BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

DAFTAR NOTASI. Luas penampang tiang pancang (mm²). Luas tulangan tarik non prategang (mm²). Luas tulangan tekan non prategang (mm²).

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

DAFTAR NOTASI BAB I β adalah faktor yang didefinisikan dalam SNI ps f c adalah kuat tekan beton yang diisyaratkan f y

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG CONDOTEL MATARAM CITY YOGYAKARTA. Oleh : KEVIN IMMANUEL KUSUMA NPM. :

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

PERENCANAAN GEDUNG BETON BERTULANG BERATURAN BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL LIMA LANTAI DENGAN SISTEM PELAT DATAR DAN DINDING GESER

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG TRANS NATIONAL CRIME CENTER MABES POLRI JAKARTA. Oleh : LEONARDO TRI PUTRA SIRAIT NPM.

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR BETON BERTULANG UNTUK GEDUNG TINGKAT TINGGI

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB II DASAR DASAR PERENCANAAN STRUKTUR ATAS. Secara umum struktur atas adalah elemen-elemen struktur bangunan yang

BAB III LANDASAN TEORI. dan pasal SNI 1726:2012 sebagai berikut: 1. U = 1,4 D (3-1) 2. U = 1,2 D + 1,6 L (3-2)

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB II LANDASAN TEORI

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pelat Pertemuan - 2

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR PERPAJAKAN PUSAT KOTA SEMARANG

BAB II BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA. 1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03

3. BAB III LANDASAN TEORI

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Wilayah Gempa... 6

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG LIPPO CENTER BANDUNG

Yogyakarta, Juni Penyusun

PERANCANGAN GEDUNG APARTEMEN DI JALAN LAKSAMANA ADISUCIPTO YOGYAKARTA

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN L atar Belakang...

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PERANCANGAN STRUKTUR HOTEL DI JALAN LINGKAR UTARA YOGYAKARTA

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG HOTEL JALAN MARTADINATA MANADO

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG DEWAN KERAJINAN NASIONAL DAERAH (DEKRANASDA) JL. KOLONEL SUGIONO JEPARA

BAB IV ANALISA STRUKTUR

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS STUDENT PARK APARTMENT SETURAN YOGYAKARTA

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS GEDUNG APARTEMEN SEMBILAN LANTAI DI YOGYAKARTA. Oleh : PRISKA HITA ERTIANA NPM. :

B A B I I TINJAUAN PUSTAKA. getaran elastis yang dipancarkan ke segala arah dari titik runtuh (rupture point).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3.4.5 Beban Geser Dasar Nominal Statik Ekuivalen (V) Beban Geser Dasar Akibat Gempa Sepanjang Tinggi Gedung (F i )

BAB III LANDASAN TEORI. A. Analisis Pembetonan Struktur Portal

2.5.3 Dasar Teori Perhitungan Tulangan Torsi Balok... II Perhitungan Panjang Penyaluran... II Analisis dan Desain Kolom...

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR ATAS GEDUNG PERKULIAHAN FMIPA UNIVERSITAS GADJAH MADA

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL.. i. LEMBAR PENGESAHAN ii. KATA PENGANAR.. iii ABSTRAKSI... DAFTAR GAMBAR Latar Belakang... 1

PERANCANGAN STRUKTUR BANGUNAN RUMAH SUSUN DI SURAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

MODIFIKASI STRUKTUR GEDUNG WISMA SEHATI MANOKWARI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERHOTELAN DENGAN SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS (SRPMK) DI KOTA PADANG

LEMBAR PENGESAHAN Tugas Akhir Sarjana Strata Satu (S-1)

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG KANTOR SEWAKA DHARMA MENGGUNAKAN SRPMK BERDASARKAN SNI 1726:2012 DAN SNI 2847:2013 ( METODE LRFD )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR UNIT GEDUNG A UNIVERSITAS IKIP VETERAN SEMARANG

Bab 6 DESAIN PENULANGAN

TUGAS AKHIR DESAIN ALTERNATIF STRUKTUR GEDUNG YAYASAN PRASETIYA MULYA DENGAN LANTAI BETON BERONGGA PRATEGANG PRACETAK

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR TAHAN GEMPA DENGAN SISTEM BALOK ANAK DAN BALOK INDUK MENGGUNAKAN PELAT SEARAH

BAB IV POKOK PEMBAHASAN DESAIN. Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi-dimensi

Perhitungan Struktur Bab IV

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. geser membentuk struktur kerangka yang disebut juga sistem struktur portal.

MODIFIKASI GEDUNG BANK CENTRAL ASIA CABANG KAYUN SURABAYA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM GANDA

PERANCANGAN ULANG STRUKTUR GEDUNG BANK MODERN SOLO

BAB III METEDOLOGI PENELITIAN. dilakukan setelah mendapat data dari perencanaan arsitek. Analisa dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Beban yang bekerja pada struktur dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu beban vertikal dan beban horisontal. Beban vertikal meliputi beban mati dan beban hidup. Untuk beban horisontal dalam hal ini yaitu berupa beban gempa. 2.1.1 Beban Vertikal A. Beban mati Beban mati merupakan semua berat sendiri gedung dan segala unsur tambahan yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung tersebut. Sesuai SNI 1727:2013, yang termasuk beban mati adalah seperti dinding, lantai, atap, plafon, tangga dan finishing. B. Beban hidup Beban hidup merupakan semua beban yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan suatu gedung, termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah. Beban hidup pada lantai gedung diambil menurut SNI 1727:2013 seperti terlihat pada Tabel 2.1 6

Tabel 2.1 Beban Hidup Gedung (SNI 1727:2013) 7

8

2.1.2 Beban Horisontal (Beban Gempa) Beban gempa merupakan beban yang timbul akibat pergerakan tanah dimana struktur tersebut berdiri. Terdapat beberapa metode analisa perhitungan besarnya beban gempa yang bekerja pada struktur gedung. Secara umum metode analisa ini terdiri dari: 1. Analisis gempa statik ekuivalen Metode ini digunakan untuk menganalisa beban gempa pada struktur beraturan dimana beban yang bekerja merupakan hasil penyederhanaan dan modifikasi pergerakan tanah. Beban tersebut bekerja pada suatu pusat massa lantai-lantai struktur gedung. 9

2. Analisa dinamis Analisa modal Metode ini dipakai untuk menyelesaikan analisa dinamik suatu struktur dengan syarat bahwa respon spectrum masih elastis dan struktur mempunyai standar mode shape. Analisa respons spectrum Merupakan suatu analisis dengan menentukan respons dinamik struktur gedung yang berperilaku elastis penuh terhadap pengaruh suatu gempa. Metode ini merupakan suatu pendekatan terhadap beban gempa yang mungkin terjadi. Menurut SNI 1726:2012, respons spektrum adalah suatu diagram hubungan antara percepatan respons maksimum suatu sistem satu derajat kebebasan (SDK) akibat gempa tertentu, sebagai fungsi dari faktor redaman dan waktu getar alami. Analisa riwayat waktu (time history analysis) Merupakan suatu analisis dalam menentukan riwayat waktu respons dinamik struktur gedung yang berperilaku elastik penuh (linier) maupun elastik-plastis (non-linier) terhadap pergerakan tanah akibat gempa rencana. Untuk struktur gedung sederhana dan beraturan, penentuan beban gempa dapat dipakai Analisa statik ekuivalen. Menurut pasal 7.3.2 SNI 1726:2012, struktur bangunan gedung dapat diklasifikasikan berdasarkan pada konfigurasi horisontal dan vertikal dari struktur bangunan gedung, yaitu sebagai berikut : a. Ketidakberaturan horisontal Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.2 harus dianggap mempunyai ketidakberaturan struktur horisontal. Struktur-struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.2 harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel itu. 10

Tabel 2.2 Ketidakberaturan Horisontal pada Struktur (SNI 1726:2012) Tipe dan penjelasan ketidakberaturan 1a Ketidakberaturan torsi didefinisikan ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,2 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi dalam pasalpasal referensi berlaku hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau setengah kaku 1b Ketidakberaturan torsi berlebihan didefinisikan ada jika simpangan antar lantai tingkat maksimum, torsi yang dihitung termasuk tak terduga, di sebuah ujung struktur melintang terhadap sumbu lebih dari 1,4 kali simpangan antar lantai tingkat rata-rata di kedua ujung struktur. Persyaratan ketidakberaturan torsi berlebihan dalam pasal-pasal referensi berlaku hanya untuk struktur di mana diafragmanya kaku atau setengah kaku. 2 Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan ada jika kedua proyeksi denah struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15 persen dimensi denah struktur dalam arah yang ditentukan. 3 Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma didefinisikan ada jika terdapat diafragma dengan diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai daerah terpotong atau terbuka lebih besar dari 50 persen daerah diafragma bruto yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan diafragma efektif lebih dari 50 persen dari suatu tingkat ke tingkat selanjutnya. 4 Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitas dalam lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap bidang elemen vertikal. 5 Ketidakberaturan sistem nonparalel didefninisikan ada jika elemen penahan gaya lateral vertikal tidak paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu ortogonal Penerapan kategori desain seismik D, E, dan F B, C, D, E, dan F C, D, E, dan F C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F E dan F D B, C, dan D C dan D C dan D D B, C, dan D D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F B, C, D,E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F C, D, E, dan F B, C, D, E, dan F D, E, dan F B, C, D, E, dan F 11

utama sistem penahan gaya gempa. b. Ketidakberaturan vertikal Struktur bangunan gedung yang mempunyai satu atau lebih tipe ketidakberaturan seperti yang terdaftar dalam Tabel 2.3 harus dianggap mempunyai ketidakberaturan vertikal.struktur-struktur yang dirancang untuk kategori desain seismik sebagaimana yang terdaftar dalam Tabel 2.3 harus memenuhi persyaratan dalam pasal-pasal yang dirujuk dalam tabel. Tabel 2.3 Ketidakberaturan Vertikal pada Struktur (SNI 1726:2012) Tipe dan penjelasan ketidakberaturan 1a Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 70 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 80 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. 1b Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Berlebihan didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana kekakuan lateralnya kurang dari 60 persen kekakuan lateral tingkat di atasnya atau kurang dari 70 persen kekakuan rata-rata tiga tingkat di atasnya. 2 Ketidakberaturan Berat (Massa) didefinisikan ada jika massa efektif semua tingkat lebih dari 150 persen massa efektif tingkat di dekatnya. Atap yang lebih ringan dari lantai di bawahnya tidak perlu ditinjau. 3 Ketidakberaturan Geometri Vertikal didefinisikan ada jika dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa di semua tingkat lebih dari 130 persen dimensi horisontal sistem penahan gaya gempa tingkat di dekatnya. Penerapan kategori desain seismik D, E, dan F E dan F D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F 12

4 Diskontinuitas Arah Bidang dalam Ketidakberaturan Elemen Penahan Gaya Lateral Vertikal didefinisikan ada jika pegeseran arah bidang elemen penahan gaya lateral lebih besar dari panjang elemen itu atau terdapat reduksi kekakuan elemen penahan di tingkat di bawahnya. 5a Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 80 persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat lateral tingkat adalah kuat lateral total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau. 5b Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat yang Berlebihan didefinisikan ada jika kuat lateral tingkat kurang dari 65 persen kuat lateral tingkat di atasnya. Kuat tingkat adalah kuat total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat untuk arah yang ditinjau. B, C, D, E, dan F D, E, dan F D, E, dan F E dan F D, E, dan F D, E, dan F B dan C D, E, dan F Ketentuan-ketentuan dalam analisa beban statik ekuivalen: 1. Arah pembebanan Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh gempa rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberikan pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur subsistem dan sistem secara keseluruhan. Pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan menurut ketentuan diatas harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi efektifitas 30%. 2. Beban gempa nominal statik ekuivalen Geser dasar seismik, V, dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut : V = Cs. W (2.1) 13

Cs = (2.2) Dimana: Cs = Koefisien respons seismik W = Berat seisimk efektif S DS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang perioda pendek R = Faktor modifikasi respons Ie = Faktor keutamaan gempa Besarnya nilai faktor I, R, dan S DS dapat dilihat pada Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung SNI 1726:2013. Nilai Cs yang dihitung sesuai dengan persamaan 2.3 tidak perlu melebihi berikut ini : Cs = (2.3) Cs harus tidak kurang dari : Cs = 0,044 S DS. Ie > 0,01 (2.4) Dimana: S D1 T = Parameter percepatan spektrum respons desain pada perioda sebesar 1,0 detik = Periode fundamental struktur S 1 = Parameter percepatan spektrum respons maksimum yang dipetakan Gaya gempa lateral (Fx) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut : F x = C vx. V (2.5) C vx = (2.6) 14

Dimana: C vx V w i dan w x = Faktor distribusi vertikal = Gaya lateral desain total = Bagian berat seisimik efektif total struktur (W) yang dikenakan pada tingkat i atau x h i dan h x = Tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut : untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 0,5 detik atau kurang, 1 k untuk struktur yang mempunyai perioda sebesar 2,5 detik atau lebih, 2 k untuk struktur yang mempunyai perioda antara 0,5 dan 2,5 detik, k harus sebesar 2 atau harus ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2 3. Waktu getar alami fundamental Periode fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, harus ditentukan dari persamaan berikut : x Ta = Ct. h n (2.7) Dimana : h n = ketinggian struktur (m) Ct dan x ditentukan dari Tabel 14 SNI 1726:2012 seperti terlihat pada Tabel 2.4 Tabel 2.4 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x (SNI 1726:2012) 15

Periode fundamental maksimal (T max ) dalam detik, dapat ditentukan dari persamaan berikut : T max = Cu. Ta (2.8) Tabel 2.5 Koefisien untuk Batas Atas pada Periode yang dihitung (SNI 1726:2012) Jika salah satu syarat dalam analisa beban statik ekuivalen tidak dapat dipenuhi maka dalam analisa beban gempa harus menggunakan analisa dinamis dan salah satunya dengan menggunakan analisa respons spektrum. Analisa Respon Spektrum Dalam hal analisis beban gempa, spektrum respon disusun berdasarkan respon terhadap percepatan tanah (ground acceleration) beberapa rekaman gempa. Spektrum desain merupakan representasi gerakan tanah (ground motion) akibat getaran gempa yang pernah terjadi untuk suatu lokasi. Beberapa faktor pertimbangan untuk pemilihan desain spektrum adalah besar skala gempa, jarak lokasi ke pusat gempa, mekanisme sesar, jalur rambatan gelombang gempa, dan kondisi tanah lokal (Chopra, 1995). Grafik respon spektrum merupakan hasil plot nilai tanggapan/respon maksimum terhadap fungsi beban tertentu untuk semua sistem derajat kebebasan tunggal yang memungkinkan. Absis dari grafik tersebut berupa frekuensi(periode/waktu) dan ordinat berupa nilai respon maksimum (Paz, 1990). Metode respon spektrum biasa digunakan untuk mengetahui respon dinamik dari sebuah struktur terhadap gempa sesuai dengan peraturan gempa di setiap negara yang berbeda-beda. Dalam hal ini, peraturan yang digunakan adalah SNI 1726:2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur 16

bangunan gedung dan non gedung, peta zonasi gempa di Indonesia, dan desain spektra Indonesia. Dalam SNI 176:2012 terdapat tahapan mendesain spektrum respon dengan menghitung persamaan-persamaan sesuai dengan periode. Dari parameter percepatan batuan dasar peiode pendek (S s ) dan parameter percepatan batuan dasar periode 1 detik (S 1 ), didapat parameter spektrum respon dengan menggunakan persamaan berikut: S MS = F a S s (2.9) S M1 = F v S 1 (2.10) Faktor amplikasi getaran (F a dan F v ) didapat dari hubungan percepatan batuan dasar (S s dan S 1 ) dengan kelas situs. Faktor amplikasi getaran (F a dan F v ) dihitung sesuai SNI 1726:2012. Setelah menghitung parameter spektrum respon, dapat dilakukan perhitungan parameter percepatan spektral desain dengan persamaan: S DS = 2/3 S MS (2.11) S D1 = 2/3 S M1 (2.12) Dengan menghitung parameter percepatan spektral desain, grafik respon spektrum dapat dibuat. Grafik respon spektrum adalah hubungan antara periode dan percepatan respon spektra yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 Gambar 2.1 Spektrum Respon Desain (SNI 1726:2012) 17

dimana: T 0 = (2.13) Ts = (2.14) Untuk T < T 0 S a = S DS ( ) (2.15) Untuk T 0 < T < Ts S a = S DS (2.16) Untuk T > Ts S a = (2.17) Hal yang perlu diperhatikan untuk metode analisis respon spektrum adalah skala input pada SAP2000. Analisis respon spektrum dilakukan dengan input dari grafik spektrum respon gempa rencana yang nilai ordinatnya dikalikan faktor koreksi f = I e /R (2.18) dimana f : faktor skala I e R :faktor keutamaan gempa : koefisien modifikasi respon Nilai skala faktor dinyatakan dalam percepatan gravitasi bumi (g) yaitu 9,81 m/detik 2. 18

2.1.3 Kombinasi pembebanan Kombinasi pembebanan yang dipakai sesuai dengan Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung SNI 2847:2013 yaitu: 2.1.3.1 Kekuatan perlu Kekuatan perlu U harus paling tidak sama dengan pengaruh beban terfaktor sebagai berikut : U = 1,4 D U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (Lr atau R) U = 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) + (1,0 L atau 0,5 W) U = 1,2 D + 1,0 W + 1,0 L + 0,5 (Lr atau R) U = 1,2 D + 1,0 E + 1,0 L U = 0,9 D + 1,0 W U = 0,9 D + 1,0 E 2.1.3.2 Kuat rencana Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban normal, geser, dan torsi, harus diambil sebagai hasil kali kuat nominal, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari SNI 03-2847-2013, dikalikan dengan faktor reduksi kekuatan (ϕ). 19

2.2 Perencanaan Pelat Datar Pelat datar adalah struktur pelat beton bertulang yang langsung ditumpu oleh kolom tanpa adanya balok sebagai penumpu (Nawy, 1985). Pelat datar memiliki ciri khusus yaitu tidak adanya balok-balok sepanjang garis kolom dalam, namun untuk sepanjang garis kolom tepi balok diperbolehkan ada. Beban gravitasi pada pelat meliputi beban pelat dan balok (bila ada) itu sendiri yang membentang di antara tumpuan dan kolom atau dinding pendukung yang membentuk rangka orthogonal, dapat direncanakan dengan metode perencanaan langsung sesuai dengan SNI 2847:2013 pasal 13.6 atau dengan metode rangka ekuivalen menurut SNI 2847:2013 pasal 13.7 Metode perencanaan langsung (Direct design method) adalah suatu cara pendekatan dalam penentuan koefisien momen. Dalam metode ini, analisis pendistribusian momen lentur total didasarkan atas koefisien momen pada jalur perencanaan pelat yang telah ditentukan. Momen lentur total kemudian didistribusikan menjadi momen-momen positif dan negatif menurut koefisien momen dan pembagian selanjutnya dari momen-momen ini menjadi momenmomen pada kedua jalur perencanaan yang ditetapkan dalam suatu spesifikasi. Metode rangka ekuivalen (Equivalen frame method) adalah suatu cara dimana konstruksi dianggap terdiri dari portal-portal ekuivalen pada jalur rencana memanjang maupun melintang dan masing-masing portal terdiri dari deretan kolom-kolom ekuivalen dan jalur-jalur pelat dan balok (bila ada). Seluruh lebar pelat, yaitu setengah lebar panel pada masing-masing sisi kolom, dipertimbangkan pada waktu menentukan beban dan kekakuan pelat. Gambar 2.2 Pelat Datar 20

2.2.1 Tebal Pelat Minimum Menurut pasal 9.5.3.3 SNI 2847:2013, tebal pelat minimum dinyatakan dengan: 1. Untuk α m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0 Ketebalan pelat minimum harus memenuhi: h = ( ) ( ) (2.19) dan tidak kurang dari 125 mm. 2. Untuk α m lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak boleh kurang dari: H = ( ) (2.20) dan tidak kurang dari 90 mm. 3. Untuk α m yang sama atau lebih kecil dari 0,2, ketebalan pelat minimum harus memenuhi ketentuan Tabel 2.6 Tabel 2.6 Tebal Pelat Minimum Pelat tanpa Balok Interior (SNI 2837:2013) Tegangan leleh fy (Mpa) Tanpa penebalan Dengan penebalan Panel eksterior Panel interior Panel eksterior Panel interior Tanpa balok pinggir Dengan balok pinggir Tanpa balok pinggir Dengan balok pinggir 280 ln/33 ln/36 ln/36 ln/36 ln/40 ln/40 420 ln/30 ln/33 ln/33 ln/33 ln/36 ln/36 520 ln/28 ln/31 ln/31 ln/31 ln/34 ln/34 Dan tidak boleh kurang dari: Pelat tanpa penebalan (drop panels) Pelat dengan penebalan (drop panels) = 125 mm = 100 mm 21

Dimana: l n fy β α m = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi dua arah yang diukur dari muka ke muka tumpuan pada pelat tanpa balok. = Tegangan leleh baja. = Rasio dari bentang bersih dalam arah memanjang terhadap arah memendek dari pelat dua arah. = Nilai rata-rata dari rasio kekakuan lentur balok terhadap kekakuan pelat (α) untuk semua balok pada tepi pelat. Untuk pelat tanpa balok, α m = 0. 2.2.2 Pemeriksaan Tebal Pelat Berdasarkan Syarat Gaya Geser Dalam perencanaan pelat tanpa balok, pemeriksaan tebal pelat berdasarkan syarat geser perlu dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin tersedianya kekuatan geser yang cukup. a. Kolom interior Gambar 2.3 Letak Bidang Kritis Kolom Interior (Nawy, 1998) 22

1. Beban ultimit Wu = 1,2 W D + 1,6 W L (2.21) 2. Keliling bidang kritis b 0 = 2(c 1 + d + c 2 + d) (2.22) 3. Luas permukaan bidang geser Ac = b 0 d (2.23) 4. Nilai terkecil V c ( ) (2.24) ( ) (2.25) (2.26) Dimana: β c = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom. d = Tinggi efektif pelat. α s = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis. Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal. b. Kolom eksterior Gambar 2.4 Letak Bidang Kritis Kolom Eksterior (Nawy, 1998) 23

1. Beban ultimit Wu = 1,2 W D + 1,6 W L 2. Keliling bidang kritis b 0 = 2(c 1 + ½d + c 2 + d) 3. Luas permukaan bidang geser Ac = b 0 d 4. Nilai terkecil V c ( ) ( ) Dimana: β c d α s = Nilai banding sisi panjang dan pendek kolom. = Tinggi efektif pelat. = Faktor letak kolom yang mempengaruhi jumlah bidang kritis. Nilai terkecil dari Vc digunakan dalam perhitungan awal. Jika nilai terkecil, Vc > Vn maka tidak diperlukan tulangan geser. Dimana: b 0 Vu α s α s α s = Keliling bidang kritis. = Gaya geser keliling sisi kolom. = 40 untuk kolom interior. = 30 untuk kolom eksterior. = 30 untuk kolom eksterior sudut. Dalam perencanaan pelat datar ini direncanakan dengan metode perencanaan langsung (Direct design method). 24

2.2.3 Metode Perencanaan Langsung Metode perencanaan langsung merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menganalisis pelat dua arah (dalam hal ini adalah pelat datar), selain dengan metode portal ekuivalen. Sesuai dengan SNI 2847:2013, maka sistem pelat yang dapat dianalisis dengan cara perencanaan langsung harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Harus terdapat minimum tiga bentang menerus dalam masing-masing arah. 2. Panel pelat harus berbentuk persegi dengan rasio perbandingan antara bentang panjang terhadap bentang pendek diukur antara pusat ke pusat tumpuan tidak lebih dari 2. 3. Panjang bentang yang bersebelahan, diukur antara pusat ke pusat tumpuan, dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda dari sepertiga bentang terpanjang. 4. Pergeseran (offset) kolom maksimum sebesar 10 % dari bentangnya (dalam arah pergeseran) dari garis-garis yang menghubungkan pusatpusat kolom yang berdekatan. 5. Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi merata pada seluruh panel pelat. Beban hidup tak terfaktor tidak boleh melebihi 2 kali beban mati tak terfaktor. 6. Untuk suatu panel pelat dengan balok di antara tumpuan pada semua sisinya kekakuan relatif balok dalam dua arah yang tegak lurus. 0,2 < < 5,0 (2.27) Dimana: (2.28) α 1 = α dalam arah l 1. α 2 = α dalam arah l 2. I b I s E cb E cs = Momen inersia balok. = Momen inersia pelat. = Modulus elastisitas balok. = Modulus elastisitas pelat. 25

Gambar 2.5 Pembagian Jalur Kolom Dan Jalur Tengah (Theodosos, 2001) Langkah-langkah perhitungan yang harus dilakukan dalam perencanaan langsung dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Tentukan tebal pelat minimum yang diijinkan. 2. Hitung beban ultimit desain dengan rumus qu = 1,2 q D + 1,6 q L 3. Hitung momen lentur statik total berfaktor untuk lebar total panel, dalam masing-masing arah dengan persamaan: (2.29) 4. Jabarkan momen statik total tersebut ke dalam momen positif pada bagian tengah bentang dan momen negatif pada titik tumpuan dari lajur pelat yang ditinjau. Perlu diperhatikan bahwa tumpuan harus direncanakan untuk menahan salah satu dari dua momen desain negatif yang terbesar, yang dihasilkan oleh bentang-bentang di sebelah kiri atau kanan tumpuan. Pada bentang dalam, momen total terfaktor didistribusikan sebagai berikut: Momen terfaktor negatif = 0,65 Momen terfaktor positif = 0,35 26

Pada bentang ujung, momen total terfaktor didistribusikan sesuai dengan tabel berikut: Tabel 2.7 Distribusi Momen Total Terfaktor (SNI 2847:2013) Momen terfaktor negatif interior Momen terfaktor positif Momen terfaktor negatif eksterior (1) (2) (3) (4) (5) Slab tanpa balok diantara tumpuan interior Tepi eksterior takterkekang Slab dengan balok diantara semua tumpuan Tanpa balok tepi Dengan balok tepi Tepi eksterior terkekang penuh 0,75 0,70 0,70 0,70 0,65 0,63 0,57 0,52 0,50 0,35 0 0,16 0,26 0,30 0,65 5. Distribusikan momen-momen positif dan negatif menurut lajur kolom dan lajur tengah sebagai berikut: a. Lajur kolom Lajur kolom adalah suatu lajur rencanan dengan lebar pada masingmasing sisi sumbu kolom sebesar nilai terkecil dari 0,25 l 2 atau 0,25 l 2. Momen terfaktor pada lajur kolom: Lajur kolom harus dirancang mampu memikul beban terfaktor negatif dalam, dalam persen M o sebagai berikut: Tabel 2.8 Momen Terfaktor Negatif Dalam pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013) l 2 /l 1 0,5 1,0 2,0 (α m l 2 /l 1 ) = 0 75 75 75 (α m l 2 /l 1 ) 1,0 90 75 45 Lajur kolom harus dirancang mampu memikul momen terfaktor negatif luar, dalam persen M o, sebagai berikut: 27

Tabel 2.9 Momen Terfaktor Negatif Luar pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013) l 2 /l 1 0,5 1,0 2,0 (α m l 2 /l 1 ) = 0 β 1 = 0 100 100 100 β t 2,5 75 75 75 (α m l 2 /l 1 ) 1,0 β t = 0 100 100 100 β t 2,5 90 75 45 Interpolasi linier harus dilakukan untuk nilai-nilai antara.berikut: Dimana: (2.30) β t E cb E cp Ip = Perbandingan antara kekakuan lentur pelat selebar bentangan balok tepi yang diukur dari sumbu ke sumbu tumpuan. = Modulus elastisitas balok beton (Mpa). = Modulus elastisitas pelat beton (Mpa). = Momen inersia terhadap pusat sumbu penampang bruto pelat (mm 4 ). C = Konstanta penampang untuk menentukan kekakuan puntir. α m = Nilai rata-rata dari rasio kekakuan lentur balok terhadap kekakuan pelat (α) untuk semua balok pada tepi pelat. Untuk pelat tanpa balok, α m = 0. ( ) (2.31) x = Ukuran sisi yang lebih kecil y = Ukuran sisi yang lebih besar Untuk tumpuan yang terdiri dari kolom atau dinding yang memanjang sejarak sama atau lebih dari tigaperempat panjang bentang l 2 yang digunakan untuk menghitung M 0, maka momen negatif harus dianggap terbagi rata selebar l 2. 28

Tabel 2.10 Momen Terfaktor Positif pada Lajur Kolom (SNI 2847:2013) l 2 /l 1 0,5 1,0 2,0 (α m l 2 /l 1 ) = 0 60 60 60 (α m l 2 /l 1 ) 1,0 90 75 45 b. Lajur tengah Lajur tengah adalah suatu lajur rencana yang dibatasi oleh dua lajur kolom. Momen terfaktor pada lajur tengah: Bagian dari momen terfaktor negatif dan positif yang tidak dipikul lajur kolom harus dibagikan secara proporsional pada setengah lajur tengah yang berada di sebelahnya. Setiap lajur tengah harus direncanakan mampu memikul jumlah momen yang diberikan pada kedua setengah lajur yang bersebelahan. Lajur tengah yang berdekatan dan sejajar dengan suatu tepi yang ditumpu oleh dinding harus direncanakan mampu memikul dua kali momen yang dibagikan pada setengah lajur tengah yang berdekatan dengan tumpuan dalam pertama. 6. Buat perhitungan dan detail penulangannya, berdasarkan nilai momen yang diperoleh tadi. 2.2.4 Pelimpahan Momen dan Gaya Geser pada Pertemuan Pelat dan Kolom Gaya geser yang merupakan faktor kritis, yang terjadi pada pelat datar adalah geser pons, dengan kemungkinan terjadi retak diagonal mengikuti permukaan dari sebuah kerucut yang terpancung atau piramid yang mengelilingi kolom, kepala kolom, atau panel yang direndahkan. Analisa geser pons menganggap gaya geser Vu ditahan oleh tegangantegangan geser yang terdistribusi secara seragam di sekeliling penampang kritis b o. menurut SNI 2847:2013, penampang kritis b o terletak pada jarak tidak kurang dari d/2 dari perimeter beban terpusat atau daerah reaksi. 29

Menurut SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.1, dalam perencanaan pelat tanpa balok penumpu diperlukan peninjauan terhadap momen tak berimbang pada muka kolom penumpu, sehingga apabila beban gravitasi, angin, gempa atau beban lateral lainnya menyebabkan terjadinya perpindahan momen antara pelat dan kolom, maka dari sebagian momen yang tak berimbang harus dilimpahkan sebagai lentur pada keliling kolom dan sebagian menjadi tegangan geser eksentris. Fraksi γ u dari momen yang ditransfer oleh eksentrisitas tegangan geser akan mengecil apabila lebar permukaan bidang kritis yang menahan momen menjadi besar. Dimana: b 2 = lebar permukaan bidang penampang kritis kolom interior = (b 2 = c 2 + d) untuk kolom interior = (b 2 = c 2 + 1/2d) untuk kolom eksterior b 1 = lebar permukaan yang tegak lurus terhadap b 2 = (b 1 = c 1 + d) untuk kolom interior = (b 1 = c 1 + 1/2d) untuk kolom eksterior Bagian lain γ t dari momen tak seimbang yang ditransfer oleh lentur diberikan oleh dan bekerja pada sebuah lebar slab efektif antara garis-garis yang (1,5 h) di kedua sisi tumpuan kolom. γ t = 1 - γ u. Distribusi tegangan geser di sekitar kolom eksterior dan interior dapat dilihat dalam Gambar 2.5 Gambar 2.6 Distribusi Tegangan Geser (SNI 2847:2013) 30

Dengan memperhatikan gambar di atas tampak bahwa momen yang dilimpahkan oleh geser bekerja bersama dengan gaya geser V u di titik pusat permukaan geser keliling yang berada sejarak ½d dari sisi kolom, sehingga didapat nilai-nilai V CD dan V AB sebagai berikut: (2.32) dan (2.33) Dimana : Jc merupakan penampang kritis Untuk kolom interior Ac = 2(a + b)d (2.34) Dimana : a = c 1 + d b = c 2 + d Untuk kolom eksterior Ac = 2(a + b)d ( ) (2.35) Dimana : a = c 1 +½d b = c 2 +d Tegangan geser maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh melebihi ketentuan dari SNI 2847:2013 Pasal 11.11.7.2 yaitu: a. Untuk komponen struktur tanpa tulangan geser (2.36) b. Untuk komponen struktur yang menggunakan tulangan geser (2.37) Dan tegangan maksimum akibat gaya geser dan momen terfaktor tidak boleh melebihi dari:. 31

2.2.5 Penulangan Lentur Pelat Sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal 13.3 memuat tentang persyaratan penulangan pada pelat yaitu: 1. Luas tulangan pelat pada masing-masing arah dari sistem pelat dua arah ditentukan dari momen-momen pada penampang kritis tapi tidak boleh kurang dari apa yang disyaratkan pada SNI 2847:2013 Pasal 7.12.2.1 2. Spasi tulangan pada penampang kritis tidak boleh lebih dari dua kali tebal pelat kecuali untuk bagian luas pelat konstruksi sel atau berusuk. Pada bagian pelat yang melintasi ruang sel, tulangan disediakan sesuai dengan SNI 2847:2013 Pasal 7.12 3. Tulangan momen positif yang tegak lurus terhadap tepi tak menerus harus menerus ke tepi pelat dan ditanam, dapat dengan kaitan, minimum sepanjang 150 mm ke dalam balok tepi, kolom atau dinding. 4. Tulangan momen negatif yang tegak lurus tepi tak menerus harus dibengkokkan, dikait atau diangkur pada balok tepi, kolom atau dinding dan harus disalurkan pada muka tumpuan menurut ketentuan pada pasal 14. 5. Bila pelat tidak memiliki balok tepi atau dinding pada tepi tak menerus, atau pada pelat yang membentuk kantilever pada tumpuan maka pengangkuran tulangan harus dilakukan di dalam pelat itu sendiri. 6. Pada sudut eksterior pelat yang ditumpu oleh dinding tepi atau bila satu atau lebih balok tepi mempunyai nilai α f > 1,0 tulangan pelat atas dan bawah harus disediakan pada sudut eksterior, sebagai berikut : 1) Tulangan sudut pada kedua sisi atas dan bawah pelat harus cukup untuk menahan momen per satuan lebar sama dengan momen positif maksimum per satuan lebar pada panel slab. 2) Momen tersebut harus diasumsikan berporos terhadap sumbu tegak lurus terhadap diagonal dari sudut pada sisi atas pelat dan berporos terhadap sumbu yang paralel terhadap diagonal dari sudut pada sisi bawah pelat. 32

3) Tulangan pojok harus disediakan untuk suatu jarak dalam masing-masing arah dari sudut sama dengan seperlima bentang yang lebih panjang. 4) Tulangan sudut harus ditempatkan paralel terhadap diagonal pada sisi atas slab dan tegak lurus terhadap diagonal pada sisi bawah pelat. Sebagai alternatif, tulangan harus ditempatkan dalam dua lapis paralel terhadap sisi-sisi pelat pada kedua sisi atas dan bawah pelat. 7. Bila panel drop (drop panel) setempat untuk mengurangi jumlah tulangan momen negatif pada bagian pelat datar (flat slab) di daerah kolom maka dimensi panel drop setempat harus sesuai dengan hal berikut ini: 1) Menjorok di bawah pelat paling sedikit seperempat tebal pelat di sebelahnya. 2) Menerus dalam setiap arah dari garis pusat tumpuan dengan jarak tidak kurang dari seperenam panjang bentang yang diukur dari pusat ke pusat tumpuan dalam arah tersebut. 8. Detail tulangan pelat tanpa balok: 1) Sebagai tambahan terhadap persyaratan 13.3 pada SNI 2847:2013, tulangan pada pelat tanpa balok harus diteruskan dengan panjang minimum seperti yang ditunjukkan Gambar 2.7 33

Gambar 2.7 Perpanjangan Minimum untuk Tulangan pada Pelat tanpa Balok (SNI 2847:2013) 2) Bila panjang bentang yang bersebelahan tidak sama maka perpanjangan tulangan momen negatif di luar bidang muka tumpuan seperti yang disyaratkan pada Gambar 28 SNI 03-2847-2002 harus didasarkan pada bentang yang lebih panjang. 3) Tulangan miring hanya diperkenankan bila perbandingan tinggi terhadap bentang memungkinkan untuk digunakannya tulangan dengan kemiringan 45. 4) Pada sistem rangka dimana pelat dua arah berfungsi sebagai komponen utama pemikul beban lateral, untuk pelat pada rangka yang dapat bergoyang, panjang tulangan ditentukan dari analisis tapi tidak boleh lebih kurang daripada yang ditentukan pada Gambar 2.7 5) Semua tulangan atau kawat di sisi bawah dari lajur kolom dalam setiap arah harus menerus atau disambung dengan sambungan lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan mekanis atau las yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013. 34

6) Pada pelat dengan kepala geser (shearheads) dan pada konstruksi pelat yang diangkat (lift-slab), bilamana tidak praktis untuk meneruskan tulangan bawah sebagaimana ditentukan oleh poin 5 diatas melalui kolom, maka paling sedikit dua batang tulangan atau kawat bawah terlekat dalam masing-masing arah harus secara praktis melewati kepala geser (shearhead) atau gelang (collar) angkat sedekat mungkin ke kolom dan menerus atau disambung dengan sambungan lewatan tarik kelas B atau dengan sambungan mekanis atau las yang memenuhi pasal 12.14.3 SNI 2847:2013. Pada kolom eksterior, tulangan harus diangkur pada kepala geser atau gelang angkat. 2.3 Perencanaan Dinding Geser Dinding geser adalah suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa gempa rencana. Dalam hal ini dinding geser dimodelkan sebagai kantilever yang terbebani oleh beban lateral dan beban aksial akibat beban gravitasi. Pemilihan lokasi tempat dinding geser yang direncanakan sangat memberikan pengaruh terhadap keefektifannya dalam memikul gaya horizontal akibat gempa. Dalam pemilihan lokasi dinding geser sebagai pemikul gaya horizontal, ada tiga tambahan aspek yang perlu diperhitungkan yaitu: 1. Untuk tahanan torsi, dinding geser sebanyak-banyaknya ditempatkan sekeliling bangunan. 2. Semakin besar beban gravitasi yang bekerja pada dinding geser, semakin sedikit tulangan lentur yang diperlukan, dan gaya semakin besar disalurkan ke pondasi untuk menahan momen guling. 3. Jika gaya horisontal terpusat pada satu atau dua dinding geser, maka gaya tersalur ke pondasi semakin besar sehingga ukuran pondasi semakin besar pula. 35

Adapun Ketentuan untuk Penulangan Dinding Geser : 1. Rasio minimum untuk luas tulangan vertikal terhadap luas bruto beton haruslah : 0,0012 untuk batang ulir D16 dengan tegangan leleh yang disyaratkan > 420 Mpa. 0,0015 untuk batang ulir lainnya. 0,0012 untuk tulangan kawat las < ϕ16 atau D16. 2. Rasio minimum untuk luas tulangan horisontal terhadap luas bruto beton haruslah : 0,0020 untuk batang ulir D16 dengan tegangan leleh yang disyaratkan > 420 Mpa. 0,0025 untuk batang ulir lainnya. 0,0020 untuk jaring kawat baja las (polos atau ulir) < ϕ16 atau D16. 3. Kuat geser Vc dihitung berdasarkan persamaan 2.38 atau 2.39 berdasarkan SNI 2847:2013, yaitu : atau (2.38) * ( ) + (2.39) Dimana: h = Tebal dinding geser l w d f c = Panjang keseluruhan dinding = 0,8 l w = Mutu beton 4. Pada dinding dengan ketebalan lebih besar daripada 250 mm, kecuali dinding ruang bawah tanah, harus dipasang dua lapis tulangan di masing-masing arah yang sejajar dengan bidang muka dinding dengan pengaturan sebagai berikut: 36

Satu lapis tulangan yang terdiri dari tidak kurang daripada setengah dan tidak lebih daripada dua pertiga jumlah total tulangan yang dibutuhkan pada masing-masing arah, harus ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak kurang daripada 50 mm dan tidak lebih dari sepertiga ketebalan dinding dari permukaan luar dinding. Lapisan lainnya, yang terdiri dari sisa tulangan dalam arah tersebut diatas, harus ditempatkan pada bidang yang berjarak tidak kurang dari 20 mm dan tidak lebih dari sepertiga tebal dinding dari permukaan dalam dinding. 5. Jarak antara tulangan-tulangan vertikal dan antara tulangan-tulangan horizontal tidak boleh lebih besar daripada tiga kali ketebalan dinding dan tidak pula lebih besar daripada 450 mm. 6. Tulangan vertikal tidak perlu diberi tulangan pengikat transversal bila luas tulangan vertikal tidak lebih besar daripada 0,01 kali luas bruto penampang beton, atau bila tulangan vertikal tidak dibutuhkan sebagai tulangan tekan. 7. Pada bukaan berupa jendela, pintu dan yang lainnya, dipasang minimal dua batang tulangan D16 pada dinding yang mempunyai dua lapis tulangan dan satu tulangan D16 untuk dinding dengan satu lapis tulangan pada kedua arah. 2.4 Perencanaan Portal Menurut SNI 2847:2013 terdapat 3 macam Sistem Rangka Pemikul Momen, yaitu: 1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB). 2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Dalam perencanaan tugas akhir ini, digunakan Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah merupakan sistem rangka ruang yang mana komponen-komponen struktur dan joint-jointnya menahan gaya yang bekerja melalui aksi lentur, geser dan aksial, sistem ini pada 37

dasarnya memiliki daktilitas sedang dan dapat digunakan di kategori desain seisimik A hingga D. 2.4.1 Perencanaan Kolom 2.4.1.1 Kekakuan Kolom Untuk struktur kolom dengan pengaku maka kekakuan kolom dapat dianggap sebagai berikut: ( c. g ) (2.40) Dimana: Ec = modulus elastisitas beton. Ig = momen inersia penampang beton utuh dengan anggapan tak bertulang dan untuk kolom penampang persegi maka nilai Ig = 1/12 b.h 3. βd = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban keseluruhan. ( d d 1,6 Untuk balok beton bertulang tunggal, pendekatan kekakuan yang aman adalah: ) ( c. g ) (2.41) Dengan mengetahui nilai k dan b, selanjutnya dapat dicari nilai ψ. Dimana ψ adalah kekakun relatif, yakni rasio dari penjumlahan kekakuan kolom dibagi panjang kolom terhadap penjumlahan kekakuan balok dibagi dengan panjang balok, yang dirumuskan sebagai berikut: ψ ( ) ( ) (2.42) Dimana: L k L b = panjang bersih kolom. = Panjang bersih balok. Dengan menggunakan Gambar S10.10.1.1 SNI 2847:2013, faktor panjang efektif kolom (k) dapat ditentukan berdasarkan nilai ψ pada kedua ujung kolom. 38

2.4.1.2 Pembesaran Momen-Rangka Tak Bergoyang Sesuai dengan ketentuan pada SNI 2847:2013, pengaruh kelangsingan pada komponen struktur tekan boleh diabaikan pada rangka portal tak bergoyang apabila dipenuhi kondisi: k r Dimana: k L u M 1 M 2 ( ) (2.43) = faktor panjang efektif komponen tekan = panjang komponen struktur tekan yang diukur dari sumbu ke sumbu = momen ujung terfaktor yang lebih kecil pada komponen struktur tekan = momen ujung terfaktor yang lebih besar pada komponen struktur tekan. r = radius girasi suatu penampang komponen struktur tekan, dianggap sebesar 0,3h untuk penampang persegi. Apabila k r ( ) maka kolom harus direncanakan dengan memperhitungkan pembesaran momen sesuai dengan SNI 03-2847-2002 pasal 12.11. komponen struktur tekan harus direncanakan dengan menggunakan beban aksial terfaktor (Pu) dan momen terfaktor yang diperbesar (Mc) yang didefinisikan sebagai berikut: ( m ( ) ) (2.44) k. (2.45) Bila tidak menggunakan perhitungan yang lebih akurat, EI boleh diambil sebesar: (( ) ) (2.46) Atau yang lebih konservatif: (2.47) Dimana: E o E s I g = modulus elastisitas beton (MPa) = modulus elastisitas tulangan (MPa) = momen inersia tulangan terhadap sumbu pusat penampang. 39

βd = faktor yang menunjukkan hubungan antara beban mati dan beban keseluruhan. Untuk komponen struktur tanpa beban transversal di antara tumpuannya harus diambil sebesar: (2.48) Dimana nilai bernilai positif bila kolom melentur dengan kelengkungan tunggal. Untuk komponen struktur dengan beban transversal di antara tumpuannya, C m harus diambil sama dengan 0,1. Momen terfaktor M 2 tidak boleh diambil lebih kecil dari : M 2,min = P u. (15,24 + 0,03 h). Untuk masing-masing sumbu yang dihitung secara terpisah, dimana satuan h adalah millimeter. Untuk komponen struktur dengan M 2min > M 2 maka nilai Cm harus ditentukan sebagai berikut: Sama dengan 1,0 atau Berdasarkan pada rasio antara M 1 dan M 2 yang dihitung 2.4.1.3 Perhitungan Tulangan Longitudinal Kolom Untuk menentukan tulangan pada kolom dimana ukuran penampang serta beban aksial dan momen yang bekerja telah diketahui, dapat menggunakan grafik CUR IV. Pada sumbu vertikal dinyatakan nilai ( ), nilai ini adalah suatu besaran yang tak berdimensi, dan ditentukan baik oleh faktor beban yang dikalikan dengan beban aksial maupun mutu beton serta ukuran penampang. Pada sumbu horisontal dinyatakan nilai ( ) ( e ), yang merupakan suatu besaran yang tak berdimensi. Dimana : (2.49) Dalam e t, telah dipertimbangkan eksentrisitas. Besaran pada kedua sumbu dihitung dan ditentukan, kemudian suatu nilai r dapat dibaca. Penulangan yang diperlukan adalah (ρ =β r), dengan β bergantung pada mutu beton sesuai dengan 40

yang ditunjukkan pada grafik. Sehingga luas tulangan (As) dapat dihitung menggunakan persamaan ( s = ρ. b. d). 2.4.1.4 Ketentuan Tulangan Transversal Kolom Pada kedua ujung kolom, sengkang harus disediakan dengan spasi s o, sepanjang panjang l o diukur dari muka joint. Spasi s o tidak boleh melebihi: a) 8 x diameter batang tulangan longitudinal terkecil b) 24 x diameter tulangan geser c) ½ dimensi penampang kolom terkecil d) 300 mm Panjang l o tidak boleh kurang dari : a) 1/6 bentang bersih kolom b) Dimensi penampang maksimum kolom c) 450 mm Sengkang tertutup pertama harus ditempatkan tidak melebihi s o /2 dari muka joint. 2.4.2 Perencanaan Balok 2.4.2.1 Ketentuan Tulangan Longitudinal Balok Pada ketentuan SRPMM untuk balok disyaratkan kekuatan momen positif pada muka joint tidak boleh kurang dari sepertiga kekuatan momen negatif yang disediakan pada muka joint. Baik kekuatan momen negatif atau positif oada sebarang penampang sepanjang panjang balok dan tidak boleh kurang dari seperlima kekuatan momen maksimum yang disediakan pada muka salah satu joint. 2.4.2.2 Ketentuan Tulangan Transversal Balok Pada kedua ujung balok, sengkang harus disediakan sepanjang panjang tidak kurang dari 2h diukur dari muka komponen struktur penumpu ke arah tengah bentang. Sengkang pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm dari muka komponen struktur penumpu. Spasi sengkang tidak boleh melebihi yang terkecil dari : a) d/4 41

b) 8D longitudinal c) 24 d sengkang d) 300 mm Sengkang harus dispasikan tidak lebih dari d/2 sepanjang panjang balok. 2.5 Perencanaan Pondasi Pondasi merupakan bagian dari struktur berfungsi meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang berada di bawahnya. Pondasi dapat direncanakan dengan berbagai tipe pondasi, namun pemilihan tipe pondasi harus didasarkan atas: Besarnya beban dan berat bangunan diatasnya Keadaan tanah di lokasi bangunan yang akan direncanakan Biaya pondasi dibandingkan dengan bangunan atas. Tipe pondasi yang digunakan pada perancangan kali ini adalah tipe pondasi sumuran (caisson). Daya dukung dari pondasi sumuran berdasarkan data sondir dibagi menjadi dua, yaitu daya dukung ujung pondasi dan daya dukung kulit (friction). Gambar 2.8 Daya Dukung Tanah pada Pondasi Sumuran 42

Daya dukung ujung dapat dihitung dengan rumus Mayerhof sebagai berikut : Qp = ( ) (2.50) dimana : Qp = daya dukung ujung pondasi sumuran (kg) qc = tahanan ujung (kg/cm 2 ) B = diameter pondasi sumuran (cm) H = kedalaman pondasi sumuran (cm) Daya dukung kulit (friction) dapat dihitung dengan rumus : Qs = As. Fs (2.51) dimana : Qs = daya dukung kulit pondasi sumuran (kg) As = luas selimut pondasi sumuran (kg) Fs = 0,012. qc Daya dukung pondasi ultimate didapat dengan persamaan : Q ult = Qp + Qs (2.52) Daya dukung pondasi ijin didapat dengan persamaan : Q all = (2.53) dimana : Q all = kapasitas dukung ijin (kg) SF = safety factor (diambil 2) Pada perencanaan pondasi sumuran, perlu dilakukan cek terhadap beban maksimum yang dapat diterima oleh pondasi dengan rumus : (2.54) dimana : Q maks = beban maksimum yang diterima oleh pondasi (kg) 43

Σ v = jumlah total beban normal (kg) Mx = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu x (kgm) My = momen yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu y (kgm) n = banyaknya tiang pondasi sumuran X = absis terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya Y = ordinat terjauh pondasi sumuran terhadap titik beratnya Σx 2 = jumlah kuadrat jarak ordinat-ordinat pondasi sumuran (m 2 ) Σy 2 = jumlah kuadrat jarak absis-absis pondasi sumuran (m 2 ) Pada perencanaan pondasi sumuran, perlu dilakukan cek terhadap tegangan maksimum yang diterima oleh pondasi dengan rumus : (2.55) dimana : σ = tegangan yang diterima oleh pondasi (kg/m 2 ) Σ v = jumlah total beban normal/gaya aksial (kg) Mx = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu x (kgm) My = momen yang bekerja pada bidang yang tegak lurus sumbu y (kgm) A = luas bidang pile cap (m 2 ) lx = momen inersia terhadap sumbu x (m 4 ) ly = momen inersia terhadap sumbu y (m 4 ) 44