bidang pendidikan. seharusnya bergerak lebih agresif dan inovatif dalam menggali dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen penting dalam meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia. Dewasa ini semua orang membutuhkan pendidikan setinggi-tingginya dengan melewati jenjang pendidikan formal seperti pra-sekolah, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, sampai Perguruan Tinggi. Mereka semua membutuhkan pendidikan setinggi-tingginya untuk bersaing mendapatkan pekerjaan yang layak, pekerjaan yang sesuai dengan bidangnya, dan dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Masing-masing jenjang pendidikan tersebut memiliki tujuannya tersendiri. Dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia tersebut, guru yang memiliki peranan penting dalam mendidik siswanya. Menurut Djamarah (2010) guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun diluar sekolah. Didalam menjalankan tugasnya tersebut, guru memiliki peranan dan tugas yang harus dilaksanakannya dalam proses mengajar dan membina anak didik. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pengajar 1

2 berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, diantaranya sebagai korektor, inspirator, informator, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator. Peran guru dalam pembelajar berpusat pada siswa bergeser dari semula menjadi pengajar (teacher) menjadi fasilitator. Fasilitator adalah orang yang memberikan fasilitasi. Dalam hal ini adalah memfasilitasi proses pembelajaran siswa. Guru menjadi mitra pembelajaran yang berfungsi sebagai pendamping (guide on the side) bagi siswa. Guru mengaplikasikan tugas dan peranannya tersebut dalam proses belajar mengajar (Djamarah, 2010). Proses belajar mengajar merupakan proses yang terpenting karena dari sinilah terjadi interaksi langsung antara pendidik dan peserta didik. Persiapan belajar mengajar meliputi antara lain standar kompetensi dan kompetensi dasar, alat evaluasi, bahan ajar, metode pembelajaran, media/alat peraga pendidikan, fasilitas, waktu, tempat, dana, harapan-harapan, dan perangkat informasi yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar. Perilaku pendidik yang efektif, antara lain mengajar dengan jelas, menggunakan variasi metode pembelajaran, menggunakan variasi media/alat peraga pendidikan, antusiasme, dan memberdayakan peserta didik (Surakhmad, 2000). Hadi (2007) menyatakan bahwa sistem pembelajaran di Indonesia hampir semuanya masih bersifat satu arah, yaitu pemberian materi oleh pengajar. Sistem pembelajaran tersebut dikenal dengan model Teacher Centered Learning, yang

3 ternyata membuat siswa pasif karena hanya mendengarkan sehingga kreativitas mereka kurang terpupuk atau bahkan cenderung tidak kreatif. Perbaikan untuk model pembelajaran Teacher Centered Learning telah banyak dilakukan, antara lain mengkombinasikan lecturing dengan tanya jawab dan pemberian tugas. Walaupun sudah ada perbaikan, tetapi hasil yang dihasilkan masih dianggap belum optimal. Pola pembelajaran pengajar aktif dengan siswa pasif ini mempunyai efektivitas pembelajaran rendah. Hal tersebut setidaknya tampak pada dua hal, yaitu guru sering hanya mengejar target waktu untuk menghabiskan materi pembelajaran, dan pada saat-saat mendekati ujian, siswa berburu catatan maupun literatur, serta aktivitas belajar mereka mengalami kenaikan yang sangat signifikan, namun turun kembali secara signifikan pula setelah ujian selesai. Pada sistem pembelajaran model Teacher Centered Learning, guru lebih banyak melakukan kegiatan belajar-mengajar dengan bentuk ceramah (lecturing). Pada saat mengikuti jam pelajaran atau mendengarkan ceramah, siswa sebatas memahami sambil membuat catatan, bagi yang merasa memerlukannya. Guru menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seakan-akan menjadi satu-satunya sumber ilmu. Model ini menunjukkan bahwa guru memberikan informasi satu arah, karena yang ingin dicapai adalah bagaimana guru bisa mengajar dengan baik sehingga yang ada hanyalah transfer pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dipelajari sering tidak diingat ketika harus memecahkan persoalan nyata. Motivasi belajarnya pun datang dari luar, bukan dari diri siswa sendiri. Pemberian materi secara satu arah ini juga menyebabkan siswa menjadi pasif. Implikasi lain dari sistem pembelajaran Teacher Centered

4 Learning adalah guru kurang mengembangkan bahan pembelajaran dan cenderung seadanya (monoton), terutama jika siswanya cenderung pasif dan hanya sebagai penerima transfer ilmu. Melihat hal-hal tersebut, metode Teacher Centered Learning ini dalam pelaksanaannya memiliki banyak kelemahan (Hadi, 2007). Oleh karena sistem pembelajaran Teacher Centered Learning ditemukan banyak kelemahan, maka sistem tersebut perlu diubah ke arah sistem pembelajaran dengan model Student Centered Learning. Pada sistem pembelajaran Student Centered Learning siswa dituntut aktif mengerjakan tugas dan mendiskusikannya dengan guru sebagai fasilitator. Dengan aktifnya siswa, maka kreativitas siswa akan terpupuk. Kondisi tersebut akan mendorong guru untuk selalu mengembangkan dan menyesuaikan materi pelajarannya dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang menyediakan banyak cara untuk mendapatkan informasi sumber belajar, memberikan peluang untuk mengembangkan metodemetode pembelajaran baru secara optimal sehingga mendukung upaya mewujudkan kompentensi yang diharapkan (Hadi, 2007). Guru harus dapat menciptakan kondisi pembelajaran yang aktif, inovatif, efektif dan menyenangkan bagi para siswa. Dalam hal ini, guru harus dapat merancang suatu pendekatan pembelajaran, baik dari segi metode maupun menyediakan media pembelajaran yang dapat menarik minat siswa, sehingga siswa dapat termotivasi untuk belajar di sekolah. Pendekatan pembelajaran yang

5 dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan motivasi dan prestasi akademik siswa antara lain dengan menggunakan Student Centered Learning. Student Centered Learning menurut McCombs dan Whisler (1997) adalah model pembelajaran yang memadukan fokus antara siswa secara individual dengan fokus pada pembelajaran. American Psychological Association menjelaskan terdapat dua belas prinsip psikologis, yaitu sifat alami proses belajar, tujuan proses pembelajaran, konstruksi pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, motivasi intrinsik untuk belajar, karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi, hambatan dan kesempatan perkembangan, keragaman sosial dan budaya, penerimaan sosial, selfesteem dan pembelajaran, perbedaan individu dalam belajar, dan penyaringan kognitif. Fakta-fakta dari penelitian yang berlimpah dan dikumpulkan mengenai Student Centered Learning, menyatakan bahwa motivasi, pembelajaran, dan prestasi meningkat, ketika prinsip dan praktek Student Centered Learning digunakan. Menurut Santoso (2011), sistem pendidikan saat ini dibangun dengan mengacu pada tujuan pendidik, bukan peserta didik. Tujuan, materi serta metode pendidikan ditetapkan berdasarkan pada apa yang diinginkan dan dianggap perlu diketahui dan dipelajari oleh peserta didik secara seragam, tanpa memperhatikan keaneka-ragaman kebutuhan, minat, kemampuan serta gaya belajar tiap peserta didik. Pendidikan yang menekankan hanya pada proses transfer ilmu pengetahuan akan menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan masa lampau, tanpa dapat mengadaptasinya dengan kebutuhan masa kini dan masa

6 depan. Student Centered Learning yang menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim, keahlian teknis, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan. Student Centered Learning ini digunakan untuk mengatasi kelemahan model Teacher Centered Learning yang kurang memperhatikan keanekaragaman siswa (Pongtuluran & Rahardjo, 2000). Di SMA X ini para pengajar sudah mulai menggunakan pendekatan pembelajaran Student Centered Learning sejak tahun 2010. Sekolah ini mengikuti perubahan peraturan mengenai perubahan dari Teacher Centered Learning ke Student Centered Learning yang dibuat oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan pendidikan saat ini dan negara pun mewajibkannya. Dalam pendekatan pembelajaran Student Centered Learning, pencapaian tujuan pembelajaran yang harus dilakukan adalah bukan hanya guru yang melakukan tatap muka dalam menyampaikan materi di depan kelas, tetapi guru diharapkan tetap menjalankan tugas-tugasnya. Pendekatan pembelajaran Student Centered Learning yang diterapkan di sekolah ini seperti mengarahkan siswa agar proses pembelajaran di kelas berpusat pada siswa agar siswa dapat berpikir aktif, kreatif dapat mempelajari bahan

7 pelajaran dengan sendiri, mencari sumber-sumber ilmu yang lain, dapat memahami tujuan pembelajaran, dan dapat melihat relevansi situasi di lapangan dengan kehidupan nyata. Student Centered Learning mengubah siswa menjadi subjek, dan guru menjadi objek. Sistem pembelajaran ini ditekankan pada proses belajar mandiri, dalam hal ini siswa mempunyai peran yang dominan dalam pengaturan proses kegiatan belajarnya sedangkan guru menjadi salah satu pendukung utama atau fasiliator (berdasarkan hasil wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum di SMA X Kota Bandung). Pada pelaksanaan dikelas menurut Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum di SMA X Kota Bandung, guru masih memberikan pengarahan diawal sebelum memulai pelajaran. Guru memberitahu tujuan pembelajaran dan fungsi dari materi pembelajaran tersebut. Guru membangun pengetahuan siswa melalui metoda diskusi dengan siswa lain selama dikelas, setelah itu siswa melakukan presentasi dan guru menghimbau semua siswanya untuk bersikap aktif. Pada umumnya siswa di sekolah tidak tertarik untuk dijadikan sebagai pusat pembelajaran, sehingga guru memberikan reward dalam membangun semangat siswa, seperti pemberian poin penambahan nilai. Usaha yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam proses perubahan pendekatan pembelajaran menjadi Student Centered Learning ini dengan cara menghimbau guru-guru untuk mengikuti workshop, training, dan mengundang para ahli untuk memberikan pengetahuan lebih mengenai Student Centered Learning tersebut. Selain itu, guru juga diberikan pengantar Psikologi Pendidikan untuk mengetahui dan memperhatikan perilaku dan kondisi perasaan siswa.

8 Dalam menyikapi perubahan ini, peran guru belum seutuhnya menjadi fasilitator, mediator dan motivator. Hal ini dikarenakan budaya dan kebiasaan peserta didik yang hanya ingin diberikan materi secara terus menerus yang mengakibatkan siswa menjadi pasif, sehingga sulit bagi guru untuk mengubah kebiasaan tersebut menjadi kebiasaan baru yang menjadikan siswa sebagai pusat pembelajaran. Peneliti melakukan survei terhadap 13 guru di SMA X Kota Bandung. Berdasarkan survei yang dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut. Sebanyak 13 guru (100%) menyatakan membantu siswa dalam mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata, contohnya seperti observasi mengenai kegiatan dilapangan, pengamalan ibadah sehari-hari dengan mengaplikasikan ilmu agama, dan menganalisa kenaikan harga Bahan Bakar Minyak dengan inflasi (prinsip 1). Guru memberikan strategi pembelajaran yang bervariasi yang dapat digunakan siswa untuk lebih mudah menghafal materi di kelas (prinsip 3). Guru memberikan contoh pembelajaran yang membuat siswa berpikir lebih kritis, contohnya seperti mengaitkan peristiwa masa lampau dengan fenomena peristiwa masa kini sesuai dengan perubahan zaman (prinsip 4). Guru peka terhadap susana hati siswa di kelas, contohnya seperti guru memperhatikan siswa yang terlihat murung dan bosan selama kegiatan belajar mengajar, serta guru mencoba melakukan komunikasi dengan siswa atas permasalahan yang sedang dihadapinya (prinsip 5). Guru memberikan perhatian terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar, contohnya seperti guru memberikan penjelasan tambahan diluar maupun didalam kegiatan belajar mengajar, memberikan latihan soal dan menghampiri tempat duduk siswa saat mengerjakan soal, serta memberikan remedial

9 (prinsip11). Sebanyak 12 guru (92%) menyatakan memberikan dorongan dan dukungan kepada siswa berupa soal latihan atau ulangan untuk membantu siswa memahami materi pembelajaran di kelas, sedangkan sebanyak 1 guru (0,8%) menyatakan tidak memberikan dorongan dan dukungan kepada siswa berupa soal latihan atau ulangan untuk membantu siswa memahami materi pembelajaran di kelas (prinsip 7). Guru menyatakan memperlakukan seluruh siswa didalam kelas secara merata, contohnya guru berkeliling untuk memberikan perhatian khusus pada setiap siswa yang mendapatkan kesulitan, dan memperhatikan absensi, nilainilai, tugas sehari-hari dan nilai ujian. Sedangkan 1 guru menyatakan tidak memperlakukan seluruh siswa didalam kelas secara merata, contohnya karena guru menganggap setiap siswa memiliki perbedaan kemampuan dan keterampilan (prinsip 5). Berdasarkan pemaparan yang diberikan oleh Wakil Kepala Sekolah Urusan Kesiswaan dan hasil survei terhadap 13 guru mengenai penerapan pendekatan pembelajaran di SMA X Kota Bandung, dengan waktu pengambilan data yang terpisah. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan konsep Student Centered Learning antara guru-guru di SMA X dengan peneliti dalam penerapan pendekatan pembelajaran Student Centered Learning yang diterapkan oleh guru di dalam kelas. Oleh karena itu,peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai Student Centered Learning pada guru di SMA X Kota Bandung.

10 1.2 Identifikasi Masalah Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana penerapan Student Centered Learning yang diterapkan di SMA X Kota Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai penerapan Student Centered Learning pada guru di SMA X Kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci mengenai penerapan Student Centered Learning pada guru di SMA X Kota Bandung serta ketertarikannya dengan faktorfaktor yang mempengaruhinya, peran dan tugas guru. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis - Memberikan informasi tambahan mengenai Student Centered Learningkedalam bidang ilmu Psikologi Pendidikan. - Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai Student Centered Learning.

11 1.4.2 Kegunaan Praktis - Memberikan informasi kepada kepala sekolah untuk mengkritisi pendekatan pembelajaran di SMA X Kota Bandung. Informasi ini dapat digunakan untuk melatih guruguru sehingga dapat merancang program Student Centered Learning secara lebih utuh. - Memberikan informasi kepada seluruh guru untuk mengkritisi pendekatan pembelajaran yang telah dilakukannya di SMA X Kota Bandung. Informasi ini dapat digunakan untuk memperbaiki gaya pengajaran yang kurang efektif. 1.5 Kerangka Pikir Djamarah (2010) menyatakan bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun diluar sekolah. Didalam menjalankan tugasnya tersebut, guru memiliki peranan dan tugas yang harus dilaksanakannya dalam proses mengajar dan membina anak didik. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun bangsa dan negara. Mendidik, mengajar, dan melatih anak didik adalah tugas guru sebagai suatu profesi. Tugas guru sebagai pengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Banyak peranan yang diperlukan dari guru sebagai pendidik, diantaranya sebagai korektor, inspirator, informator, organisator,

12 motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, demonstrator, pengelola kelas, mediator, supervisor, dan evaluator. Dalam kelas Student Centered Learning guru menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran siswa sehingga dalam proses belajar mengajar, guru tidak lagi mengajar secara satu arah saja, serta guru juga menjadi pembimbing siswa dalam belajar. Student Centered Learning menurut McCombs dan Whisler (1997) adalah model pembelajaran yang memadukan fokus antara siswa secara individual dengan fokus pada pembelajaran. Dalam penerapan Student Centered Learning terdapat 12 prinsip psikologis, yaitu: sifat alami proses pembelajaran, tujuan proses pembelajaran, konstruksi pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, motivasi intrinsik untuk belajar, karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi, hambatan dan kesempatan perkembangan, keragaman sosial dan budaya, penerimaan sosial, self-esteem dan pembelajaran, perbedaan individu dalam belajar, dan penyaringan kognitif. Prinsip pertama adalah sifat alami dari proses belajar. Prinsip ini menjelaskan pemahaman mengenai proses menemukan dan membangun makna dari informasi dan pengalaman. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan dapat memberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai tujuan serta kegunaan dari materi yang akan diberikan, serta guru sudah menjelaskan materi pembelajaran dengan mencoba mengaitkannya dengan kehidupan nyata sehingga siswa dapat mempraktikkannya di kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini

13 mengabaikan untuk menjelaskan terlebih dahulu mengenai tujuan serta relevansi materi pembelajaran dengan dunia nyata. Selain itu, guru memberikan materi pembelajaran hanya sekedar melaksanakan tanggung jawabnya untuk mengajar. Prinsip kedua adalah tujuan proses pembelajaran. Prinsip ini menjelaskan guru mencoba menciptakan makna dari pengetahuan dan pengalaman yang tersedia dengan tidak terlalu memperhatikan kualitas serta kuantitas data yang tersedia. Implikasinya adalah siswa mencoba memahami apakah interpretasi mereka terhadap pelajaran sudah benar atau belum. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini sudah mencari tahu sejauhmana pemahaman siswa akan suatu materi pembelajaran seperti memberikan soal-soal latihan, ulangan secara berkala, dan tanya jawab. Guru memberi waktu kepada siswa untuk memproses informasi yang mereka dapatkan. Kemudian guru bertanya kepada siswa untuk mengecek apakah pemahaman siswa mengenai materi sudah tepat atau belum. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini tidak mencoba mencari tahu atau menanyakan kepada siswa apakah siswa sudah mengerti atau belum mengenai suatu materi serta guru tidak mencoba untuk memberikan latihan-latihan soal agar siswa lebih memahami materi. Guru tidak memberikan jeda waktu dan mencari tahu sejauhmana pemahaman siswa mengenai materi yang sudah dipelajari. Prinsip ketiga adalah konstruksi pengetahuan. Prinsip ini menjelaskan kemampuan untuk mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya melalui cara-cara yang unik, seperti menggunakan metode-metode

14 yang dapat membantu dalam memahami materi. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip iniakan membantu siswa untuk memahami materi dengan lebih mudah seperti meminta siswa untuk membuat mind map, penggunaan singkatan-singkatan, menyajikan gambar-gambar yang mendukung materi pembelajaran, menunjukkan alat peraga, dan meminta siswa untuk mengerjakan contoh soal di depan kelas. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini akan memberikan materi secara satu arah dengan metode ceramah dan ketika siswa terlihat merasa bosan serta tidak tertarik untuk memperhatikan guru, guru kurang berusaha untuk menarik perhatian siswa dengan memberikan metode pembelajaran lainnya atau sekedar memberikan humor-humor di dalam kelas. Prinsip keempat adalah berpikir tingkat tinggi. Prinsip ini menjelaskan mengenai berpikir tingkat tinggi yaitu berpikir dalam memantau proses mental, memfasilitasi kreativitas dan berpikir kritis serta mengembangkan keahlian. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini dapat membantu siswa untuk memahami materi secara keseluruhan karena setelah menjelaskan materi, guru memberikan tugas-tugas yang menuntut siswa untuk menganalisa seperti membuat laporan yang mengharuskan siswa menjelaskan dari pembahasan hingga mampu menarik kesimpulan.sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini kurang memberikan kesempatan untuk siswa berpikir kritis ketika siswa memiliki ide-ide yang berlainan dari text

15 book dan melarang siswa untuk mencari informasi yang berasal dari luar text book yang diberikan Prinsip kelima adalah pengaruh motivasi dalam pembelajaran. Prinsip ini menjelaskan kemampuan guru untuk memperhatikan kondisi emosi, perasaan, agar motivasi siswa untuk belajar terpelihara. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan peka terhadap suasana hati siswa. Ketika guru melihat siswa yang tidak memperhatikan dan menunjukkan ekspresi murung, guru tidak segan menghampiri siswa dan bertanya apakah siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi atau sedang memiliki masalah pribadi. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini akan cenderung mengabaikan kondisi perasaan siswa. Ketika siswa terlihat sedih dan terlihat tidak memperhatikan, guru tetap melanjutkan kegiatan belajar mengajar. Guru tetap mengajar dan tidak berinisiatif untuk menanyakan kondisi perasaan siswa pada saat itu. Prinsip keenam adalah motivasi intrinsik untuk belajar. Prinsip ini menjelaskan kemampuan guru untuk menghindarkan siswa dari pemikiran dan perasaan negatif, seperti perasaan tidak aman, cemas akan kegagalan, takut mendapat hukuman agar dapat menikmati pembelajaran dan memelihara rasa ingin tahu untuk belajar. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini sudah memperhatikan usaha yang ditunjukkan siswa dalam belajar dan dengan sigap membantu siswa apabila siswa menemukan kesulitan. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang

16 belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini kurang melihat proses yang ditempuh siswa serta langsung menginginkan hasil yang sempurna dan guru memarahi siswa ketika siswa mengalami kegagalan. Prinsip ketujuh adalah karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi. Prinsip ini menjelaskan rasa ingin tahu, kreativitas, dan berpikir tingkat tinggi distimulasi oleh tugas belajar yang relevan, tingkat kesulitan yang optimal dan motivasi untuk belajar akan meningkat apabila pembelajaran yang didapatkannya relevan dengan apa yang ada di dunia nyata. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan memberikan penjelasan mengenai materi kepada siswa dengan tidak sekedar melalui teori, namun memberikan praktikum. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini kurang melibatkan siswa untuk langsung mencoba sendiri materi yang telah diberikan dan guru hanya sekedar menjelaskan teori saja. Prinsip kedelapan adalah hambatan dan kesempatan perkembangan. Prinsip ini ini menjelaskan kemajuan seseorang dapat dipengaruhi oleh perkembangan fisik, intelektual, emosional, dan sosial yang merupakan fungsi dari faktor genetik dan lingkungan. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan memberikan sejumlah perhatian terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar dengan mengulang materi sampai siswa mengerti, memberikan contoh-contoh soal dan memberikan jam pelajaran tambahan. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung

17 yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini kurang memperhatikan siswa saat mereka menemukan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan mengabaikan siswa yang membutuhkan perhatian khusus. Prinsip kesembilan adalah keragaman sosial, dan budaya. Prinsip ini menjelaskan adanya peran lain dalam proses belajar dan bagaimana seseorang belajar di dalam kelompok.guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan memperlakukan seluruh siswa secara merata tanpa membeda-bedakan siswa yang berbeda budaya, agama, dan status sosial ekonominya.guru juga mendorong siswa untuk dapat berkelompok dengan beranggotakan berbagai macam latar budaya.sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini akan lebih memperhatikan dan mendekatkan diri pada siswa yang berprestasi di dalam kelas, kurang menghargai siswa yang berasal dari suku minoritas yang terdapat di sekolah serta lebih memperhatikan siswa yang terlihat menarik secara fisik. Prinsip kesepuluh adalah penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran. Prinsip ini menjelaskan pembelajaran dan self-esteem akan meningkat ketika siswa memiliki hubungan yang saling menghormati dan menjaga hubungan baik dengan guru yang melihat potensi mereka. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan menghargai siswa seperti memberikan pujian ketika siswa meraih keberhasilan, mengerjakan tugas tepat waktu serta tidak memarahi siswa yang kurang memahami materi, namun guru bersedia mengajarinya

18 kembali. Guru meyakinkan siswa bahwa mereka mempunyai kelebihan selain kelemahannya. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini tidak segan memberikan feedback yang negatif ketika siswa meraih kegagalan serta membandingbandingkan siswa yang mendapati kegagalan dengan siswa yang meraih keberhasilan. Prinsip kesebelas adalah perbedaan individual dalam pembelajaran. Prinsip ini menjelaskan kemampuan guru dalam memahami perbedaan kemampuan, pilihan dalam cara belajar dan strategi belajar yang dimiliki siswa. Guru SMA X Kota Bandung yang sudah menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan memahami gaya belajar siswa yang berbeda-beda satu sama lain karena setiap siswa memiliki cara tersendiri dalam menghapal ataupun mengerjakan suatu tugas. Selain itu, guru juga mencoba untuk memfasilitasi siswa dengan cara memberikan alat peraga agar siswa lebih mudah memahami materi. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini tidak mencoba mengetahui dan cenderung mengacuhkan gaya belajar siswa, sehingga guru tidak memberikan fasilitas yang dapat mendukung dalam proses belajar siswa. Selain itu, guru tidak berusaha mencari tahu kelebihan, harapan, dan kelemahan siswa. Prinsip kedua belas adalah penyaringan kognitif. Prinsip ini menjelaskan keyakinan diri, pemikiran, dan pemahaman yang merupakan hasil dari pembelajaran serta tafsiran sebelumnya yang menjadi dasar pribadi untuk menginterpretasi pengalaman hidup.guru SMA X Kota Bandung yang sudah

19 menerapkan Student Centered Learning berdasarkan prinsip ini akan berusaha mendengarkan siswa menurut sudut pandang mereka. Sebaliknya, guru SMA X Kota Bandung yang belum menerapkan Student Centered Learning dalam prinsip ini akan membatasi siswa dalam berekspresi dengan tidak membebaskan siswa untuk mengungkapkan pendapatnya, serta guru memaksakan kehendaknya apabila siswa memiliki pendapat yang berlainan darinya. Pendekatan pembelajaran Student Centered Learning dapat berperan dengan baik dalam proses pembelajaran apabila guru menggunakan pendekatan pembelajaran tersebut yang tercermin dalam kedua belas prinsip psikologis. Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar dalam membuat keputusan mengenai konten, lingkungan, dan kesempatan untuk belajar, untuk siswa di dalam dan luar kelas, dan dapat membantu mendefinisikan konteks pembelajaran dinamis yang terus menerus diperbaharui. Pada penerapan Student Centered Learning di dalam kelas, terdapat tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu hubungan guru-siswa dan suasana kelas; kurikulum, pengajaran, dan penilaian; serta manajemen kelas. Faktor pertama adalah hubungan guru-siswa dan suasana kelas. Hubungan antara guru di SMA X Kota Bandung dengan siswa diharapkan memiliki kedekatan emosional dan hubungan yang baik. Dengan memiliki kedekatan emosional dan hubungan yang baik, guru mampu memahami kemampuan dan kebutuhan dari setiap siswa dalam proses pembelajaran. Guru menjalin komunikasi dengan siswa dan tidak hanya membicarakan pelajaran, tetapi dapat juga membicarakan minat, tujuan, keadaan dan latar belakang siswa. Hal ini membuat siswa merasa diterima dan dihargai, sehingga guru dapat menunjukkan

20 sikap yang akrab dengan siswanya. Suasana kelas yang hangat dan nyaman juga dapatmembentuk sikap dan persepsi positif siswa. Dengan kehangatan dan kenyamanan belajar di dalam kelas, guru dapat mendorong siswa untuk lebih berani mengutarakan pendapatnya dan dapat menghargai perbedaan cara belajar setiap siswanya. Faktor kedua adalah kurikulum, pembelajaran, dan penilaian yaitu dalam merencanakan pembuatan kurikulum diharapkan guru di SMA X Bandung terlibat dalam perencanaan, perumusan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hal ini disebabkan karena dalam menerapkan student centered learning, siswa merupakan pusat dalam kegiatan belajar mengajar di kelas agar rencana yang telah dibuat oleh guru sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Ketika materi dalam kurikulum yang telah dibuat oleh guru relevan dengan kehidupan nyata, maka guru dapat mendukung proses pembelajaran dimana siswa akan merasa bahwa materi pembelajaran tersebut berguna di kehidupan mereka dan mampu menemukan manfaatnya sehingga siswa merasa antusias untuk melibatkankan diri dalam proses belajar mengajar. Faktor ketiga adalah manajemen kelas, dimana guru di SMA X Kota Bandung mampu mengelola kelas bersama-sama dengan siswa. Hal ini berkenaan dengan peraturan di dalam kelas yang dibuat dengan tujuan agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik melalui keduabelas prinsip Student Centered Learning. Setiap guru memiliki aturan-aturan tertentu dalam mengajar di kelas dan aturan tersebut dapat menjadi dasar dari segala tindakan yang akan

21 dilakukan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Aturan tersebut harus masuk akal dan didiskusikan bersama siswa diawal semester. Penjelasan dari uraian di atas dapat dilihat dari bagan kerangka pikir sebagai berikut:

22 Faktor-faktor yang mempengaruhi : Peranan dan Tugas Guru 1. Hubungan guru-siswa dan suasana kelas 2. Kurikulum, pembelajaran, dan penilaian 3. Manajemen Kelas Guru SMA X Kota Bandung Student Centered Learning Sudah menerapkan Student Centered Learning Belum sepenuhnya menerapkan Student Centered Learning Prinsip Student Centered Learning : Prinsip 1 : Sifat alami dari proses belajar Prinsip 2 : Tujuan proses pembelajaran Prinsip 3 : Konstruksi pengetahuan Prinsip 4 : Berpikir tingkat tinggi Prinsip 5 : Pengaruh motivasi dalam pembelajaran Prinsip 6 : Motivasi intrinsik untuk belajar Prinsip 7 : Karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi Prinsip 8 : Hambatan dan kesempatan perkembangan Prinsip 9 : Keragaman sosial, dan budaya Prinsip 10 : Penerimaan sosial, self-esteem, dan pembelajaran Prinsip 11 : Perbedaan individual dalam pembelajaran Prinsip 12 : Penyaringan kognitif Bagan 1.1 Kerangka Pikir

23 1.6 Asumsi Student Centered Learning memiliki karakteristik khusus yang membentuk pola pembelajaran yaitu pengajar berperan sebagai fasilitator, pengajar bersifat terbuka terhadap masukan maupun kritik yang membangun dari siswanya, pengajar menyampaikan materi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Student Centered Learning dapat dilihat melalui 12 prinsip psikologis, yaitu : sifat alami proses pembelajaran, tujuan proses pembelajaran, konstruksi pengetahuan, berpikir tingkat tinggi, pengaruh motivasi terhadap pembelajaran, motivasi intrinsik untuk belajar, karakteristik tugas pembelajaran yang meningkatkan motivasi, hambatan dan kesempatan perkembangan, keragaman sosial dan budaya, penerimaan sosial, self-esteem dan pembelajaran, perbedaan individu dalam belajar, dan penyaringan kognitif. Faktor hubungan guru-siswa dan suasana kelas; kurikulum, pembelajaran, dan penilaian; serta manajemen kelas memiliki keterkaitan terhadap penerapan Student Centered Learning pada guru di SMA X Kota Bandung.