METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juni

dokumen-dokumen yang mirip
III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Oktober 2014 sampai dengan Februari

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juni

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai dengan bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. protein dari sampel, sedangkan demineralisasi merupakan proses pemisahan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014 bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober sampai Februari 2014, dengan

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

Bab III Metodologi Penelitian

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Agustus 2013 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

3. Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli sampai bulan November 2009

III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2014 bertempat di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini sudah dilaksanakan dari bulan Februari sampai bulan Juli 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metodologi penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium jurusan pendidikan biologi Universitas Negeri Gorontalo. Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli 2014 sampai dengan bulan September

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

APPENDIKS A PROSEDUR KERJA DAN ANALISA

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

III. METODE KERJA. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Desember di Laboratorium Biomasa Universitas Lampung.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang melibatkan 2 faktor perlakuan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama ± 2 bulan (Mei - Juni) bertempat di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. Biologi dan Laboratorium Biokimia, Departemen Kimia Fakultas Sains dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

3 Metodologi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian,

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. adalah variasi jenis kapang yaitu Penicillium sp. dan Trichoderma sp. dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset, Jurusan Pendidikan Kimia,

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2015 di

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

3. METODOLOGI PENELITIAN

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

III. METODE PENELITIAN

BAB III BAHAN, ALAT DAN CARA KERJA

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Riset Kimia, Laboratorium Riset

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

MATERI DAN METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAHAN DAN METODE. Bahan dan Alat

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Termasuk

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu dan Tempat Penelitian. Lokasi pengambilan sampel bertempat di sepanjang jalan Lembang-

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan September 2010 di

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian (Ruang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik Fakultas Matematika dan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

Transkripsi:

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2014 sampai dengan bulan Juni 2014 dengan tahapan kegiatan, yaitu pengambilan sampel di Gudang Lelang; Teluk Betung; pembuatan serta karakterisasi kitin dengan FTIR; dan fermentasi kitin serta analisis produk fermentasi menggunakan SpektrometerUV-VIS dan HPLC-ELSD di Laboratorium Biomassa Terpadu, Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan Dalam penelitian ini alat-alat yang akan digunakan adalah peralatan gelas Pyrex, termometer, oven, neraca digital Wiggen Houser, Heating Magnetic Stirer, Laminar Air Flow, autoclave, IncubatorMemmer-Germany/INCO2, Shaker Incubator Biosan/ES-20/60, FT-IR Varian 2000 Scimitar Series, Centrifuge Hitachi/CF 16 RX II, Freezer dry Scanvac Coolsafe,Spektrofotometer Ultraviolet- Visible Varian 50 Probe, HPLC (High Performance Liquid Chromatographic) Varian 940-LC, detektor ELS Varian 385-LC, dan kolom Varian Pursuit C18 (125mm x 4,6mm). Adapun bahan-bahan yang akan digunakan adalah serbuk kulit udang, kitin standar produk WAKO Jepang, glukosamin standar produk WAKO Jepang,

31 kentang, agar for microbiology, dekstrosa, laktosa, bakto pepton, amonium sulfat ((NH 4 ) 2 SO 4 ), urea, kalium hidrogen sulfat (KHSO 4 ), besi (II) sulfat heptahidrat (FeSO 4.7H 2 O), kalsium klorida (CaCl 2.2H 2 O), seng (II) sulfat heptahidrat (ZnSO 4.7H 2 O), asam sitrat, natrium sitrat, isolat Mucor miehei, NaOH, HCl, kertas saring, aquades, akuabides, natrium asetat, metanol, phenyl isothiocyanate, dan indikator universal. C. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Kitin Proses pembuatan kitin dari serbuk kulit udang dilakukan secara kimiawi melalui tahapan deproteinasi yang menggunakan basa kuat dan demineralisasi yang menggunakan asam kuat (Sari, 2010). 1.1 Persiapan Sampel Limbah kulit dan kepala udang untuk bahan baku pembuatan kitin dikumpulkan dari pengepul udang di kecamatan Teluk Betung, Lampung Selatan. Limbah udang (kulit dan kepala) dibersihkan, direbus, dan dikeringkan di bawah sinar matahari lalu dihaluskan menggunakan blender. Setelah itu diayak menggunakan ayakan sehingga diperoleh serbuk kulit udang halus yang siap digunakan sebagai sampel.

32 1.2 Deproteinasi Sebanyak 100 gram sampel serbuk kulit udang ditambahkan 1000 ml NaOH 20% ditempatkan dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi pengaduk dan termometer lalu diletakkan dalam penangas air dan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 90 C (Pariera, 2004). Setelah kondisi tercapai, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh kemudian diuji dengan CuSO 4. Protein yang berhasil terpisahkan akan berikatan dengan Cu membentuk senyawa kompleks berwarna ungu. Adapun residunya dicuci dengan akuades hingga ph 7 yang diukur dengan indikator universal dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C selama 24 jam (Sari, 2010). 1.3 Demineralisasi Kitin kasar hasil deproteinasi ditambahkan HCl 1,25 N dengan perbandingan 1:10 (w/v) dalam bejana tahan asam dan basa yang dilengkapi dengan pengaduk dan termometer dan dipanaskan di atas penangas air selama 1 jam pada suhu 90 C (Pariera, 2004). Terjadinya pemisahan mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas CO 2 yang berupa gelembung-gelembung udara pada saat penambahan larutan HCl pada sampel. Setelah kondisi tercapai, dilakukan penyaringan sehingga diperoleh filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh kemudian diuji dengan (NH 4 ) 2 C 2 O 4. Mineral kalsium yang berhasil terpisahkan ditandai dengan terbentuknya endapan putih akibat reaksi dari ion oksalat dengan kalsium. Adapun residunya dicuci dengan akuades hingga ph 7 yang diukur dengan indikator

33 universal dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 º C selama 24 jam (Sari, 2010). 2. Karakterisasi Kitin dengan FT-IR Kitin yang diperoleh setelah melalui kedua tahapan tersebut dikarakterisasi gugus fungsinya dengan spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FT-IR). Kitin dibuat pelet dengan KBr, kemudian dilakukan scanning pada daerah bilangan gelombang antara 4000 cm -1 sampai dengan 400 cm -1 (Mardiana, 2002; Limam, 2010). 3. Persiapan Isolat Mucor miehei 3.1 Pembuatan Potato Extract Sebanyak 200 gram kentang dikupas kulitnya lalu dipotong seperti dadu dan direbus dalam 1000 ml akuades selama 1 jam setelah mendidih. Setelah kondisi tercapai, disaring dengan kertas saring sehingga diperoleh ekstrak kentang yang bening. Ekstrak kentang disimpan dalam botol reagen lalu disterilisasi dengan autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Ekstrak kentang yang telah disterilisasi, didinginkan pada suhu kamar kemudian disimpan dalam lemari pendingin (kulkas) (DZMZ, 2013).

34 3.2 Media PDA (Potato Dextrose Agar) dan Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDA Sebanyak 100 mlpotato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dan 3 gram agar dalam labu Erlenmeyer 250 ml lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 20 menit (DSMZ, 2013). Setelah itu media PDA ini di-uv selama 10 menit dalam Laminar Air Flow dan dituang ke dalam cawan petri. Strain jamur Mucor miehei ditumbuhkan kurang lebih selama 5 hari sampai spora jamur ini tumbuh (Alves et al., 2005). 3.3 Media PDL (Potato Dextrose Liquid) dan Pertumbuhan Mucor miehei pada Media PDL Sebanyak 100 ml potato extract ditambahkan 4 gram dekstrosa dalam labu Erlenmeyer 250 ml lalu disterilisasikan dengan autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Setelah itu media PDL ini di-uv selama 10 menit dalam Laminar Air Flow. Spora kultur 5 hari dipisahkan dan dimasukkan dalam media PDL dan diletakkan dalam shaker incubator dengan kecepatan 175 rpm pada suhu 30 C selama ± 5 hari (Alves et al., 2005). 4. Larutan Buffer Sitrat ph 4 Sebanyak 0,96 gram asam sitrat dilarutkan dalam 50 ml akuades dalam labu takar 50 ml dan dikocok hingga homogen. Larutan ini merupakan larutan stok A. Kemudian dilarutkan sebanyak 0,65 gram natrium sitrat dalam 25 ml akuades dalam labu volumetrik 25 ml dan dikocok hingga homogen. Larutan ini merupakan larutan stok B.

35 Sebanyak 33 ml larutan stok A (asam sitrat 0,10 M) dan 17 ml larutan stok B (natrium sitrat 0,10 M) dilarutkan dalam 100 ml akuades dalam labu volumetrik 100 ml dan kemudian dicek ph-nya. Ini merupakan larutan buffer sitrat ph 4 (Mardiana, 2002). 5. Pembuatan Media Inokulum Mucor miehei Substrat yang digunakan adalah kitin yang telah dicuci terlebih dahulu dengan 0,5% NaOH selama satu jam berdasarkan metode Gray et al. (1978). Selanjutnya kitin disaring, dibilas dengan akuades, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C selama 24 jam. Sebanyak 0,1 gram substrat kitin dimasukan ke dalam 7 labu Erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan 0,01 gram laktosa; 0,03 gram bakto pepton; 0,14 gram amonium sulfat; 0,03 gram urea; 0,2 gram kalium dihidrogen sulfat; 0,03 gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,03 gram kalsium klorida; dan 0,029 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 10 ml buffer sitrat ph 4. Selanjutnya campuran diaduk sampai homogen lalu disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Kemudian media didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar Air Flow. Sebanyak 1 ml kultur awal dari media PDL diinokulasikan ke dalam media ini dan difermentasi pada 30 C dalam shakerincubator dengan kecepatan 250 rpm selama 7 hari (Chahal et al., 2001).

36 6. Fermentasi Cair Tertutup (Batch) Sebanyak 1,00 gram substrat kitin dimasukkan masing-masing ke dalam 7labu Erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan 0,02 gram laktosa; 0,06 gram bakto pepton; 0,28 gram amonium sulfat; 0,06 gram urea, 0,4 gram kalium dihidrogen sulfat; 0,06 gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,06 gram kalsium klorida; dan 0,057 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 10 ml buffer sitrat ph 4. Selanjutnya campuran diaduk sampai homogen lalu disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Kemudian media didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar Air Flow. Sebanyak 10 ml starter diinokulasikan ke dalam media ini dan difermentasi pada 30 C dalam shakerincubator dengan kecepatan 250 rpm selama 1-7 hari (Chahal et al., 2001). Hasil dari fermentasi batch setiap 1 hari sekali dipanaskan dengan waterbath pada suhu 70 C selama 45 menit. Kemudian dicampurkan dengan 5 ml akuades dengan membiarkan labu Erlenmeyer pada rotary shaker selama 1 jam pada 200 rpm. Campuran disaring menggunakan kertas saring dan filtrat disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 C. Semua supernatan (filtrat) yang diperoleh dibekukan di dalam lemari pendingin frezeer selama 24 jam, kemudian diliofilisasi dengan menggunakan frezee-dryer sampai terbentuk kristal glukosamin. 7. Analisis Glukosamin dengan Spektrometer UV-Vis Analisis glukosamin menggunakan spektrometer ultraviolet-visible (UV-VIS) dilakukan setelah diperoleh kristal glukosamin kering hasil freezedryer.

37 7.1 Persiapan Standar dan Sampel Glukosamin 7.1.1 Pembuatan Standar Glukosamin Sebanyak 10 mg glukosamin standar dilarutkan dalam 100 ml natrium asetat 0,10 M dan didiamkan selama ±24 jam sehingga diperoleh konsentrasi akhir 100 mg/l. Kemudian larutan glukosamin standar 100 mg/l ini diencerkan hingga diperoleh konsentrasi akhir masing-masing 3, 6, 9, 12, dan 15 mg/l. 7.1.2 Pembuatan Sampel Glukosamin Kristal-kristal glukosamin yang diperoleh dari proses fermentasi yang telah dikeringkan dengan freezedryer masing-masing dilarutkan sebanyak 10 mg dalam 10 ml natrium asetat 0,10 M dan didiamkan selama ± 24 jam sehingga diperoleh konsentrasi akhir 1000 mg/l. Kemudian larutan sampel ini masing-masing diencerkan hingga diperoleh konsentrasi akhir 100 mg/l. Kemudian masingmasing larutan sampel glukosamin 100 mg/l diencerkan dan didiamkan hingga selama 24 jam diperoleh konsentrasi akhir 12 mg/l. 7.1.3 Pembuatan Larutan Stok Phenyl isothiocyante (PITC) 100 mg/l Sebanyak 0,92 ml phenyl isothiocyanate (PITC) pekat dimasukkan dalam labu volumetrik 10 ml dan ditambahkan metanol sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 10.000 mg/l. Lalu 1 ml larutan PITC 10.000 mg/l diencerkan lagi dalam 10 ml metanol dalam labu volumetrik 10 ml. Kemudian 10 ml larutan PITC 1.000 mg/l diencerkan lagi dengan metanol hingga volumenya 100 ml dalam labu volumetrik 100 ml dan diperoleh konsentrasi akhir 100 mg/l.

38 7.2 Pemilihan Panjang Gelombang Maksimum Pemilihan panjang gelombang (λ) dilakukan dengan menggunakan larutan glukosamin standar, larutan phenyl isothiocyanate, dan larutan phenyl thiourea hasil derivatisasi glukosamin dengan phenyl isothiocyanate pada konsetrasi 10 mg/l lalu dilakukan scanning menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang (λ) 200-350 nm. 7.3 Pembuatan Kurva Standar Glukosamin Larutan glukosamin standar dengan konsentrasi 3, 6, 9, 12, dan 15 mg/l masing-masing ditambahkan phenyl isothiocyanate (konsentrasi 3, 6, 9, 12, dan 15 mg/l) dengan perbandingan campuran 1:1. Kemudian campuran larutan dikocok hingga homogen dan diukur absorbansinya dengan spektrometri UV-Vis pada panjang gelombang 273 nm.kemudian nilai absorbansi tersebut diplot terhadap konsentrasi untuk mendapatkan kurva standar dan persamaan garis yang menunjukkan hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi glukosamin. 7.4 Analisis Kadar Glukosamin Masing-masing 10 ml larutan sampel glukosamin di derivatisasi dengan larutan 10 ml larutan phenyl isothiocyanate dengan perbandingan 1:1. Kemudian campuran larutan dikocok hingga homogen dan diukur absorbansinya dengan spektrometri UV-Vis pada panjang gelombang 273 nm. Hasil absorbansi yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam persamaan regresi linear dari kurva standar glukosamin dan diperoleh konsentrasi sampel glukosamin.

39 8. Analisis Glukosamin dengan HPLC Analisis glukosamin menggunakan HPLC dilakukan untuk menguji kemurnian glukosamin yang diperoleh. 8.1 Persiapan Standar dan Sampel Glukosamin 8.1.1 Pembuatan Standar Glukosamin Sebanyak 50 mg glukosamin standar dilarutkan dalam 25 ml akuabides. Kemudian didiamkan selama ±24 jam dan diperoleh konsentrasi akhir 2.000 mg/l. 8.1.2 Pembuatan Sampel Glukosamin Sampel yang digunakan dalam analisis ini adalah glukosamin hasil fermentasi hari pertama dan hari keempat. Sebanyak 50 mg glukosamin hasil fermentasi hari ke-1 dan hari ke-4 masing-masing dilarutkan dalam 25 ml akuabides. Kemudian didiamkan selama ±24 jam dan diperoleh konsentrasi akhir 2.000 mg/l. 8.2 Pemeriksaan Standar dan Sampel Masing-masing standar dan sampel glukosamin yang akan dianalisis, dimasukkan ke dalam botol vial kemudian diletakkan dalam rak yang kemudian akan diinjeksi. Kondisi HPLC diatur dengan menggunakan detektor ELSD (Evaporative Light Scattering Detection), kolom C18, fasa gerak asetonitril/h 2 O (65/35) yang merupakan campuran pelarut polar, laju alir 0,8 ml/ menit, laju gas nitrogen 1,6

40 L/menit, suhu nebulisasi 40 C, suhu evaporasi 30 C, dan waktu run 6 menit (Jacyno and Dean, 2004). 9. Pengaruh Penambahan Jumlah Substrat Kitin, Volume Media Inokulum, dan Media Fermentasi terhadap Produksi Glukosamin Metode yang digunakan sama seperti metode fermentasi awal. Hanya pada fermentasi ini dilakukan penambahan substrat kitin, volume media inokulum, dan media fermentasi sebanyak 2 kali fermentasi awal. Substrat yang digunakan adalah kitin yang telah dicuci terlebih dahulu dengan 0,5% NaOH selama satu jam berdasarkan metode Gray et al. (1978). Selanjutnya kitin disaring, dibilas dengan akuades, dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 C selama 24 jam. 9.1 Media Inokulum Mucor miehei Sebanyak 0,2 gram substrat kitin dimasukan ke dalam 7 labu Erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan 0,02 gram laktosa; 0,06 gram bakto pepton; 0,28 gram amonium sulfat; 0,06 gram urea; 0,4 gram kalium dihidrogen sulfat; 0,06 gram besi (II) sulfat heptahidrat; 0,06 gram kalsium klorida; dan 0,0547 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 20 ml buffer sitrat ph 4. Selanjutnya campuran diaduk sampai homogen lalu disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Kemudian media didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar Air Flow. Sebanyak 1 ml kultur awal dari media PDL diinokulasikan ke dalam media ini dan difermentasi pada 30 C dalam shakerincubator dengan kecepatan 250 rpm selama 7 hari (Chahal et al., 2001).

41 9.2 Fermentasi Cair Tertutup (Batch) Sebanyak 2,00 gram substrat kitin dimasukkan masing-masing ke dalam 7 labu Erlenmeyer 100 ml, kemudian ditambahkan 0,04 gram laktosa, 0,12 gram bakto pepton, 0,54 gram amonium sulfat, 0,12 gram urea, 0,80 gram kalium dihidrogen sulfat, 0,12 gram besi (II) sulfat heptahidrat, 0,12 gram kalsium klorida, dan 0,11 gram seng (II) sulfat heptahidrat, serta dilarutkan dalam 20 ml buffer sitrat ph 4. Selanjutnya campuran diaduk sampai homogen lalu disterilisasi dalam autoclave pada suhu 121 C dan tekanan 2 atm selama 20 menit. Kemudian media didinginkan pada suhu ruang dalam Laminar Air Flow. Sebanyak 20 ml starter diinokulasikan ke dalam media ini dan difermentasi pada 30 C dalam shakerincubator dengan kecepatan 250 rpm selama 1-7 hari (Chahal et al., 2001). Hasil dari fermentasi batch setiap 1 hari sekali dipanaskan dengan waterbath pada suhu 70 C selama 45 menit. Kemudian dicampurkan dengan 5 ml akuades dengan membiarkan labu Erlenmeyer pada rotary shaker selama 1 jam pada 200 rpm. Campuran disaring menggunakan kertas saring dan filtrat disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 C. Semua supernatan (filtrat) yang diperoleh dibekukan di dalam lemari pendingin frezeer selama 24 jam, kemudian diliofilisasi dengan menggunakan frezee-dryer sampai terbentuk kristal glukosamin. Setelah itu dianalisis lebih lanjut menggunakan spektrofotometri UV-Vis sesuai dengan prosedur 7 di atas.