A. PENGANTAR. B. PPh PASAL Dasar Hukum

dokumen-dokumen yang mirip
SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN

SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN

KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA JASA KONSTRUKSI Oleh : Gun Gun Gunawan, SST

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

No Nama PNS Golongan. Tarif PPh Ps 21

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

LAMPIRAN I PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-42/PJ/2008 TANGGAL : 20 OKTOBER 2008

BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 BAB III

SURAT PEMBERITAHUAN MASA BAGI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) Nomor Telepon : Nomor Faksimile : Nomor Telepon Baru Kegiatan Usaha :

1 dari 4 11/07/ :43

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 550/KMK.04/2000 TENTANG

Pajak Penghasilan Pasal 22 PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB II LANDASAN TEORI. yang berbeda tentang definisi dari pajak itu sendiri. Soemitro dalam bukunya Dasardasar

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

14/PJ/2010 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BE

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 136/PMK. 03/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 242/PMK.03/2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK

Nomor Putusan Pengadilan Pajak. Put-4/PP/M.XIIA/99/2014. Jenis Pajak : Gugatan. Tahun Pajak : 2011

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB III PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 22

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK

PPh Pasal 22. Bendaharawan Pemerintah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mardiasmo (2001:118), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali 2011

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Resmi (2013:31) Surat Setoran Pajak (SSP) adalah surat yang oleh

Pemungut PPh Pasal 22

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

FAKTUR PAJAK STANDAR

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA PAJAK PENGHASILAN FINAL PASAL 4 AYAT (2)

Lampiran 1 Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-13/PJ.51/1998 Tanggal : 22 Juni 1998

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER - 38/PJ/2009 TENTANG BENTUK FORMULIR SURAT SETORAN PAJAK DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

Oleh : I Nyoman Darmayasa, SE., M.Ak., Ak. BKP. Politeknik Negeri Bali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi atau pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990:5),

FAKTUR PAJAK. Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak : 10

BENDAHARA PEMERINTAH Jakarta, 5 Februari 2018

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahin 1998, dengan ini kami : Nama Wajib Pajak : Alamat : N.P.W.P. :

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Lembar ke 1 : untuk Pembeli BKP/Penerima JKP sebagai bukti Pajak Masukan FAKTUR PAJAK

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER- 13 /PJ/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

PEMOTONGAN/ PEMUNGUTAN PAJAK ATAS PENGGUNAAN DANA DESA

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/KMK.04/2000 TENTANG

PAJAK PENGHASILAN PASAL 22

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 213/PMK.04/2008

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VII FAKTUR PAJAK DAN PENGUSAHA KENA PAJAK (PKP)

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. MRC adalah perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa konstruksi.

BAB IV PEMBAHASAN. Dalam analisa penghitungan dan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai, penulis

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. telah di tunjuk oleh mentri keuangan. (pasal 1 angka 14 UU, KUP) SSP

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV EVALUASI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DI LEMIGAS. IV. 1 Objek Penelitian dan Evaluasi mekanisme PPN di LEMIGAS

PETUNJUK PENGISIAN FORMULIR 1101 BM SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH (SPT MASA PPn BM) ( F )

BAB II. adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

SPT MASA PPN UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN AKUNTANSI

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI

15/PJ/2010 PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK,

Pajak Penghasilan. Andi Wijayanto

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 43/PJ/2010 TENTANG

Modul ke: Pertemuan 2. 02Fakultas EKONOMI. Perpajakan I. Program Studi AKUNTANSI

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Perhitungan Pajak Pertambahan Nilai. IV.1.1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak (Pajak Masukan)

TATA CARA PENGISIAN KETERANGAN PADA FAKTUR PAJAK STANDAR

OLEH: Yulazri SE. M.Ak. Akt. CPA

PENGANTAR. Dasar Hukum : UU Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun Presented by M.

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN

BAB 4 EVALUASI PPH PASAL 22 BENDAHARAWAN PEMERINTAH PADA PPPTMGB LEMIGAS. Mekanisme PPh Pasal 22 Bendaharawan Pemerintah di LEMIGAS

BAB VI BAB VI BENDAHARA SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian, Tujuan dan Manfaat Pajak Pertambahan Nilai. yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

tempat pembayaran pajak, dan tata cara pembayaran, penyetoran dan pelaporan pajak, serta tata cara pengangsuran dan penundaan pembayaran pajak diatur

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

PANITIA SUMPAH PEMUDA KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2014

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK. 11 April 2005 SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR S - 246/PJ.

Mengenal Lebih Dekat Pajak Pertambahan Nilai

Evaluasi Penerapan Pajak Pertambahan Nilai di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi LEMIGAS Untuk Tahun 2009, 2010, dan 2011

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 80/PMK.03/2010 TENTANG

Karakteristik. Tujuan : Kesederhanaan dan Kemudahan pengenaan pajak agar tepat waktu

SE - 45/PJ/2012 PENJELASAN ATAS PELAKSANAAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 85/PMK.03/2012 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-32/PJ/2013 Tanggal 25 September 2013

Transkripsi:

1 PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PPh PASAL 22 dan PPN OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH DAERAH YANG TERKAIT DENGAN PEMBELIAN BARANG Oleh : Gun Gun Gunawan, SST A. PENGANTAR Atas dasar banyaknya pertanyaan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui Account Repressentative mengenai pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah, dalam upaya meluruskan dan penyamaan persepsi atas pemungutan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, maka dipandang perlu untuk memberikan penjelasan yang lebih rinci, agar pelaksanaan hak dan kewajiban pajak Bendaharawan Pemerintah dapat berjalan dengan baik. Penjelasan-penjelasan ini merupakan resume dari ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai pembelian barang oleh Bendaharawan Pemerintah yang dapat dikenakan PPh Pasal 22 dan atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang khusus ditujukan untuk dapat dipergunakan sebagai pedoman pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Selain itu, juga dapat dijadikan sebagai acuan bagi pejabat inspektorat/badan pengawas dalam melakukan audit atas pengelolaan keuangan Negara. Penjelasan ini diberlakukan untuk tahun pajak dan seterusnya, selama tidak ada perubahan dasar hukum yang menjelaskan berbeda dengan penjelasan ini. B. PPh PASAL 22 1. Dasar Hukum a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.03/2008 tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya. d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. e. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 417/PJ/2001 tentang Petunjuk Pemungutan PPh Pasal 22, Sifat dan Besarnya Pungutan serta Tata Cara Penyetoran dan Pelaporannya. f. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-384/PJ/2003 tanggal 10 Desember 2003 tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-169/PJ/2001 tentang Surat Setoran Pajak. g. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Nomor SE.900/316/BAKD tanggal 5 April 2007 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. 2. Bendahara Pemerintah Daerah sebagai Pemungut PPh Pasal 22 Pemungut PPh Pasal 22 antara lain adalah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah yang melakukan pembayaran atas pembelian barang. Dengan demikian, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap pembelian barang. Yang dimaksud dengan barang adalah barang berwujud, kecuali barang berupa tanah dan atau bangunan dari Orang Pribadi

2 atau Badan, dan barang berupa makanan atau minuman dari pengusaha jasa catering. Karena, pembelian barang berupa tanah dan atau bangunan dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2), sedangkan pembelian makanan atau minuman dari pengusaha jasa catering dikenakan PPh Pasal 23. Penjelasan mengenai PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 23 akan dibahas tersendiri. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 Atas pembelian barang oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah dibawah ini, tidak dilakukan pemungutan PPh Pasal 22: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah; b. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/pdam dan bendabenda pos; 4. Tarif PPh Pasal P 22 Atas pembelian barang yang dilakukan Bendaharawan Pemerintah Daerah dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5% x Harga atau Nilai Pembelian Barang, jika pembelian tersebut dilakukan kepada rekanan yang telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Atas pembelian barang yang dilakukan Bendaharawan Pemerintah Daerah dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 3% x Harga atau Nilai Pembelian Barang, jika pembelian tersebut dilakukan kepada rekanan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. Dengan demikian, pengenaan tarif PPh Pasal 22 berbeda antara pembelian kepada rekanan ber- NPWP dengan pembelian kepada rekanan yang tidak ber-npwp. Yang dimaksud dengan Harga atau Nilai Pembelian Barang adalah harga atau nilai pembelian barang tidak termasuk PPN dan atau PPnBM. 5. Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran PPh Pasal 22 Bukti bahwa Bendaharawan Pemerintah Daerah telah memungut PPh Pasal 22 atas pembelian barang adalah berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Petunjuk pengisian SSP sehubungan dengan pembelian barang yang dipungut PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut: NPWP : diisi dengan NPWP Rekanan. Jika Rekanan tidak memiliki NPWP, diisi dengan 00.000.000.0-901.000. Kode 901 merupakan kode Kantor Pelayanan Pajak(KPP). Kode ini disesuaikan dengan Kode KPP dimana bendaharawan terdaftar. Nama WP : diisi dengan Nama Rekanan Alamat : diisi dengan Alamat Rekanan MAP/Kode Jenis : diisi dengan 411122 Pajak Kode Jenis Setoran : diisi dengan 900 Uraian Pembelian : PPh Pasal 22 atas Pembelian... untuk Bulan. (bila perlu diisi dengan Nomor Surat Perintah Membayar) Masa Pajak : diisi dengan X sesuai bulan dilakukan pembayaran Tahun : diisi dengan tahun dilakukan pembayaran Jumlah Pembayaran : Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan angka (contoh: 30.000,00) Terbilang : Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan huruf (contoh: Tiga Puluh Ribu Rupiah) Wajib Pajak : Diisi dengan Nama Bendaharawan, disertai tanda tangan dan Cap

3 Penyetor Satker..., tgl... : diisi dengan Tempat dan tanggal dilakukan pembayaran Tata cara penyetoran PPh Pasal 22 menggunakan SPM-LS: a. SSP yang sudah diisi lengkap digabungkan dengan SPM-LS dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan, dan diajukan ke Bagian Keuangan Setda Kota/Kabupaten atau Biro Keuangan Setda Provinsi untuk penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). b. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh Bendaharawan, maka Bendaharawan Pemerintah Daerah harus menyerahkan SSP Lembar ke-1 kepada Rekanan. Jadi, SSP Lembar ke-3 dan SSP Lembar ke-5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. c. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh rekanan, maka rekanan harus menyerahkan SSP Lembar ke-3 dan SSP Lembar ke-5 kepada Bendaharawan. Jadi, SSP Lembar ke-1 disimpan oleh rekanan. Tata cara penyetoran PPh Pasal 22 menggunakan Uang Persediaan: Pada saat membayar tagihan atas pembelian barang kepada rekanan, Bendaharawan Pemerintah Daerah segera menyetorkan SSP yang sudah diisi lengkap ke Bank. Kemudian, menyerahkan SSP Lembar ke-1 kepada rekanan. Jadi, SSP Lembar ke-3 dan SSP Lembar ke-5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Bendaharawan Pemerintah Daerah harus melakukan penyetoran PPh Pasal 22 pada hari dimana bendaharawan tersebut membayar tagihan atas pembelian barang kepada Rekanan. 6. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 22 Setelah SSP diisi dan disetorkan ke bank, Bendaharawan Pemerintah Daerah harus mengisi SPT Masa PPh Pasal 22, dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Bendaharawan tersebut terdaftar. SPT Masa PPh Pasal 22 yang dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak harus dilengkapi dengan SSP Lembar ke-3. Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah tidak melampirkan SSP Lembar ke-3 atau, maka SPT Masa PPh Pasal 22 tersebut dianggap tidak lengkap/tidak disampaikan. SPT Masa PPh Pasal 22 yang dilengkapi SSP Lembar ke-3 harus disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 14 setelah bulan pemungutan PPh Pasal 22. Apabila hari ke-14 jatuh pada hari libur, maka SPT Masa PPh Pasal 22 harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya. Jika dalam suatu bulan Bendaharawan Pemerintah Daerah tidak melakukan pembelian yang dipungut PPh Pasal 22, SPT Masa PPh Pasal 22 tetap harus dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Bendaharawan tersebut terdafta paling lambat tanggal 14 bulan berikutnya, dengan mengisi data Nama, NWP, Alamat Bendaharawan saja. Petunjuk pengisian SPT Masa PPh Pasal 22 oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut: Yth. Kepala Kantor Pelayanan... : diisi dengan PRATAMA DENPASAR BARAT atau Kantor Pelayanan Pajak Pratama dimana Bendaharawan terdaftar Di... : diisi dengan DENPASAR atau BADUNG atau nama Kota/Kabupaten dimana instansi/satker beralamat NPWP : diisi dengan NPWP Instansi/Satker (contoh: 00.263.552.1-901.000) Nama : diisi dengan nama instansi/satker (contoh: Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan Kab Badung) Alamat : diisi dengan alamat instansi/satker Masa Pajak : diisi sesuai bulan dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 Tahun : diisi sesuai tahun dilakukan pemungutan PPh Pasal 22 Disetor Tanggal : diisi sesuai tanggal setor pada SSP, jika lebih dari satu SSP, maka diisi ---

4 3. Pembelian Barang oleh Bendaharawan/Badan Tertentu yang ditunjuk: Nilai Objek Pajak () : diisi dengan jumlah harga atau nilai pembelian barang tidak termasuk PPN/PPnBM, total selama sebulan. Tarif (%) : diisi dengan 1,5% PPh yang Dipungut : diisi dengan total PPh Pasal 22 yang telah dipungut selama sebulan, () sesuai dengan total nilai rupiah SSP Lembar ke-3 yang dilampirkan JUMLAH : diisi dengan jumlah PPh yang Dipungut () Terbilang : diisi dengan huruf sesuai nilai yang tercantum dalam JUMLAH C.Lampiran : diisi dengan tanda ( X ) di depan kalimat Daftar Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22 (Khusus untuk Bank Devisa, Bendaharawan/badan tertentu yang Ditunjuk dan Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina...,... 20 : Diisi dengan tempat dan tanggal ditandatanganinya SPT Masa PPh Pasal 22 Pemungut Pajak/Kuasa Tanda tangan, nama dan cap : diisi dengan nama bendaharawan, disertai tanda tangan dan cap satker C. PAJAK PERTAMBAHAN NILAI 1. Dasar Hukum a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007. c. Peraturan Pemerintah Nomor 144 Tahun 2000 tentang Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. d. Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor dan Penyerahan BKP Tertentu dan atau Penyerahan JKP Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2003. e. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001. f. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. g. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002. h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukkan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara untuk Memungut, Menyetor dan Melaporkan PPN dan PPnBM beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporannya. i. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 155/KMK.03/2001 tentang Pelaksanaan PPN yang Dibebaskan atas Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.03/2003. j. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 552/KMK.04/2000 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 571/KMK.03/2003. k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.

5 l. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-147/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Bagi Pemungut PPN. m. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah Nomor SE.900/316/BAKD tanggal 5 April 2007 tentang Pedoman Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi, Pelaporan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. 2. Bendahara Pemerintah Daerah sebagai Pemungut Pajak PPN Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang berkewajiban untuk memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai. 3. Pembayaran atas pembelian barang yang dikecualikan dari pemungutan PPN Bendaharawan Pemerintah Daerah yang melakukan pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian, dapat dipertegas bahwa: - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut wajib memungut PPN. - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Bukan Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut tidak memungut PPN. - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tidak tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut tidak memungut PPN. - Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tidak tergolong Barang Kena Pajak(BKP, dan BKP tersebut dibeli dari Bukan Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut tidak memungut PPN. Dalam upaya mengamankan penerimaan APBN/APBD yang tentunya digunakan untuk kelanjutan pembiayaan pembangunan Daerah tersebut, dan sebagai bentuk kontribusi Bendaharawan Pemerintah Daerah dan Satuan Kerjanya dalam mendukung pembangunan, diharapkan para Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut selalu melakukan pembelian barang kepada rekanan yang sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak, dengan memperhatikan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Selain itu, terhadap pembelian Barang Kena Pajak oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah berikut ini tidak dipungut PPN: a. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak 1.000.000,00 (Satu Juta Rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. b. Pembayaran untuk pembebasan tanah. c. Pembayaran atas Penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang menurut perundang-undangan yang berlaku mendapat fasilitas PPN tidak dipungut dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN. d. Pembayaran atas pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM)/Bukan BBM, yang dibeli dari Pertamina Kelompok barang yang tidak dikenakan PPN (tidak tergolong Barang Kena Pajak): a. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. Barang-barang yang termasuk dalam kategori ini adalah: - Minyak mentah (cruid oil) - Gas bumi - Panas bumi

6 - Pasir dan kerikil - Batubara sebelum diproses menjadi brikte batubara - Bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, dan bijih bauksit. Catatan: Atas barang-barang yang tidak disebutkan di atas tetap dikenakan PPN b. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak. Barang-barang yang termasuk dalam kategori ini adalah: - Beras dan gabah - Jagung - Sagu - Kedelai - Garam baik yang beriodium maupun yang tidak beriodium Catatan: Atas barang-barang yang tidak disebutkan di atas tetap dikenakan PPN c. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Yang dimaksud dengan makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi di tempat maupun yang tidak dikonsumsi di tempat yang disajikan oleh hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya yang telah dikenakan pajak hotel dan restoran oleh pemda setempat. Jika belum dikenakan pajak hotel dan restoran maka tetap dikenakan PPN. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pengenaan pajak berganda, baik yang diadministrasikan oleh pemda maupun Direktorat Jenderal Pajak. Jika konsumsi atas makanan dan minuman tersebut dilakukan oleh pengusaha catering, maka tetap dikenakan PPN. d. Uang, emas batangan dan surat berharga. 4. Tarif PPN Tarif PPN adalah 10% 5. Tata Cara Penghitungan PPN Dalam melakukan pemungutan PPN, Bendaharawan Pemerintah Daerah perlu mengetahui tentang pengertian Harga Jual dan Harga Pembayaran. Harga jual dapat diartikan sebagai harga yang diminta oleh rekanan atas pembelian barang belum termasuk PPN dan PPh Pasal 22. Sedangkan harga pembayaran dapat diartikan sebagai pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah sudah termasuk PPN dan PPh Pasal 22. Jika Bendaharawan Pemerintah Daerah melakukan pembayaran atas pembelian Barang yang tergolong Barang Kena Pajak(BKP), dan BKP tersebut dibeli dari Pengusaha Kena Pajak(PKP), maka Bendaharawan Pemerintah Daerah tersebut wajib memungut PPN, dengan penghitungan sebagai berikut: a. Jika pembayaran belum termasuk PPN (Pembayaran jumlahnya paling banyak 1.000.000,00) Contoh 1 Bendaharawan Pemerintah Daerah membeli mesin printer (Barang Kena Pajak) dari rekanan CV. Gita (Pengusaha Kena Pajak) NPWP 02.225.236.2-901.000, dengan harga jual 950.000,00 belum termasuk PPN. Maka, atas pembelian mesin tersebut dapat dihitung PPNnya dengan cara sebagai berikut:

7 Harga Jual 950.00 0 PPN yang harus dipungut = 10% x 950.000 95.000 Harga Pembayaran oleh Bendaharawan ( 950.000 + 95.000 ) Dasar Pengenaan Pajak * 950.00 0 PPh Pasal 22 yang harus dipungut = 1,5% x 14.250 950.000 Uang yang dibayarkan kepada PKP Rekanan ( 1.045.000 95.000 14.250 ) 1.045.000 935.750 Dari penghitungan diatas, diketahui bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah sebesar 1.045.000,00 (diatas 1.000.000,00), oleh karena itu dikenakan PPN dan PPh Pasal 22. Uang PPN sebesar 95.000,00 dan Uang PPh Pasal 22 sebesar 14.250,00 harus disetorkan ke Bank menggunakan SSP. Contoh 2 Bendaharawan Pemerintah Daerah membeli mesin printer (Barang Kena Pajak) dari rekanan CV. Gita (Pengusaha Kena Pajak) NPWP 02.225.236.2-901.000, dengan harga jual 900.000,00 belum termasuk PPN. Maka, atas pembelian mesin tersebut dapat dihitung PPNnya dengan cara sebagai berikut: Harga Jual 900.00 0 PPN = 10% x 900.000 90.000 Harga Pembayaran oleh Bendaharawan ( 900.000 + 90.000 ) Uang yang dibayarkan kepada PKP Rekanan ( 900.000 + 90.000) 990.000 990.000 Dari penghitungan diatas, diketahui bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah sebesar 990.000 (dibawah 1.000.000,00), oleh karena itu Bendaharawan tidak memungut PPN dan tidak memungut PPh Pasal 22. Walaupun Bendaharawan tidak memungut PPN, Bendaharawan harus meminta Faktur Pajak Lembar ke-1 dari PKP Rekanan. Atas Faktur Pajak tersebut tidak perlu dicap dan ditandatangani oleh Bendaharawan. Dengan demikian, yang penting diperhatikan disini adalah Harga Pembayaran oleh Bendaharawan. Jika harga pembayaran tidak lebih dari 1.000.000,000, maka tidak dikenakan PPN atau PPh Pasal 22. Sedangkan jika harga pembayaran lebih dari 1.000.000,000, maka dikenakan PPN dan PPh Pasal 22. b. Jika pembayaran sudah termasuk PPN Contoh 1 Bendaharawan Pemerintah Daerah membeli komputer (Barang Kena Pajak) dari rekanan CV. Gita (Pengusaha Kena Pajak). Bendaharawan tersebut membayar sebesar 5.500.000,00 sudah termasuk PPN. Maka, atas pembelian mesin tersebut dapat dihitung PPNnya dengan cara sebagai berikut: a. Harga Pembayaran oleh Bendaharawan 5.500.000 b. PPN yang harus dipungut = 10/110 x 5.000.000 500.000 -- c. Dasar Pengenaan Pajak ( a b ) 5.000.000 d. PPh Pasal 22 yang harus dipungut = 1,5% x 5.000.000 75.000 e. Uang yang dibayarkan kepada PKP Rekanan ( 5.500.000 500.000 = 75.000 ) 4.925.000

8 Dari penghitungan diatas, diketahui bahwa pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah sebesar 5.500.000,00 (diatas 1.000.000,00), oleh karena itu dikenakan PPN dan PPh Pasal 22. Uang PPN sebesar 500.000,00 dan Uang PPh Pasal 22 sebesar 75.000,00 harus disetorkan ke Bank menggunakan SSP. 6. Tata Cara Pemungutan PPN dan Penyetoran PPN Bukti bahwa Bendaharawan Pemerintah Daerah telah memungut PPN atas pembelian barang adalah berupa Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP). Pemungutan PPN dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Pengusaha Kena Pajak Rekanan (PKP Rekanan) menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah Daerah, baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penagihan, atau sebelum penyerahan Barang Kena Pajak, maka Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. b. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) : - Lembar ke-1 : untuk Bendaharawan - Lembar ke-2 : untuk arsip PKP Rekanan - Lembar ke-3 : untuk dilampirkan pada SPT Masa PPN Bagi Pemungut (Formulir 1107 PUT) c. Surat Setoran Pajak (SSP) dibuat oleh PKP rekanan dengan cara sebagai berikut: Petunjuk pengisian SSP sehubungan dengan pembelian barang yang dipungut PPN oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah, adalah sebagai berikut: NPWP : diisi dengan NPWP Rekanan. Jika Rekanan tidak memiliki NPWP, diisi dengan 00.000.000.0-901.000. Kode 901 merupakan kode Kantor Pelayanan Pajak(KPP). Kode ini disesuaikan dengan Kode KPP dimana bendaharawan terdaftar. Nama WP : diisi dengan Nama Rekanan Alamat : diisi dengan Alamat Rekanan MAP/Kode Jenis Pajak : diisi dengan 411211 Kode Jenis Setoran : diisi dengan 900 Uraian Pembelian : PPN atas Pembelian... untuk Bulan. (bila perlu diisi dengan Nomor Surat Perintah Membayar dan Nomor Faktur Pajak) Masa Pajak : diisi dengan X sesuai bulan dilakukan pembayaran Tahun : diisi dengan tahun dilakukan pembayaran Jumlah Pembayaran : Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan angka (contoh: 30.000,00) Terbilang : Diisi dengan jumlah pembayaran menggunakan huruf (contoh: Tiga Puluh Ribu Rupiah) Wajib Pajak Penyetor : Diisi dengan Nama Bendaharawan, disertai tanda tangan dan Cap Satker..., tgl... : diisi dengan Tempat dan tanggal dilakukan pembayaran Tata cara penyetoran PPN menggunakan SPM-LS: a. SSP yang sudah diisi lengkap digabungkan dengan SPM-LS dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan, dan diajukan ke Bagian Keuangan Setda Kota/Kabupaten atau Biro Keuangan Setda Provinsi untuk penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). b. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh Bendaharawan, maka Bendaharawan Pemerintah Daerah harus menyerahkan SSP Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 kepada Rekanan. Jadi, SSP Lembar ke- 5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah.

9 c. Jika SP2D dicairkan ke Bank oleh rekanan, maka rekanan harus menyerahkan SSP Lembar ke-5 kepada Bendaharawan. Jadi, SSP Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 disimpan oleh rekanan. Tata cara penyetoran PPN menggunakan Uang Persediaan: Pada saat membayar tagihan atas pembelian barang dari rekanan, Bendaharawan Pemerintah Daerah segera menyetorkan SSP yang sudah diisi lengkap ke Bank. Kemudian, menyerahkan SSP Lembar ke-1 dan Lembar ke-3 kepada rekanan. Jadi, SSP Lembar ke-5 disimpan oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Bendaharawan Pemerintah Daerah harus melakukan penyetoran PPN paling lambat 7 hari setelah berakhirnya bulan pembayaran tagihan atas pembelian barang kepada Rekanan tersebut. Jika hari ketujuh (ke-7) bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya. Setelah PPN disetorkan menggunakan SSP, Bendaharawan Pemerintah Daerah membubuhi cap, nama dan tanda tangan Bendaharawan pada ketiga Faktur Pajak tersebut, dan kemudian menyerahkan Faktur Pajak Lembar ke-2 kepada Rekanan. Disetor Tanggal :... Bendaharawan,... NIP... 7. Tata Cara Pelaporan PPN oleh Pemungut PPN Langkah berikutnya yang harus dilakukan Bendaharawan Pemerintah Daerah adalah menggabungkan SSP dan Faktur Pajak berdasarkan PKP Rekanan yang sudah dipungut dan disetorkan PPNnya, kemudian mengisi SPT Masa PPN Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Formulir 1107 PUT), dengan cara sebagai berikut: Pengisian SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN dilakukan dari belakang ke depan, artinya terlebih dahulu mengisi Formulir 1107 PUT 1, kemudian baru mengisi Formulir 1107 PUT. Sedangkan, untuk Formulit 1107 PUT 2 tidak perlu diisi oleh Bendaharawan Pemerintah Daerah. Selain hal-hal yang dijelaskan pada petunjuk pengisian ini, tidak perlu diisi.

10 a. Petunjuk Pengisian Formulir 1107 PUT 1 FORMULIR 1107 PUT 1 Nama Pemungut Diisi dengan nama satker NPWP Diisi dengan NPWP satker Masa Diisi dengan bulan pemungutan PPN (contoh: 01 s.d. 01 untuk pemungutan PPN bulan Januari ) Pembetulan Ke:... (... ) Diisi jika terjadi pembetulan SPT Masa PPN 1107 PUT (contoh: 1 (satu), untuk pembetulan ke-1) A. PPN DAN PPnBM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARA PENGELUARAN No. Diisi angka 1 dan seterusnya sejumlah Faktur Pajak/SSP yang dipungut PPNnya pada bulan ini Nama Rekanan Diisi dengan nama rekanan NPWP Rekanan Diisi dengan NPWP rekanan FAKTUR PAJAK Kode dan No. Diisi dengan Kode dan Nomor Seri suatu Faktur Pajak Seri dari Rekanan FAKTUR PAJAK - Tanggal Diisi dengan Tanggal suatu Faktur Pajak dari Rekanan Kode dan Nomor Seri FP yang Diisi jika terdapat penggantian suatu Faktur Pajak dari Diganti Rekanan DPP (Rupiah) Diisi dengan jumlah DPP yang terdapat pada suatu Faktur Pajak dari Rekanan PPN (Rupiah) Diisi dengan jumlah PPN yang terdapat pada suatu Faktur Pajak dari Rekanan PPnBM (Rupiah) Diisi 0 Tanggal Bayar Tagihan Diisi tanggal dibayarkannya tagihan kepada rekanan atas suatu Faktur Pajak dari Rekanan Tanggal Setor PPN Diisi dengan tanggal setor SSP atau sesuai cap disetor tanggal pada suatu Faktur Pajak dari Rekanan Tanggal Setor PPnBM Diisi 0 JUMLAH-dipindahkan ke Formulir Diisi penjumlahan kolom PPN (Rupiah) dari angka 1 dst 1107 PUT kolom PPN (Rupia) JUMLAH-dipindahkan ke Formulir Diisi 0 1107 PUT kolom PnBM (Rupiah) C. JUMLAH (A+B) PPN (Rupiah) Diisi penjumlahan kolom PPN (Rupiah) JUMLAH dipindahkan ke Formulir 1107 PUT dari bagian A dan bagian B PPnBM (Rupiah) Diisi 0 b. Petunjuk Pengisian Formulir 1107 PUT FORMULIR 1107 PUT Nama Pemungut Diisi dengan nama satker Alamat Diisi alamat satker No. Telp Diisi no. Telepon satker Usaha Diisi dengan pelayanan dan administrasi pemerintahan NPWP Diisi dengan NPWP satker Masa Diisi dengan bulan pemungutan PPN (contoh: 01 s.d. 01 untuk pemungutan PPN bulan Januari ) Pembetulan Ke:... (... ) Diisi jika terjadi pembetulan SPT Masa PPN 1107 PUT (contoh: 1 (satu), untuk pembetulan ke-1) D. PPN DAN PPnBM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH 2. PPN yang dipungut oleh Diisi sesuai jumlah pada Formulir 1107 PUT 1 huruf B Bendahara Pengeluaran (JUMLAH dipindahkan ke Formulir 1107 PUT) pada kolom PPN (Rupiah)

11 PPnBM yang dipungut Diisi 0 Oleh Bendahara Pengeluaran Jumlah PPN dan PPnBM yang Diisi sesuai jumlah pada Formulir 1107 PUT 1 huruf C dipungut Bendahara (C.JUMLAH A+B) pada kolom PPN (Rupiah) Pengeluaran Lampiran : SSP Diisi tanda X jika terdapat SSP yang sudah disetorkan 1 PPN sebanyak... Lbr Sebanyak... Lbr : diisi sebanyak lembar SSP yang sudah... disetorkan pada bulan ini... : diisi sejumlah PPN yang dipungut pada bulan ini, sesuai dengan jumlah pada lampiran 1 huruf C (C.JUMLAH A+B) pada kolom PPN (Rupiah)...,... Diisi dengan tempat dan tanggal SPT Masa PPN 1107 PUT dibuat Pemungut Disi tanda X Tanda tangan Diisi dengan tanda tangan bendaharawan Nama Jelas Diisi dengan nama bendaharawan Jabatan Diisi dengan jabatan (contoh : Bendahara Pengeluaran) Cap Perusahaan Diisi dengan cap satker E. CONTOH Untuk lebih memahami penjelasan-penjelasan di atas berikut ini dicontohkan transaksi-transaksi yang berkaitan dengan pembelian barang oleh suatu satker. Pada Bulan Januari, BENDAHARA PENGELUARAN DINAS PENDIDIKAN KOTA DENPASAR, NPWP 00.052.010.2-901.000, melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 04-01- Membayar tagihan atas pembelian Komputer sebesar 7.000.000 dengan menggunakan dana Uang Persediaan, kepada PKP Rekanan CV. GITA (NPWP. 02.225.236.2-901.000). Faktur Pajak Nomor 02.000.09.0000000001 Tanggal 04-01- Membayar tagihan atas pembelian ATK sebesar 5.000.000 dengan menggunakan dana Uang Persediaan, kepada Rekanan RUDI SUBARKAH Tidak Ber-NPWP. Membayar tagihan atas pembelian ATK sebesar 1.100.000 dengan menggunakan SPM-LS kepada PKP Rekanan CV. ANDA SAJAH (NPWP. 02.142.145.5-901.000). Faktur Pajak Nomor 02.000.09.0000000005 Tanggal 12-01-. Membayar tagihan atas pembelian ATK dari PKP Rekanan SWALAYAN HERO (NPWP. 01.226.365.5-901.000) dengan menggunakan dana Uang Persediaan sebesar 400.000 Membayar tagihan atas pembelian BBM yang digunakan untuk mobil dinas kantor sebesar 70.000 dari POM BENSIN RENON Tidak Ber-NPWP. 09-01- 12-01- 20-01- 25-01- Analisi transaksi: 04-01- - Harga pembayaran diatas 1.000.000 - Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak - Dibeli dari PKP - Rekanan Ber-NPWP Dengan demikian, harus dipungut PPN dan PPh Pasal 22 dengan penghitungan sebagai berikut: Harga Pembayaran 7.000.000 PPN = 10/110 x 7.000.000 636.364 -- Dasar Pengenaan Pajak 6.363.636 PPh Pasal 22 = 1,5% x 6.363.636 95.455

12 Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 1,5% Pada hari dimana Bendaharawan membayarkan uang kepada CV.GITA pada hari itu juga SSP atas PPh Pasal 22 harus disetorkan. Berarti, pada tanggal 4 Januari, Bendaharawan harus sudah menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut ke Bank. Kemudian Bendaharawan memberikan SSP Lembar ke-1 atas pemungutan PPh Pasal 22 kepada CV.GITA. Sedangkan untuk PPN, SSP dapat disetorkan paling lambat tanggal 7 Pebruari. Faktur Pajak harus diberikan oleh CV. GITA pada saat melakukan penagihan, dan ketika PPN sudah disetorkan (misalkan PPN disetorkan pada Tanggal 7 Pebruari ) maka pada Faktur Pajak Lembar ke-1, 2 dan 3 harus di cap dan ditandatangani Bendaharawan telah disetor tanggal 7 Pebruari. Baru setelah dicap, lembar ke-2 Faktur Pajak, SSP Lembar ke-1 dan ke-3 atas pemungutan PPN diberikan ke CV. GITA. 09-01- - Harga pembayaran diatas 1.000.000 - Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak - Dibeli dari Bukan PKP - Rekanan Tidak Ber-NPWP Dengan demikian, harus dipungut PPh Pasal 22 saja, dengan penghitungan sebagai berikut: Harga Pembayaran 7.000.000 PPN 0 -- Dasar Pengenaan Pajak 7.000.000 PPh Pasal 22 = 3% x 7.000.000 105.000 Karena RUDI SUBARKAH tidak ber-npwp, maka tarif PPh Pasal 22 dikenakan sebesar 3%, bukan 1,5%. Pada hari dimana Bendaharawan membayarkan uang kepada RUDI SUBARKAH pada hari itu juga SSP atas PPh Pasal 22 harus disetorkan. Berarti, pada tanggal 9 Januari, Bendaharawan harus sudah menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut ke Bank. Kemudian Bendaharawan memberikan SSP Lembar ke-1 atas pemungutan PPh Pasal 22 kepada RUDI SUBARKAH 12-01- - Harga pembayaran diatas 1.000.000 - Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak - Dibeli dari PKP - Rekanan Ber-NPWP Dengan demikian, harus dipungut PPN dan PPh Pasal 22 dengan penghitungan sebagai berikut: Harga Pembayaran 1.100.000 PPN = 10/110 x 1.100.000 100.000 -- Dasar Pengenaan Pajak 1.000.000 PPh Pasal 22 15.000 Tarif PPh Pasal 22 yang dikenakan sebesar 1,5% Pada hari dimana Bendaharawan membayarkan uang kepada CV. ANDA SAJAH pada hari itu juga SSP atas PPh Pasal 22 harus disetorkan. Berarti, pada tanggal 12 Januari, Bendaharawan harus sudah menyetorkan PPh Pasal 22 yang dipungut ke Bank. Kemudian Bendaharawan memberikan SSP Lembar ke-1 atas pemungutan PPh Pasal 22 kepada CV. ANDA SAJAH. Sedangkan untuk PPN, SSP dapat disetorkan paling lambat tanggal 7 Pebruari. Faktur Pajak harus diberikan oleh CV. ANDA SAJAH pada saat melakukan penagihan,

13 dan ketika PPN sudah disetorkan (misalkan PPN disetorkan pada Tanggal 7 Pebruari ) maka pada Faktur Pajak Lembar ke-1, 2 dan 3 harus di cap dan ditandatangani Bendaharawan telah disetor tanggal 7 Pebruari. Baru setelah dicap, lembar ke-2 Faktur Pajak, SSP Lembar ke-1 dan ke-3 atas pemungutan PPN diberikan ke CV. ANDA SAJAH. 20-01- - Harga pembayaran dibawah 1.000.000 - Barang yang dibeli merupakan Barang Kena Pajak - Dibeli dari PKP - Rekanan Ber-NPWP Dengan demikian, tidak dipungut PPN dan PPh Pasal 22. Namun Bendaharawan tetap meminta Faktur Pajak Lembar ke-1 dari PKP Rekanan. Faktur Pajak tidak perlu dicap/ditandatangani Disetor tanggal. 25-01- - Harga pembayaran dibawah 1.000.000 - Barang yang dibeli merupakan Barang yang dikecualikan dari Pemungutan PPN - Dibeli dari Bukan PKP - Rekanan Tidak Ber-NPWP Dengan demikian, tidak dipungut PPN dan PPh Pasal 22. Bendaharawan tidak perlu meminta Faktur Pajak Lembar ke-1 dari Rekanan F. LAIN-LAIN Jika membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak oleh Bendaharawan, Saudara dapat menghubungi Account Repressentative KPP Pratama Denpasar Barat: Nama : Gun Gun Gunawan NIP : 060101549 HP : 0361-9191250 E-mail : balitaxguide@gmail.com Website : www.balitaxguide.wordpress.com

14 DEPARTEMEN KEUANGAN DIREKTORAT JENDERAL LAMPIRAN 1 DAFTAR PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH Masa Pajak : 0 1 s.d. 0 1-2 0 0 9 Pembetulan Ke- : (.) FORMULIR 1107 PUT 1 NAMA PEMUNGUT : BENDAHARA PENGELUARAN DINAS PENDIDIKAN KOTA DENPASAR NPWP : 00.052.010.2-901.000 No. Nama Rekanan NPWP Rekanan F A K T U R P A J A K Kode dan Nomor Seri Tanggal Kode dan Nomor Seri FP DPP (Rupiah) Tanggal Bayar PPN (Rupiah) PPn BM (Rupiah) Tagihan Tanggal Setor PPN PPn BM A. PPN dan PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH PENERBIT SPM MELALUI KPPN 1 2 dst JUMLAH - dipindahkan ke Formulir 1107 PUT 1 B. PPN dan PPn BM YANG DIPUNGUT OLEH BENDAHARA PENGELUARAN 1 2 dst CV. GITA 02.255.236.2-901.000 02.000.08.000000001 04-01- --- CV. ANDA SAJAH 02.142.145.5-901.000 02.000.09.000000005 12-01- --- 6,363,636 636,364-14-01-07-02- --- 1,000,000 100,000-12-01-07-02- --- JUMLAH - dipindahkan ke Formulir 1107 PUT 2 736,364 - C. JUMLAH (A+B) 736,364 - D.1.2.32.03

15 SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (SPT MASA PPN) BAGI PEMUNGUT PPN DEP ARTEMEN KEUANGAN RI Bacalah terlebih dahulu Buku Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN DIREKTORAT J ENDERAL PAJAK Beri tanda X dalam yang sesuai FORMULIR 1107 PUT Nama Pemungut : BENDAHARA PENGELUARAN NPWP : 0 0-0 5 2-0 1 0-2 - 9 0 1-0 0 0 DINAS PENDIDIKAN KOTA DENPASAR Alamat : JL. MAWAR NO. 6 DENPASAR Masa : 0 1 s.d. 0 1-2 0 0 9 No. Telp : 0361-247521 Pembetulan Ke :.. ( ) Usaha : PELAYANAN DAN ADMINISTRASI PEMERINTAH Perhatian Sesuaidengan ketentuan Pasal 3 ayat (7) UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimanatelah beberapakali diubahterakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000, apabila SPT Masa yang Saudarasampaikan tidak ditandatangani atau tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang ditetapkan, A. PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT O LEH BENDAHARAWAN PEMERINTAH 1 PPN yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN PPn BM yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Penerbit SPM melalui KPPN 2 PPN yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran PPn BM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut oleh Bendahara Pengeluaran B. PPN DAN PPn BM YANG DIPUNGUT O LEH SELAIN BENDAHARAWAN PEMERINTAH PPN yang dipungut PPn BM yang dipungut Jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut Lampiran : Surat Kuasa Khusus SSP 1 PPN sebanyak 2 Lembar 736.364 2 PPn BM sebanyak. Lembar X Faktur Pajak sebanyak 2 Lembar 736,364-736,364 1 2 3 Pernyataan Dengan menyadari sepenuhnya akan segala akibatnya, saya menyatakan bahwa apa yang telah saya beritahukan di atas beserta lampiran-lampirannya Tanda tangan : Kuasa Nama Jelas : NI MADE SUKRINI X Pemungut Jabatan : BENDAHARA PENGELUARAN Kuasa F.1.2.32.02 DENPASAR, 10 PEBRUARI Cap Perusahaan : Bendaharawan/Pengurus

16 Lembar ke-1 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-2 untuk : Pemungut Pajak DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDO NESIA DIREKTO RAT JENDERAL PAJAK Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak PRATAMA DENPASAR BARAT di DENPASAR SURAT PEMBERITAHUAN (SPT) MASA PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 A. Identitas Pemungut Pajak : N P W P : 0 0-0 5 2-0 1 0-2 - 9 0 1-0 0 0 N a m a : BENDAHARA PENGELUARAN DINAS PENDIDIKAN KO TA DENPASAR A l a m a t : JL. MAWAR NO. 6 DENPASAR B. Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut untuk masa pajak JANUARI tahun dan telah disetor tanggal --- adalah sebagai berikut: Nilai O byek Pajak Tarif PPh yang dipungut U R A I A N MAP/KJS () (%) () (1) (2) (3) (4) (5) 1. Badan Usaha Industri/Eksportir 2. Usaha Industri Rokok 3. Pembelian Barang O leh Bendaharawan/Bada Tertentu Yang Ditunjuk 4. Nilai Impor Bank Devisa/Ditjen Bea dan Cuka a. API b. Non API 5. Hasil Lelang (Ditjen Bea dan Cukai) 6. Penjualan Migas O leh Pertamina / Badan Usa Selain Pertamina a. SPBU/Agen/Penyalur (Final) b. Pihak lain (Tidak Final) 411122/100 - --- - 411122/402 - --- - 411122/900 14,363,636 1,5% 215,455 411123/100 - --- - 411123/100 - --- - 411122/100 - --- - 411122/401 - - 411122/401 - - J U M L A H 215,455 DUA RATUS LIMA BELAS RIBU EMPAT RATUS LIMA PULUH LIMA Terbilang *) Coret yang tidak perlu C. Lampiran : ( X ) Daftar Surat Setoran Pajak PPh Pasal 22 (Khusus untuk Bank Devisa, Bendaharawan/Badan Tertentu Yang Ditunjuk dan Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina), ( ) Surat Setoran Pajak (SSP) dan /atau Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP) yang disetor oleh Importir atau Pembeli Barang sebanyak. lembar, (Khusus untuk Bank Devisa, Bendaharawan/Badan Tertentu Yang Ditunjuk dan Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina), ( ) Surat Setoran Pajak (SSP) dan /atau Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP) yang disetor oleh Pemungut Pajak sebanyak. lembar, (Khusus untuk Badan Usaha Industri/Eksportir T ertentu, Ditjen Bea dan Cukai), ( ) Surat Kuasa Khusus, ( ) Daftar Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan /atau Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (BPPCP) (Khusus untuk Badan Usaha Industri/Importir Tertentu dan Ditjen Bea dan Cukai), ( ) Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dan /atau Bukti Pembayaran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (BPPCP), (Khusus untuk Badan Usaha Industri/Eksportir Tertentu dan Ditjen Bea dan Cukai) ( ) Dalam hal ada penjualan retur agar dilengkapi dengan lampiran rincian penjualan dan retur penjualan, ( ) Risalah Lelang, dalam hal pelaksanaan lelang. D. Pernyataan : Dengan ini saya menyatakan bahwa pemberitahuan di atas adalah benar, lengkap dan tidak bersyarat. DENPASAR, 10 PEBRUARI Pemungut Pajak / Kuasa (9) Tanda tangan, nama dan cap F.1.1.32.02 NI MADE SUKRINI