PANDUAN SKILL LAB BLOK MEDICAL EMERGENCY (SKILL LAB 4) PENANGANAN ABSES DAN PERIKORONITIS JURUSAN KEDOKTERAN GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Purwokerto, 2012 1 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y
A. PENANGANAN ABSES Abses merupakan suatu lesi yang sulit ditangani, karena kecenderungannya untuk meluas ke banyak jaringan dan sulitnya agen-agen terapeutik masuk ke dalam abses melalui pembuluh darah (Sabiston, 1994). Prinsip dasar perawatan kasus infeksi odontogen antara lain; (1) mempertahankan dan meningkatkan faktor pertahanan tubuh penderita, (2) pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang memadai, (3) tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada, (4) menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi dan (5) evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan. Pada kasus-kasus infeksi fascial space, pada prinsipnya sama dengan perawatan infeksi odontogen lainnya, tetapi tindakan yang dilakukan harus lebih luas dan agresif (Soemartono, 2000; Mahmood&Mahmood, 2005). Gambar 1. Ilustrasi infeksi gigi yang menyebabkan abses Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi dan drainase adalah perawatan yang terbaik pada abses (Topazian et al, 1994). Penatalaksanaan abses apabila belum terjadi drainase spontan, maka dilakukan insisi dan drainase pada puncak fluktuasi dan drainase dipertahankan dengan pemasangan drain (drain karet atau kasa), pemberian antibiotik untuk mencegah penyebaran infeksi dan analgesik sebagai penghilang sakit. Pencabutan dilakukan setelah gejala akutnya mereda. Apabila sudah terjadi drainase spontan (sudah ada fistula) maka dapat langsung dilakukan pencabutan gigi penyebab. Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya dilakukan sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membaik. Dalam keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi 2 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y
ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi osteomyelitis (Karasutisna, 2001; Lopez-Piriz et al., 2007). Menurut Peterson (2003), tahapan prosedur insisi pada penatalaksanaan abses adalh sebagai berikut : 1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi. 2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan dengan anestesi infiltrasi. 3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka direncanakan insisi : Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat fluktuasi positif. Gambar 2. (a) Insisi intraoral; (b) penempatan hemostat dalam ruang abses (Fragiskos, 2007) 4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan ujung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus. 3 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y
Gambar 3. (a) Penempatan drain karet di dalam rongga abses; (b) diksasi dengan jahitan pada salah satu sisi insisi (Fragiskos, 2007) 5. Penempatan drain karet di dalam rongga abses dan difiksasi dengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan kasa tidak terlepas. 6. Peresepan antibiotik (perawatan pendukung); peresepan antibiotik penisilin atau erythromycin serta obat analgesik (kombinasi narkotik/nonnarkotik). Dapat ditambah dengan kumur larutan saline (1 sendok teh garam + 1 gelas air) yang dikumurkan setiap setelah makan. 7. Pencabutan gigi penyebab secepatnya. Sumber Referensi: Fragiskos, FD. 2007. Oral Surgery. New York : Springer Berlin Heidelberg. Karasutisna, T. 2001. Infeksi Odontogenik. Edisi 1. Bandung. Bagian Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran. Lopez-Piriz, R. Aguilar, L. Gimenez, MJ. Management of Odontogenic Infection of Pulpal and Periodontal Origin. Med Oral Patol Oral Cir Bucal. 12: E154-9. Mahmood, MHS. & Mahmood, SSA. Odontogenic Neck Infections. The Journal of Teachers Association. 18(1): 55-59. Sabiston, DC. 1994. Buku Ajar Bedah. Volume 2. Jakarta : Penerbit EGC. Soemartono, 2000 Infeksi Odontogen dan Penyebabnya. Surabaya: Pelatihan Spesialis kedokteran Gigi Bidang bedah Mulut. Peterson, LJ. 2003. Contemporaray Oral and Maxillofacial Surgery. Fouth Edition. St. Louise: Mosby Ltd. Topazian, RG. Goldberg, MH. Hupp, JR. 1994. Oral and Maxillofacial Infection: Odontogenic Infections and Deep Fascial Space Infections of Dental Origin. 3rd edition. Chapter 6. Philadelphia: WB Sounders Co. 4 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y
No. Skill Lab 4a: Borang Penilaian Penangangan Abses Kegiatan 1 Komunikasi dengan pasien (memberi salam) Memberikan penjelasan mengenai tujuan dan tindakan 2 apa yang akan dilakukan 3 Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan 4 Melakukan tindakan insisi 5 Menempatkan kasa (pengganti drain) 6 Suturing 7 Menuliskan resep Penilaian* 0 1 2 8 Memberikan instruksi pasca perawatan abses *Keterangan: 0=tidak dilakukan sama sekali, 1=dilakukan, tapi tidak sempurna, 2=dilakukan dengan sempurna 5 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y
B. PENANGANAN PERIKORONITIS Perikoronitis merupakan suatu keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operkulum) yang menutupi mahkota gigi di sekeliling gigi yang akan erupsi, paling sering terjadi pada molar 3 bawah (Mansjoer, 2000). Infeksi yang terjadi disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan debris yang terperangkap diantara mahkota gigi dan jaringan lunak diatasnya. Perikoronitis dapat menetap menjadi bentuk subakut/kronis jangka panjang yang berkaitan dengan osteitis dan kerusakan tulang (Pedersen, 1996). Gambar 4. Ilustrasi perikoronitis, adanya keradangan pada jaringan lunak perikoronal (operkulum) yang menutupi mahkota gigi Tanda dan Gejala Gusi berwarna merah Bengkak Sakit pada daerah yang sedang tumbuh Kadang disertai trismus dari ringan sampai berat, bau mulut, pembengkakan wajah, demam, dan sukar menelan Penatalaksanaan 1. Irigasi daerah yang mengalami peradangan dengan larutan hydrogen peroxide 2% hingga bersih dari sisa makanan. 2. Resepkan obat antibiotik dan analgesik, bila ada trismus dapat diberi antirelaksan (misal: diazepam). 6 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y
3. Berikan instruksi untuk menjaga kebersihan rongga mulut. sarankan untuk berkumur dengan antiseptik atau air biasa setelah makan dan menaikan daya tahan tubuh (imunitas). 4. Setelah peradangan membaik (5 hari pasca medikasi), lakukan operculectomy. Prosedur Operculectomy 1. Komunikasi dengan pasien terkait tindakan apa yang akan dilakukan. 2. Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. 3. Usap area pembedahan dengan kapas dan iod (antiseptik). 4. Lakukan anastesi pada sekitar area operasi. 5. Lakukan pemotongan gingiva yang menutup permukaan mahkota gigi. Gambar 5. Prosedur tehnik bedah operculectomy 6. Tutup dengan kasa dan instruksikan pasien untuk menggigit. 7. Resepkan analgesik untuk mengurangi rasa sakit. Sumber Referensi: Mansjoer Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, Volume 1, Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Pedersen, GW. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Alih bahasa Purwanto & Basoeseno. Jakarta: EGC. 7 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y
Skill Lab 4b: Borang Penilaian Penanganan Perikoronitis No. Kegiatan 1 Komunikasi dengan pasien (memberi salam) Memberikan penjelasan mengenai tujuan dan tindakan apa yang 2 akan dilakukan 3 Menuliskan resep 4 Mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan 5 Menentukan dan mempersiapkan rongga mulut sebelum tindakan 6 Melakukan tindakan operculectomy 7 Memberikan instruksi pasca perawatan operculectomy Penilaian* 0 1 2 *Keterangan: 0=tidak dilakukan sama sekali, 1=dilakukan, tapi tidak sempurna, 2=dilakukan dengan sempurna 8 Blok M e d i c a l E m e r g e n c y