1. Pengertian Saksi. 2. Syarat syarat Saksi MAKALAH :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

PERSIDANGAN DAN BERITA ACARA PERSIDANGAN

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

Perkara Tingkat Pertama Cerai Gugat. Langkah-langkah yang harus dilakukan Penggugat (Istri) atau kuasanya :

a. Hukum pembuktian bagian hukum acara perdata, diatur dalam:

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).

ALASAN PERCERAIAN DAN PENERAPAN PASAL 76 UU NO.7 TAHUN 1989 YANG DIUBAH OLEH UU NO.3 TAHUN 2006 DAN PERUBAHAN KEDUA OLEH UU NOMOR 50 TAHUN 2009

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

MAKALAH : PEMBAHASAN :

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

TEKNIK PEMBUATAN BERITA ACARA SIDANG (BAS) 1

P U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

HAKIM SALAH MEMBAGI BEBAN BUKTI GAGAL MENDAPATKAN KEADILAN ( H. Sarwohadi, S.H.,M.H., Hakim Tinggi PTA Mataram )

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB II HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TENTANG PEMBUKTIAN

ALAT BUKTI PENGAKUAN DAN NILAI PEMBUKTIANNYA DALAM PERSIDANGAN

BIAYA PERKARA UNDANG-UNDANG NO. 50 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan berkeluarga terjadi melalui perkawinan yang sah, baik menurut

PENETAPAN Nomor 49/Pdt.P/2015/PA.Lt DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PUTUSAN Nomor: 284/Pdt.G/2011/PA.Pkc. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGAKUAN TERGUGAT SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM KASUS PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI

PUTUSAN Nomor: 600/Pdt.G/2010/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor: xxx/pdt.g/2013/ms-aceh

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

EKSEKUSI PUTUSAN YANG BERKEKUATAN HUKUM TETAP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PUTUSAN Nomor: 195/Pdt.G/2011/PA.Dum BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

FORMULIR ADMINISTRASI KEPANITERAAN PENGADILAN AGAMA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI

ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. OLEH : Dr. H. Gunarto,SH,SE,Akt,M.Hum

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

P U T U S A N Nomor 153/Pdt.G/2014/PA.Mtk

PENETAPAN Nomor 0014/Pdt.P/2014/PA.Pkc

P U T U S A N Nomor 0560/Pdt.G/2012/PA.Bn. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

PUTUSAN Nomor: 106/Pdt.G/2012/PA.Pkc

P U T U S A N SALINAN. Nomor 1782/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CARA PENYELESAIAN ACARA VERSTEK DAN PENYELESAIAN VERZET

bismillahirrahmanirrahim

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DAN PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA. Oleh: NY. BASANI SITUMORANG, SH., M.Hum. (Staf Ahli Direksi PT Jamsostek)

BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori atau Konseptual

BAB VII PERADILAN PAJAK

PUTUSAN Nomor 0705/Pdt.G/2015/PA. Pas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

PUTUSAN Nomor 1243/Pdt.G/2015/PA. Pas

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PUTUSAN Nomor 0718/Pdt.G/2015/PA. Pas

PUTUSAN Nomor: 105/Pdt.G/2012/PA.Pkc

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

P U T U S A N Nomor : 34/Pdt.G/2010/MS-Aceh. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Sekitar Kejurusitaan

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

P U T U S A N Nomor: 0407/Pdt.G/2011/PA.Kab.Mn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Kecamatan yang bersangkutan.

P U T U S A N. Nomor : XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Bayyinah, yang artinya satu yang menjelaskan. Secara terminologis

PEDOMAN PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DI LINGKUNGAN PERADILAN AGAMA

PUTUSAN Nomor 0938/Pdt.G/2015/PA. Pas

Hal.1 dari 8 hal. Put. No. 795/Pdt.G/2010/PAJP

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BATANG. NO.742/Pdt.G/2005/PA.Btg TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN

E K S E K U S I Bagian I Oleh : Drs. H. Taufiqurrohman, SH. Ketua Pengadilan Agama Praya

PUTUSAN Nomor 0036/Pdt.G/2015/PA. Pas

P U T U S A N. Nomor 12/Pdt.G/2015/PA.Ppg DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENETAPAN Nomor 0868/Pdt.G/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

TENTANG DUDUK PERKARA

P U T U S A N NOMOR 0898/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Pengadilan Agama Atambua MAHKAMAH AGUNG RI

P E N E T A P A N. Nomor XX/Pdt.P/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor: 0383/Pdt.G/2010/PA.Bn. BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor: 1373/Pdt.G/2014/PA. Pas

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR : 06/PMK/2005 TENTANG

P U T U S A N Nomor: 0604/Pdt.G/2011/PA.Kab.Mn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

ب س م الل ه ال رح م ن ال رح ي م

SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA No. 10 Tahun 2010

KONSEKUENSI HUKUM BAGI SEORANG ARBITER DALAM MEMUTUS SUATU PERKARA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 30 TAHUN 1999

ALUR PERADILAN PIDANA

TENTANG DUDUK PERKARANYA

P E N E T A P A N Nomor : 277/Pdt.P/2013/PA.SUB DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Nomor 1542/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. melawan

P U T U S A N Nomor: 1479/Pdt.G/2014/PA. Pas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TENTANG DUDUK PERKARANYA

PENETAPAN Nomor 0005/Pdt.P/2015/PA.Pkc DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

Tahap pemanggilan para pihak. 1. Aturan umum

P U T U S A N. NOMOR XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

HUKUM ACARA PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

P U T U S A N SALINAN. Nomor 1330/Pdt.G/2014/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

1 MAKALAH : JUDUL : TATA CARA PEMERIKSAAAN SAKSI DI PERSIDANGAN DISAMPAIKAN PADA : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH DI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 28 FEBRUARI 2012 O L E H : DRS. BAIDOWI. HB, S.H A. PENDAHULUAN Bukti saksi adalah merupakan salah satu alat bukti dari alat-alat bukti yang diatur dalam pasal 284 RBg, pasal 164 HIR dan pasal 1866 KUH Perdata. Alat bukti saksi jangkauannya sangat luas, hampir meliputi segala bidang dan segala macam sengketa perdata. Karena luasnya jangkauan maka bahasannyapun cukup luas, karena itu dalam makalah ini perlu kami batasi pokok bahasan sesuai judul di atas, yang isi bahasan meliputi; Pengertian saksi, Syarat-syarat saksi dan selanjutnya Tata cara Pemeriksaan Saksi. Bahasan selanjutnya sebagai yang terurai di bawah ini. B. PEMBAHASAN 1. Pengertian Saksi Drs. H.A. Mukti Arto, S.H dalam bukunya Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama halaman 165 mengartikan: Saksi adalah orang yang memberikan keterangan di muka sidang, dengan memenuhi syarat-syarat tertentu, tentang suatu peristiwa atau keadaan yang ia lihat, dengar dan ia alami sendiri, sebagai bukti terjadinya peristiwa atau keadaan tersebut. Di dalam Buku II Edisi Revisi 2010 halaman 91 disebutkan : Kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang dipanggil ke persidangan. Dari pengertian di atas, terkait dengan keberadaan saksi terdapat unsur syaratsyarat tertentu yang harus dipenuhi. Selengkapnya sebagai terurai di bawah ini : 2. Syarat syarat Saksi a. - Syarat Formil - Menurut Buku II Edisi Revisi 2010

2 1. Memberikan keterangan di depan sidang Pengadilan. 2. Bukan orang yang dilarang untuk didengar sebagai saksi (pasal 145 HIR/172 RBg) 3. Bagi kelompok yang berhak mengundurkan diri menyatakan kesediaannya untuk diperiksa sebagai saksi. 4. Mengucapkan sumpah menurut agama yang dianutnya. - Menurut Drs. H.A.Mukti Arto, S.H. 1. Berumur 15 tahun ke atas (pasal 1912 KUH Perdata). 2. Sehat akalnya (pasal 1912 KUH Perdata). 3. Tidak ada hubungan keluarga sedarah dan keluara semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus, kecuali Undang-undang menentukan lain. 4. Tidak ada hubungan perkawinan dengan salah satu pihak meskipun sudah bercerai (pasal 145 (1) HIR/ 172 (1) RBg). 5. Tidak ada hubungan kerja dengan salah satu pihak dengan menerima upah (pasal 144 (2) HIR/171 (2) RBg/177 Rv); kecuali undang-undang menentukan lain. 6. Menghadap di persidangan (pasal 141 (2) HIR/167 (2) RBg) 7. Mengangkat sumpah menurut agamanya (pasal 147 HIR/ 175 RBg). 8. Berjumlah sekurang-kurangnya 2 orang untuk kesaksian suatu peristiwa, atau dikuatkan dengan alat bukti lain (pasal 169 HIR/306 RBg) 9. Dipanggil masuk ke ruang sidang satu demi satu (pasal 144 (1) HIR/171 (1) RBg). 10. Memberikan keterangan secara lisan (tertulis pasal 147 HIR, mungkin dimaksudkan pasal 144 (2) HIR/171 (2) RBg). b. Syarat Matriil - Menurut Buku II Edisi Revisi 2010 1. Keterangan yang diberikan mengenai peristiwa yang dialami, didengar, dan dilihat sendiri oleh saksi. 2. Keterangan yang diberikan itu harus mempunyai sumber pengetahuan yang jelas (pasal 171 (1) HIR, tertulis pasal 368 (1) RBg, mungkin dimaksudkan pasal308(1)rbg). Pendapat atau persangkaan saksi yang disusun berdasarkan akal pikiran atau perasaan tidak bernilai sebagai alat bukti yang sah (pasal 171 (2) HIR, pasal

3RBg) 3. Keterangan yang diberikan oleh saksi harus saling bersesuaian satu dengan yang lain atau alat alat bukti yang sah (tertulis pasal 171 HIR, mungkin yang dimaksud pasal 172 HIR, pasal 309 RBg). 3 - Menurut Drs.H.A.Mukti Arto, S.H. 1. Menerangkan apa yang dilihat, ia dengar dan ia alami sendiri (pasal 171 HIR/308 RBg). 2. Diketahui sebab-sebab ia mengetahui peristiwanya (pasal 171 (1) HIR/pasal 308 (1) RBg). 3. Bukan merupakan pendapat atau kesimpulan saksi sendiri (pasal 171 (2) HIR/ pasal 308 (2) RBg. 4. Saling bersesuaian satu sana lain (pasal 170 HIR/pasl 307 RBG) 5. Tidak bertentangan dengan akal sehat. c. Nilai Kekuatan Pebuktian Saksi. 1. Apabila alat bukti saksi yang diajukan telah memenuhi syarat formil dan matriil dan jumlahnya telah mencapai batas minimal pembuktian, maka nilai kekuatan pembuktian yang terkandung di dalamnya bersifat bebas (vrij bewijs kracht). Maksudnya hakim bebas untuk menilai. 2. Jika saksi hanya seorang dan tidak ditambah dengan alat bukti lain, maka nilai kekuatan pembuktiannya bersifat bukti permulaan. 3. Tata Cara Pemeriksaan Saksi (pasal 139-152 HIR/165 179RBg Tata cara pemeriksaan saksi dalam persidangan tidak terurai dalam Buku II Edisi Revisi 2010, tapi ia diatur dalam HIR/ RBg. Dari praktek yang ada dapat diformulasikan sebagai berikut : a. Saksi ditunjuk oleh pihak yang berkepentingan atau oleh hakim karena jabatannya, yang diperlukan untuk penyelesaian perkara. b. Saksi dipanggil untuk menghadap di persidangan. Panggilan dapat dilakukan langsung oleh pihak yang berkepentingan. Apabila dipandang perlu, pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan kepada hakim agar saksi yang diperlukan itu dipanggilkan oleh Jurusita Pengadilan (pasal 139 HIR/ pasal 165 (2) RBg). Permintaan bantuan tersebut, demikian pula perintah Hakim untuk memanggil saksi dicatat dalam BAP. Tata cara memanggil saksi dilakukan

seperti memanggil pihak-pihak sebagaimana diatur dalam pasal 390 HIR/ pasal 718 RBg. c. Saksi menghadap ke Pengadilan untuk memenuhi kewajibannya (pasal 140 (2) HIR/ pasal 167 (2) RBg). d. Saksi dipanggil masuk ke ruang sidang seorang demi seorang (pasal 144 (1) HIR/ pasal 171 (1) RBg). e. Hakim/Ketua Majelis menanyakan kepada saksi tentang : - Namanya - Pekerjaannya - Umurnya - Tempat tinggalnya dan - Apakah ia berkeluarga sedarah dengan kedua belah pihak atau salah satu daripadanya, atau karena berkeluarga semenda dan jika ada, berapa pupu, serta - Apakah ia makan gajih atau jadi bujangan pada salah satu pihak ( pasal 144 (2) HIR/ pasal 171 (2) RBg ). Pertanyaan-pertanyaan pada saksi tersebut di atas dimaksudkan untuk mengetahui: 1. Siapakah identitas saksi yang bersangkutan. 2. Apakah umur telah memenuhi syarat sebagai saksi. 3. Apakah keterangan yang nanti akan diberikan dapat diterima dan masuk akal, umpamanya ; - Pekerjaan, katanya orang tani, jika keterangan yang diberikan bersifat teknis dapat diragukan. - Umur, kalau membrikan keterangan soal/hal-hal yang lama beselang, apakah cocok dengan umurnya pada waktu itu - Tempat tinggalnya, kalau orang yang berdiam di pelosok dapat memberikan keterangan tentang mobil, radio yang begitu teknis misalnya, dapat diragukan. 4. Apakah ketrangan yang akan diberikan dapat dianggap obyektif, karena adanya hubungan keluarga, hubungan kerja dengan menerima upah, atau hubungan semenda membuat orang tidak dapat obyektif keterangannya. 4 5. Apakah ia memenuhi syarat sebagai saksi, apakah termasuk yang berhak mengundurkan diri sebagai saksi, atau bahkan apakah termasuk yang tidak dapat didengar sebagai saksi yang disumpah. ia

f. Saksi disumpah menurut agamanya bahwa ia akan menerangkan yang sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya (pasal 147 HIR/pasal 175 RBg/pasal 177 Rv/ pasal 1911 KUH Perdata) kecuali jika menurut hukum tidak boleh disumpah. g. Atas pertanyaan hakim, saksi memberikan keterangannya sesuai dengan apa yang ia lihat, dengar dan alami sendiri. h. Para pihak dapat mengajukan pertanyaan pada saksi tentang hal-hal yang mereka anggap penting, melalui Hakim. Para pihak dapat meminta kepada Hakim agar hal-hal yang dianggap penting itu ditanyakan kepada saksi. Hakim menimbang apakah hal itu relevan dengan perkaranya atau tidak. Jika dinilai relevan maka Hakim meneruskan pertanyaan itu kepada saksi, dan jika tidak relevan maka tidak perlu ditanyakan kepada saksi. Hakim dapat mengajukan segala pertanyaan kepada saksi dengan maunya sendiri yang ditimbangnya berguna untuk mendapat kebenaran (pasal 150 HIR/ pasal 178 RBg). Dalam hal ini aktif untuk konstatiring. Para pihak berhak mengajukan keberatan/penilaian atas kesaksian tersebut. Oleh Hakim, keterangan saksi tersebut dikonfirmasikan dengan pihak- pihak. i. Saksi yang telah diperiksa, tetap duduk berada dalam ruang sidang agar supaya: - ia tidak saling berhubungan dengan saksi-saksi yang lain, dan - apabila sewaktu-waktu diperlukan keterangan tambahan atau untuk dikonfirmasikan dengan saksi yang lain tidak mengalami kesulitan. y. Keterangan tentang saksi dan segala keterangan saksi sertajalannya pemeriksaan saksi tersebut dicatat dalam Berita Acara persidangan yang dibuat oleh Panitera sidang ( pasal 152 HIR/ pasal 179 RBg/pasal 209 Rv). k. Hakim akan menilai apakah kesaksian tersebut telah memenuhi syarat (formil maupun matriil), dapat diterima atau tidak dan sebagainya. Demikian pula terhadap keberatan pihak-pihak. CATATAN : Menurut Prof. DR.H.Abdul Manan,SH, SIP, M.Hum dalam makalahnya tentang MASALAH - MASALAH HUKUM ACARA PERDATA yang disampaikan pada acara Bimbingan Teknis Kompetensi Hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah tahun 2011 di Nanggro Hotel Banda Aceh tanggal 6 Maret 2011 di jelaskan : 5 2. Bukti Saksi

6 - Saksi diperiksa satu persatu - Tidak semua saksi itu disumpah, ada yang hanya mengucapkan janji saja. - Harus ditanyakan hubungannya dengan Penggugat dan Tergugat, kalau ada hubungan kerja suapaya ditanyakan siapa yang memberi gaji - Tidak perlu keterangan dikonfrontir dengan Penggugat/Tergugat, penilaiannya terserah hakim - Kalau sudah memberi keterangan, dipersilahkan duduk di belakang Penggugat dan Tergugat, keluarnya sama-sama. C. P E N U T U P 1. Kesimpulan Dari uaraian tersebut di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut : a. Bukti saksi sebagai salah satu alat bukti dari alat-alat bukti yang diatur dalam per undang-undangan, harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil sebagai saksi. b. Kekuatan hukum alat bukti saksi mempunyai nilai pembuktian bebas, artinya Hakim bebas menilai kesaksian itu sesuai nuraninya, tidak terikat dan dapat menyingkirkan kesaksian dengan dasar pertimbangan yang kuat dan argumentatif. c. Tata cara pemeriksaan saksi harus dilakukan dalam koridor hukum yang ada. 2. Saran saran. a. Dalam memeriksa dan menilai harga sebuah kesaksian hakim hendaknya menumpahkan segenap perhatiannya tentang sebab-sebab yang melatar belakangi keterangan saksi dalam memberikan keterangan atas perkara yang diperselisihkan, tentang prikelakuan atau adat dan kedudukan saksi dan segala hal yang dapat menyebabkan saksi itu dapat dipercaya atau tidak. b. Dalam praktek tidak mustahil sering terjadi keterangan saksi cenderung tidak dapat dipercaya dikarenakan antara lain: - saksi sering cenderung bohong, baik sengaja atau tidak. - saksi suka mendramatisir, menambah atau mengurangi dari kejadian yang sebenarnya. - ingatan manusia terhadap suatu peristiwa tidak selamnya akurat

- sering mempergunakan emosi, baik pada saat menyaksikan peristiwa maupun pada saat memberikan keterangan dalam persidangan, sehingga untuk menjelaskan sesuatu tidak propesional. Karenanya tidak semua keterangan saksi bernilai sebagai alat bukti yang sah. 7 SEKIAN DAN TERIMA KASIH W A S S A L A M.