I. SITUASI DAN KONDISI KESEHATAN DI DAERAH TERTINGGAL

dokumen-dokumen yang mirip
Angka Kematian Ibu Melahirkan (AKI)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

Tabel 2 Perkembangan dan Proyeksi Usia Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Tertinggal KODE KABUPATEN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. tertinggi di Asia Tenggara. Hal itu menjadi kegiatan prioritas departemen

BAB I PENDAHULUAN. berkembang memperlihatkan perbedaan yang mencolok bila dibandingkan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehamilan sebagai komplikasi persalinan atau nifas, dengan penyebab terkait atau

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)

BAB I PENDAHULUAN. menentukan derajat kesehatan masyarakat. Di Indonesia Angka Kematian Ibu

PROPOSAL INOVASI PELAYANAN PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator utama derajat kesehatan suatu negara. AKI dan AKB juga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. waktu satu tahun per kelahiran hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan negara negara ASEAN lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) masih merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

IMPLEMENTASI PROGRAM JAMINAN PERSALINAN OLEH BIDAN PRAKTIK DI DESA TENGGULUNAN KABUPATEN SIDOARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Menurunnya AKI dari 334

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesepakatan global ( Millenium Development Goals/MDG s) pada tahun 2015,

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan

terdapat di tingkat SD/Sederajat. lebih tinggi di luar Temanggung. 1) Angka Kematian Bayi waktu satu tahun per kelahiran hidup.

Fitriati Endah Aryaning F

BAB I PENDAHULUAN. dibeberapa negara di dunia mencerminkan ketidakadilan

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

Kata Pengantar Keberhasilan pembangunan kesehatan tentu saja membutuhkan perencanaan yang baik. Perencanaan kesehatan yang baik membutuhkan data/infor

KESEHATAN IBU DAN ANAK. dr Dani MKes Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di

BAB I PENDAHULUAN. millenium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

BAB I PENDAHULUAN. eklampsia, sepsis, dan komplikasi keguguran. Sebagian besar penyebab

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018

Tabel 1. Perkembangan AHH dan IPM Provinsi,

BAB I PENDAHULUAN. Kematian ibu semasa hamil dan bersalin masih sangat tinggi. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. bersalin dan nifas. Namun demikian banyak faktor yang membuat teknologi

BERJUANG MEMBANGUN KESEHATAN IBU DAN ANAK DI DAERAH TERTINGGAL

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi saat hamil, bersalin atau dalam 42 hari setelah persalinan dengan

Daftar Daerah Tertinggal

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena melahirkan bayinya (Nolan, 2010, hal. 135).

BAB I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Dinas Kesehatan

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka menyukseskan program kabinet SBY jilid 2, khususnya dalam hal ini

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. tersebut perlu dilakukan secara bersama-sama dan berkesinambungan oleh para

BAB 1 PENDAHULUAN. derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan ibu hamil dan bersalin

BAB I PENDAHULUAN. di kawasan ASEAN yaitu sebesar 228/ kelahiran hidup (SDKI. abortus (11%), infeksi (10%), (SDKI 2012).

BAB I PENDAHULUAN. minggu pertama kehidupan dan 529 ribu ibu meninggal karena penyebab yang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh Konstitusi Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO 1948), Undang-Undang Dasar

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Thailand hanya 44 per

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Indikator

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan umum yang layak. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dukungan kesehatan prima dapat menciptakan suatu inovasi dan terobosan baru. menciptakan perubahan dari kondisinya sekarang ini.

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dari 189 negara yang menyepakati

BAB I PENDAHULUAN. millenium (MDG s) nomor 5 yaitu mengenai kesehatan ibu. Adapun yang menjadi

Tabel 4.1 INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Formulasi Penghitungan Sumber Data

PENGUMUMAN. Nomor: Un.03.PPs/01.1/928/2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang terjadi di dunia saat ini adalah menyangkut kemiskinan,

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (TERM OF REFERENCE)

KAB/KOTA PRIORITAS SASARAN DIKLAT GURU PENGEMBANG MATEMATIKA JENJANG SMP TAHUN 2012

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penduduk Indonesia sebanyak jiwa dan diproyeksikan bahwa jumlah ini

BAB 1 PENDAHULUAN. program KIA tersebut menurunkan angka kematian ibu dan anak (Depkes, RI 2007)

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Kebijakan Pemerintah di Bidang Kesehatan dalam Menanggapi Angka Kematian Ibu di Indonesia

PEMANFAATAN DATA UNTUK PENAJAMAN INTERVENSI KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut World Health Organization (WHO) (2008), angka prevalensi anemia

Kalimantan Selatan. Pasar Terapung Muara Kuin

TINJAUAN PUSTAKA Masalah Gizi Ganda

Penurunan Kematian Ibu: Pencapaian MDG dalam Perspektif Pemerintah. Arum Atmawikarta Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat - Bappenas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena

BAB I PENDAHULUAN. utama dalam pembangunan sektor kesehatan sebagaimana tercantum dalam Program

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

RENCANA AKSI KINERJA DAERAH (RAD) DINAS KESEHATAN KABUPATEN KERINCI TAHUN Target ,10 per 1000 KH

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals

BAB I LATAR BELAKANG. nifas, bayi baru lahir, dan kontrasepsi (Manuaba, 2014; h.28).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan sasaran Milenium Development Goals (MDGs) telah menunjukkan menjadi 23 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Upaya meningkatkan derajat kesehatan ibu dan balita sangatlah penting,

Analisis Parameter Kependudukan menurut Kabupaten/Kota Oleh : Risma Mulia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seorang ibu dalam usia reproduktif. Perubahan-perubahan yang

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. drg. Oscar Primadi, MPH NIP

Transkripsi:

I. SITUASI DAN KONDISI KESEHATAN DI DAERAH TERTINGGAL Pembangunan telah memberikan kemajuan berupa peningkatan pendapatan / output perkapita, penurunan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Ukuran ukuran makro sektoral belum lengkap untuk melihat secara utuh kemajuan sesungguhnya. Apabila dimensi regional dipertimbangkan dalam ukuran ukuran kemajuan, tampak wujud ketimpangan yang nyata. Kajian Bappenas (2012) antara lain menyimpulkan 1 :...fakta menunjukkan bahwa kaitan antara tingkat output perekonomian di suatu wilayah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan sangat lemah.tingginya kekayaan daerah tidak secara signifikan diikuti oleh tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi pula.jadi, terdapat kegagalan untuk merefleksikan kekayaan daerah ke dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.hal ini merefleksikan penduduk asli (indigenous people) tidak merasakan manfaat dari kekayaan daerah yang ada disekitar mereka.hal ini secara jelas tercermin dari kasus beberapa kabupaten di atas seperti Mimika, Kutai Timur, Sumbawa Barat. Sebagaimana di ketahui, di sekitar enclave pembangunan berbasiskan kelimpahan sumberdaya alam atau kantong-kantong eksploitasi (minyak-gas, pertambangan lainnya, hutan, perkebunan, dan lain lain) ditemukan adanya kelompok-kelompok masyarakat yang tertinggal dan terlupakan ditengah hiruk-pikuk pengerukan sumberdaya alam di sekitar mereka. Mereka umumnya adalah penduduk asli daerah yang bersangkutan... Ukuran ketimpangan dengan menggunakan Indeks Gini pada tahun 2012 sungguh mengejutkan, karena selama 40 tahun terakhir angka gini 0,41 (2012) adalah gambaran ketimpangan tertinggi yang pernah terjadi. Perbedaan perkembangan semakin menciptakan kesenjangan, dan daerah atau kelompok yang tertinggal semakin tertinggal. Ketimpangan yang terjadi semakin menekan daerah daerah yang tertinggal. Pemerintah KIB II menempatkan daerah tertinggal sebagai prioritas pembangunan 10; dan dalam dokumen RPJMN 2010 2014 ditetapkan 183 kabupaten dengan status daerah tertinggal. Daerah tertinggal adalah daerah kebupaten yang relatif kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional dan berpenduduk relatif tertinggal. Ukuran ketertinggalan mencakup aspek ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kelembagaan dan karakteristik wilayah. Faktor manusia menjadi penting sebagai subjek dan tujuan pembangunan. Kualitas manusia sejatinya adalah perwujudan potensinya sebagai manusia yang sehat secara fisik, mental dan sosial. Terhalangnya aktualisasi sebagai manusia akan menurunkan kualitas hidup manusia. Dalam sudut pandang ekonomi, misalnya, kualitas yang rendah akan berdampak pada rendahnya produktivitas yang menyebabkan lemahnya daya saing. Rendahnya kualitas manusia antara lain disebabkan oleh derajat kesehatan yang rendah. Status Kesehatan Kualitas hidup manusia menjadi salah satu indikator yang membedakan antara daerah tertinggal dan tidak tertinggal. Instrumen yang memberikan gambaran itu 1 Kajian Analisis Kesenjangan Antar Wilayah, Bappenas, 2012. 1

pada saat ini dikenal dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM merupakan indeks komposit yang menggambarkan situasi kualitas hidup manusia yang mencakup kesehatan, pendidikan, dan daya beli penduduk. Aspek kesehatan sebagai pembentuk IPM direpresentasikan oleh Angka Harapan Hidup (AHH). Angka harapan hidup adalah suatu perkiraan rata-rata lamanya hidup sejak lahir (dalam tahun) yang akan dicapai oleh penduduk. AHH merupakan gambaran kualitas dari status kesehatan masyarakat karena merupakan dampak dari pembangunan, khususnya kesehatan. Angka Harapan Hidup (AHH) di daerah tertinggal lebih rendah dibandingkan dengan AHH nasional (Grafik 1 ). Kesenjangan antara AHH Daerah Tertinggal dan Rata Rata Nasional cenderung stagnan, sehingga diperlukan langkah langkah untuk mempercepat peningkatan AHH dengan mengembangkan strategi yang berdampak besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Angka Kematian Ibu (AKI). Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat derajat kesehatan perempuan dan berpengaruh terhadap angka harapan hidup. Dalam hal ini kematian ibu adalah Kematian seorang wanita yang terjadi saat hamil atau dalam 42 hari setelah akhir kehamilannya, tanpa melihat usia dan letak kehamilannya, yang diakibatkan oleh sebab apapun yang terkait dengan atau diperburuk oleh kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan disebabkan oleh insiden dan kecelakaan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan ke 5 yaitu meningkatkan kesehatan ibu dengan target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Perkembangan Angka Kematian Ibu (AKI) disajikan pada Grafik 2.2. Peningkatan AKI pada tahun 2012 secara nasional menimbulkan kecemasan terhadap pencapaian target RPJMN 2010 2014 dan MDGs Tahun 2015. Target AKI dalam RJMN 2010-2014 adalah 115 per 100.000 kelahiran hidup dan target MDGs pada tahun 2015 adalah 108 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan AKI nasional tahun 2012 adalah 359 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka ini meningkat tajam dibandingkan dengan AKI tahun 2009. AKI yang tinggi menunjukkan masih lemahnya kebijakan/program yang berdampak langsung dan tidak langsung terhadap ibu hamil. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan ibu hamil mempengaruhi angka kematian ibu, meskipun masih banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menangani masalah ini. Persoalan kematian yang terjadi lantaran indikasi yang lazim muncul seperti pendarahan, keracunan kehamilan yang disertai kejang kejang, aborsi, dan infeksi. Namun, masih ada faktor lain yang juga cukup penting, misalnya, pemberdayaan perempuan yang tak begitu baik, latar belakang pendidikan, sosial ekonomi keluarga, lingkungan masyarakat dan politik. 2

Selain masalah medis, tingginya kematian ibu juga karena masalah ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Oleh karena itu, pandangan yang menganggap kehamilan adalah peristiwa alamiah perlu diubah secara sosiokultural agar perempuan dapat perhatian dari masyarakat. Informasi dari Grafik 2.4 adalah kasus kematian ibu melahirkan di 22 kabupaten tertinggal yang terlaporkan. Terdapat variasi yang relatif besar, misalnya, kasus di Nias Utara yang tercatat 2 kasus kematian ibu melahirkan, sedangkan di Lombok Timur terlaporkan 38 kasus kematian ibu melahirkan. Variasi ini terjadi sejalan dengan jumlah penduduk yang bervariasi. Jika dikonversikan ke AKI, diperoleh AKI Nias Utara adalah 108 per 100.000 kelahiran hidup ada tahun 2012. KOTAK 1. Intervensi untuk mencegah kematian ibu dilakukan terhadap ketiga jenis determinan. a. Intervensi yang memberi dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI adalah intervensi terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan obstetri esensial. Peningkatan kemampuan penatalaksanaan komplikasi obstetri secara langsung mencegah kematian perempuan yang mengalami komplikasi sehiangga dengan cepat akan menurunkan angka kematian ibu. b.intervensi yang ditujukan kepada determinan antara akan memberikan efek pada jangka menengah, misalnya melalui peningkatan gizi serta pendidikan ibu. Peningkatan status gizi ibu memperkecil risiko ibu untuk meninggal jika mengalami komplikasi, sedangkan peningkatan pendidikan ibu akan mempertinggi kesadaran ibu dalam mengenali gejala/ tanda komplikasi secara dini dan mencari pertolongan profesional. c. Intervensi yang diarahkan kepada determinan kontekstual akan memberikan efek pada jangka panjang, misalnya melalui kegiatan pemberdayaan kemitraan dan kemitraan lakilaki perempuan. Dengan demikian perempuan dapat mengambil keputusan terbaik secara lebih mandiri dalam merencanakan kahamilan dan persalinannya. 3

Angka Kematian Bayi (AKB) Dan Balita (AKABA). Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Grafik 2.5 Perkembangan AKB dan Target RPJMN 2009-2014 dan MDGs 68 57 46 35 34 32 24 23 1991 1995 1999 2003 2007 2012 2013 2014 2015 Target dalam RPJMN 2009-2014 adalah 24 per 1000 kelahiran hidup, sedangkan MDGs memiliki target 23 per 1000 kelahiran hidup (lihat grafik 2.5.). Perkembangan capaian indikator AKB sejak tahun 1991 hingga tahun 2012 dapat dilihat dari Grafik 2.5. Kendati mengalami kecenderungan penurunan AKB, namun target RPJMN 2010-2014 dan MDGs begitu berat untuk dicapai. Terdapat banyak faktor yang menjadi penyebab angka kematian bayi, antara lain adalah pelayanan kesehatan, termasuk sarana dan prasarana kesehatan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup bayi. Selain itu, bagi daerah tertinggal khususnya di perdesaan yang masih kelangkaan prasarana dan sarana transportasi seperti jalan yang buruk dan moda transportasi yang buruk, memberikan kontribusi terhadap angka kematian bayi. Faktor penting lain adaah kondisi sosial ekonomi penduduk yang berpendapatan rendah. Tidak saja banyak penduduk miskin, tetapi juga termasuk dalam kelompok rentan. Tabel 2.1. Angka Kematian Bayi Di Beberapa Daerah Tertinggal, 2012 RPJM Kabupaten Jumlah Penduduk (jiwa) AKB ( Per 1000 Kelahiran Hidup) Tapanuli Tengah 314.142 7,7 Nias Selatan 294.069 25,0 4

Tabel 2.1. Angka Kematian Bayi Di Beberapa Daerah Tertinggal, 2012 Kabupaten Jumlah Penduduk (jiwa) AKB ( Per 1000 Kelahiran Hidup) Tapanuli Tengah 314.142 7,7 PakPak Barat 40.884 31,0 Nias Utara 128.533 7,0 Pasaman Barat 374.003 63,0 Oku Selatan 320.290 25,0 Musi Rawas 273.064 12,0 Empat Lawang 230.159 29 Kaur 133.884 3 Seluma 205.984 32 Bengkulu Tengah 105.128 3 Lampung Barat 423.586 1 Sukabumi 2.384.237 42 Garut 2.525.483 282 Bondowoso 7.503.388 191 Bangkalan 927.433 4 Lombok Timur 1.116.745 320 Sumba Barat Daya 284.903 23 Sabu Raijua 91.870 6 Barito Kuala 282.524 74 Hulu Sungai Utara 209.246 22 Nunukan 140.840 44 Buol 155.763 65 Pangkajene dan Kepulauan 325.239 265 Mamuju Utara 142.075 43 5

Tabel 2.1. Angka Kematian Bayi Di Beberapa Daerah Tertinggal, 2012 Kabupaten Jumlah Penduduk (jiwa) AKB ( Per 1000 Kelahiran Hidup) Tapanuli Tengah 314.142 7,7 Majene 151.107 14 Kepuluan Aru 86.468 6 Halmahera Selatan 203.707 175 Morotai 63.055 24 II. 6 Sumber : Berbagai Daerah, 2012 Tabel 2.1. menampilkan angka kematian bayi di daerah tertinggal. Variasi AKB yang ada dipengaruhi oleh jumlah penduduk. Dihubungan dengan angka kematian ibu (AKI) di atas, terdapat fenomena yang sama. Tingginya AKB di Lombok Timur, Garut, Halmahera Selatan, Pangkep, misalnya, juga diikuti dengan AKI yang tinggi. Sumber Daya Kesehatan Sumber daya di bidang kesehatan adalah segala bentuk dana, tenaga, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan alat kesehatan serta fasilitas pelayanan kesehatan dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Mengikuti pendapat H. Blum, pelayanan kesehatan menjadi determinan penting dalam memajukan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu atau berkualitas berarti tersedianya tenaga kesehatan yang cukup. Mutu pelayanan adalah pemenuhan terhadap suatu standar atau tolak ukur dan pemenuhan terhadap harapan klien. Pengertian mutu atau kualitas layanan kesehatan bersifat multidimensional, yaitu mutu menurut pemakai jasa layanan kesehatan (klien dan keluarganya) dan menurut penyelenggara layanan kesehatan (pihak rumah sakit, dokter serta petugas lainnya) serta menuntut penyandang dana yang membiayai layanan kesehatan (Azwar. 2001). Tenaga Dokter. Tenaga kesehatan merupakan kunci utama dalam keberhasilan pencapaian pelayanan kesehatan yang bermutu. Tenaga kesehatan memberikan kontribusi hingga 80% dalam keberhasilan pembangunan kesehatan (WHO). Hasil pendataan melalui Potensi Desa 2011 yang dilakukan oleh BPS, terdapat ketimpangan rasio dokter per 2500 penduduk antara nasional, daerah tertinggal dan non tertinggal (Lihat Tabel 2.2.). Terjadinya ketimpangan menyebabkan perbedaan dalam akses dan pelayanan kesehatan yang akan berdampak pada status kesehatan.

Tabel 2.2. Perbandingan Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan Berdasarkan Nasional, Daerah Non Tertinggal dan Daerah Tertinggal, 2011 Lingkup Jumlah Dokter (orang) Jumlah Bidan (Orang) Jml Bidan Desa (Orang) Dokter Per 2500 Penduduk Bidan Per 1000 Penduduk Jumlah Bidan Desa / Jumlah Desa Nasional 45.873 119.793 29.198 0,55 0,72 Daerah Non Tertinggal 40.392 89.453 0,62 0,66 Daerah 5.481 30.340 6.863 0,42 0,82 0,26 Tertinggal Sumber : Podes, BPS, 2011 Grafik 2.6. memperjelas tentang jumlah keluarga yang dilayani oleh dokter. Di daerah tertinggal 1 orang dokter menangani 2.293 keluarga, sedangkan di daerah non tertinggal 1 orang dokter menangani hampir setengah jumlah keluarga di daerah tertinggal (1.330). Kesenjangan beban kerja ini lebih diperberat dengan kondisi geografis/topografis yang berat, seperti jarak yang jauh antar desa dengan infrstruktur transportasi yang buruk atau bahkan antar pulau. Selain rasio ketersedian dokter masih menjadi masalah di daerah tertinggal, situasi umum di daerah tertinggal berkaitan dengan status dokter PNS dan PTT. Hasil identifikasi di 26 Kabupaten Tertinggal pada tahun 2012 masih belum menunjukkan perubahan yang berarti. Rata Rata Persentase Dokter Puskesmas di 26 Kabupaten Tertinggal berstatus PTT adalah 48,6. Grafik dibawah ini menampilkan sebagian besar puskesmas di luar jawa diisi oleh dokter dengan status PTT. Situasi ini menciptakan ketidakpastian pelayanan bagi masyarakat bila dokter PTT telah habis masa tugasnya dan penempatan tenaga kesehatan dokter belum tersedia. Tenaga Bidan. Bidan memiliki peran penting bagi masyarakat perdesaan dalam menangani kehamilan dan persalinan. Tabel 1 di atas menunjukkan jumah dan rasio bidan yang relatif tinggi. Rasio Tenaga Bidan per 1000 penduduk di daerah tertinggal relatif lebih tinggi secara nasional dan daerah non tertinggal. Akan tetapi terdapat masalah sebaran yang tidak merata di daerah tertinggal. Bidan yang menetap di desa dan bekerja sebagai bidan, memiliki rasio yang kecil. Bidan desa di daerah tertinggal hanya 21,2 % dari bidan desa secara nasional. Jumlah desa di daerah tertinggal berdasarkan data PODES 2011 adalah 29.273 desa atau 37,2% dari jumlah desa di Indonesia. Tabel 1 di atas memberi informasi hanya 26 % desa di daerah tertinggal yang telah memiliki bidan. Dengan melihat Status Bidan berdasarkan PNS dan PTT di 26 daerah tertinggal, pada Tabel 2.3 memberikan informasi persentase bidan berstatus 7

PNS relatif lebih besar. Akan tetapi masih menjadi persoalan berkaitan dengan kualitas bidan dan fungsi fungsinya dalam menjalan peran profesionalnya. Tabel 2.3. Status Bidan Berdasarkan PNS dan PTT Di 26 Kabupaten Tertinggal 2012 KABUPATEN STATUS BIDAN PNS % PNS PTT % PTT Total Tapanuli Tengah 222 47,74 243 52,26 465 Nias Selatan 241 92,34 20 7,66 261 Paseman Barat 139 43,44 181 56,56 320 OKU Selatan 110 48,46 117 51,54 227 Empat Lawang 96 73,85 34 26,15 130 Kaur 83 45,36 100 54,64 183 Seluma 181 57,46 134 42,54 315 Bengkulu Tengah 158 53,02 140 46,98 298 Lampung Barat 185 55,06 151 44,94 336 Sukabumi 290 61,31 183 38,69 473 Garut 360 61,86 222 38,14 582 Bondowoso 190 67,86 90 32,14 280 Sumba Barat Daya 84 93,33 6 6,67 90 Sabu Raijua 28 71,79 11 28,21 39 Barito Kuala 215 77,06 64 22,94 279 Kapuas Hulu 129 54,89 106 45,11 235 Buol 31 34,44 59 65,56 90 Pangkajene dan Kepulauan 141 60,78 91 39,22 232 Mamuju Utara 75 53,19 66 46,81 141 Mamuju 100 35,09 185 64,91 285 Majene 84 56,38 65 43,62 149 8

KABUPATEN STATUS BIDAN PNS % PNS PTT % PTT Total Kepulauan Aru 38 12,54 265 87,46 303 Bangkalan 236 59,75 159 40,25 395 Halmahera Selatan 91 40,27 135 59,73 226 Morotai 31 50,00 31 50,00 62 Biak Numfor 165 87,30 24 12,70 189 Sumber : Hasil Identifikasi 26 Kabupaten Tertinggal, KPDT, 2013. Ketersediaan tenaga kesehatan dinilai efektif dan berhasil bila tingkat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih semakin meningkat sehingga resiko kematian ibu dan bayi berpeluang untuk diatasi. Persalinan dilakukan oleh Tenaga Kesehatan Terlatih di daerah tertinggal ( 183 kab) masih banyak ditangani oleh bukan Tenaga Kesehatan Terlatih. Grafik 2.8. mengungkapkan terdapat 56,04 % persalinan pada tahun 2011 dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih. Persalinan yang dilakukan oleh bukan linakes berpeluang besar terjadinya kematian ibu melahirkan dan bayi. Lebih khusus, persalinan oleh Nakes di perdesaan di Daerah Tertinggal menjadi isu penting karena banyak persalinan masih rendah (52,43%). Bandingkan dengan perdesaan di daerah non tertinggal yang sudah lebih dari 74% persalinannya di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih (Tabel 2.4.). Tabel. 2.4 Sebaran Persalinan Ditolong Oleh Tenaga Kesehatan Terlatih Berdasarkan Daerah Tertinggal dan Tertinggal, 2011 STATUS DAERAH Persalinan Nakes Terlatih Perdesaan Perkotaan Daerah Tertinggal 52,43% 76,04% Non Daerah Tertinggal 74,28% 90,7% 9

10