bagian II Cadangan Migas dan Industri Perminyakan Indonesia Departemen Pertambangan dan Energi, sekarang Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mempunyai fungsi yang cukup strategis, yaitu meng-compile dan mengevaluasi seluruh data cadangan dan produksi migas yang dihasilkan dari seluruh lapangan di Indonesia. Fungsi ini dikerjakan oleh suatu tim yang khusus dibentuk pada pertengahan tahun 1970-an, yaitu Tim Evaluasi Cadangan Potensial (TECP). Anggota Tim terdiri dari Ditjen Migas, Lemigas, dan Pertamina. Setiap tahun, tim ini menerbitkan buku tebal yang berisi data kandungan awal, produksi kumulatif, dan sisa cadangan dari setiap lapangan migas Indonesia. Dari data tersebut secara rinci kita bisa mengetahui perkembangan cadangan migas kita dari tahun ke tahun, ungkap Rachmat. Saat ini cadangan total minyak bumi Indonesia diperkirakan sekitar 7.4 miliar barel. Cadangan terbukti sekitar separuhnya, yaitu 3.6 miliar barel. Ada sekitar 250 wilayah kerja, 70 diantaranya sudah berproduksi dan sisanya sebanyak 180 dalam tahap eksplorasi. Kemudian dari sisi sumber daya, dari sekitar 60 cekungan yang sudah diinventarisasi, 31
Cadangan Migas dan Industri Perminyakan IndonesiaPer Rachmat Sudibjo kurang lebih 20 diantaranya sudah berproduksi. Prospekya memang masih banyak, tetapi diperlukan banyak upaya dan biaya yang tinggi untuk dapat merubahnya menjadi cadangan terbukti. Rachmat bercerita mengenai bagaimana persepsi pejabat pada awal tahun 1980-an tentang cadangan migas Indonesia. Pada tahun 1982, Lemigas mengadakan Seminar Teknik Eksploitasi Migas di Hotel Indonesia. Rachmat mempresentasikan tentang EOR dan kaitannya dengan persiapan yang perlu dilakukan Lemigas. Untuk menggambarkan betapa pentingnya metode EOR sebagai upaya intensifikasi untuk menaikkan cadangan minyak dari lapangan-lapangan yang ada di Indonesia, dia menggambarkan bahwa dari kandungan minyak nasional yang ada, cadangan dapat ditingkatkan sekitar 20%. Sebagai ilustrasi, Rachmat menyebutkan cadangan minyak Indonesia saat itu dan potensi peningkatannya. Seminar itu terbuka untuk peserta dari industri dan juga dihadiri oleh peserta asing. Ternyata besoknya beberapa surat kabar mengulas cadangan minyak yang saya presentasikan di seminar itu, kata Rachmat. Di luar dugaan, Prof. Wahyudi Wicaksono, Kepala Lemigas marah besar. Waktu itu kebijakan pemerintah berkaitan dengan data dan informasi tentang cadangan migas memang tidak jelas. Ada yang mengatakan bahwa besarnya cadangan minyak nasional harus dirahasiakan karena menyangkut kekayaan negara yang bisa mempengaruhi besarnya pinzaman luar negeri. Ada yang mengatakan bahwa yang boleh mengungkapkan itu hanya Menteri atau lembaga yang berwenang seperti Bank Indonesia. Rachmat diminta menghadap Dirjen Migas untuk menjelaskan perbuatannya, tapi dibalik itu sebenarnya Rachmat diminta untuk minta maaf. Terus terang Rachmat merasa kecewa berat. Terlebih lagi setiap tahun OPEC menerbitkan cadangan minyak nasional dari negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia, dan tidak ada yang meributkan masalah itu. Apabila yang dilarang untuk diungkapkan adalah detail cadangan dari setiap lapangan dan reservoir seperti yang dibukukan oleh TECP, mungkin masih bisa dimengerti. Tapi mungkin Pak Wahyudi 32
tidak sempat membaca paper saya, sehingga tidak mengetahui dalam konteks apa saya menyebutkan jumlah cadangan itu. Saya menghadap Pak Wiyarso, Dirjen Migas waktu itu, dengan diantar oleh Senior Lemigas, Pak Kridarso. Ternyata di mata Pak Wiyarso itu bukan masalah besar, kata Rachmat. Masalah selesai dan Rachmat pun dapat kembali bekerja dengan tenang. Sejak itu, cadangan migas tidak lagi dipandang sebagai barang sakral yang hanya boleh diungkapkan oleh Menteri atau Dirjen. Gambar 18. Buku Cadangan Migas yang Setiap Tahun Diterbitkan oleh TECP Indonesia merupakan negara yang potensi migasnya masih tergolong baik. Dari sekitar 60 cekungan sedimen yang ada, baru sepertiga 33
Cadangan Migas dan Industri Perminyakan IndonesiaPer Rachmat Sudibjo diantaranya yang sudah dieksplorasi. Secara nasional, success ratio dari penemuan migas adalah 1:10. Artinya, dari sepuluh sumur wild cat yang dibor, secara rata-rata hanya satu sumur yang mengandung migas. Entah kenapa sumur eksplorasi pertama dinamai wild cat, mungkin karena rasa romantisme dari eksplorer zaman dulu. Pemboran wild cat ini sangat mahal. Bahkan untuk eksplorasi laut dalam di Indonesia bagian timur, biaya satu sumur eksplorasi bisa mencapai USD 30 juta, bahkan lebih. Bayangkan jika kita harus melakukan pemboran 10 sumur untuk mendapatkan paling tidak satu sumur yang mengandung migas. Paling tidak perusahaan harus menyediakan USD 300 juta. Ini usaha gambling. Jarang perusahaan nasional yang berani melakukan eksplorasi di daerah sulit. Mengapa resiko ekplorasi masih demikian besar? Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, survey seismik yang dilakukan untuk mendeteksi struktur jebakan migas (misalnya antiklin) masih belum mampu memastikan apakah struktur tersebut mengandung migas atau tidak. Jalan satu-satunya adalah dengan melakukan pemboran. Ibaratnya, survey seismik adalah untuk mencari piring-piring. Tapi apakah piring tersebut kosong atau berisi nasi, hanya pemboran sumur wild cat yang dapat membuktikan. Gambar 19. Bersama Staf Ahli Menteri, Mantan Dirjen Migas, Wiyarso Ada sekitar 200 Wilayah Kerja (WK) yang saat ini dioperasikan oleh kontraktor migas melalui Production Sharing Contract (PSC). Kurang 34
lebih 60 WK sudah berproduksi dan sisanya masih dalam tahap eksplorasi. Perusahaan yang gagal menemukan migas secara kumulatif, jauh lebih banyak dibanding yang berhasil. Ini merupakan fakta yang banyak dilupakan masyarakat, bahwa di samping perusahaan migas yang berhasil, banyak perusahaan yang telah angkat kaki dengan pengeluaran ratusan juta dolar yang terbuang sia-sia. Itulah sebabnya beberapa kali pemerintah mengeluarkan insentif untuk menjaga agar iklim investasi kita tetap menarik dan kompetitif, tentunya dengan tetap memperhitungkan keuntungan negara secara makro. Kadang-kadang begitu mudah tuduhan anti-nasional dan pro-asing dilemparkan kepada pejabat negara yang bertanggung jawab atas sektor yang dianggap strategis ini. Secara teknis, cadangan migas diklasifikasikan menurut derajat kepastian sesuai dengan asumsi yang diambil. Untuk lapangan baru, derajat kepastian perkiraan cadangannya lebih rendah dibandingkan dengan lapangan yang sudah lama berproduksi. Juga tergantung pada perkiraan tenaga dorong alamiah yang menentukan besar kecilnya faktor perolehan dari migas yang terkandung dalam reservoir. Untuk itu, cadangan migas dibagi dalam kategori terbukti dan potensial. Cadangan terbukti dihitung berdasarkan analisis rekaman sumur, tes sumur, dan kandungan migas dari reservoir yang sudah berproduksi secara komersial. Sedangkan cadangan potensial didasarkan pada data geologi dan statistik yang jumlahnya masih harus dibuktikan lebih lanjut. Cadangan potensial ini masih dibagi lagi menjadi cadangan mungkin dan harapan. Pada kurun waktu 1978-1998, produksi minyak bumi Indonesia dapat dipertahankan pada plato sekitar 1.5 juta barel per hari. Setelah itu, produksi minyak bumi Indonesia terus mengalami penurunan. Penurunan produksi ini setidaknya disebabkan oleh dua faktor. Faktor pertama, lapangan-lapangan minyak yang ada sekarang ini sudah tua dan produksinya sudah menurun secara alamiah. Industri migas saat ini sudah berusia 130 tahun, dihitung sejak lapangan Telaga Said di Sumatera sebagai lapangan pertama ditemukan. Mayoritas lapangan 35
Cadangan Migas dan Industri Perminyakan IndonesiaPer Rachmat Sudibjo migas, terutama yang dikelola oleh Pertamina warisan dari BPM dan Shell, ditemukan dan mulai diproduksikan sekitar tahun 1920-1930. Kemudian menyusul pengembangan lapangan minyak raksasa Minas dan Duri pada tahun 1960-an, bersama dengan lapangan lain dalam Kangguru Block yang dioperasikan oleh PT. Caltex Pacific Indonesia (sekarang Chevron), kemudian menjadi tulang punggung produksi minyak Indonesia. Pada puncaknya, lebih dari setengah produksi minyak Indonesia berasal dari kedua lapangan raksasa tersebut. Untuk menahan penurunan produksi secara alamiah, metode EOR (water flooding untuk Minas dan steam flooding untuk Duri) diterapkan secara intensif pada kedua lapangan itu. Kemudian dengan masuknya perusahaan Independen ke Indonesia yang mau menerima persyaratan PSC, sejak tahun 1970-an banyak lapangan migas lepas-pantai yang ditemukan dan dikembangkan yang memberikan andil yang cukup berarti bagi produksi migas nasional. Dengan berkembangnya lapangan migas di lepas-pantai ini, isu batas landas kontinen dengan negara tetangga menjadi sangat strategis. Faktor kedua, penurunan produksi minyak dari lapangan-lapangan tua tidak dibarengi dengan penemuan lapangan baru dari kegiatan eksplorasi, yang merupakan upaya penambahan cadangan migas secara ekstensifikasi. Hingga tahun 1998, secara nasional jumlah cadangan minyak yang diproduksikan selalu dapat diimbangi dengan jumlah cadangan yang ditemukan, sehingga produksi minyak nasional relatif konstan. Sejak itu penemuan baru tidak lagi dapat mengimbangi produksi nasional sehingga upaya ekstensifikasi peningkatan cadangan tidak lagi dapat menahan laju penurunan. Sementara itu, upaya intensifikasi melalui penerapan EOR di lapangan lain selain di Blok Kangguru berjalan lambat, ditambah lagi dengan lapangan Minas dan Duri yang sudah memasuki tahap declining walaupun tetap dilakukan pemboran sumur sisipan dengan pola yang semakin rapat. Mengingat WK yang dibuka di Indonesia bagian barat sudah sangat padat, penawaran WK mulai bergeser ke Indonesia bagian timur. Menurut Rachmat, kegiatan eksplorasi di daerah timur ini beresiko tinggi dan memerlukan biaya tinggi karena banyak prospek di daerah ini yang berada di daerah remote 36
atau laut dalam. Penemuan besar saat ini sudah semakin langka. Penemuan cadangan baru umumnya berada pada kisaran 50 juta barel ke bawah. Satu pengecualian yang langka adalah penemuan lapangan minyak dengan cadangan mendekati setengah milyar barel di daerah Cepu - Bojonegoro yang sekarang ini dioperasikan secara bersama oleh Exxon dan Pertamina. Lapangan baru ini diharapkan akan mulai berproduksi penuh pada kuartal ketiga tahun 2015. Produksi puncak diperkirakan akan berkisar 180 ribu barel per hari. Ya, tidak ada yang mengira kalau di sekitar lapangan yang sudah tua, masih ada kandungan minyak yang besar. Ini menambah rasa optimisme kita, ujar Rachmat. Apalagi mayoritas lapangan tua seperti yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan Timur sumurnya dangkaldangkal dan teknologi yang diterapkan seperti perekaman dan testing sumur masih kuno. Dengan deepening pemboran untuk menembus lapisan formasi yang lebih dalam, kemungkinan penemuan kandungan minyak yang besar masih mungkin terjadi. Selain itu, di Indonesia bagian timur juga ditemukan sumber-sumber baru, khususnya di laut dalam. Status Indonesia saat ini bergeser dari produsen minyak ke produsen gas. Walaupun Indonesia bukan lagi pengekpor LNG terbesar di dunia, harapan bagi penemuan cadangan gas lebih besar dibanding penemuan minyak bumi. Saat ini eksploitasi migas di laut dalam banyak dikembangkan di Selat Makassar, lepas pantai Kalimantan Timur. Walaupun lautnya dalam, prospeknya cukup menggembirakan, walaupun mayoritas yang ditemukan adalah gas bumi. Selain itu, ditemukan pula lapangan gas Abadi, Blok Masela, daerah Maluku dekat perbatasan Australia yang akan diproduksikan melalui floating LNG plant, disamping gas Tangguh di Papua Barat yang sudah beroperasi. Harapan juga masih digantungkan pada lapangan Natuna yang merupakan ladang gas raksasa namun belum dapat dikembangkan sejak ditemukan tahun 1980-an karena masalah keekonomian. Dari kandungan gas sebesar 200 triliun kaki kubik, 70% berupa CO 2 dan sisanya gas hidrokarbon sebesar 70 triliun kaki kubik menunggu teknologi pemisahan CO 2 yang lebih efisien. 37
Cadangan Migas dan Industri Perminyakan IndonesiaPer Rachmat Sudibjo Namun demikian, Rachmat mengingatkan jika kita tidak boleh bermimpi bahwa kita masih kaya raya akan sumber migas. Baginya, salah satu hal yang sangat penting untuk dilakukan adalah meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Sebetulnya memang SDM-lah yang penting. Negara-negara maju tidak punya sumber daya alam, tapi toh negaranya maju, ungkapnya. Rachmat mengakui bahwa sekarang kualitas SDM Indonesia sudah lumayan baik. Ia mencontohkan, tenaga perminyakan Indonesia banyak yang bekerja di luar negeri. Lulusan Teknik Perminyakan Indonesia banyak yang bekerja di Malaysia dan Timur Tengah. Sebagian besar mantan karyawan PT Arun yang waktu itu hampir ditutup, hijrah bekerja ke Qatar yang sekarang menjadi negara pengekspor LNG terbesar di dunia. Beroperasinya industri LNG di Qatar, menurut Rachmat, banyak dibantu oleh tenaga-tenaga Indonesia yang berpengalaman di Arun. Jadi, tenaga Indonesia sudah mendunia sekarang ini. Dulu kan masih dipandang sebelah mata. Siapa sih, Anda? Saat kondisi waktu itu, dimana hanya segelintir tenaga perminyakan yang ada. Tetapi sekarang setelah ribuan tenaga Teknik Perminyakan kita yang bekerja di industri, orang mulai melihat bahwa kemampuan SDM kita tidak kalah dengan expatriate. Tidak ada keraguan lagi dari pihak perusahaan asing untuk merekrut sarjana teknik perminyakan nasional. Selain dari sisi peningkatan kualitas sumber daya manusia, peningkatan juga perlu dilakukan dari sisi kuantitasnya. Untuk mengembangkan industri perminyakan, dibutuhkan suatu critical mass dari tenaga perminyakan yang bekerja di industri. Meningkatnya jumlah SDM perminyakan nasional di industri yang operatornya mayoritas perusahaan asing tidak lepas dari peran pemerintah yang mendorong penggunakan tenaga nasional melalui program Indonesianisasi yang diterapkan secara konsisten dan terus menerus. Pertama, diberlakukan Iuran Wajib Pendidikan dan Latihan (IWPL) yang dibayar setiap bulan oleh masing-masing expatriate yang bekerja di Indonesia yang dananya digunakan untuk pelatihan tenaga nasional. Kedua program swap, menggantikan IWPL dimana perusahaan asing yang mempekerjakan seorang expatriate di Indonesia 38
Gambar 20. Di depan Sumur Produksi Lapangan Minas, Lapangan Minyak Terbesar di Indonesia wajib mempekerjakan tenaga Indonesia di daerah operasinya di luar negeri. Jumlah Sarjana Perminyakan kita saat ini sudah sekitar lima ribuan. Dulu, waktu zaman saya baru lulus jumlahnya dapat dihitung dengan jari. Setiap tahun yang lulus hanya 3-4 orang dan itupun hanya dari ITB. Sekarang sudah ada UPN dan Trisakti yang lulusannya sekitar 200-an mahasiswa per tahun. Menurutnya, jumlah yang besar ini cukup untuk mendukung perkembangan industri perminyakan di Indonesia. Masih menurut Rachmat, keberhasilan pembangunan industri perminyakan terkait erat dengan kemampuan industri nasional yang lain. Harus ada indsutri lain yang saling mendukung, tidak bisa berdiri sendiri. Di sinilah pentingnya pemerintah mengutamakan produksi dalam negeri agar industri dalam negeri berkembang untuk mendukung industri migas. Namun, untuk bisa mandiri 100% tentunya tidak mungkin karena banyak peralatan canggih yang dibutuhkan. Sekarang kalau tidak salah, harus ada kandungan lokal minimal 30%, ujarnya. Kebijakan pemerintah semacam ini tentunya sangat positif untuk perkembangan industri migas di Indonesia. 39
Cadangan Migas dan Industri Perminyakan IndonesiaPer Rachmat Sudibjo Rachmat menyadari bahwa saat ini industri migas di Indonesia yang relatif maju dalam pemakaian teknologinya masih seperti sebuah pulau yang berdiri sendiri, terisolasi dari lingkungan yang seharusnya dapat mendukung kebutuhan teknologi tersebut. Struktur industri nasional kita masih lemah. Kita lebih banyak asembling daripada manufacturing. Di satu sisi, peralatan canggih dibutuhkan oleh industri migas, di sisi lain industri di Indonesia belum mampu mendukung. Untuk itu Rachmat berharap agar pemerintah, siapapun pemimpinnya, terus konsisten dalam menerapkan kewajiban industri migas meningkatkan local content. Sering kali perusahaan nasional mengaku bahwa kandungan lokal nya sekian dan sekian, tapi nyatanya semu karena mereka hanya agen dari fabrikan luar negeri. Namun, Rachmat berharap kita tidak perlu berkecil hati. Ia mencontohkan, waktu dulu, asembling mobil masih dianggap canggih. Pada tahap awal, ibaratnya membuat baut saja kita masih belum mampu. Namun, sekarang industri baja di Indonesia sudah cukup berkembang. Assembly mobil yang dulu komponennya 100% produk asing secara berangsur dapat digantikan dengan komponen lokal yang persentasenya makin meningkat. Selain itu, pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan cukup baik untuk mendapatkan dukungan, yaitu penerapan sistem cabotage yang mewajibkan perusahaan menggunakan kapal berbendera Indonesia, termasuk perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia. Memang selama ini kondisinya cukup menyedihkan. Sebagai negara kepulauan kapal-kapal yang berbendera nasional tidak lebih dari 10%. Apalagi kalau mengingat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk operasi migas di negeri kita lebih dari 60% berasal dari operasi di lepas pantai. Ada beberapa perusahaan minyak yang minta dikecualikan dari peraturan ini terutama untuk kapal dan unit yang bersifat statis seperti misalnya floating production, storage, and offloading (FPSO), yaitu kapal yang dimodifikasi untuk keperluan pengolahan dan penampungan hasil produksi migas. Tentu selalu ada pengecualian khusus yang bisa diberikan untuk hal-hal yang bersifat khusus, tapi tidak boleh menghalangi berlakunya ketentuan pokok. Disadarinya, proses membangun industri migas yang bertumpu pada kekuatan dalam negeri memang akan memakan waktu lama. 40
Rachmat pun mencoba membesarkan hati. Waktu itu masih banyak orang sinis. Tapi, setelah sekian puluh tahun berjalan saya kira kita sudah melihat ada hasilnya, paling tidak ada perkembangan di industri migas ini yang positif. Cintailah produk-produk Indonesia, sambil tertawa Rachmat mengakhiri ulasannya menirukan iklan TV yang dibintangi Titik Puspa, penyanyi yang tidak pernah layu karena waktu, biduan sepanjang zaman. 41
Cadangan Migas dan Industri Perminyakan IndonesiaPer Rachmat Sudibjo 42