KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) alam memiliki nilai sosial

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

PERSOALAN AREAL PERKEBUNAN PADA KAWASAN KEHUTANAN. - Supardy Marbun - ABSTRAK

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Baik sebagai sumber penghidupan

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

SENGKETA TANAH PERKEBUNAN

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

KEBIJAKAN DAN PERMASALAHAN PENYEDIAAN TANAH MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 138/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

BAB III KEDUDUKAN HUKUM TANAH OBYEK SENGKETA Sengketa yang Timbul Sebagai Akibat dari Kelalaian dalam Proses Penerbitan Sertifikat Hak Pakai

STATUS LAHAN HAK GUNA USAHA UNTUK PERKEBUNAN YANG BERALIH FUNGSI MENJADI WILAYAH PERTAMBANGAN. Noor Azizah*

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XIII/2015 Pengajuan Peninjauan Kembali Lebih Dari Satu Kali

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tanah Dan Pemberian Hak Atas Tanah. yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali.

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia itu sama sekali tidak dapat dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas

REGULASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PEMBERIAN HAK ATAS TANAH UNTUK PERKEBUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah Indonesia terkenal dengan sebutan Archipelago yang hilang

BAB I PENDAHULUAN. peran vital dalam menunjang kehidupan manusia dan produktivitasnya. Dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB II PENGATURAN TANAH TERLANTAR MENURUT HUKUM AGRARIA. tidak terpelihara, tidak terawat, dan tidak terurus.

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Konflik oleh beberapa aktor dijadikan sebagai salah satu cara

BERKAITAN DENGAN RENCANA PEROLEHAN TANAH

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

PERSPEKTIF PEMERINTAH ATAS HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT HUKUM ADAT

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

BAB V KESIMPULAN. didukung berbagai sumber lainnya, menunjukkan bahwa terjadinya kontinuitas

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FASILITASI PENANGANAN SENGKETA DAN KONFLIK PERTANAHAN

BAB I PENDAHULUAN. ayat (2) UU No.5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang merupakan

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Hubungan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN... TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERTANAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1. PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1.

I. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PERTANAHAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 1. SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI 1.

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 44 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembukaan tanah perkebunan besar pada masa Hindia Belanda selalu

SERTIPIKAT HAK MILIK ATAS TANAH SEBAGAI ALAT PEMBUKTIAN YANG SEMPURNA

BAB 9 PEMBENAHAN SISTEM DAN POLITIK HUKUM

TATA CARA PENETAPAN HAK GUNA USAHA KEMENTERIAN AGARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL DIT. PENGATURAN DAN PENETAPAN HAK TANAH DAN RUANG

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

BAB 5 PENUTUP. Pembaruan hukum..., Richo Wahyudi, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara etimologis kata agraria berasal dari kata bahasa Latin ager yang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1998 TENTANG PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN TANAH TERLANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan sumber agraria yang memiliki makna ekonomis serta

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. tanah dapat menimbulkan persengketaan yang dahsyat karena manusia-manusia

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

I. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERTANAHAN

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB I PENDAHULUAN. orang lain baik dalam ranah kebendaan, kebudayaan, ekonomi dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERIAN IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT,

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendaftaran tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat 1. Pendaftaran tanah adalah

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KAMPAR HAK TANAH ULAYAT

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan bagian yang paling penting dan sangat erat

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

Transkripsi:

KONFLIK PERTANAHAN (AGRARIA) 1. Tanah sebagai salah satu sumberdaya alam memiliki nilai ekonomis serta memiliki nilai sosial politik dan pertahanan keamanan yang tinggi. 2. Kebijakan pembangunan pertanahan haruslah merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari kebijakan pembangunan nasional. 3. Dalam perkembangan pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) permasalahan tanah menjadi semakin kompleks. 4. Di satu sisi kompleksitas masalah tanah terjadi sebagai akibat meningkatnya kebutuhan tanah untuk keperluan berbagai kegiatan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat dengan penyebaran yang tidak merata antar wilayah. 5. Di sisi lain, kompleksitas ini muncul karena luas tanah relatif tidak bertambah.

6. Kebutuhan tanah yang terns meningkat berdampak pada terjadinya konflik di bidang pertanahan baik secara vertikal maupun horizontal, antara perseorangan (warga masyarakat atau masyarakat hukum adat) maupun badan hukum (pemerintah atau swasta). 7. Konflik pertanahan yang terjadi dapat disebabkan oleh permasalahan tanah murni atau permasalahan yang terkait dengan sektor pembangunan lain (tidak terkait secara langsung). 8. Pemerintah senantiasa meningkatkan upaya koordinasi dan sinkronisasi antara instansi Pemerintah/pihak lain yang terkait, misalnya dengan instansi yang menangani kehutanan, pertambangan, dan sebagainya.

9. Konflik pertanahan sudah muncul sejak sebelum zaman kemerdekaan. 10. Hal ini dapat terlihat antara lain dari adanya konflik pertanahan akibat monopol pemilikan tanah-tanah perkebunan dan tanah partikelir oleh tuan-tuan tanah pada zaman kolonial atau adanya kewajiban rakyat untuk menyerahkan an tanahnya kepada tuan-tuan tanah (agrarisch wet ). 11. Pada masa sekarang ini, konflik pertanahan dirasakan semakin kompleks searing dengan perkembangan reformasi yang membawa masyarakat belajar berdemokrasi rasi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Konflik pertanahan yang semula disebabkan adanya benturan kepentingan berkembang, berkaitan dengan: 1. Nilai-nilai budaya, 2. Adanya perbedaan penafsiran yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan UUPA yang merupakan ketentuan dasar pertanahan yang berlaku di seluruh wilayah Indonesia, 3. Adanya penyimpangan dalam implementasi peraturan pelaksanaan UUPA. Kondisi ini menuntut adanya kebijakan dan strategi pertanahan nasionai yang dapat menyelesaikan konflik pertanahan secara lebih konseptual septual, komprehensif, dan terpadu.

Sumber konflik pertanahan: 1. Pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak seimbang dan tidak merata, 2. Ketidakserasian penggunaan tanah pertanian dan tanah nonpertanian; 3. Kurangnya keberpihakan kepada masyarakat golongan ekonomi lemah; 4. Kurangnya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat hukum adat atas tanah (hak ulayat); 5. Lemahnya posisi tawar masyarakat pemegang hak atas tanah dalam pembebasan tanah;

1. Konflik pemilikan atau penguasaan tanah yang tidak seimbang banyak terjadi pada tanah-tanah perkebunan. 2. Konflik ini banyak memicu terjadinya pendudukan ukan tanah-tanah perkebunan - yang HGU-nya belum berakhir - oleh masyarakat tanpa seizin pemegang hak atas tanah yang bersangkutan (occupatie) dan diklaim sebagai tanah miliknya. 3. Konflik pemilikan dan penguasaan tanah terjadi sebagai akibat penguasaan tanah secara herlebihan, terutama di kota-kota besar. 4. Sedangkan di daerah perdesaan terus terjadi pemecahan (fragmentasi) pemilikan tanah pertanian dan terjadi alih guna tanah dari tanah pertanian menjadi tanah nonpertanian.

Menyelesaikan Konflik Tanah Perkebunan 1. Badan Pertanahan Nasional, senantlasa berupaya penyelesaian terbaik sesuai perundang-undangan undangan yang berlaku, dengan tetap memperhatikan kepentingan pemegang hak atas tanah maupun kepentingan penduduk sekitamya. 2. Langkah-langkah kebijakan yang diambil pemerintah dalam rangka menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi akibat at pendudukan masyarakat atas tanah perkebunan antara lain: a. Terhadap tanah perkebunan (HGU) yang masih berlaku dan sah serta diusahakan dengan balk apabila diduduki oleh rakyat secara melawan hukum, diselesaikan dengan UU Nomor 51/Prp/1960 dengan memperhatikan pertimbangan instansi terkait. b. Terhadap tanah perkebunan (HGU) yang diduduki oleh rakyat karen ena tanah tersebut tidak diusahakan dengan baik k (akibat( kelalaian pemilik perkebunan) maka tanah tersebut dikeluarkan dari areal HGU. Penguasaan, penggunaan, dan pemilikannya ditata kembali sesuai RTRW, kemudian diredistribusi kepada petani penggarap yang berhak setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan pemerintah daerah.

Secara Umum Konflik Pertanahan Digolongkan ke dalam 8 (delapan( delapan) Kelompok Besar: 1. Konflik atas tanah perkebunan yang disebabkan oleh: a. Proses ganti rugi yang belum tuntas. b. Tanah garapan turun-temurun temurun masyarakat diambii alih perkebunan secara paksa. c. Luas kebun di lapangan lebih besar dari luas s yang tercantum pada sertifikat HGU yang diterbitkan. d. Tanah perkebunan merupakan tanah ulayat atau warisan dari suatu kesultanan atau keluarga masyarakat tertentu e. Tanah perkebunan tidak dikelola secara baik dan menurut penilaian tergolong kelas IV dan kelas V.

2. Masalah permohonan hak atas tanah yang terletak di kawasan hutan serta sengketa tanah antara masyarakat dan Perum Perhutani. 3. Masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan putusan pengadilan a. Tidak dapat diterimanya putusan pengadilan oleh pihak yang kalah. b. Putusan pengadilan yang tidak dapat dilaksanakan karena : (a) Tanah objek sengketa yang diputus pengadilan telah berubah statusnya maupun kepemilikannya; (b) Putusan pengadilan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap status objek perkara yang sama, sehingga diperlukan fatwa Mahkamah Agung sesuai pasal 47 dan pasal 48 Undang-Undang No. 13 Tabun 1965 tentang pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung.

4. Masalah permohonan pendaftaran yang berkaitan dengan tumpang-tindih tindih hak atau sengketa batas yang antara lain disebabkan oleh pemalsuan terhadap alas as hak. 5. Masalah yang berkaitan dengan pendudukan tanah dan/atau tuntutan ganti rugi masyarakat atas tanah- tanah yang telah dibeli/dibebaskan dibebaskan oleh pengembang untuk perumahan, industri, perkantoran, dan kawasan wisata. 6. Masalah yang berkaitan dengan klaim tanah ulayat yang tidak mudah menentukan eksistensi hak ulayatnya. 7. Masalah-masalah yang berkaitan dengan tukar-menukar tanah bengkok desa yang telah menjadi kelurahan. 8. Masalah-masalah lainnya seperti sengketa dari pemanfaatan lahan tidur dan penggunaan tanah terlantar.

MEKANISME PENYELESAIAN KONFLIK 1. Musyawarah antara pihak-pihak yang bersengketa untuk mendapatka apatkan penyelesaian sehingga dapat mengakomodasikan kepentingan masing- masing. Badan Pertanahan Nasional bertindak sebagai motivator dan mediator. Khusus untuk penyelesaian konflik tanah-tanah perkebunan (HGU) antara petani penggarap clan pengusaha perkebunan baik swasta maupun pemerintah, diarahkan kepada win-win solution. Penggarapan tanah oleh petani penggarap di kebun-kebun terlantar milik pengusaha perkebunan diselesaikan dengan redistribusi tanah yang digarap tersebut kepada petani. Syaratnya, petani wajib menanam komoditas yang telah ditetapkan pemerintah pada waktu pemberian HGU kepada pengusaha. Pengusaha wajib menguruskan pencairan kredit dari bank dengan agunan tanah petani sebagai modal untuk menggarap tanah petani, melakukan pembinaan, dan pemasaran hasilnya. Dengan pola penyelesaian masalah pertanahan seperti ini para petani penggarap akan memiliki tanah sehingga akan memperkecil ketimpangan struktur penguasaan tanah. Sementara itu,, areal perkebunan akan bertambah luas dan devisa bagi negara juga akan bertambah. 2. Koreksi administrasi oleh Badan Pertanahan Nasional sepanjang masih dalam lingkup administrasi tata usaha negara. Misalnya pembatalan Surat keputusan hak, sertifikat, dan sebagainya akibat kekeliruan data awal. 3. Lembaga peradilan apabila kedua hal di atas tidak dapat menyelesaikan masalah.

Kendala PenyelesaianP Konflik Pertanahan 1. Perbedaan penafsiran clan kurangnya pemahaman terhadap peraturan perundangan di bidang pertanahan, baik di kalangan instansi pemerintah maupun masyarakat. 2. Data dan informasi pertanahan tidak dikelola oleh satu instansi. 3. Kurang kooperatif clan koordinasi pihak-pihak yang terkait dalam menyelesaikan sengketa-sengketa pertanahan. 4. Sulit dicapai kesepakatan karena masing-masing pihak bertahan pada pendiriannya dan cenderung memaksakan kehendak, bahkan kadang-kadang dengan menggunakan kekuatan massa. 5. Keputusan peradilan umum (perdata dan pidana) dan peradilan tata usaha negara tidak sejalan dalam menangani suatu objek sengketa yang sama. 6. Badan Pertanahan Nasional sulit menyelesaikan masalah- masalah sengketa pertanahan yang masih dalam proses peradilan namun dipaksakan para pihak untuk menyelesaikannya. 7. Terbatasnya anggaran untuk menyelesaikan masalah pertanahan, antara lain untuk penelitian lapang dan ganti rugi yang harus dibayar pemerintah.