Brief no. 03. Policy Analysis Unit. Latar Belakang. Desember 2010

dokumen-dokumen yang mirip
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Kerangka Pemikiran

VI. PERSEPSI TERHADAP PROGRAM PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN. 6.1 Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan

PROGRAM PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT (PHBM)

BAB I PENDAHULUAN. sekelilingnya, baik dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Wiersum (1990)

Teknik Fasilitasi Diskusi dengan Metode PRA

BAB VIII RANCANGAN PROGRAM STRATEGIS

RELEVANSI METODE PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN DESA

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

Analisa Tujuan Pembelajaran Pelatihan VCA dan PRA untuk Pelatih

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN (LAKU)

Pedoman Umum Penyusunan Rencana Pengembangan Desa Pesisir

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).

Pelatihan Fasilitator Sekolah Lapang Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa

METODOLOGI KAJIAN Lokasi dan Waktu Kajian

VII. STRATEGI DAN PROGRAM PENGUATAN KELOMPOK TANI KARYA AGUNG

BAB IV PENUTUP. Pada Bab IV ini peneliti akan menyajikan kesimpulan dan saran. Kesimpulan

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data hasil penelitian yang telah

PEDOMAN SISTEM KERJA LATIHAN DAN KUNJUNGAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

Rencana Aksi dan Progres Desa Berbudaya Lingkungan (Ecovillage) di DAS Citarum Hulu Gedung Sate, 8 Oktober Jaringan Kerja Ecovillage Jabar

PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS TERPADU. Identifikasi Masalah. Menentukan Sasaran dan Tujuan. Alternatif kegiatan dan implementasi program

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI DAS KONTO MALANG: PEMBELAJARAN KEBERHASILAN DAN KEGAGALAN PROGRAM

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENELITIAN PEMBERDAYAAN KELEMBAGAAN KEAMANAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI WILAYAH SEKITAR HUTAN DI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

PEDOMAN PENGUMPULAN DATA (WAWANCARA) Pertanyaan untuk Perum Perhutani KPH Kedu Utara di RPH Temanggal

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS. Kerangka Berpikir. kualitas hidup rakyat melalui peningkatan partisipasinya secar aktif dalam

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

ASESMEN MANDIRI. SKEMA SERTIFIKASI : Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( FPM ) FORM APL-02

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. model kecakapan hidup terintegrasi dengan nilai-nilai budaya lokal dalam

PERUBAHAN JUKNIS MUSRENBANG KOTA SURAKARTA TAHUN 2012

BAB I. PENDAHULUAN. 1 P a g e

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kabar dari Tim Pendamping Pengelolaan Hutan Bersama Hulu Sungai Malinau

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

Dampak Pendampingan Terhadap Penghidupan Petani Agroforestri di Sulawesi Tenggara

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

Pelatihan Fasilitator Pengelolaan Konflik Sumberdaya Hutan

Participatory Rural Appraisal. Asep Muhamad Samsudin Pembekalan KKN Tim II Undip

REVIEW Pengelolaan Kolaborasi Sumberdaya Alam. Apa, Mengapa, dan Bagaimana Pengelolaan Kolaboratif SumberdayaAlam: Pengantar Diskusi

PEDOMAN PELAKSANAAN DAN PEMBINAAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS ABCD BAB I PENDAHULUAN

Strategi 3: Mencegah erosi Daerah Aliran Sungai (DAS) dan banjir di wilayah pemukiman penduduk Mengurangi Dampak Erosi Daratan/Lahan Pertanian

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KERANGKA ACUAN COACHING FASILITATOR : PEMBANGUNAN BKM P2KP II TAHAP 1

BAB III METODE PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN. PAR ini adalah kepanjangan dari Participatory Action Research. Pendekatan PAR

BAB V PENUTUP. bahwa manajemen implementasi kurikulum 2013 di SMP Khadijah adalah. 1. Manajemen Kurikulum2013 di SMP Khadijah Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

PENDAHULUAN Latar Belakang

Dampak Pendampingan Terhadap Penghidupan Petani Agroforestri di Sulawesi Selatan

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP

KEPUTUSAN DIREKSI PERUM PERHUTANI NOMOR : 682/KPTS/DIR/2009 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kompetensi Pelatihan VCA dan PRA untuk KSR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUKU RENCANA MANAJEMEN PLAN SUB DAS GOPGOPAN

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penyuluh Kehutanan Swasta, Potensi Yang Perlu Digali Guna Pemberdayaan Masyarakat

Mendorong Pengelolaan Hutan Lindung oleh Pemerintah Daerah di Jawa Timur

Oleh Maria Chatarina Adharti Sri Susriyamtini ; Suci Paresti ; Maria Listiyanti ; Sapto Aji Wirantho ; Budi Santosa

BAB I PENDAHULUAN. kendala utama dalam kegiatan pengelolaannya. Dalam rangka memudahkan. pengelolaan DAS maka dikembangkan Model DAS Mikro menggunakan

KEMENTERIAN KEHUTANAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM KEHUTANAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

J. Suasana Akademik 1. Sarana yang Tersedia untuk Memelihara Interaksi Dosen-Mahasiswa

BAB III METODE RISET AKSI PARTISIPATIF. Pada proses pendampingan yang telah dilakukan di Dusun Satu

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

Tentang Hutan Kemasyarakatan. MEMUTUSKAN PEDOMAN PENGARUSUTAMAAN KEMISKINAN DALAM PELAKSANAAN HUTAN KEMASYARAKATAN BAB I KETENTUAN UMUM.

LEMBAGA YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN HUTAN RAKYAT DI DESA MODEL ITTO KABUPATEN CIAMIS

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah

BAB I. Keluaran yang diharapkan dari pengelolaan pelatihan masyarakat adalah sebagai berikut:

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 92 TAHUN 2013 TENTANG

DEFINISI OPERASIONAL, INDIKATOR DAN PENGUKURAN PEUBAH PENELITIAN PEUBAH DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PENGUKURAN *)

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI (RDK) DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI (RDKK)

Manajemen Pengelolaan Pembangkit Energi Listrik. Toha Ardi Nugraha

PENILAIAN, MONITORING, DAN EVALUASI PROGRAM KKN

Evaluasi Program Pelatihan

KAJIAN KURIKULUM PELATIHAN FASILITATOR KELURAHAN

Tahapan Persiapan Penyusunan RP4D Kabupaten merupakan kegiatan yang bersifat administratif dengan tujuan mempersiapkan pihak penyelenggaran kegiatan

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/ 407 /KPTS/013/2015 TENTANG TIM PENILAI LOMBA WANA LESTARI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

LAPORAN KEGIATAN PELATIHAN TEKNIS PRUKAB KOMODITAS KOPI ROBUSTA TAHAP II (DUA) Di Desa Sidodadi, Nopember 2015

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

BAB 4 PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN AIR. 4.1 Identifikasi Permasalahan yang Ditemui Saat Ini

Studio Driya Media Kupang (SDM Kupang)

BUKU PEGANGAN PELATIH MASYARAKAT PENGEMBANGAN MEDIA INFORMASI KABUPATEN DALAM PNPM MANDIRI PERDESAAN

PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU TANAMAN TAHUNAN

[LAPORAN SIDANG PLENO KESATU TKPSDA WS BELAWAN ULAR PADANG] 2016 KATA PENGANTAR

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

[LAPORAN SIDANG PLENO KEDUA TKPSDA WS BELAWAN ULAR PADANG] 2016 KATA PENGANTAR

Transkripsi:

Desember 2010 Brief no. 03 Policy Analysis Unit Sekolah Lapangan Pengelolaan Sumberdaya Alam (SL-PSDA): upaya peningkatan kapasitas LMDH dalam pembangunan hutan melalui PHBM (di KPH Malang) Latar Belakang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan suatu pendekatan dalam kebijakan pengelolaan hutan produksi berbasis kemitraan dengan masyarakat. Dalam kemitraan tersebut dibentuk suatu lembaga masyarakat yang dinamakan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Pendekatan PHBM ini tidak muncul secara tiba-tiba, tetapi melalui proses perkembangan yang panjang dengan berbagai kendala. Salah satu kendala dalam menerapkan PHBM adalah keragaman pemahaman stakeholder terhadap konsep dan implementasi PHBM di jajaran internal Perum Perhutani, mulai dari pimpinan, staf sampai ke pelaksana paling bawah di lapangan. Keragaman ini terjadi setidaknya karena dua hal yaitu: (1) proses pemahaman melalui sosialisasi masih belum efektif; dan (2) perubahan paradigma pengelolaan hutan yang sangat drastis masih sulit diterima dan dilaksanakan. Keragaman pemahaman di jajaran petugas Perhutani mengakibatkan terjadinya keragaman pemahaman di kalangan masyarakat karena distorsi informasi yang diterima atau cara penyampaian informasi yang tidak efektif. Akibatnya, ada LMDH yang belum mampu mengelola hutan dan ada yang berhasil mengelola dengan baik. Beberapa penyebab LMDH belum mampu mengelola hutan dengan baik antara lain: a. Ada keragaman pemahaman diantara masyarakat tentang PHBM dan LMDH. b. LMDH bersikap pasif, baru bereaksi apabila ada tawaran dari pihak lain. c. Proses pembentukan LMDH sering agak dipaksakan terutama karena waktu yang disediakan untuk membentuk lembaga ini sangat singkat. Sedangkan LMDH yang telah berhasil, ternyata sebagian warga masyarakatnya telah memiliki kapasitas yang memadai sebelum LMDH dibentuk, ditambah lagi adanya proses pendampingan dan pemberdayaan masyarakat yang tepat serta intensif dan dilakukan secara terencana, baik oleh Perhutani, mitra Perhutani atau lembaga lainnya. Kapasitas yang memadai yang dimiliki oleh masyarakat dan tokohtokohnya merupakan modal dalam mendukung keberhasilan PHBM. Apalagi didukung oleh pemberdayaan dan pendampingan yang tepat, maka kapasitas dan kemampuan masyarakat akan lebih berkembang. 1

Salah satu metode yang telah terbukti dapat membantu mengembangkan kapasitas masyarakat dalam berbagai program pembangunan adalah pendekatan sekolah lapangan (SL), yang dalam hal ini adalah sekolah lapangan untuk pengelolaan sumberdaya alam (SL-PSDA). Pemilihan Metode Sekolah Lapangan Meskipun SL-PSDA terbukti dapat meningkatkan keberhasilan pengelolaan hutan dan sumberdaya alam, namun metode ini tidak begitu saja bisa diadopsi dan diterapkan di seluruh wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) karena penyelenggaraan SL-PSDA per unit kelompok (desa) perlu biaya besar, waktu lama dan tenaga pendamping berpengalaman. Penyelenggaraan SL-PSDA di semua desa hutan dalam lingkup KPH Malang yang meliputi 138 desa tidak mungkin dilaksanakan secara serentak, karena keterbatasan biaya dan tenaga. Oleh karena itu, perlu dicari terobosanterobosan agar dapat menerapkan SL untuk kelompok masyarakat desa sekitar hutan. Sejauh ini SL sudah dilaksanakan di beberapa desa hutan melalui program kerjasama antara Pemerintah Daerah, Perhutani dan pihakpihak lainnya, namun belum menjangkau seluruh desa dalam KPH Malang. Agar seluruh desa dalam KPH Malang dapat dijangkau maka perlu dilakukan modifikasi metode SL-PSDA sesuai dengan kebutuhan dan kondisi KPH dan LMDH. SL-PSDA Sebagai Modifikasi dari Metode Sekolah Lapangan Pada dasarnya, SL-PSDA tidak berbeda dengan prinsipprinsip SL secara umum, yakni: Menggunakan pendekatan partisipatif dalam seluruh proses kegiatan. Menggunakan metode pembelajaran orang dewasa dalam proses belajar-mengajar. Mempelajari dasar-dasar ekologi lingkungan dan ketrampilan manajemen. Petani menentukan pilihan dalam melakukan teknik konservasi sumberdaya alam yang didasarkan pada temuan atau pengalaman lokal pribadi/kelompok. Dengan prinsip-prinsip tersebut, maka SL-PSDA memiliki ciri-ciri khas sebagaimana SL pada umumnya, yakni: Petani sebagai ahlinya Lapangan merupakan lokasi belajar Pendamping sebagai fasilitator bukan instruktur Peran ilmuwan atau spesialis sebagai konsultan Kurikulum bersifat terpadu Pelatihan mengikuti siklus musiman Pertemuan rutin dan terjadwal Bahan ajar berasal dari hasil pengembangan oleh peserta belajar Dinamika kelompok SL dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: 1. Persiapan 2. Pelatihan calon fasilitator tingkat desa 3. Tindak lanjut oleh fasilitator desa 4. Pertemuan-pertemuan rutin untuk membahas tema/topik, diagnosa dan identifikasi masalah, membandingkan alternatif solusi dan menyusun rencana tindak lanjut 5. Pelaksanaan SL mandiri oleh petani 6. Tindak lanjut setelah kegiatan SL 7. Temu lapangan Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) dengan melibatkan peran serta masyarakat digunakan untuk membahas tema/topik SL di tiap desa/kelompok LMDH. PRA ini mencakup analisa pola perikehidupan yang berkelanjutan (Sustainable Livelihood Analysis). Analisis ini bertujuan agar masyarakat (pengguna tool) dapat menentukan status perikehidupan yang mereka miliki dengan mengacu pada kebutuhan hidup meliputi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial, sumberdaya ekonomi, dan sumberdaya infrastruktur. Peralatan dalam PRA dan manfaatnya dalam konteks pelaksanaan PHBM antara lain: 1. Pemetaan kawasan (partisipatif ) untuk mengenali wilayah wengkon, pesanggem, serta kondisi umum di seluruh wengkon. 2. Penelusuran kawasan (transek) untuk memahami kondisi, potensi dan permasalahan di seluruh wengkon, mengetahui interaksi antar posisi di dalam hamparan (contoh: hulu hilir dalam DAS). 3. A n a l i s i s k e c e n d e r u n g a n u n t u k m e m a h a m i 2

perkembangan kondisi dulu, sekarang dan yang akan datang. Membuat indikator untuk menilai kerusakan atau perbaikan kondisi. 4. Analisis kalender musim untuk memahami perubahan, permasalahan dan keterkaitan-keterkaitan antara satu hal dengan lainnya seiring dengan musim hujan dan kemarau. 5. Analisis pola hubungan antar lembaga (Analisis stakeholder) untuk mengetahui siapa saja yang terkait dengan pengelolaan SDA, ser ta memahami kepentingan dan peran masing-masing. Implementasi SL-PSDA di Pujon dan Ngantang SL-PSDA dilaksanakan secara serentak di enam desa di wilayah Kecamatan Pujon dan Kecamatan Ngantang (Kabupaten Malang), yaitu Pandesari, Madiredo, Tawangsari (BKPH Pujon) dan Ngantru, Sidodadi, Tulungrejo (BKPH Ngantang). Pada tahap awal SL, pihak-pihak terkait seperti LMDH dan Perum Perhutani KPH Malang dilibatkan secara aktif dalam pembahasan tentang teknik dan metode pelaksanaan yang selanjutnya dibahas secara intensif bersama Seksi PHBM, BKPH dan LMDH, sehingga dihasilkan rencana pelaksanaan SL. 1. Persiapan SL Dalam perencanaan SL, ada dua topik utama yang dibahas yaitu pengembangan kurikulum dan penyusunan jadwal. a. Pengembangan kurikulum Pengembangan kurikulum mencakup: Pemilihan topik yang dibutuhkan Metode pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan dalam SL merupakan metode baru, yaitu metode cara belajar orang dewasa yang dilakukan berulang-ulang dalam sebuah seri kegiatan. Sedangkan metode yang digunakan sebelumnya adalah metode ceramah yang dilakukan hanya sekali kepada kelompok tertentu dan selanjutnya mereka akan meneruskan sosialisasi kepada kelompok lain secara berjenjang. Oleh karena itu, pengenalan metode dan teknik-teknik pelatihan menjadi bagian yang sangat penting dalam program SL. Identifikasi calon fasilitator lokal. Fasilitator lokal harus dipilih secara tepat yaitu yang berpengalaman dan sudah dikenal sebagai mitra, misalnya dari LSM, Perguruan Tinggi, Lembaga Diklat, Instansi Pemerintah, dan dari Perum Perhutani sendiri. 3

b. Penyusunan jadwal Penyusunan jadwal menjadi masalah yang rumit, karena proses pembelajaran yang rutin dalam periode waktu lama tidak biasa dilakukan dalam LMDH. Akhirnya disepakati bahwa SL dilaksanakan sekali seminggu selama 6 minggu berturut-turut pada setiap LMDH untuk sebuah topik. Topik yang dipilih akan diusulkan oleh masing-masing LMDH pada saat mengikuti pelatihan fasilitator. 2. Pelatihan Fasilitator Lokal Tahap pertama SL adalah mempersiapkan fasilitator dari setiap desa melalui pelatihan bagi pelatih (Training of Trainers - ToT). Setiap LMDH mengirimkan enam orang untuk ikut dalam pelatihan fasilitator lokal, terdiri dari empat orang pengurus dan anggota LMDH atau tokoh masyarakat desa dan dua orang dari setiap BKPH (mantri dan/atau mandor). Pelatihan dilaksanakan di Desa Ngantru (Kecamatan Ngantang) selama seminggu dengan topik: (a) Paradigma pembangunan berbasis masyarakat dan pengorganisasian kelompok masyarakat; (b) Dasar-dasar dan Prinsip Kepemanduan; (c) Pengenalan Konsep dan Teknis Pengelolaan Sumberdaya Alam; (d) Perencanaan dan Penyusunan Rencana Teknis; dan (e) Rencana Pelaksanaan SL di tiap desa. Pada saat pelatihan berlangsung, setiap peserta dari masing-masing desa mendiskusikan rencana implementasi SL di tingkat LMDH. Sementara itu, para anggota LMDH mempersiapkan rencana pelaksanaan SL di desa masingmasing. Pelaksanaan SL ini didahului dengan pra sekolah lapangan yang merupakan sebuah uji-coba dalam mempersiapkan SL yang nantinya ada dilakukan. Berdasarkan kesepakatan dan karena berbagai keterbatasan, dalam pelaksanaan SL dipilih satu topik yang dianggap paling diperlukan oleh LMDH. Hasil diskusi setiap LMDH disajikan dalam pertemuan pleno di hari terakhir pelatihan untuk mendapatkan komentar dari kelompok yang lain. Dalam pertemuan pleno ini juga disepakati beberapa ketentuan umum pelaksanaan SL. b. Diagnosa dan identifikasi masalah. Setelah tema disepakati, tahapan selanjutnya adalah membuat diagnosa dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi petani. Permasalahan yang ditemukan tersebut dipilih sebagai topik untuk dipelajari dalam SL, sebagai contoh permasalahan yang berkaitan dengan penanaman kopi adalah pembibitan, hama dan penyakit, pertumbuhan tidak seragam, dan sebagainya. c. Membandingkan alternatif solusi. Berbagai solusi untuk memecahkan permasalahan diinventarisasi dan dipilih beberapa yang paling relevan untuk dibahas dalam SL. d. Menyusun rencana tindak lanjut. Setelah semua dipersiapkan, fasilitator desa bersama petani mempersiapkan rencana pelaksanaan SL mandiri yang meliputi pengorganisasian pelaksanaan, topik, kurikulum dan narasumber. 5. Pelaksanaan Sekolah Lapangan Mandiri SL mandiri merupakan SL yang dilakukan oleh petani dengan difasilitasi oleh fasilitator lokal yang telah dilatih dalam pelatihan calon fasilitator tingkat desa. Salah satu dampak dari pelatihan untuk pendamping adalah timbulnya komunikasi antar peserta maupun antar LMDH sehingga terjalin kerjasama dan saling tukar informasi kegiatan masing-masing. Para fasilitator lokal akan melaksanakan program kegiatan SL mandiri sesuai dengan rencana topik-topik yang telah disepakati di enam desa. Selain topik, penggunaan dana juga telah disepakati oleh seluruh peserta. Pelaksanaan SL Mandiri dipandu oleh 3. Tindak lanjut oleh fasilitator desa Kegiatan tindak lanjut SL dilakukan dengan merencanakan SL di desa masing-masing. Aktivitas dalam perencanaan ini adalah pengorganisasian penyelenggaraan SL mandiri oleh petani terkait dengan pelaksana, dana, tempat, jadwal, dan lain-lain. 4. Pertemuan-pertemuan rutin Pertemuan-pertemuan rutin dilaksanakan untuk membahas tema/topik, diagnosa dan identifikasi masalah, membandingkan alternatif solusi dan rencana tindak lanjut a. Tema/topik. Tema yang dipilih oleh petani mengacu pada permasalahan yang ada dan perlu segera diselesaikan pada masing-masing desa, misalnya tentang penanaman kopi, pembuatan pupuk organik, pengembangan tanaman durian, dan sebagainya. 4

tenaga-tenaga lokal yang sudah dilatih dan didampingi oleh peneliti/fasilitator dalam pelatihan (ToT) yang telah dilakukan sebelumnya 6. Tindak lanjut setelah kegiatan SL Tindak lanjut dari kegiatan SL di masing-masing kelompok berbeda-beda tergantung pada kondisi yang sesuai di desa masing-masing. Kegiatan tersebut adalah: Desa Pandesari melakukan penanaman kopi di bawah tegakan; Desa Tawangsari melakukan pembibitan tanaman kayu-kayuan; Desa Madiredo melakukan pembibitan tanaman kopi arabika; Desa Ngantru melakukan penanaman kopi dan durian; Desa Sidodadi melakukan penanaman kopi arabika dan Desa Tulungrejo melakukan penanaman tegakan suren dan jabon. 7. Temu Lapangan: Sosialisasi Kegiatan LMDH kepada Stakeholder Kegiatan SL yang sudah dilaksanakan dan diikuti dengan kegiatan tindak lanjut oleh masing-masing LMDH dari enam desa akhirnya disebar-luaskan kepada para stakeholder terutama mitra pengambil kebijakan melalui Temu Lapangan. Tujuan kegiatan Temu Lapangan PSDA (Field Day) adalah: 1. untuk menyampaikan hasil-hasil yang dicapai oleh kelompok-kelompok peserta SL-PSDA kepada stakeholders, terutama kepada Pemerintah Kabupaten Malang; 2. untuk membangun komunikasi antar stakeholders dan mencari dukungan bagi kelanjutan program dan kegiatan kelompok dalam pengelolaan sumberdaya alam, khususnya hutan di kawasan DAS Kali Konto Hulu. Kegiatan temu lapang yang telah dilaksanakan sebagai penutup SL menghasilkan dampak positif bagi enam LMDH penyelenggara dan LMDH lainnya di Kecamatan Pujon dan Kecamatan Ngantang, antara lain: 1. Membuat komitmen untuk melanjutkan kegiatan baik secara bersama maupun sendiri-sendiri dan membentuk sebuah paguyuban yang meliputi seluruh LMDH di Kecamatan Pujon dan Ngantang yang terdiri dari 21 kelompok LMDH. 2. Perum Perhutani KPH Malang membuka kesempatan untuk berdialog dengan LKDPH guna membicarakan berbagai hal yang masih belum dipahami dan dianggap masalah oleh kedua pihak. 3. Pernyataan politis dari Kepala Daerah Kabupaten untuk mendukung upaya pelestarian sumberdaya alam dan menjadikannya sebagai prioritas program kerja Kabupaten Malang periode yang akan datang. 5

Kesimpulan Pelaksanaan Pra SL-PSDA di enam LMDH di wilayah KPH Malang menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Metode ceramah yang digunakan dalam penyuluhan dan sosialisasi PHBM hasilnya kurang efektif. 2. Perlu diterapkan metode penyuluhan, sosialisasi dan pelatihan yang lebih variatif dan bersifat partisipatif serta didasarkan pada prinsip pembelajaran kepada orang dewasa. Salah satu metode yang bisa diterapkan pada kelompok LMDH adalah SL, yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan Perhutani dan LMDH. 3. Uji-coba penerapan sekolah lapangan di enam LMDH memberikan pembelajaran yang positif bagi pemberdayaan LMDH, meskipun masih ada banyak kekurangan mendasar yang dimiliki oleh LMDH untuk dapat menjadi mitra Perhutani dalam PHBM. Beberapa kelemahan yang terungkap melalui SL antara lain: Pengurus/anggota LMDH umumnya masih belum memiliki kemampuan berorganisasi yang dibutuhkan dalam mengelola LMDH terutama dalam hal manajemen organisasi dan teknik penguatan kelompok. Personal LMDH umumnya lemah dalam melakukan diagnosis evaluasi diri, analisis kebutuhan, menyusun dan memilih prioritas program serta menuangkan dalam proposal. Kemampuan LMDH untuk membuat perencanaan sangat lemah, sehingga seringkali tidak mampu mengantisipasi tawaran dari pihak luar (Perhutani atau stakeholder lainnya). 4. Pelaksanaan SL yang melibatkan pengurus dan petani hutan menimbulkan gairah yang lebih besar untuk melakukan program-program rutin LMDH. 5. Pelaksanaan SL memang memerlukan biaya besar dan waktu banyak, tetapi jika menjadi kegiatan rutin maka pembiayaan bisa ditekan dan sebaliknya bisa menambah curahan waktu untuk SL. 6. Dengan berbagai kekurangan dan kelebihan yang dimiliki, sekolah lapangan (SL-PSDA) dapat diadopsi dan diterapkan untuk pemberdayaan LMDH. Untuk keterangan lebih lanjut, silahkan menghubungi Widianto Jurusan Tanah fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Jl. Veteran No. 1 Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia E-mail: wied.widianto@gmail.com Laporan singkat ini disusun oleh: Widianto, Noviana Khususiyah dan Iva Dewi Lestariningsih Editor: Subekti Rahayu Layout: Yana Buana dan Josef Arinto Foto: Iva Dewi Lestariningsih, Noviana Khususiyah dan Yana Buana