Profilaksis Malaria di Perbatasan Indonesia-Timor Leste

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium

DEFINISI KASUS MALARIA

Elly Herwana Departemen Farmakologi dan Terapi FK Universitas Trisakti

A. Pengorganisasian. E. Garis Besar Materi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria adalah suatu penyakit menular yang banyak diderita oleh penduduk di daerah tropis dan subtropis,

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT. dr. Agung Biworo, M.Kes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI PARASIT

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit infeksi yang bersifat akut maupun kronis

TATALAKSANA MALARIA. No. Dokumen. : No. Revisi : Tanggal Terbit. Halaman :

Latar Belakang Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

Malaria merupakan penyakit yang terdapat di daerah Tropis. Penyakit ini. sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Malaria terjadi bila eritrosit diinvasi oleh salah satu dari empat spesies

BAB II 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan tubuh nyamuk.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

Medan Diduga Daerah Endemik Malaria. Umar Zein, Heri Hendri, Yosia Ginting, T.Bachtiar Pandjaitan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN MALARIA. OLEH Nurhafni, SKM. M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria didefinisikan suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang

SKRIPSI. Oleh Thimotius Tarra Behy NIM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

AKTIVITAS ANTIPLASMODIUM FRAKSI SEMIPOLAR EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga Val.) TERHADAP Plasmodium berghei SECARA In Vivo SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Ada empat spesies

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP. Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Separuh penduduk dunia berisiko tertular malaria karena hidup lebih dari 100

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh 4 spesies plasmodium, yaitu

Malaria disebabkan parasit jenis Plasmodium. Parasit ini ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai adalah Plasmodium Falciparum dan Plasmodium. Vivax. Di Indonesia Timur yang terbanyak adalah Plasmodium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Dalam penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas ekstrak air dan ekstrak etanol dari daun serai, rimpang lempuyang wangi, dan rimpang lempuyang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

BAB I PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh plasmodium yang

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA Oleh Dedeh Suhartini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia dan

DRAFT PEDOMAN PENANGGULANGAN/PENANGANAN

SKRIPSI FAKTOR PERILAKU PENGOBATAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN RESISTENSI KLOROKUIN PADA PENDERITA MALARIA FALCIPARUM DI KABUPATEN BELU

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan parasit Plasmodium yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Malaria adalah penyakit akibat infeksi protozoa genus Plasmodium yang

BAB II LANDASAN TEORI

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

EFEK EKSTRAK BIJI Momordica charantia L TERHADAP LEVEL GAMMA GLUTAMYL TRANSFERASE SERUM MENCIT SWISS YANG DIINFEKSI Plasmodium berghei SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit parasit yang tersebar

TATALAKSANA MALARIA. Dhani Redhono

ABSTRAK. Pembimbing I : Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Pembimbing II : Ronald Jonathan, dr., M.Sc., DTM&H

Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang disebabkan oleh parasit Plasmodium (Protozoa) dan ditularkan oleh

Ind t KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL BINA GIZI DAN KESEHATAN IBU DAN ANAK DIREKTORAT BINA GIZI 2011

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (

Diagnosis, Patofisiologi Malaria. Dr.H.Armen Ahmad SpPD KPTI FINASIM

MAKALAH EPIDEMIOLOGI PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

BAB I PENDAHULUAN. Malaria ditemukan hampir di seluruh bagian dunia, terutama di negaranegara

2 TINJAUAN PUSTAKA Jenis dan Gejalanya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh kuman TBC ( Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman. lainnya seprti ginjal, tulang dan usus.

Epidemiologi dan aspek parasitologis malaria. Ingrid A. Tirtadjaja Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN INSIDEN PENYAKIT MALARIA DI KELURAHAN TELUK DALAM KECAMATAN TELUK DALAM KABUPATEN NIAS SELATAN TAHUN 2005

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

UNIVERSITAS INDONESIA TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT KECAMATAN BAYAH PROVINSI BANTEN MENGENAI PERTOLONGAN PERTAMA PADA MALARIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Malaria merupakan salah satu penyakit infeksius. yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Anopheles betina.

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN Malaria Definisi Malaria merupakan infeksi protozoa genus Plasmodium yang dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh parasit protozoa UKDW

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS MALARIA BALAI LABORATORIUM KESEHATAN PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan kematian (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2013). Lima ratus juta

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium dan ditularkan pada

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 2013 jumlah kasus baru filariasis ditemukan sebanyak 24 kasus,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MANAJEMEN PENANGGULANGAN MALARIA DI KABUPATEN SUMBA TIMUR TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kejadian kematian ke dua (16%) di kawasan Asia (WHO, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2012

AKTIVITAS ANTIPLASMODIUM FRAKSI NON POLAR EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga Val.) SECARA In Vivo SKRIPSI

BAB II TINJAUAN TEORI

Ind b PELAYANAN KEFARMASIAN UNTUK PENYAKIT MALARIA

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PENDERITA MALARIA FALCIPARUM

BAB I PENDAHULUAN. sering disebut sebagai vektor borne diseases. Vektor adalah Arthropoda atau

ABSTRAK. PENGARUH SARI BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT JANTAN STRAIN BALB/c YANG DIINOKULASI Plasmodium berghei

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

Transkripsi:

Profilaksis Malaria di Perbatasan Indonesia-Timor Leste Rudy Dwi Laksono Dokter Satgas Pengamanan Perbatasan Indonesia-Timor Leste Satgas YONIF 131 TNI AD ABSTRAK Penyakit malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, terutama di wilayah Indonesia Timur. Upaya menurunkan insidens penyakit ini telah dilakukan dengan berbagai macam cara, antara lain melalui profilaksis malaria. Obat untuk profilaksis malaria yang telah lama dikenal adalah klorokuin dan/atau sulfadoksin-pirimetamin. Berbagai penelitian juga telah dilakukan untuk meneliti efektivitas proteksi serta efek samping yang terjadi. Tulisan ini merupakan hasil pengamatan efektivitas proteksi obat-obat profilaksis malaria yang menjadi standar Departemen Kesehatan RI, yaitu klorokuin, sulfadoksin-pirimetamin, doksisiklin, dan meflokuin, dibandingkan dengan obat-obat standar profilaksis negara tetangga (tepatnya di perbatasan antara Timor Leste dan Indonesia) yang kasus malarianya sangat jarang. Pendahuluan Penyakit malaria sudah dikenal sejak 3.000 tahun silam. Hippocrates (400-377 BC) telah membedakan beberapa tipe malaria. Namun, pengetahuan tentang malaria baru mulai berkembang dalam abad terakhir ini dengan ditemukannya parasit dalam darah oleh Alphonse Laveran pada tahun 1880. Tidak lama sesudah itu, Ross (1897) membuktikan bahwa malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Beberapa dekade setelahnya, Sort dan Garnham (1948) menemukan bentuk-bentuk pra-eritrosit dalam hati penderita malaria. Penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan di kawasan timur Indonesia yang pada umumnya merupakan daerah mesodan hiperendemis malaria. Di daerah tersebut, penyakit malaria masih termasuk dalam kelompok 10 besar penyakit utama. Seiring meningkatnya transformasi dan mobilisasi penduduk, malaria menjadi salah satu masalah kesehatan bagi seluruh masyarakat di Indonesia, bahkan dunia. Amerika Serikat; anggota militer yang baru kembali dari Vietnam membawa penyakit ini ke negerinya. Usaha untuk mencegah penyakit malaria pun sudah lama dilakukan, di antaranya dengan kemoprofilaksis anti-malaria. Beragam obat telah dikembangkan dan berbagai penelitian pun telah dilakukan guna menemukan obat dengan efektivitas proteksi maksimal dan efek samping minimal. Definisi malaria Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (Plasmodium) bentuk aseksual yang masuk ke tubuh manusia lewat gigitan nyamuk malaria (Anopheles) betina. Parasit malaria terdiri dari beberapa spesies: 1. Plasmodium vivax, penyebab malaria tersiana. 2. Plasmodium malariae, penyebab malaria kuartana. 3. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika. 4. Plasmodium ovale, penyebabkan malaria ovale. Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah P. falciparum dan P. vivax, atau campuran keduanya, sedangkan P. ovale dan P. malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya, dan Timor Timur (sekarang Timor Leste). Malaria ditularkan oleh beberapa spesies nyamuk Anopheles. Penularan penyakit malaria tidak terjadi pada suhu di bawah 16 C atau di atas 33 C dan ketinggian di atas 2.000 meter dari permukaan laut. Kondisi optimum untuk transmisi adalah lingkungan dengan kelembaban tinggi dan suhu antara 20-30 C dengan curah hujan yang tidak terlalu tinggi. Patogenesis malaria Dalam penyakit malaria, manusia berperan sebagai hospes perantara (intermediate host) tempat Plasmodium mengadakan skizogoni (siklus aseksual), sedangkan nyamuk Anopheles betina bertindak sebagai vektor Sebuah program kerja sama internasional yang terpadu untuk pemberantasan malaria pernah dilakukan dan berhasil menurunkan angka kesakitan sejak 1945. Sempat terjadi penurunan insidens pada lebih dari tiga perempat daerah yang semula merupakan daerah endemis malaria. Namun, kemunculan nyamuk Anopheles yang resisten terhadap insektisida, Plasmodium yang resisten terhadap obat, hambatan administratif/sosial-ekonomi, dan mobilisasi populasi yang sedemikian tinggi menyebabkan langkah mundur dalam usaha pemberantasan malaria di dunia. Banyak kasus impor terjadi di negara-negara maju, seperti Tabel 1. Karakteristik Plasmodium yang menginfeksi manusia Karakteristik Lama fase intrahepatik (hari) Jumlah merozoit yang dilepaskan tiap hepatosit yang terinfeksi Lama fase eritrosit (jam) Sel darah merah yang diserang Kemampuan relaps Masa inkubasi (hari) P. falciparum 5,5 30.000 48 Sel muda (juga dapat menyerang sel pada semua tingkat pematangan) Tidak 9-14 (12) Temuan pada spesies P. vivax 8 10.000 48 Retikulosit Ya 12-17 (15) P. ovale 9 15.000 50 Retikulosit Ya 16-18(17) P. malariae 15 15.000 72 Sel matang Tidak 18-40 (28) 503

sekaligus hospes definitif tempat Plasmodium melangsungkan siklus seksualnya. Pada manusia, parasit ini hidup di dalam sel tubuh dan sel darah merah. Siklus aseksual Ketika nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit malaria menggigit manusia, sporozoit keluar dari kelenjar liur nyamuk dan masuk ke dalam darah. Sporozoit ini segera menghilang dari sirkulasi darah dan menetap di sel parenkim hati untuk bermultiplikasi dan berkembang menjadi skizon jaringan (skizogoni). Bagian siklus ini dikenal sebagai stadium intrahepatik atau pra-eritrosit/eksoeritrosit. Selanjutnya, skizon jaringan akan pecah dan mengeluarkan banyak merozoit. Merozoitmerozoit tersebut akan menginvasi sel-sel hati lainnya dan memasuki peredaran darah untuk kemudian menginvasi eritrosit. Begitu merozoit memasuki eritrosit, dimulailah bagian siklus yang dinamakan fase eritrosit. Pada infeksi P. falciparum dan P. malariae, skizon jaringan pecah serentak, sedangkan pada infeksi P. vivax dan P. ovale, beberapa skizon jaringan tetap dalam keadaan laten untuk menimbulkan relaps di kemudian hari. Di dalam eritrosit, merozoit berkembang menjadi sel uninukleus yang disebut trofozoit cincin. Nukleus trofozoit cincin tersebut kemudian membelah secara aseksual, membentuk skizon yang mempunyai beberapa nukleus. Selanjutnya, skizon membelah dan membentuk merozoit mononukelus. Eritrosit kemudian pecah dan melepaskan 6-24 merozoit ke sirkulasi. Penghancuran eritrosit terjadi secara periodik sehingga menimbulkan gejala khas malaria, yaitu demam diikuti menggigil. Sebagian besar merozoit masuk kembali ke eritrosit dan mengulangi fase skizogoni. Sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang siap diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh nyamuk (stadium sporogoni). Siklus seksual Sebagian merozoit dalam eritrosit berdiferensiasi menjadi gametosit yang akan berpindah ke tubuh nyamuk saat menggigit penderita. Pada lambung nyamuk, gametosit akan menghasilkan gamet jantan (mikrogamet) dan betina (makrogamet) yang kemudian menghasilkan zigot. Zigot akan berubah menjadi ookinet, lalu masuk dan menetap pada dinding lambung nyamuk dan berubah menjadi ookista. Setelah ookista pecah, keluarlah sporozoit yang selanjutnya memasuki kelenjar liur nyamuk yang siap untuk menginfeksi manusia lain. Khusus P. vivax dan P. ovale, pada siklus hidupnya di jaringan hati (skizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke fase eritrosit, tetapi berdiam (dorman) di jaringan hati; bentuk dorman ini disebut hipnozoit, yang menyebabkan relaps jangka panjang dan malaria rekuren. Apabila daya tahan tubuh menurun, misalnya karena terlalu lelah, stres, atau perubahan iklim (seperti saat musim hujan), hipnozoit akan terangsang dan melanjutkan siklus hidupnya, dari dalam sel hati menuju eritrosit. Ketika eritrosit yang mengandung parasit pecah, akan timbul gejala penyakitnya kembali. Infeksi P. falciparum dapat mengakibatkan malaria berat atau malaria dengan komplikasi, yang menimbulkan kerusakan pada otak, ginjal, paru, hati, dan jantung, bahkan menyebabkan kematian, sedangkan infeksi P. vivax, P. ovale, dan P. malariae tidak menimbulkan kerusakan organ. H i p n o z o i t I I I G a m e t o s i t M A N U S I A D a l a m s e l h a t i S p o r o z o i t M e r o z o i t I I D a l a m d a r a h ( E r i t r o s i t ) T r o f o z o i t Keterangan : I. Stadium pra-eritrosit/eksoeritrosit III. Hipnozoit (P. vivax & P. ovale) I M e r o z o i t Gejala malaria Gejala klasik ditemukan pada penderita yang berasal dari daerah non-endemis, yang belum mempunyai kekebalan (non-imun); dengan kata lain, baru pertama kali menderita malaria. Gejala klasik malaria merupakan paroksisme, yang terdiri dari 3 stadium berurutan: 1. Menggigil. Terjadi setelah pecahnya skizon dalam eritrosit yang diikuti keluarnya zat-zat antigen. Proses menggigil berlangsung 15-60 menit. 2. Demam. Timbul setelah menggigil, biasanya sekitar 37,5-40 C; pada penderita hiperparasitemia (hitung parasit >5%), suhu bisa meningkat sampai >40 C. Proses demam berlangsung 2-6 jam. 3. Berkeringat. Timbul setelah demam, terjadi akibat gangguan metabolisme yang menjadikan produksi keringat bertambah. Dalam keadaan yang berat, keringat yang keluar bisa sampai membasahi sekujur tubuh. Proses ini berjalan 2-4 jam. Setelah berkeringat, biasanya penderita merasa sehat kembali. Di daerah endemis, penderita telah mempunyai imunitas. Dengan demikian, gejala timbul tidak berurutan, bahkan tidak semua gejala klasik ditemukan pada penderita (kadang-kadang muncul gejala lain). Gambar 1. Siklus hidup parasit malaria N Y A M U K A N O P H E L E S B E T I N A D a l a m k e l e n j a r l i u r S p o r o z o i t L a m b u n g O o k i s t a O o k i n e t Z i g o t I V II. Stadium eritrosit IV. Stadium sporogoni 504

Diagnosis malaria Diagnosis dapat ditegakkan secara klinis dan secara laboratoris. Secara klinis, diagnosis malaria ditegakkan apabila ada gejala klasik yang disertai gejala lain, seperti sakit kepala, mual-muntah, nyeri otot, pucat, menggigil, dan (pada balita) diare. Diagnosis pasti dengan pemeriksaan apusan darah tebal dan apusan darah tipis. Apusan darah tebal dibuat dengan pewarnaan Giemsa atau Field stain, sedangkan apusan darah tipis dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Pemeriksaan apusan darah tebal bertujuan melihat parasit (plasmodium), sementara pemeriksaan apusan darah tipis bertujuan melihat perubahan bentuk eritrosit dan jenis plasmodium. Kemoprofilaksis malaria Dikenal dua jenis kemoprofilaksis malaria: 1. Profilaksis kausal Profilaksis jenis ini bertujuan menghambat perkembangan parasit di hati dan eritrosit manusia serta dalam tubuh nyamuk (sporontosidal), sehingga tahap infeksi eritrosit dapat dicegah dan transmisi lebih lanjut dapat dihambat. Obat yang digunakan untuk profilaksis kausal adalah obat golongan inhibitor DHFR (dihydrofolate reductase thymidylate synthetase), seperti pirimetamin, proguanil, dan klorproguanil. 2. Profilaksis supresif Profilaksis jenis ini bertujuan menghambat perkembangan stadium aseksual pada eritrosit, tetapi tidak di hati. Obat-obat yang dipakai untuk profilaksis supresi mempunyai aktivitas gametosidal terhadap P. vivax, P. malariae, dan P. ovale, tetapi tidak terhadap P. falciparum. Contohnya adalah klorokuin, amodiakuin, dan (yang terbaru) meflokuin. Tabel 2. Regimen dosis kemoprofilaksis malaria Daerah sensitif klorokuin dan/atau Proguanil Daerah resisten klorokuin atau 5 mg basa/kg BB setiap minggu 3 mg basa/kg BB setiap hari 3,5 mg basa/kg BB setiap minggu 1,5 mg/kg BB setiap hari Obat profilaksis malaria harus diminum secara teratur untuk memastikan konsentrasi anti-malarianya. Regimen dosis yang direkomendasikan untuk profilaksis tersaji pada tabel 2. Obat anti-malaria Sulfadoksin-pirimetamin Sulfadoksin adalah turunan sulfonamida. Obat ini jarang digunakan sebagai terapi tunggal, biasanya dikombinasi dengan pirimetamin untuk pengobatan dan pencegahan infeksi P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat pembentukan asam dihidropteroat secara inhibisi kompetitif, yang menyebabkan kematian parasit. Pirimetamin adalah turunan diaminopirimidin yang merupakan skizontisida eksoeritrositik dan eritrositik terhadap P. falciparum serta skizontisida eksoeritrositik terhadap P. vivax. Obat ini juga merupakan sporontosida yang cukup efektif. Efek samping kombinasi sulfadoksinpirimetamin antara lain anemia aplastik dan dermatitis eksfoliatif. Dosis pirimetamin oral untuk pencegahan malaria ialah 25 mg/ minggu, dimulai 1 hari sebelum ke daerah yang diduga ada malaria dan dilanjutkan 6-8 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. Sediaan kombinasi sulfadoksin 500 mg dan pirimetamin 25 mg merupakan obat pilihan kedua untuk pencegahan dan pengobatan malaria yang resisten terhadap klorokuin. Untuk pencegahan malaria, dapat diberikan 1 dosis sediaan kombinasi ini sekali seminggu. adalah derivat 4-aminokuinolin. hanya efektif pada fase eritrosit. Efektivitasnya sangat tinggi terhadap P. vivax dan P. falciparum, juga efektif terhadap gamet P. vivax. Efek supresi terhadap P. vivax jauh lebih kuat dibandingkan dengan kina dan kuinakrin. merupakan skizontisida darah (skizontisida eritrositik) yang bekerja secara cepat. Obat ini bekerja terhadap merozoit pada fase eritrositik aseksual dan mengganggu skizogoni eritrositik. Juga sebagai gametositosida. akan menghan- curkan bentuk eritrositik seksual (gametosit) sehingga mencegah penyebaran plasmodium ke nyamuk Anopheles. fosfat merupakan obat pilihan untuk pencegahan dan pengobatan serangan akut malaria. Kombinasi dengan primakuin digunakan untuk pencegahan serangan semua jenis malaria. Pada dosis kumulatif, profilaksis lebih dari 100 gram (lebih dari 5 tahun profilaksis) meningkatkan risiko retinopati, yang diduga berhubungan dengan deposisi klorokuin pada jaringan yang kaya akan melanin. merupakan obat pilihan untuk parasit malaria yang masih sensitif, digunakan untuk P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Dosis oral untuk pencegahan malaria adalah 300 mg/minggu, dimulai 2 minggu sebelum ke daerah yang diduga ada malaria dan dilanjutkan 8 minggu setelah meninggalkan daerah tersebut. adalah turunan 4 kuinolin metanol terfluorinasi. Efek parasitidalnya mirip dengan kuinin. Dengan dosis tunggal yang lazim, meflokuin dapat menghilangkan demam dan parasitemia pada penderita yang terinfeksi galur P. falciparum yang resisten terhadap klorokuin di daerah endemis, juga efektif untuk pengobatan malaria yang disebabkan oleh P. vivax. Obat ini belum tersedia di Indonesia; di negara lain, tersedia dalam bentuk tablet 250 mg. Toksisitas umumnya ditandai dengan mual, muntah, pusing, rasa lemah, dan disforia. Pada dosis profilaksis, insidens reaksi neuropsikiatrik akut hanya 1:10.000 (kejang, psikosis, ensefalopati). Tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan bayi. Untuk profilaksis pada dewasa dan anak, dapat diberikan 4 mg basa/kg BB sekali seminggu. adalah antibiotik spektrum luas golongan tetrasiklin semisintetik. Obat ini mempunyai efek bakteriostatik pada mikroorganisme yang sensitif dengan jalan menghambat sintesis protein. Untuk profilaksis malaria, digunakan dosis: dewasa 100 mg/ hari, anak >8 tahun, 2 mg/kg BB sekali sehari sampai mencapai dosis dewasa. Profilaksis dapat dimulai 1-2 hari sebelum masuk ke daerah endemis. Diteruskan setiap hari, 505

selama dan 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis. Penggunaan profilaksis malaria di lapangan Profilaksis yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah sebagai berikut: 1. Untuk perorangan dan kelompok sementara (tidak menetap): klorokuin 2 tablet sekaligus setiap minggu, diminum pada hari yang sama, 2 minggu sebelum, selama, dan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis. 2. Untuk kelompok menetap (pindah tinggal ke daerah endemis): klorokuin 2 tablet sekaligus setiap minggu, diminum pada hari yang sama, 2 minggu sebelum dan selama 12 minggu setelah sampai di lokasi daerah endemis, kemudian dihentikan. Selanjutnya, obat malaria hanya digunakan untuk terapi. 3. Untuk ibu hamil: klorokuin diminum pada bulan ke-3 kehamilan sampai masa nifas. 4. Di tempat ada resistensi P. falciparum terhadap klorokuin: sulfadoksin-pirimetamin 1 tablet setiap minggu. Pengalaman penggunaan kemoprofilaksis malaria Sulfadoksin-Pirimetamin Profilaksis ini digunakan oleh batalyon Infanteri 131 yang bertugas menjaga perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di wilayah kabupaten Belu, bagian utara Nusa Tenggara Timur. Tugas dilakukan dari bulan Januari 2001 sampai Oktober 2001. Sulfadoksin-pirimetamin digunakan oleh para anggota batalyon mulai bulan Januari sampai Maret 2001. Obat diminum 1 minggu sebelum masuk daerah tugas dan diteruskan selama 3 bulan di daerah tugas pada hari yang sama. Hasilnya dievaluasi setelah 3 bulan pemakaian. Diagnosis malaria ditegakkan dengan gejala klinis (baik klasik maupun dengan gejala tambahannya: demam, menggigil, berkeringat, mual, otot terasa ngilu, sakit kepala) dan pemeriksaan laboratorium yang dilakukan di RSUD Atambua. Para prajurit dianggap non-imun karena berasal dari Padang (Sumatera Barat) dan sekitarnya, yang bukan daerah endemis malaria. Jumlah prajurit yang mendapat profilaksis dan dapat dievaluasi sebanyak 650 orang. Penderita rawat jalan menggunakan obat oral, yaitu klorokuin atau sulfadoksinpirimetamin. Keadaan umum pasien tidak tampak toksik. Indikasi rawat inap dengan terapi infus kinin adalah bila keadaan umum pasien tampak toksik dan pucat, muntah terus-menerus, dan pengobatan oral tidak berhasil (penderita masih demam dan menggigil setelah pengobatan oral selesai). Jumlah penderita malaria dari Satuan Tugas Yonif 131 selama 3 bulan (Januari sampai Maret 2001) terlapor sebanyak 31 pasien: 26 rawat jalan dan 5 rawat inap (gambar 1). Efektivitas penggunaan sulfadoksin-pirimetamin selama 3 bulan tercatat sebesar 95,23%. Profilaksis klorokuin digunakan selama 3 bulan berikutnya (April sampai Juni 2001). Obat Diminum 2 butir sekaligus 1 minggu sekali pada hari yang sama. Grafik penderita malaria 3 bulan berikutnya melonjak tajam (grafik 1), diduga akibat perubahan cuaca (bulan Maret - April adalah akhir musim penghujan) sehingga terjadi relaps karena P. vivax yang tadinya berdiam (dorman) di hati menjadi aktif kembali. Selain itu, daerah Timor sudah dianggap sebagai daerah resisten klorokuin. Jumlah penderita untuk 3 bulan berikutnya terlapor sebanyak 103 penderita: 39 rawat inap dan 64 rawat jalan. Efektivitas klorokuin tercatat sebesar 84,15%. 30 25 20 15 10 5 0 3 Rawat Inap Rawat Jalan 8 8 0 2 10 digunakan untuk profilaksis malaria bagi personel PBB yang bertugas di Timor Leste. Dari data sekunder, didapatkan hasil sebagai berikut: Untuk Ausbatt (Australian Battalion) Yon Group 1 RAR (Royal Australian Regiment), digunakan doksisiklin 100 mg. Wilayah tugas mereka adalah bagian utara sepanjang perbatasan wilayah Timor Leste dengan Indonesia. Personel yang menggunakan obat ini kurang lebih 400 orang. Dari bulan Desember 2000 sampai Mei 2001, hasilnya sangat memuaskan. Tidak ada satu pun prajurit yang sakit malaria selama 6 bulan bertugas di Timor Leste. New Zealand Batt III juga bertugas di perbatasan Timor Leste dengan Indonesia. Wilayah tugas mereka adalah daerah yang berbatasan dengan wilayah Kabupaten Belu bagian selatan. digunakan sebagai standar profilaksis malaria di Timor Leste. Jumlah prajurit pengguna obat ini kurang lebih 1.000 personel, dengan hasil yang sama baiknya, yaitu tidak ada prajurit yang terkena malaria selama berada di daerah penugasan antara bulan Desember 2000 sampai Mei 2001. Pada tahun 1997, Ohrt dkk. melakukan sebuah penelitian acak tersamar ganda untuk mengetahui efektivitas dan tolerabilitas meflokuin dan doksisiklin pada 204 14 14 Januari Februari Maret April Mei Juni Grafik 1. Penderita malaria dari jajaran Yonif 131 8 25 25 17 506

prajurit Indonesia yang non-imun. digunakan pada personel yang tidak keberatan dengan dosis harian, tidak ada kontraindikasi, tidak dapat menoleransi meflokuin, dan bepergian ke daerah resisten meflokuin. Efektivitas proteksi doksisiklin pada penelitian ini tercatat sebesar 99%. belum ada di Indonesia. Pada batalion Australia (Ausbatt), obat ini digunakan untuk prajurit yang alergi dan tidak nyaman menggunakan doksisiklin. Obat ini (meflokuin 250 mg) lebih disukai prajurit Ausbatt karena cukup diminum satu tablet saja setiap minggu, sedangkan doksisiklin harus diminum satu kapsul setiap hari. DAFTAR PUSTAKA 1. Modul Pelatihan Penatalaksanaan Kasus Malaria Untuk Dokter Puskesmas. Jakarta: Depkes RI. Dirjen P2M & PLP; 1999. 2. Iskandar Zulkarnain. Malaria. Dalam: Soeparman (ed). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1993. 3. Bruce-Chwatt LJ. History of malaria from prehistory to eradication. In: Wernsdorfer WH & McGregor I (eds.). Malaria: principles and practice of malariology. Edinburgh: Churchill Livingstone, 1988. 4. Kasper D, Barlam T. Malaria and other diseases caused by red blood cell parasites. In: Harrison's Principles of Internal Medicine. 14th ed. New York: McGraw Hill. 2000. 5. Sukarno Sukarban, Zunilda SB. Obat Malaria. Dalam: Sulistia Gan (ed). Farmakologi dan Terapi. Edisi 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI. 1987. 6. Arif Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 1999; hlm. 409-16. 7. Siswandono, Bambang Soekardjo (eds). Kimia medisinal (terjemahan). Surabaya: Airlangga University Press; 2000. 8. Noch. T. Malissa. Malaria di Irian Jaya. Warta Kesad. 1999. 9. MIMS Annual Indonesia. 1998/1999. 10. MIMS Annual Australia. 2000. 11. Kitchener S, Cunningham J, Jensen A. Australian Military Medicine. 2001; 10:1. 12. Ohrt, et al. Mefloquine compared with docycycline for the prophylaxis of malaria in Indonesian soldiers: a randomized double-blind, placebo-controlled trial. Ann Intern Med. 1997; 126:963. digunakan oleh kurang lebih 700 personel selama 6 bulan dari bulan Desember 2000 sampai Mei 2001 dengan hasil memuaskan, yaitu tidak ada prajurit Ausbatt yang terkena malaria selama berada di daerah penugasan. Pada penelitian Ohrt dkk., efektivitas proteksi meflokuin terhitung sebesar 100%. Dalam penelitian tersebut, meflokuin diberikan dengan dosis awal 250 mg/hari selama 3 hari, dilanjutkan 240 mg per minggu. Obat ini ditoleransi dengan baik oleh 204 prajurit Indonesia yang non-imun. Kesimpulan Malaria masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Depkes RI masih menggunakan sulfadoksin pirimetamin dan klorokuin sebagai obat standar. Sebagai profilaksis malaria bagi para prajurit TNI-AD yang bertugas di perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, sulfadoksin-pirimetamin dan klorokuin masih dapat diandalkan karena efektivitasnya masih di atas 80%; sulfadoksin-pirimetamin lebih efektif. Obat alternatif, doksisiklin atau meflokuin, memberikan hasil yang sangat baik; tidak satu pun prajurit dari Australia maupun New Zealand yang terjangkit malaria selama 6 bulan di wilayah penugasan mereka, yang merupakan daerah endemis malaria. atau meflokuin sangat efektif dan dapat ditoleransi dengan baik oleh prajurit yang non-imun. 507