EVALUASI PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DIARE SPESIFIK DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak balita

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

RASIONALITAS PERESEPAN OBAT DIARE PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS CURUG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI

BAB I Pendahuluan. I.1. Latar Belakang. Salah satu dari tujuan Millenium Development. Goal(MDGs) adalah menurunkan angka kematian balita

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Ulkus Diabetika

Tarigan A, Umiana S, Pane M Faculty of Medicine Lampung Univesity. Keywords: Bandar Lampung, puskesmas, therapy of diarrhea

BAB 1 PENDAHULUAN. urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

EVALUASI TERAPI DIARE PADA PASIEN ANAK DI PUSKESMAS NGUTER KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2012 NASKAH PUBLIKASI

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari (Navaneethan et al., 2011). Secara global, terdapat 1,7 miliar kasus diare

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PENDERITA DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI JUNI 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang paling sering dijumpai pada pasien-pasien rawat jalan, yaitu sebanyak

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah survei deskriptif terhadap semua variabel yang

EVALUASI PENGGUNAAN TOKOLITIK PADA PASIEN DENGAN RISIKO KELAHIRAN PREMATUR DI TIGA RUMAH SAKIT DI YOGYAKARTA

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO TAHUN 2011 SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia adalah penyakit diare. Diare adalah peningkatan frekuensi buang air

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya masih tinggi, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan obat didefinisikan oleh World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. secara descriptive dengan metode cross sectional dan pengambilan data secara

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2015 ARTIKEL.

POLA TATALAKSANA DIARE CAIR AKUT DI RSUD WONOSOBO Ika Purnamasari, Ari Setyawati ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab. Sementara menurut United Nations Childrens Foundation (UNICEF)

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. B. Alat Dan Bahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. infeksi virus selain oleh bakteri, parasit, toksin dan obat- obatan. Penyakit

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Pengambilan data

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina,

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal, mulas, demam,

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diare merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering terjadi di negara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik yang sesuai

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DIARE ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN Penelitian Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Demam Typhoid (typhoid fever) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN GASTROENTERITIS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT X PERIODE JANUARI JUNI 2013 NASKAH PUBLIKASI

Perbedaan Lama Rawat Inap Balita Diare Akut dengan Probiotik dan Tanpa Probiotik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kuman Salmonella Typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid banyak ditemukan. mendukung untuk hidup sehat (Nani dan Muzakir, 2014).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

54 Pelayanan Medis RS. PKU Muhammadiyah Yogyakarta 55 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 58 A. Kesimpulan. 58 B. Saran 59 DAFTAR PUSTAKA..

METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bersifat retrospektif,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

PHARMACY, Vol.08 No. 03 Desember 2011 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Sepuluh Besar Penyakit Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tahun 2010 di Idonesia (Kemenes RI, 2012)

Nidya A. Rinto; Sunarto; Ika Fidianingsih. Abstrak. Pendahuluan

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA TERAPI DIARE AKUT ANAK DI INSTALASI RAWAT JALAN PUSKESMAS BENDAN TAHUN ).

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data

III. METODE PENELITIAN

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

Transkripsi:

EVALUASI PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK DIARE SPESIFIK DI INSTALASI RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA Andriana Sari*, dan Evi Rahmawati Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia *Corresponding author email: andriesari@gmail.com Abstrak Latar belakang: Diare merupakan termasuk 3 besar penyakit yang menyebabkan rawat inap dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2014) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan total jumlah 2663 kasus. Peresepan obat yang sesuai dapat memberikan hasil pengobatan yang maksimal. Ketidaktepatan peresepan menyebabkan pengobatan tidak maksimal, efek samping bahkan kematian. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian pemberian obat antibiotika pada pasien anak diare spesifik di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berdasarkan penatalaksanaan menurut standar WHO 2005. Metode: Penelitian dilakukan secara non eksperimental, data diperoleh secara retrospektif berdasarkan rekam medis pasien anak rawat inap dengan diagnosa diare spesifik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011-2015. Data dianalisis secara deskritif, berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien. Hasil penelitian: Hasil pemilihan diperoleh 38 pasien yang menerima terapi sesuai standar WHO 2005 adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 76,31%, tepat pasien 76,31% dan tepat dosis 71,05%. Kata kunci: Evaluasi Pemilihan obat dan dosis, Diare Spesifik, Antibiotika 1. PENDAHULUAN Secara nasional angka kematian dari Diare oleh penyebab infeksi tertentu pada tahun 2014 sebesar 1,14% (Kemenkes, 2014). Tahun 2013 diare menempati urutan ketiga dengan jumlah 524 kasus, terjadi peningkatan dari tahun 2012, sedangkan tahun 2014 tidak jauh berbeda dari tahun 2013 namun terjadi penurunan menjadi 510 kasus (Dinkes, 2013). Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta diare termasuk 3 besar penyakit yang menyebabkan rawat inap dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, dengan total jumlah 2663 kasus. Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat baik di rumah maupun di sarana kesehatan sehingga masih ditemukannya kasus kematian pada anak-anak yang disebabkan oleh diare. Meskipun mortalitas dari diare dapat diturunkan dengan program rehidrasi/terapi cairan namun angka kesakitannya masih tetap tinggi (Kemenkes, 2012). Penatalaksanaan diare pada balita menurut rekomendasi WHO meliputi: rehidrasi menggunakan oralit, zink selama 10 hari berturutturut, meneruskan pemberian ASI dan makanan, antibiotika, memberikan nasihat pada orang tua atau pengasuh serta terapi tambahan dengan probiotik (Depkes, 2011). Pada penelitian kesesuaian obat dan dosis pada pasien anak rawat inap di RSUD Budhi Asih Jakarta bahwa 3,20% yang tidak sesuai dengan obat yang ada pada terapi pengobatan (Rusdi et al., 2009). Sementara rasionalitas penggunaan antibiotika pada kasus diare di Bangsal Anak RSUD Tugurejo Semarang Periode 2014 bahwa 62 pasien yang menggunakan antibiotik yang rasional adalah 2 pasien (2,32%) (Anggara Junita, 2014). Maka diperlukan penanganan yang komprehensif dan rasional agar memberikan hasil yang maksimal. Terapi yang rasional meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat penderita, dan waspada efek samping obat. Secara umum penanganan diare untuk mencegah dehidrasi, mengobati penyakit diare spesifik, menanggulangi gangguan gizi dan penyakit penyerta (Subijanto et al., 2006). Penggunaan obat dan dosis yang tidak sesuai merupakan masalah serius dalam pelayanan kesehatan oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi (Tanjung, 2009). Rumah sakit merupakan salah satu tempat dilakukan pelayanan kesehatan, sehingga evaluasi 127

kesesuaian pemilihan obat dan dosis sangat penting dilakukan untuk menentukan langkah dan kebijakan dalam menekan ketidaksesuaian penggunaan obat. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peresesepan obat yang digunakan pada diare spesifik pada anak tersebut di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan disesuaikan berdasarkan standar WHO 2005. 2. METODE 2.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan retrospektif yaitu mengambil data dari rekam medis pada pasien anak rawat inap dengan diare spesifik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada periode 2011-2015 2.2. Prosedur Penelitian Pengambilan data secara retrospektif pada April-Mei 2015 melalui pengambilan data sekunder yaitu rekam medis pada pasien anak dianalisis dengan kriteria 4T dengan standar WHO 2005. sampel yang digunakan yaitu pasien anak rawat inap dengan diare pesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi : (1) Rekam medis dan resep anak-anak dengan usia 0 lahir - 18 tahun pada periode 2011-2015, (2) Pasien anak usia 0 lahir - 18 tahun yang menjalani pengobatan diare spesifik. Kriteria eksklusi : (1). Rekam medis pada pasien yang tidak lengkap, (2). Tulisan pada resep tidak terbaca, (3). Pasien anak gizi buruk, (4). Pasien dengan penyakit autoimun. Data dianalisis dengan cara deskriptif untuk mengetahui peresepan obat meliputi tepat indikasi, tepat dosis, tepat obat dan tepat pasien dengan menggunakan standar WHO 2005. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pasien anak dengan diare spesifik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang diperoleh selama tahun 2011-2015 sebesar 59 pasien yang memenuhi inklusi. Dari 59 pasien dilakukan ekslusi sehingga menjadi 38 pasien yang diikutsertakan penelitian. 3.1. Karateristik Subjek Penelitian 3.1.1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Hasil penelitian dari 38 pasien anak diare spesifik, dimana jumlah pasien dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 55,26% (21 orang) dan perempuan sebesar 44,74% (17 orang). Pada umumnya penyakit diare tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin, akan tetapi penyakit ini lebih oleh sistem kekebalan tubuh, pola makan dan status gizi, serta higienitas dan sanitasi lingkungan (Noerasid et al., 1998). Resiko kesakitan diare dalam golongan perempuan lebih rendah dari lakilaki dipengaruhi aktivitas (Astaqauliyah, 2010). 3.1.2. Karakteristik Berdasarkan Usia The British Pediatric Association (BPA) menggolongkan masa anak-anak menjadi neonatus usia awal kelahiran sampai usia 1 bulan, bayi usia 1 bulan sampai 2 tahun, anak usia 2-12 tahun dan remaja usia 12-18 tahun (Aslam et al., 2003). Hasil diperoleh 38 pasien anak diare spesifik dimana pada usia > 2-12 tahun yang memiliki persentase terbesar (36,84%) dan diikuti usia 1-2 tahun (39,48%) dan usia > 12-18 tahun (23,68%). Menurut Rohim dan Soebijanto (2002), anak-anak merupakan kelompok yang rentan seperti sistem kekebalan tubuh sehingga kemungkinan besar lebih besar menderita suatu penyakit termasuk penyakit diare dan bila tidak diatasi dengan baik akan menyebabkan dehidrasi yang berakibat pada kematian. 3.1.3. Karakteristik Pasien Diare Dengan Gejala Klinis Yang Menyertai Gejala-gejala yang timbul pada pasien anak diare spesifik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa yang menderita diare spesifik mengalami gejala paling besar berupa demam, mual dan muntah (57,89%) Tabel 1. Gejala Klinis Yang Tampak Pada Pasien Diare Spesifik Gejala Jumlah (kasus) Persentase Demam, mual dan muntah 22 57,89% Demam 5 13,16% Demam, mual, muntah dan nyeri perut 5 13,16% Demam, nyeri perut 4 10,53% Mual, muntah dan nyeri perut 1 2,63% Mual dan muntah 1 2,63% Jumlah 38 100% 128

Pada umumnya pasien yang menderita diare memiliki gejala-gejala anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan dapat meningkat, nafsu makan dan minum berkurang atau tidak, kemudian timbul diare. Tinja makin cair, kemungkinan mengandung darah dan atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu anus (Tjay dan Rahardja, 2007). Demam biasanya terjadi akibat tubuh terpapar infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, parasit). Munculnya gejala demam dapat dipengaruhi oleh kekebalan tubuh pasien terhadap infeksi. Gejala yang disebabkan karena bakteri adalah demam tinggi, nyeri kepala, kejang-kejang, disamping diare berlendir dan berdarah (Tjay dan Rahardja, 2007). 3.2. Evaluasi Kesesuaian Obat dan Dosis Obat Diare Spesifik 3.2.1. Tepat Indikasi Diketahui bahwa pasien yang pasien mendapatkan antibiotik dan didukung hasil laboratorium secara mikroskopik atau uji feses menunjukkan pasien tersebut positif terkena infeksi bakteri. Berdasarkan hasil data pasien bahwa jumlah pasien 38 dan semua pasien mendapatkan antibiotika (tepat indikasi 100%). Terdapat 15 pasien yang dberikan antibiotik tunggal yang meliputi cefotaxim, metronidazol dan levofloxacin. Pergantian antibiotik terdapat 20 pasien yang mendapatkan pergantian obat dimana hal itu terjadi karena hasil lab feses belum diketahui. Setelah diketahui maka terjadi pergantian antibiotik sesuai dengan jenis bakteri yang menginfeksi. Pada kombinasi antibiotik terdapat 3 pasien yang mendapatkan 2 jenis antibiotik, dimana pemberian kombinasi tidak disarankan. Hasil lab pasien tersebut telah positif amuba dan cukup menggunakan metronidazol tanpa perlu adanya kombinasi pemberian antibiotik. Menurut WHO 2005 pada pergantian antibiotik dapat diberikan sesuai terapi empirik diare infeksi akut pada anak dimana cefotaxim, cotrimoksazol, ceftriakson dan ampisilin diberikan sebelum diketahui hasil data lab feses maka selanjutnya diberikan terapi defenitif sesuai dengan penginfeksinya seperti amuba atau salmonella (Diniz-Santos et al., 2006). Penggunaan antibiotik kombinasi diperbolehkan apabila: (1) kombinasi efek sinergis sehingga dapat meningkatkan aktivitas antibiotik pada infeksi spesifik, (2) Memperlambat dan mengurangi resiko timbulnya bakteri resistensi (3) Infeksi disebabkan oleh satu bakteri (Anonim, 2011). Standar WHO 2005, direkomendasi metronidazole pada diare karena bakteri amuba. Jika penyebabnya salmonella, terapi pilihan pertama adalah ciprofloxacin. Pada kasus salmonella dimana terapi yang diberikan diberikan levofloxacin yang masih dalam satu gologan antibiotik yang sama yaitu golongan kuinolon. Pemberian golongan kuinolon tidak direkomendasikan pada anak < 18 tahun tetapi pada kasus ini dapat digunakan karena pasien tergolong anak-anak remaja dan berumur 18 tahun (Soo-Han et al., 2013). Pada kasus diare spesifik, bakteri yang paling banyak menginfeksi adalah amuba dimana demam, dehidrasi sedang, convulsi merupakan karakteristik yang signifikan yang terjadi pada diare yang disebabkan amuba (Al-Khubaisy et al, 2013). Terapi penggunaan yang sesuai mengatasi patogen entamoeba tersebut dengan pemberian metronidazol (Guerrant, 2001). Tabel 2. Distribusi obat antibiotik tunggal, penggantian antibiotik dan kombinasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Kategori Nama Antibiotika Jumlah Pasien Persentasi Antibiotika Cefotaxim inj 5 13,16% Tunggal Metronidazol inj 9 23,68% Levofloxacin inj 1 2,64% Pergantian Cefotaxim Metronidazol 15 39,47% Antibiotika Cotrimoksazol Cefotaxime 1 2,64% Cotrimoksazol Metronidazol 1 2,64% Ceftriaxone Metronidazol 2 5,26% Ampisilin Metronidazol 1 2,64% Kombinasi Cefotaxim + metronidazol 3 7,89% Jumlah 38 100% 129

Tabel 3. Tepat Obat Diare Spesifik berdasarkan Standar WHO 2005 Standar WHO 2005 Tepat Obat % Tidak tepat Obat % Metronidazol 28 73,68% 3 7,89% Levofloxasin 1 2,63% 0 0,00% Cefotaxim+metronidazol 0 0,00% 3 100% Rata-rata 29 76,31% 6 15,78% 3.2.2. Tepat Obat Ketepatan obat diberikan berdasarkan sesuai atau tidaknya pemberian obat berdasarkan jenis diare dan bakteri yang menginfeksinya. Pemberian antibiotik yang dievaluasi berdasarkan standar WHO 2005. Distribusi ketepatan pemberian obat kepada pasien anak diare spesifik di RS PKU Muhammdiyah Yogyakarta tersaji pada tabel 3. Penggunaan antibiotik diberikan pada 38 pasien dimana pada penelitian ini merupakan kasus diare spesifik dimana wajib mendapatkan antibiotik karena pasien positif terkena infeksi yaitu angka leukosit positif atau terdapat infeksi amuba atau salmonella. Pemberian levofloxacin untuk terapi salmonella dapat diberikan sesuai standar WHO 2005. Sedangkan pada infeksi amuba metronidazol diberikan tanpa perlu dikombinasi dengan antibiotik lain. Pada kriteria tepat obat menurut standar WHO (2005) yang memenuhi kriteria tepat obat sebanyak 76,31%. Pada tepat obat dianalisis adalah metronidazol tunggal dimana positif terinfeksi amuba dan pergantian antibiotik dimana setelah diketahui hasil lab feses, pasien terinfeksi amuba dan akhirnya pergantian antibiotik menjadi metronidazol serta pemberian antibiotik yang dikombinasi dengan metronidazol dimana pasien terinfeksi amuba. 3.2.3. Tepat Pasien Data rekam medis pasien tidak semua tercatat adanya keluhan reaksi hipersensitif (alergi) terhadap antibiotik tertentu, maka rekam medik yang tidak menuliskan adanya keluhan reaksi hipersensitif (alergi) dianggap tidak memiliki riwayat hipersensitif terhadap obat yang digunakan. Apabila pasien memiliki alergi terhadap obat tertentu tetapi tetap diresepkan maka dinyatakan tidak tepat pasien. Maka dari disimpulkan pasien rata-rata tepat pasien menurut standar WHO (2005) adalah 76,31%. 3.2.4. Tepat Dosis. Hasil penelitian tepat dosis yang meliputi tepat 1x pemberian, frekuensi dan lama pemberian antibiotik terdapat antibiotik yang pemberiannya kombinasi dimana efek terapi yang diberikan tidak tepat karena pada standar WHO 2005. Pada analisis tepat dosis meliputi 1x pemberian, frekuensi dan lama pemberian antibiotik. Jika, tidak memenuhi salah satu maka antibiotik tersebut dikatakan tidak tepat dosis dan semua antibiotik yang diresepkan pada pasien baik secara empirik ataupun secara defenitif dengan menggunakan standar WHO 2005, secara umum dilakukan analisis untuk mengetahui ketepatan dosis yang telah diresepkan. Tabel 4. Tepat Pasien berdasarkan Standar WHO 2005 Standar WHO 2005 Tepat Obat % Tidak tepat Obat % Metronidazol 28 73,68% 3 7,89% Levofloxasin 1 2,63% 0 0,00% Cefotaxim+metronidazol 0 0,00% 3 100% Rata-rata 29 76,31% 6 15,78% 130

Tabel 5. Ketepatan dosis pemberian antibiotik menurut standar WHO 2005 Standar WHO 2005 Tepat Dosis % Tidak tepat dosis % Metronidazol 14 36,84% 8 21,05% Levofloksasin 1 2,63% 0 0,00% Cefotaxim 10 26,32% 4 10,52% Cotrimoksazol 0 0,00% 2 0,00% Ceftriaxone 2 5,26% 1 2,63% Ampisilin 0 0,00% 1 2,63% Rata-rata 27 71,05% 42,10% Tidak semua obat yang diberikan memenuhi kriteria lama pemberian obat. Antibiotik yang diberikan jika tidak diberikan sesuai dengan standar lamanya pemberian obat dapat menyebabkan perkembangan bakteri yang resistensi. Setiap orang yang menggunakan terapi antibiotika, maka bakteri akan terbunuh tetapi bakteri yang resistensi akan tetap hidup, tumbuh dan bereproduksi. Oleh karena itu, untuk mengontrol perkembangan bakteri yang resistensi yaitu dengan penggunaan antibiotik yang tepat yang meliputi dosis, frekuensi dan lama pemberian. Dari tepat dosis menurut WHO 2005 pemberian antibiotik adalah 71,05%. 4. KESIMPULAN Hasil pemilihan diperoleh 38 pasien yang menerima terapi sesuai standar WHO 2005 adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 76,31%, tepat pasien 76,31% dan tepat dosis 71,05%. DAFTAR PUSTAKA 1. Al-Kubaisy, W., Al-Naggar, R.W., Al- Badre, A., and Osman, M.T, 2013, Clinical Presentations and Pathogenic Agents of Bloody Diarrhea among Iraqi Children, Indian Journal of Applied Research volume : 3, diakses 14 Juni 2016. 2. Anggara, J., 2014, Evaluasi Rasionalitas Penggunaan Antibiotika pada Kasus Diare di Bangsal Anak RSUD Tugurejo Semarang Periode 2014,Skripsi, Fakultas Farmasi UAD, Yogyakarta. 3. Anonim, 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 4. Astaqauliyah, 2010, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1216/Menkes/SK/XI/2001, Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Edisi kelima, Dinkes Kab. Bantul, Yogyakarta. 5. Aslam, M., Tan, C.K., dan Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy), Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, Elex Media Komputindo, Jakarta. 6. Depkes, 2011, Buku Saku Lintas Diare, 11-25, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 7. Diniz-Santos, D.R., Silva, L.R., and Silva, N., 2006, Antibiotics for the Empirical Treatment of Acute Infectious Diarrhea in Children, The Brazilian Journal of Infectious Disease 2006;10(3):217-227, diakses 26 Mei 2016. 8. Dinkes, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yoygyakarta Tahun 2012, Dines Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta. 9. Guerrant, R.L., Gilder, T.V., 2001, Practise Guidlines for the Management of Infectious Diarrhea, IDSA Guidlines CID 2001:32, diakses 11 agustus 2016 10. Kemenkes, 2012, Profil Data Kesehatan Indonesia, 90-91, KementerianKesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 11. Kemenkes, 2014, Profil Data Kesehatan Indonesia, 147-148, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. 12. Noerasid, H., Suraatmadja, S., dan Asinil, P.O., 1998, Gastroenterology Anak Praktis, cetakan keempat, 51-76, Balai Penertbit Fakultas Kedokteran UI, Jakarta. 13. Rohim, A., dan Soebijanto., 2002, Probiotik dan Flora Normal Usus dalam Ilmu Penyakit Anak, Salemba Medika, Jakarta. 14. Rusdi,N.K., Gultom, B., dan Wulandari, A., 2009,Evaluasi Penggunaan Obat Diare dan Dosis Pada Pasien Anak Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Budhi Asih Jakarta,Numlil farmasains.uhamka.ac_.id-volume-1-no- 5.pdf, diakses tanggal 27 Mei 2015. 15. Soo, H.C., Eun, Y.K., and Yae, J.K., 2013, Sysytemic use of flouroquinolone in 131

children, Korean J Pediatric 2013;56(5):196-201, diakses 2 Juni 2016 16. Subijanto., Ranuh, R.., Djupri, L., dan Soeoarto, P., 2006, Management Diare pada Bayi dan Anak, Old.pediatrik.com, diakses 09 November 2015. 17. Tanjung, D.S., Kusuma, A.M., dan Hapsari Indri., 2009, Evaluasi Penggunaan Obat Diare pada Anak di Instalasi RSUD Banyumas Tahun 2009, Pharmacy, vol.06 no. 01 agustus 2011, diakses 12 september 2015. 18. Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2002, Obat- Obat Penting Edisi V, 270-272, PT Elex Media Kumputindo, kelompok Gramedia, Jakarta. 19. WHO, 2005, The treatment of diarrhoea: A manual for physicians and othersenior health workers, 4-14, WHO Press, Geneva. 132