BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

PETA SATUAN LAHAN. Tabel 1. Besarnya Indeks LS menurut sudut lereng Klas lereng Indeks LS 0-8% 0,4 8-15% 1, % 3, % 6,8 >40% 9,5

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

Beberapa definisi tentang geomorfologi setelah

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

01. Pendahuluan. Salahuddin Husein. TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi. Planet Bumi

PAPER KARAKTERISTIK HIDROLOGI PADA BENTUK LAHAN VULKANIK

PETA SATUAN MEDAN. TUJUAN 1. Membuat peta satuan medan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi bentanglahan

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEARCH : Fisik dan Lingkungan Alam Geomorfologi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

NILAI KARAKTER PADA MATERI GEOMORFOLOGI. Oleh. Dr. Deasy Arisanty, M.Sc

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bencana yang tinggi. Salah satu bencana yang banyak melanda daerah-daerah di

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN... KATA PENGANTAR... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

Identifikasi Daerah Rawan Longsor

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

BAB III METODE PENELITIAN. adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI

METODE. Waktu dan Tempat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

Gambar 2. Peta Batas DAS Cimadur

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

PENGANTAR. geomorfologi. Arif Ashari, M.Sc. 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK DAN POTENSI LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI BENDO, KABUPATEN BANYUWANGI, PROVINSI JAWA TIMUR

BAB II. METODELOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab 7. Peta Topografi 2012

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SATUAN ACARA PERKULIAHAN. Tujuan Pembelajaran Umum (kompetensi) : Mahasiswa memahami gambaran umum perkuliahan dan silabus morfologi resort

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ACARA IV POLA PENGALIRAN

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN DI KECAMATAN SLOGOHIMO KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2016), bencana tanah longsor

Geologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN

PENGGUNAAN DATA PENGINDERAAN JAUH DALAM ANALISIS BENTUKAN LAHAN. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur

Nugroho Hari Purnomo Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial 1 Universitas Negeri Surabaya, 2015

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

6.padang lava Merupakan wilayah endapan lava hasil aktivitas erupsi gunungapi. Biasanya terdapat pada lereng atas gunungapi.

BAB V ANALISIS DAN DISKUSI

TEKNOLOGI PEMANFAATAN LAHAN MARGINAL KAWASAN PESISIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EROSI DAN SEDIMENTASI

Ilmu yang menguraikan tentang bentuk bumi, dengan sasaran utama relief permukaan bumi. Geomorphology is the study which describes landforms and the

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Garis Besar Proses Geomorfik (Wiradisastra, Tjahjono, Gandasasmita, Barus, dan Munibah, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kecepatan infiltrasi. Kecepatan infiltrasi sangat dipengaruhi oleh kondisi

BAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

Dampak pada Tanah, Lahan dan Ruang Dampak pada Komponen Udara Dampak pada Kualitas Udara Dampak pada Komponen Iklim Dampak pada Fauna dan Flora

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Definisi tanah dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang, baik dari geologi, geomorfologi, pertanian, peternakan, ataupun keteknikan. Tanah dari sudut pandang geomorfologi merupakan akumulasi tubuh alam yang memiliki sifat lepas-lepas yang menempati hampir seluruh bagian bumi, hasil lapukan bahan induk sebagai akibat dari pengaruh organisme dan iklim pada relief tertentu dan dalam jangka waktu yang panjang serta mampu untuk menumbuhkan tanaman (Jamulya & Suratman 1993). Perkembangan tanah di permukaan bumi sangat bervariasi di setiap satuan bentuklahan (Malo dkk, 1974). Menurut Webb (1994) dalam Webb & Burgham (1997), pemetaan tanah seringkali menggunakan dasar batasan bentuklahan. Variasi perkembangan tanah tersebut muncul sebagai fungsi dari aspek relief, batuan induk dan asal proses bentuklahan. Aspek relief yang dicerminkan melalui lereng merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan pembentukan tanah, khususnya variasi kedalaman tanah. Informasi kedalaman tanah sangat penting untuk diketahui terutama untuk pertanian, konservasi, perencanaan pembuatan jalan atau keteknikan lainnya. Faktor kedalaman tanah menentukan perencanaan konservasi tanah (Arsyad, 1989). Sebagai salah satu ciri morfologi tanah, faktor kedalaman tanah sangat mempengaruhi produktivitas tanaman. Tanaman akan sulit tumbuh jika kedalaman tanahnya dangkal terutama tanaman tanaman keras yang memiliki akar tunggang. Kedalaman tanah dari sisi kebencanaan merupakan salah satu faktor penentu proses longsor, sehingga dapat digunakan sebagai dasar dalam pemetaan potensi longsor (Hardiyatmo, 2006). Informasi data kedalaman tanah tersebut sangat penting, namun hingga saat ini ketersediaannya masih sangat kurang. Distribusi kedalaman tanah secara spasial ditentukan oleh sudut lereng (Gessler dkk, 2000). Sudut lereng dapat diidentifikasi berdasarkan klas sudut 1

lereng. Semakin besar sudut lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin tinggi sehingga mampu memindahkan material permukaan termasuk tanah menuju area yang ada dibawahnya yang lebih datar. Material tanah yang terangkut dari lereng atas dengan sudut lereng besar diendapkan pada area yang datar. Pengendapan material tanah pada area yang datar atau sudut lereng yang kecil terjadi karena kecepatan aliran permukaan rendah sehingga tanahnya menjadi tebal. Akibat proses itulah sudut lereng dapat menentukan kedalaman tanah. Maka perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai kedalaman tanah dan hubungannya dengan sudut lereng. Salah satu lokasi yang menarik untuk dikaji tentang hubungan kedalaman tanah dengan sudut lereng adalah pada bentuklahan lereng bawah vulkanik. Bentuklahan lereng bawah vulkanik merupakan bentuklahan hasil proses vulkanisme baik berupa intrusi maupun ekstrusi. Bentuklahan lereng bawah vulkanik menghasilkan detail toposekuen yang cukup jelas dari mulai puncak bukit, lereng atas, lereng tengah, lereng bawah hingga lembah. Perbedaan lereng yang cukup tegas pada bentuklahan lereng bawah vulkanik memudahkan dalam melakukan analisis sudut lereng. Kajian kedalaman tanah pada litologi material vulkanik Gunungapi muda juga masih sangat jarang dilakukan. Lokasi bentuklahan lereng bawah vulkanik yang representatif untuk dikaji terletak di Sub DAS Kodil. Perkembangan bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil sangat intensif yang ditandai dengan adanya material Gunungapi Sumbing muda yang tersebar diseluruh lokasi penelitian. Keragaman topografi pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS kodil mencakup sudut lereng, morfologi, bentuk dan arah hadap lereng. Berdasarkan latar belakang ini, penelitian ini mengangkat tema Analisis Hubungan antara Kedalaman Tanah dengan Sudut Lereng pada Bentuklahan Lereng Bawah Vulkanik di Sub DAS Kodil, Provinsi Jawa Tengah. 2

1.2. Perumusan Masalah Studi geomorfologi yang mencakup bentuklahan menjadi dasar analisis dalam ilmu geografi. Bentuklahan dikontrol oleh faktor morfologi, struktur, stadium dan morfoaransemen. Manfaat pendekatan bentuklahan yang berdasarkan pada morfologi, struktur, stadium dan morfoaransemen bagi ilmu geografi dapat digunakan sebagai landasan manajemen lahan (Sartohadi dkk, 2012). Pendekatan bentuklahan dapat menjelaskan tentang besaran sudut lereng, elevasi, proses yang terjadi, litologi dan umur batuan, material permukaan serta pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan sekitar. Semua penjelasan inilah yang digunakan sebagai dasar untuk manajemen lahan yang didapat dari pendekatan bentuklahan. Manfaat lain pendekatan bentuklahan adalah untuk pemetaan tanah terutama kedalaman tanah karena proses geomorfologi yang bekerja pada bentuklahan melibatkan tanah yang menutup permukaan bumi. Studi eksplanatif tentang soil-landscape relationship telah berkembang hampir di seluruh dunia. Parameter yang digunakan untuk studi ini juga bermacam macam, diantaranya kedalaman tanah dengan sudut lereng, sifat fisik tanah dengan morfologi dan yang paling sering digunakan adalah sifat sifat tanah dengan bentuklahan. Studi pembuktian teori terutama untuk hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di Indonesia masih sangat sedikit terutama di daerah penelitian. Maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng dan bagaimana distribusi kedalaman tanah pada tiap perbedaan klas lereng. Tanah dan lereng dalam hal ini klas sudut lereng memiliki hubungan yang cukup kuat (Richard dkk, 1984). Analisis hubungan antara dua variabel yaitu kedalaman tanah dengan klas sudut lereng dapat dilakukan secara kuantitatif (statistik) maupun kualitatif deskriptif. Keunggulan analisis kuantitatif yaitu dapat menjelaskan angka besaran angka pengaruh variabel klas sudut lereng terhadap kedalaman tanah misalnya 0 sampai 100%. Kelemahan analisis kuantitatif jika ada data yang tidak wajar (outlier) akan tetap diperhitungkan jika belum dihilangkan serta jumlah data harus sesuai dengan statistik minimal 30 data. Keunggulan analisis kualitatif deskriptif adalah dapat 3

digunakan dengan jumlah data yang terbatas dan dapat mewakili. Kelemahan analisis kualitatif deskripitf tidak dapat menjelaskan besaran angka pengaruh variabel sudut lereng terhadap kedalaman tanah. Penelitian ini berupaya menggunakan metode analisa sederhana yang mampu menjelaskan secara logis dan informatif tentang hubungan antara bentuklahan, sudut lereng dan kedalaman tanah dengan data kedalaman tanah yang terbatas, yaitu metode kualitatif deskriptif. Masalah dalam penelitian tentang hubungan kedalaman tanah dengan sudut lereng dari uraian diatas dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana distribusi sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil? 2. Bagaimana distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS kodil? 3. Bagaimana hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di Sub DAS Kodil? 4. Bagaimana pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman tanah di daerah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengkaji sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik yang terdapat di daerah penelitian 2. Mengkaji distribusi kedalaman tanah pada bentuklahan lereng bawah vulkanik di daerah penelitian 3. Mengkaji keterkaitan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng di daerah penelitian 4. Evaluasi deskriptif pemanfaatan lahan terkait dengan lereng dan kedalaman tanah 1.4. Manfaat Penelitian 1. Pembuktian faktor relief (lereng) sebagai salah satu faktor pengontrol pembentukan tanah. 4

2. Sebagai kajian awal dalam perkembangan fungsi model prediksi distribusi kedalaman tanah melalui faktor sudut lereng pada bentuklahan lereng bawah vulkanik. 1.5. Tinjauan Pustaka 1.5.1. Geomorfologi Geomorfologi dicerminkan melalui studi bentanglahan (Landscape). Ilmu geografi yang mengkaji fisik permukaan bumi memiliki objek utama yaitu bentanglahan yang didalamnya mencakup studi bentuklahan (Landform). Sartohadi (2006) menyatakan bahwa bentuklahan dipengaruhi oleh faktor faktor struktur, proses dan stadia. Struktur dikontrol oleh batuan dan relief. Proses dipengaruhi oleh iklim sehingga proses geomorfologi maupun proses pedogenesis dapat terjadi. Stadia merupakan faktor waktu yang berjalan selama proses geomorfologi berlangsung. Proses geomorfologi yang bekerja dalam waktu tertentu dapat berupa proses endogen dan proses eksogen (Ritter dkk, 1995). Proses proses eksogen yang bekerja dipengaruhi oleh aktivitas air, es, vulkanisme, gerak massa serta angin. Proses endogen dan eksogen bekerja membentuk konfigurasi nyata yang berbeda beda di permukaan bumi. Perbedaan konfigurasi yang nyata ini dikontrol oleh adanya struktur atau batuan serta proses geomorfologi yang bekerja (Ritter dkk, 1995). Kesan yang terlihat di permukaan dapat berupa kesan topografi atau relief. Ketiga faktor yang telah disebutkan yaitu batuan, proses pembentukan dan relief merupakan faktor penentu dari bentuklahan (Landform). 1.5.2. Lereng Lereng merupakan representasi dari morfologi. Morfologi merupakan cerminan dari bentuklahan dan termasuk didalamnya adalah proses geomorfologi yang bekerja. Menurut Linden (1980), lereng dinyatakan dalam persen (%) atau derajat ( o ). Sudut lereng berpengaruh terhadap limpasan permukaan dan infiltrasi (Sartohadi dkk, 2012). 5

Kecepatan limpasan permukaan lebih kecil pada lereng yang datar dibandingkan area dengan sudut lereng yang berombak. Selain itu, sudut lereng juga mempengaruhi besarnya erosi atau longsor. Topografi miring memperbesar berbagai proses erosi maupun longsor, sehingga membatasi perkembangan tanah yang direpresentasikan melalui kedalaman tanah. Hasil material erosi atau longsor dapat sebagai bahan induk tanah karena bahan induk tanah tidak selalu dari hasil pelapukan batuan induk yang ada dibawahnya. Tanah yang berkembang pada kondisi seperti ini disebut sebagai tanah tertimbun (Burried Soil) (Sartohadi dkk, 2012). Interpretasi aspek morfoaransemen dapat digunakan untuk mengetahui asal bahan induk tanah di suatu wilayah. Pemetaan sudut lereng dapat diperoleh melalui interpretasi garis kontur dari peta RBI. Pembuatan peta sudut lereng dapat dilakukan secara manual dan langsung menggunakan software. Cara manual dapat dilakukan dengan metode Wenth-Worth dengan rumus: 𝛼= 𝑁 1 π‘₯ 𝐢𝑖 π‘₯ 100% 𝐿π‘₯𝑆 Keterangan: α = sudut sudut lereng (%) N = jumlah kontur yang melewati garis diagonal Ci = kontur interval L = panjang diagonal S = penyebut skala Pembuatan peta sudut lereng secara langsung dengan menggunakan software pemetaan ArcGIS. Pemetaan sudut lereng dengan menggunakan ArcGIS dapat dilakukan dengan metode tin ataupun topo to raster. Pengukuran sudut lereng dilapangan dapat dilakukan dengan menggunakan alat alat geomorfologi seperti abney level dan kompas geologi brunton. Hasil pengukuran yang didapat kemudian dijadikan sebagai data untuk pembuatan peta sudut lereng. 6

1.5.3. Tanah Survei tanah sangat diperlukan dalam manajemen dan pengelolaan lahan (Young & Hammer, 2000). Faktor faktor pembentuk tanah ada 5 (Jenny, 1941, dalam Sartohadi dkk, 2012), yaitu iklim, organisme, bahan induk tanah, relief dan waktu. Tanah dapat dirumuskan sebagai: S = f (C, O, P, R, T, ) S = Tanah (Soil) f = Fungsi (Function) C = Iklim (Climate) O = Organisme (Organism) P = Bahan Induk Tanah (Soil Parent Materials) R = Relief (Relief) T = Waktu (Time) = Faktor Lokal Menurut Jenny (1941, dalam Sartohadi dkk, 2012) pembentukan tanah dimulai dari bahan induk tanah yang dipengaruhi oleh faktor iklim dan organisme (faktor pembentuk tanah aktif) serta relief dan waktu (faktor pembentuk tanah pasif). Faktor perkembangan atau pembentukan tanah juga dipengaruhi faktor lokal daerah setempat yang terkadang tidak berlaku di daerah lain. Faktor lokal misalnya bencana alam dan faktor manusia. Menurut Dudal (2004, dalam Sartohadi dkk, 2012), faktor lokal manusia sebagai faktor pembentuk tanah yang ke enam. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia berperan aktif dalam pembentukan tanah. Aktivitas manusia memanfaatkan lahan dapat mempengaruhi perkembangan tanah baik agradasi maupun degradasi. Pemetaan kedalaman tanah dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sudut lereng (Young dan Hammer, 2000). Kedalaman tanah diukur dari permukaan sampai pada batuan dasar lapuk atau zona padas lainnya yang tidak bisa ditembus oleh akar (Stocking dan Murnaghan, 2000). Pengukuran kedalaman tanah dilakukan dengan mencari profil pada perpotongan lereng. 7

1.5.4. Geomorfologi dan Tanah Geomorfologi dan tanah memiliki hubungan yang erat. Perkembangan tanah di permukaan bumi pada dasarnya berhimpitan dengan batas bentuklahan yang ada (Webb & Burgham, 1997). Tanah dapat digunakan untuk menjelaskan proses dan evolusi dari morfologi permukaan (Richards dkk, 1984). Menurut Richards (1984), ada 2 perspektif yang menjelaskan hubungan antara geomorfologi dengan tanah, yaitu statis dan dinamis. Hubungan dinamis antara geomorfologi dan tanah dicerminkan melalui kesetimbangan, kondisi dan proses yang berkelanjutan diantara keduanya. Hubungan statis muncul dari hasil korespondensi spasial antara bentuklahan dengan tanah. Hubungan statis yang paling sederhana dan umum antara bentuklahan dengan tanah adalah toposekuen (Richards dkk, 1984). Toposekuen yaitu sekuen perubahan sifat sifat tanah dengan faktor pengontrol utama adalah relief atau topografi. Posisi bentanglahan termasuk lereng dan sifat sifat tanah sangatlah berhubungan (Malo dkk, 1974). Menurut Malo, proses geomorfik yaitu erosi dan sedimentasi dapat digunakan sebagai analisis untuk mengukur sifat sifat pada tanah. Malo juga mengatakan bahwa variasi tekstur dalam profil tanah lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas erosi dan sedimentasi aktual pada lereng bukit daripada aktivitas pedologik. Pola perkembangan tanah dan bentanglahan merupakan hasil dari integrasi proses pedogeomorfik dalam kondisi singkat maupun kondisi yang panjang (Gessler dkk, 2000). Gessler dkk menyatakan bahwa kedalaman tanah pada lereng bukit berbentuk cembung lebih dangkal daripada kedalaman tanah di lereng bukit berbentuk cekung. Hal ini berarti bentuk lereng juga mempengaruhi perkembangan tanah. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Young dan Hammer (2000) menunjukkan bahwa kebanyakan sifat sifat tanah - termasuk kedalaman tanah - memiliki persamaan pada posisi punggungan dan bahu lereng. Banjar lereng dan arah hadap lereng juga menentukan atribut dan sifat sifat tanah termasuk kedalaman tanah. Banjar lereng pada bagian cembung (convex) memiliki proses geomorfologi 8

yang berbeda dibandingkan dengan lereng cekung (concave) ataupun datar (flat). Arah hadap lereng berpengaruh terhadap intensitas penyinaran matahari. Penyinaran matahari berperan dalam pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah. Intensitas penyinaran yang tinggi ditambah dengan curah hujan yang tinggi akan mempercepat perkembangan tanah. 1.5.5. Pemetaan Bentuklahan Pemetaan bentuklahan termasuk kedalam pemetaan geomorfologi. Pemetaan bentuklahan menggunakan dasar dari aspek kajian bentuklahan yaitu morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen. Pemetaan bentuklahan dengan memperhatikan empat aspek kajian tersebut dapat dilakukan dengan pendekatan survai analitik dalam pemetaan geomorfologi (Dibyosaputro, 2010). Klasifikasi dalam pemetaan bentuklahan berpedoman pada beberapa prinsip yang dikemukakan oleh Verstappen (1983). Prinsip prinsip klasifikasi bentuklahan menurut Verstappen (1983) diantaranya 1) karakteristik dari berbagai tingkat bervariasi tergantung pada objek yang diklasifikasikan, 2) harus mencerminkan aspek kuantitatif dan kualitatif suatu objek, 3) unit utama pemetaan harus memiliki karakteristik yang tegas dan seragam, dan 4) harus bersifat historikal dan genetikal (asal proses). Pemetaan bentuklahan dilakukan dengan melakukan interpretasi melalui peta dasar seperti peta topografi, peta geologi maupun foto udara (Dibyosaputro, 2010). Peta peta dasar tersebut memberikan informasi pola aliran, pola kontur dan litologi yang digunakan sebagai dasar pembuatan peta bentuklahan. Pola aliran merupakan hasil proses erosi air yang mencerminkan karakteristik batuan dan struktur geologi (Dibyosaputro, 2010). Pola kontur mencerminkan proses geomorfologi yang bekerja sehingga dapat diketahui genesanya (Dibyosaputro, 2010). Skala pemetaan bentuklahan tergantung pada kedetilan pemetaan. Skala pemetaan bentuklahan mengacu pada skala pemetaan berdasarkan kaidah kartografi. Skala pemetaan menentukan luasan poligon terkecil yang 9

akan dipetakan. Berdasarkan kaidah kartografi luasan poligon terkecil yang dipetakan adalah 0.4 cm 2 pada peta (Schoeneberger, P.J dkk, 2002). 1.5.6. Analisis Tabulasi Analisis tabulasi biasa digunakan untuk menjelaskan data dalam bentuk tabel. Tabulasi merupakan salah satu cara yang paling mudah digunakan untuk melakukan analisis data (Tika, 2005). Data yang dimasukkan kedalam tabel dapat dilihat tidak hanya frekuensinya melainkan persebaran datanya. Pembuatan tabel yang akan digunakan untuk analisis sangat bergantung dari tujuan penelitian. Analisis tabulasi memiliki beberapa metode dalam pembuatan tabulasi, diantaranya tabulasi langsung, kartu tabulasi, lembaran data, sorting strips, dan komputer (Tika, 2005). Metode pembuatan tabulasi yang paling mudah tentunya dengan menggunakan program komputer. Data yang akan diinput dan dilakukan analisis dapat dibuat menggunakan tabulasi sederhana, tabulasi silang, analisis korelasi, analisis faktor dan berbagai tes statistik (Tika, 2005). Data kedalaman tanah dan sudut lereng dapat dianalisis korelasinya. Hubungan atau korelasi antar dua variabel tersebut dapat dinalisis melalui tabel silang. Tabel silang yang merupakan analisis kualitatif deskriptif dipilih karena keterbatasan data kedalaman tanah di daerah penelitian. Keunggulan menggunakan metode komputer diantaranya dapat memasukkan jumlah sampel dan variabel sebanyak mungkin serta menghemat waktu dan tenaga (Tika, 2005). Penelitian ini menggunakan program komputer dalam pembuatan tabel. Data yang akan diinput dan dilakukan analisis dapat dibuat menggunakan tabel silang. Tabel silang (crosstab) termasuk kedalam tabel analisis. Tabel silang digunakan untuk menganalisis secara kualitatif hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng. 10

1.6. Kerangka Pemikiran Geomorfologi mengkaji tentang bentanglahan yang mencakup beberapa satuan bentuklahan. Aspek kajian geomorfologi meliputi morfologi, morfogenesa, morfokronologi dan morfoaransemen. Keempat aspek kajian ini digunakan untuk analisis bentuklahan. Morfologi terdiri atas morfometri, yaitu kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kuantitatif dan morfografi, yaitu kenampakan permukaan bumi ditinjau secara kualitatif. Morfogenesa terdiri atas morfostruktur aktif, yaitu dinamika endogen, morfostruktur pasif termasuk struktur litologi dan morfodinamika mencakup dinamika eksogen. Morfokronologi merupakan urutan kejadian waktu terbentuknya suatu bentuklahan ditinjau dari segi umur absolut dan umur relatif. Morfoaransemen berkaitan dengan susunan keruangan dan hubungan bentuklahan dengan proses yang terjadi. Morfometri meliputi sudut lereng, ketinggian dan panjang lereng. Sudut lereng sebagai bagian relief merupakan salah satu faktor pembentuk tanah selain waktu, iklim, organisme dan bahan induk. Adanya keterkaitan antara sudut lereng sebagai salah satu aspek bentuk lahan dan faktor pembentuk tanah dapat digunakan sebagai dasar analisis hubungan antara sudut lereng dengan kedalaman tanah. Analisis hubungan keduanya dilakukan dengan menggunakan parameter kedalaman tanah dan sudut lereng. Analisis hubungan antara kedalaman tanah dengan sudut lereng menggunakan metode tabel silang (Crosstab). Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.1. 11

Bentuklahan Morfologi Morfogenesa Morfokronologi Morfoaransemen Morfometri Morfografi Struktur Aktif Struktur Pasif Dinamik Absolut Relatif Pelapukan Waktu Bahan Induk Organisme Iklim Sudut Lereng/Relief Tanah Kedalaman Tanah Analisis Hubungan Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran Sudut Lereng 1.7. Batasan Istilah Bentuklahan Konfigurasi nyata permukaan bumi yang memiliki ciri khas yang ditentukan oleh proses dan struktur batuan/geologi, topografi, proses eksogenik dalam jangka waktu yang sangat panjang (Verstappen, 1983). Sudut lereng Sudut lereng merupakan ukuran dari beda tinggi dengan jarak yang diukur dari kerapatan kontur dan merupakan tempat dimana proses terjadinya erosi, transportasi dan deposisi (Finlayson dkk., 1980). 12

Tanah Tubuh alam bersifat gembur dan lepas lepas yang menutupi sebagian besar permukaan bumi dan memiliki sifat dan penciri fisik, kimia dan biologi yang khas akibat dari proses yang bekerja pada batuan induk, seperti iklim dan organisme dalam waktu yang panjang (Sartohadi dkk. 2012) Kedalaman Tanah Kedalaman tanah diukur dari permukaan ke bawah hingga zona perakaran atau hingga tidak tembus akar atau sampai batuan keras lapuk atau sampai batas impermeabel lainnya seperti padas. (Stocking dan Murnaghan, 2000). Klas Sudut Lereng Klas sudut lereng merupakan turunan dari analisis DEM yang digeneralisasi sesuai dengan skala pemetaan.dengan poligon terkecil pada peta lebih dari 0.4 cm 2 (Schoeneberger dkk, 2002) Tabel Silang Tabel yang dibuat dengan memecah tiap kesatuan data dalam tiap kategori menjadi dua, tiga atau lebih kedalam subkesatuan yang dihubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lainnya (Tika, 2005) 13