PEMELIHARAAN SAM PERAH LAKTASI DI DAERAH DATARAN RENDAH

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM PEMBERIAN PAKAN DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRODUKSI SUSU SAN PERAH

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN DAN FREKUENSI PEMBERIANNYA

KREDIT SAM PERAH, MASALAH DAN PENANGGULANGANNYA

PENINGKATAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH LAKTASI MELALUI PERBAIKAN PAKAN SKRIPSI. Disusun oleh: DEDDI HARIANTO NIM:

EFESIENSI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DALAM MENGHADAPI ERA PERDAGANGAN BEBAS

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang

PENDAHULUAN. rendah adalah masalah yang krusial dialami Indonesia saat ini. Catatan Direktorat

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

EFISIENSI PEMANFAATAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) SEBAGAI SUBSTITUSI BUNGKIL KEDELE DALAM RANSUM SAPI PERAH

PENDAHULUAN. memadai, ditambah dengan diberlakukannya pasar bebas. Membanjirnya susu

PELUANG DAN TANTANGAN PENINGKATAN PRODUKSI SUSU NASIONAL

EVALUASI PEMBERIAN PAKAN SAPI PERAH LAKTASI MENGGUNAKAN STANDAR NRC 2001: STUDI KASUS PETERNAKAN DI SUKABUMI

MATERI DAN METODE. Metode

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KONSENTRAT TERNAK RUMINANSIA

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. pertumbuhan tubuh dan kesehatan manusia. Kebutuhan protein hewani semakin

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

BAB I PENDAHULUAN. Statistik peternakan pada tahun 2013, menunjukkan bahwa populasi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

UMMB ( Urea Molasses Multinutrient Block) Pakan Ternak Tambahan bergizi Tinggi

MATERI DAN METODE. Materi

RINGKASAN PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

MATERI DAN METODE P1U4 P1U1 P1U2 P1U3 P2U1 P2U2 P2U3 P2U4. Gambar 1. Kambing Peranaka n Etawah yang Diguna ka n dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

Budidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI PERAH DAN PENINGKATAN PRODUKSI SUSU MELALUI PEMBERDAYAAN KOPERASI SUSU

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Bali Penggemukan Melalui Perbaikan Pakan Berbasis Sumberdaya Lokal di Pulau Timor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar dipelihara setiap negara sebagai sapi perahan (Muljana, 2010). Sapi FH

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

UMMF (Urea Molasses MultinullrienL Olock) Fakan Ternak Tambahan Eerqizi Tinqqi

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah merupakan salah satu jenis sapi yang dapat mengubah pakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 1 bulan, pada Agustus 2012 hingga September

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

TINJAUAN PUSTAKA Kelinci Pertumbuhan Kelinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. diperlukannya diversifikasi makanan dan minuman. Hal tersebut dilakukan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Organisasi merupakan suatu gabungan dari orang-orang yang bekerja sama

Pengaruh Penggunaan Zeolit dalam Ransum terhadap Konsumsi Ransum, Pertumbuhan, dan Persentase Karkas Kelinci Lokal Jantan

PENDAHULUAN. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap gizi dari susu menyebabkan

PRAKTIKUM III PENGENALAN BAHAN PAKAN TERNAK (FEEDS STUFF)

Ditulis oleh Didik Yusuf Selasa, 28 September :03 - Update Terakhir Selasa, 28 September :28

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HUBUNGAN VARIASI PAKAN TERHADAP MUTU SUSU SEGAR DI DESA PASIRBUNCIR KECAMATAN CARINGIN KABUPATEN BOGOR

MATERI DAN METODE. Materi

Kajian Komparatif Parameter Ekonomi (Harga Susu dan Pakan) Terhadap Efisiensi Penggunaan Teknologi Pakan Pada Usaha Sapi Perah

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

OPTIMALISASI PENDAPATAN USAHA PEMELIHARAAN SAPI PERAH DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI SUSU NASIONAL

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan balai pusat pembibitan sapi perah di bawah

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

MATERI DAN METODE. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

ABSTRAK ABSTRACT PENDAHULUAN

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peluang Pengembangan Usaha Sapi Perah di Daerah Dataran Rendah Kabupaten Cirebon

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KANDUNGAN LEMAK, TOTAL BAHAN KERING DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK SUSU SAPI PERAH AKIBAT INTERVAL PEMERAHAN BERBEDA

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan yaitu Domba Garut betina umur 9-10 bulan sebanyak

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang

Transkripsi:

PEMELIHARAAN SAM PERAH LAKTASI DI DAERAH DATARAN RENDAH SORT BASYA SIREGAR Balai Penelitian Ternak PO Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Produksi susu dalam negeri masih harus dipacu peningkatannya, agar permintaan konsumen susu secara bertahap dapat dipenuhi Selama pe riode tahun 1989-1993, kemampuan produksi susu dalam negeri dalam memenuhi permintaan konsumen susu baru mencapai rata-rata 43,3%/ tahun (DIT JEN NAK,1994) Upaya meningkatkan produksi susu dalam negeri dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan populasi sapi perah Populasi sapi perah pada tahun 1993 berjumlah 351 000 ekor dengan produksi susu 360900 ton clan jumlah ini masih jauh di bawah permintaan konsumen susu yang sudah mencapai 797820 ton (DITJEN NAK, 1994) Peningkatan jumlah populasi sapi perah clan khususnya sapi perah betina, dapat dilakukan dengan memacu perkembangan populasi sapi perah yang telah ada clan mengimpor sebagaimana telah berkali-kali dilakukan pada tahun-tahun yang sudah Kedua upaya yang disarankan tersebut bagaimanapun akan berakibat pada penyebaran pemeliharaan sapi perah yang lebih meluas Pada kenyataannya selama ini pemeliharaan sapi perah lebih berkembang di daerah dataran tinggi dibandingkan dengan di daerah dataran rendah Padahal wilayah penyebaran sapi perah di daerah dataran rendah adalah lebih luas dibandingkan dengan dataran tinggi Di daerah Jawa Barat misalnya, pemeliharaan clan populasi sapi perah di daerah Lembang clan Garut yang merupakan dataran tinggi adalah lebih banyak dibanding dengan di daerah Bogor clan Cirebon yang merupakan daerah dataran rendah (DINAS PETERNAKAN DATI I JAWA BARAT, 1993) Namun bukanlah berarti, bahwa pemeliharaan clan populasi sapi perah tidak dapat berkembang di daerah-daerah dataran rendah sebagaimana di daerah clataran tinggi Ada beberapa faktor yang secara khusus harus diperhatikan, agar pemeliharaan clan populasi sapi perah dapat bekembang baik di daerah-daerah dataran rendah Faktor-faktor tersebut, antara lain berupa pemberian ransum baik kualitas maupun kuantitas clan frekuensi pemberian ransum clan perkandangan terutama mengenai bahan clan konstruksinya Disamping itu kenyataan di pulau Jawa menunjukkan, bahwa ada kaitannya antara pengaruh ketinggian tempat dengan kemampuan berproduksi susu sapi perah Padahal kemampuan berproduksi susu sapi perah berkaitan erat dengan besar kecilnya keuntungan yang diperoleh dari pemeliharaan sapi perah yang akan mendorong para peternak sapi perah untuk mengembangkan usaha sapi perahnya PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT TERHADAP KEMAMPUAN BERPRODUKSI SAPI PERAH Di daearah tropis pada umumnya, suhu udara mempunyai hubungan yang erat dengan ketinggian suatu tempat dari permukaan laut Penelitian yang dilaporkan oleh PAYNE (1970) mengungkapkan bahwa suhu udara rata-rata harian menurun 1,7 0C setiap ketinggian 305 m dari permukaan laut Hal ini menunjukkan, bahwa suhu udara akan semakin rendah atau sejuk pada tempat yang semakin tinggi dari permukaan laut clan suhu udara akan semakin tinggi atau panas pada tempat-tempat yang semakin rendah dari permukaan laut Perbedaan ketinggian tempat dari permukaan laut yang mengakibatkan perbedaan dalam suhu udara rata-rata akan menyebabkan perbedaan pro cluktivitas sapi perah termasuk kemampuan berproduksi susu Penelitian yang telah dilakukan di daerah Bogor clan Klaten yang termasuk dataran rendah, ternyata produksi susu rata-rata sapi perah laktasi berturut-turut adalah 8,9 1/hari clan 11 0 I/hari (PUSLITBANGNAK, 1993) Sedangkan penel :tian yang telah dilakukan di daerah Lembang clan Garut yang merupakan dataran tinggi, diperoleh produksi susu rata-rata sapi perah laktasi berturut-turut adalah 16,3 I/hari clan 15,2 I/hari (SIREGAR clan PRAHARANI, 1992) Sapi perah yang dipelihara dalam kedua penelitian tersebut di atas adalah sama, yakni jenis Friesian-holstein, peranakan atau turunannya Lebih rendahnya kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi di daerah dataran rendah dibandingkan dengan di daerah dataran tinggi,

SORT BASYA SIREGAR : Pemeiiharaan Sapi Perah Laktasi terutama disebabkan adanya perbedaan suhu udara Suhu udara rata-rata yang relatif panas di daerah-daerah dataran rendah menyebabkan turunnya napsu dan konsumsi ransum, sehingga berakibat pada penurunan kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi WAYMAN et a/ (1962) mengutarakan, bahwa suhu udara ratarata yang panas akan menyebabkan turunnya kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi sebagai akibat dari : Turunnya napsu dan konsumsi ransum, turunnya gerak laju ransum dalam rumen dan turunnya efisiensi penggunaan energi untuk produksi susu Turunnya konsumsi ransum akan mengakibatkan energi dan zat gizi lainnya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pro duksi susu akan berkurang pula Apabila energi yang tersedia itu berada di bawah jumlah yang dibutuhkan, maka energi yahg tersedia itu terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan selebihnya barulah digunakan untuk memenuhi kebutuhan produksi susu Dengan demikian apabila terjadi kekurangan konsumsi energi pada sapi perah laktasi, produksi susu yang terlebih dahulu kelihatan menurun (WHYTE, 1967) Oleh karena itu kemampuan berproduksi susu sapi perah laktasi di daerah dataran rendah adalah lebih rendah dibanding dengan daerah dataran tinggi FAKTOR YANG PERLU DIPERHATIKAN PADA PEMELIHARAAN SAM PERAH LAKTASI DI DAERAH DATARAN RENDAH 1 Pemberian ransum a Komposisi ransum Ransum sapi perah laktasi seharusnya terdiri dari sejumlah hijauan dan konsentrat Ransum yang terdiri dari hanya hijauan saja, produksi susu yang tinggi tidak akan tercapai namun kadar lemak susu akan tinggi dan biaya ransum akan relatif murah Sedangkan ransum yang hanya terdiri dari konsentrat saja akan tercapai produksi susu yang tinggi, namun biaya ransum akan relatif tinggi di samping kemungkinan akan terjadi gangguan pencernaan dan acidosis Oleh karena itu diperlukan suatu perbandingan tertentu antara hijauan dengan konsentrat dalam komposisi ransum sapi perah laktasi agar bukan saja produksi susu yang tinggi dapat dicapai namun juga kualitas susu yang memadai dan biaya ransum yang relatif murah Kualitas susu yang diproduksi perlu pula diperhatikan karena sebagian besar susu yang diproduksi oleh para peternak sapi perah disalurkan ke industri-industri pengolahan susu melalui kope- rasi/kud Salah satu unsur kualitas susu yang ditetapkan oleh industri pengolahan susu adalah kadar lemak susu yang harus di atas 3,5% Komposisi hijauan dengan konsentrat dalam ransum sapi perah laktasi agar tercapai produksi susu yang tinggi dengan kadar lemak susu di atas 3,5% adalah 60 : 40 (MC CULLOUGH, 1973) Namun untuk daerah dataran rendah, komposisi tersebut sebaiknya bergeser menjadi 55 : 45 dengan ketentuan hijauan yang diberikan berkualitas sedang sampai tinggi Hal ini disarankan agar zat-zat gizi termasuk energi akan lebih banyak yang terkonsumsi dalam keadaan terjadinya penurunan konsumsi ransum Walaupun kelihatannya kuantitas hijauan dalam komposisi ransum yang diutarakan di atas lebih banyak dari konsentrat, namun jumlah energi dan zat gizi lainnya yang terkandung dalam konsentrat adalah lebih banyak dibandingkan dengan hijauan Hal ini karena konsentrat pada umumnya lebih berkualitas dibandingkan dengan hijauan b Kualitas ransum Terjadinya penurunan konsumsi ransum pada daerah dataran rendah sebagai akibat dari suhu udara rata-rata yang re latif panas akan dapat mengurangi konsumsi zatzat gizi termasuk energi Hal ini akan dapat dieleminer dengan lebih meningkatkan kualitas ransum yang diberikan Peningkatan kualitas ransum ini dapat dilakukan dengan : a Lebih memadatkan kandungan zat-zat gizi termasuk energi dalam konsentrat yang diberikan (meningkatkan kualitas konsentrat) b Meningkatkan kualitas hijauan yang diberikan dengan mencampur hijauan yang diberikan dengan hijauan yang berkualitas tinggi seperti leguminosa maupun gamal Dengan demikian walaupun terjadi penurunan konsumsi ransum namun karena kualitas ransum yang diberikan sudah ditingkatkan, maka sedikit banyak terjadi penurunan konsumsi zat gizi, dapat tertanggulangi Seyogyanya kualitas ransum yang diberikan pada sapi perah laktasi di daerah dataran rendah lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan pada daerah dataran tinggi Namun kenyataan selama ini menunjukkan tidak ada perbedaan kualitas ransum yang diberikan pada sapi perah laktasi di daerah dataran rendah dengan di daerah dataran tinggi Kualitas konsentrat yang diberikan pada sapi perah laktasi di daerah Bogor dan Klaten yang merupakan dataran rendah, mengandung protein kasar 13,2-15,5% dengan kandungan energi berkisar antara 50,5-63,0% TDN Sedangkan kualitas konsentrat yang diberikan di daerah Garut dan Banyumas yang merupakan dataran tinggi, mengandung protein kasar berkisar antara 61,0 -

WARTAZOA Vo1 5 No 1 Th 1996 65,2% TDN (PUSLITBANGNAK, 1993) Walaupun kandungan protein kasar konsentrat yang diberikan di daerah dataran rendah sudah lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah dataran tinggi, namun kandungan energinya masih lebih rendah di daerah dataran rendah dibandingkan dengan di daerah dataran tinggi Hijauan yang diberikan pada sapi perah laktasi di daerah yang diutarakan tersebut tidak ada perbeclaan clan umumnya terdiri dari rumput lapangan clan limbah pertanian Kualitas konsentrat yang diberikan pada sapi perah laktasi di daerah dataran rendah paling tidak dapat disesuaikan dengan kualitas konsentrat yang direkomenclasikan oleh DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN (1985) sebagai berikut - Kadar air ticlak lebih dari 14% - Kadar serat kasar ticlak lebih dari 18% - Protein kasar ticlak kurang dari 18% - Energi tidak kurang 75% TDN - Calsium tidak kurang dari 1,0% - Posphor ticlak kurang 1,8% - Vitamin A per kg ticlak kurang dari 2 214 I U Kualitas konsentrat yang diutarakan di atas memang ticlak dikhususkan untuk sapi perah laktasi yang dipelihara di daerah dataran rendah Namun demikian kualitas konsentrat tersebut diperkirakan sudah memadai untuk diberikan pada sapi perah laktasi di daerah dataran rendah Apabila dengan pemberian konsentrat tersebut ticlak tercapai produksi susu yang tinggi dengan kualitas yang baik pula, maka pemberian konsentrat tersebut dapat disuplementasi dengan pembe ian pakan yang mengandung karbohidrat tinggi clan mudah dicerna seperti singkong, gaplek ataupun onggok Walaupun belum pernah clipublikasikan maupun clibuktikan dengan penelitian, namun pengalaman beberapa peternak sapi perah di daerah dataran rendah menyatakan pemberian singkong sekitar 2-3 kg/ekor/hari pada sapi perah laktasi akan meningkatkan produksi susu dengan aroma yang lebih seclap Sebagai contoh dapat dikemukakan beberapa formula konsentrat yang dapat diberikan untuk sapi perah laktasi di daerah dataran rendah (SIREGAR, 1994) c Kuantitas pemberian ransum Kuantitas ransum yang harus diberikan kepada tiap ekor sapi laktasi per hari didasarkan pada zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk hidup pokok clan produksi susu Jumlah kebutuhan zat gizi untuk hidup pokok didasarkan pada bobot bahan clan jumlah kebutuhan zat gizi untuk produksi susu didasarkan pada jumlah susu yang akan diproduksi clan kadar lemaknya Bagi para peternak sapi perah umumnya sulit untuk menghitung jumlah kebutuhan zat gizi tersebut Oleh karena itu dapat ditempuh cara yang lebih mudah clan praktis clan dapat clikerjakan para peternak sapi perah umumnya Konversi konsentrat untuk produksi susu sapi perah laktasi di daerah dataran rendah adalah lebih rendah dibandingkan dengan di daerah dataran tinggi Hal ini karena adanya energi tambahan yang dibutuhkan sehubungan dengan meningkatnya aktivitas faali tubuh untuk menghadapi suhu udara yang relatif panas di daerah dataran rendah Atas clasar tersebut diperkirakan, bahwa 1 kg konsentrat dengan kualitas yang diutarakan di atas, hanya akan mampu memproduksi 1,7 kg atau liter susu Konversi tersebut disimpulkan berclasarkan kajian pemberian konsentrat pada sapi perah laktasi di daerah dataran rendah (SIREGAR, 1992) Dengan demikian untuk memproduksi 12 liter susu misalnya, diperlukan pemberian konsentrat sebanyak 12/1,7 x 1 kg = 7,1 kg/ ekor/hari Andaikan konsentrat yang diberikan pada sapi perah laktasi di daerah dataran rendah adalah formula konsentrat A (lihat contoh formula kon sentrat di atas) Konsentrat formula A mengandung bahan kering 86,9% dengan kandungan protein kasar 19,3% clan energi 75,1 % Dalam 7,1 kg konsentrat formula A terdapat bahan kering 7,1 x 0,869 x 1 kg = 6,17 kg Komposisi konsentrat dalam ransum sapi perah laktasi adalah 45% dalam bentuk bahan kering Dengan demikian bahan kering hijauan yang masih dibutuhkan adalah sebanyak 55/45 x 6,17 kg = 5,0 kg bahan kering Misalnya hijauan yang diberikan adalah campuran rumput gajah dengan daun gamal (dalam perbandingan 90 : 10) yang mengandung bahan kering 20,2% maka jumlah hijauan yang Formula A Formula B Formula C Dedak padi : 30 kg Polard 25,5 kg Polard 30,5 kg Bungkil kelapa : 26 kg Bungkil kelapa 15,0 kg Bungkil kelapa 16,0 kg Tepung jagung : 21 kg Bkl biji kapuk 30,5 kg Bungkil kc, tanah : 25,0 kg Garam dapur : 1,0 kg Garam dapur 1,0 kg Onggok : 26,5 kg Tepung tulang : 0,5 kg Tepung tulang 0,5 kg Garam dapur 1,0 kg Kapur/CaC03 : 0,5 kg Kapur CaC03 0,5 kg Tepung tulang 0,5 kg Kapur/CaC03 0,5 kg Jumlah 100,0 kg Jumlah 100,0 kg Jumah 100,0 kg Bahan kering 86,9% Bahan kering 87,4% Bahan kering 84,7% Protein kasar 19,3% Protein kasar 18,2 % Protein kasar 18,6% Energi/TDN 75,1% Energi/TDN 77,0 % Energi/TDN 78,4%

SORT BASYA SIREGAR : Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi akan diberikan pada sapi perah laktasi itu adalah sebanyak 100/20,2 x 5,0 kg = 24,8 kg dalam bentuk segar Dengan demikian ransum yang akan diberikan pada sapi perah laktasi dengan produksi susu 12 I/hari adalah sebagai berikut - Konsentrat formula A : 7,1 kg/hari - Hijauan : 24,8 kg/hari dalam bentuk segar Jumkah ransum yang diberikan di atas tidak akan kurang untuk memenuhi kebutuhan zat gizi (protein dan energi) bagi sapi perah laktasi yang mempunyai bobot badan 350 kg, produksi susu 12 I/hari dan kadar lemak susu lebih dari 3,5% d Frekuensi pemberian ransum Penurunan konsumsi ransum yang terjadi pada sapi perah laktasi di daerah dataran rendah, sedikit banyak akan tertanggulangi dengan meningkatkan frekuensi pemberian ransum Penelitian yang -telah dilakukan mengungkapkan adanya hubungan antara frekuensi pemberian ransum dengan kemampuan mengonsumsi ransum (MORRISON, 1959) Penelitian yang telah dilakukan oleh MORRISON (1959) pada sapi perah laktasi menyatakan, bahwa pemberian ransum dari satu kali menjadi dua kali sehari akan berakibat pada : a Konsumsi bahan kering hijauan meningkat 10% b Prosuksi susu meningkat sampai dengan 6% c Memberikan keuntungan yang lebih besar di atas biaya ransum dan tenaga kerja Penelitian lainnya dilakukan oleh CAMPBELL (1961) mengungkapkan, bahwa pemberian ransum yang lebih sering pada sapi perah laktasi akan dapat a Meningkatkan konsumsi ransum b Meningkatkan produksi susu c Meningkatkan kadar lemak susu Dari penelitian yang diutarakan di atas ternyata, bahwa pemberian ransum yang lebih pada sapi perah laktasi akan dapat meningkatkan kon sumsi ransum, produksi susu dan kadar lemak susu Oleh karena itu terhadap sapi perah laktasi yang dipelihara di daerah dataran rendah, agar pemberian ransum lebih ditingkatkan frekuensinya Pemberian konsentrat sebaiknya lebih dari dua kali sehari dan pemberian hijauan dilakukan secara bertahap dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehari 2 Kandang Kanctang bagi sapi perah laktasi maupun ternak lainnya tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, namun juga harus dapat memberi perlin dungan dari segala aspek yang mengganggu Kandang harus dapat mengeleminer segala faktor luar yang dapat menimbulkan gangguan terhadap sapi perah yang ada di dalamnya Disamping beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam membangun kandang sapi laktasi, ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi da lam membangun kandang di daerah dataran rendah Persyaratan tersebut berupa perlindungan terhadap suhu udara yang relatif panas yang dapat menganggu konsumsi ransum dan produksi susu sapi perah laktasi yang ada dalam kandang tersebut Kandang yang demikian itu akan dapat diwujudkan terutama dengan melakukan pemilihan terhadap bahan kandang yang akan digunakan dan kontruksi kandang yang sesuai untuk daerah dataran rendah a Bahan kandang Bahan kandang dapat dipilih bukan hanya yang tahan lama dan mudah didapat, tetapi juga tidak menimbulkan pantulan pantulan panas terhadap sapi perah yang ada dalam kandang Lantai kandang umpamanya dapat terbuat dari kayu, papan tebal ataupun dari beton Sedangkan atap kandang dapat terbuat dari genting, asbes, ijuk ataupun daun rumbia yang dianyam b Kontruksi kandang Kandang sapi perah iaktasi di daerah dataran rendah sebaiknya dibangun pada lokasi yang teduh atau diberi peneduh dengan cara menanam pohon-pohonan di sekitar kandang Diusahakan agar posisi kandang tidak menghadap sinar matahari secara langsung Apabila tidak banyak angin dan tidak bertiup keras, kandang tidak perlu diberi berdinding Dinding hanya disarankan dibuat pada bagian depan sapi dengan tinggi sekitar 1,0-1,5 m Ruangan kandang harus mempunyai fentilasi atau perputaran udara yang cukup sempurna Untuk itu disarankan agar tinggi atap kandang tidak kurang dari 4,5 m apabila bahan atap kandang itu terbuat dari genting, daun rumbia ataupun ijuk Sedangkan apabila bahan atap kandang terbuat dari asbes, tinggi atap sebaiknya 5 m Ada pula yang menyarankan untuk memasang kipas angin atau air condition dalam kandang agar tercapai kenyamanan dalam kandang Pemasangan kipas angin masih dapat diterima oleh kebanyakan peternak sapi perah asalkan tersedia aliran listrik Pemasangan kipas angin kandang dilakukan terutama pada musim-musim kemarau pada saat panas matahari sering menyengat Akan tetapi pemasangan air condition dalam kandang perlu dipikirkan lebih matang sehubungan dengan biayanya yang relatif mahal dan kontruksi kandang harus dirubah sesuai dengan keadaan ruangan yang memakai air condition

WARTAZOA Vol 5 No 1 Th 1996 KESIMPULAN 1 Pemeliharaan sapi perah laktasi di daerah dataran rendah umumnya menunjukkan kemampuan berproduksi susu yang lebih rendah dibandingkan dengan di daerah dataran tinggi 2 Kemampuan berproduksi susu yang lebih rendah dari sapi perah laktasi yang dipelihara di daerah dataran rendah terutama suhu udara rata-rata harian yang relatif panas berakibat terhadap penurunan konsumsi ransum dan terjadinya energi tambahan yang dibutuhkan untuk pengaturan regulasi panas tubuh 3 Pemeliharaan sapi perah laktasi di daerah dataran rendah harus lebih diperhatikan untuk mencapai kemampuan berproduksi susu yang tinggi dengan cara a Pemberian ransum dalam komposisi antara hijauan dengan konsentrat yang sesuai, kuantitas yang memenuhi kebutuhan zat gizi, kualitas yang lebih tinggi dan frekuensi pemberian yang lebih sering b Pembangunan kandang dengan bahan dan konstruksi kandang yang mampu memberi kenyamanan terhadap sapi perah laktasi yang berada di dalam kandang tersebut DAFTAR PUSTAKA DITJENNAK 1985 Standar Makanan Sapi Perah Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta DITJENNAK 1994 Buku Statistik Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta DINAS PETERNAKAN DATI I JAWA BARAT 1993 Laporan Tahunan Dinas Peternakan Daerah Propinsi Tingkat I Jawa Barat Bandung CAMPBELL, J R and CP MERILAND 1961 Effects of Frequency of Feeding on Production Characteristics and Feed Utilization in Lactating Cows J Dairy Sci, 44 : 664 MCCULLOUGH, ME 1973 Optimum Feeding of Dairy Animal for Meat and Milk The University of Georgia Press, Athens MORRISON, FB 1959 Feed and feeding The Morrison Publishing Coy, Ithaca PAYNE, WJ A 1970 Cattle Production in the Tropics Longman Group Ltd, London PUSLITBANGNAK 1993 Penelitian Usahatani Sapi Perah di Pulau Jawa Puslitbang Peternakan, Bogor SIREGAR, S B dan L PRAHARANI 1992 Pengembangan Usahatani Sapi Perah di daerah Jawa Barat Prosiding Hasil-Hasil Penelitian Peter nakan di Pedesaan Balai Penelitian Ternak, Bogor SIREGAR, SB 1994 Ransum Ternak Ruminansia Penebar Swadaya, Jakarta WAYMAN, DH, H D JOHNSON, C P MERILAND and I L BERRY 1962 Effect s of ad libitum or force-feeding of Two Ration on Lactating Dairy Cows Subjects to Temperature Stress J Dairy Sci, 45 : 1472 WHYTE, R O 1967 Milk Production in Developping Countries Faber & Faber Ltd, London