PERBEDAAN TINGKAT KESIAPAN REMAJA PUTRI USIA 10-12 TAHUN DALAM MENGHADAPI MENARCHE SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI SD NEGERI 1 SUCEN KECAMATAN GEMAWANG KABUPATEN TEMANGGUNG Yeni Fitkarida Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yenifitkarida@gmail.com ABSTRAK Kesiapan dalam menghadapi menarche akan menjadikan remaja putri dapat mengontrol emosinya ketika mengalami menarche. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kesiapan remaja putri usia 10-12 tahun dalam menghadapi menarche sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan di SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung. Sampel diambil dengan tekhnik sampling quota sampling didapatkan sebanyak 30 responden. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kesiapan remaja putri menggunakan uji wilcoxon. Sebagian besar tingkat kesiapan remaja putri sebelum diberikan pendidikan kesehatan dalam kategori tidak siap sebanyak 20 responden (66,7%). Setelah diberikan pendidikan kesehatan sebagian besar tingkat kesiapan remaja putri dalam kategori siap sebanyak 29 responden (96,7%). Disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kesiapan remaja putri usia 10-12 tahun dalam menghadapi menarche sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan di SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung yang ditunjukkan dengan p-value (0,000) < α (0,05). Kata Kunci : Readiness, Menarche, Health Education PENDAHULUAN Masa remaja adalah merupakan masa peralihan secara fisik, psikis maupun sosial dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sebanyak 237,6 juta jiwa, dan 63,4 juta jiwa diantaranya adalah remaja. Menurut SDKI-R tahun 2007, pengetahuan remaja umur 15-24 tahun tentang kesehatan reproduksi masih rendah. Hanya 29 persen wanita dan 32 persen pria memberi jawaban yang benar bahwa seorang perempuan mempunyai kesempatan besar menjadi hamil pada pertengahan siklus periode haid (BKKBN, 2011). Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya, yaitu pengeluaran darah yang terjadi secara periodik melalui
vagina yang berasal dari dinding rahim wanita. Keluarnya darah tersebut disebabkan karena sel telur tidak dibuahi sehingga terjadi peluruhan lapisan dalam rahim yang banyak mengandung pembuluh darah (Mochtar, 1989). Menstruasi adalah tahap pertama pertanda kedewasaan (pubertas) pada anak perempuan, itu salah satu tanda fisik bahwa seorang gadis berubah menjadi seorang wanita. Menstruasi awal sebagai kejadian yang penting dalam kehidupan seorang wanita, tapi hal ini tidak berarti ia telah matang secara seksual dalam memproduksi sel telur yang subur (Gunarsa, 2008). Anak-anak sekarang mengalami tekanan emosional dan sosial lebih dari anak-anak 30 tahun yang lalu (Pery & Potter, 2005). Hal ini diperkirakan terjadi karena pengaruh globalisasi dan videovideo porno yang banyak beredar sehingga mengakibatkan menarche terjadi lebih dini, yaitu pada usia kurang dari atau sama dengan 10 tahun (Manuaba, 2003). Pestein (1987) menunjukkan bahwa anak yang matang atau mengalami menstruasi lebih awal mempunyai rasa cemas, lebih suka marah, sering konflik dengan orang tua, dan mempunyai harga diri yang lebih rendah daripada anak yang masuk pubertas lebih akhir. Data Pestein menyarankan supaya anak-anak yang matang lebih awal membutuhkan lebih banyak bantuan untuk mengerti perubahan pubertasnya (Djiwandono, 2002). Dalam menarche kesiapan sangat penting bagi remaja putri. Kesiapan ini akan menjadikan remaja putri lebih dapat mengontrol emosinya ketika mengalami menarche. Terlebih lagi remaja putri yang siap dengan datangnya menarche akan memperhatikan personal hygienenya. Menurut Nurngaeni (2003) kesiapan dapat dilihat dari beberapa komponen, diantaranya adalah dilihat dari kemampuan (skill) menghadapi menstruasi. Dalam menjaga kebersihan (mengganti pembalut, membersihkan kelamin). Kesiapan juga dilihat dari segi sosial atau kemampuan menyesuaikan diri, subjek sadar dengan harus rajin ibadah, patuh kepada orang tua dan mandiri dan harus hati-hati dalam bergaul. Berbeda dengan remaja putri yang tidak siap dengan menarche yang akan dialaminya akan acuh tak acuh karena merasa jijik dengan menarche yang dialaminya, sehingga mengakibatkan infeksi alat reproduksi. Infeksi ini mempunyai dampak seumur hidup, seperti kemandulan yang konsekuensinya adalah menurunnya kualitas hidup individu yang bersangkutan. Ketidaksiapan tersebut dapat mengakibatkan adanya reaksi negatif yang ditunjukkan oleh remaja putri ketika menghadapi menarche yang ditandai dengan cemas, takut, dan sering mengeluh dengan menstruasinya. Tetapi jika anak
tersebut sudah diberikan penjelasan atau informasi sebelumnya tentang menarche yang akan dialaminya ia akan dapat berpikir positif tentang menarche. Seseorang yang siap menghadapi menarche dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya perolehan informasi yang cukup, reaksi positif dan dukungan orang tua, penjelasan saudara yang sudah menstruasi, informasi sebelum menstruasi, dan sikap sebelum menarche terhadap menstruasi. Cara koping individu terhadap perubahan di masa pubertas bergantung pada beberapa faktor, meliputi pengalaman pada masa kanak-kanak, adanya model peran, kelompok teman sebaya mereka, dan sampai titik tertentu, pemahaman mereka tentang anatomi dan fisiologi. Misalnya, menstruasi pertama dapat menakutkan jika anak perempuan belum pernah mendiskusikan tentang menstruasi, baik dengan ibunya (yang mungkin merasa bahwa hal itu terlalu memalukan untuk dibicarakan) maupun di sekolah karena topik tersebut bukan merupakan bagian dari kurikulum. Padahal menurut para pakar, penting hukumnya untuk membicarakan pubertas pada anak, bahkan sebelum mereka mengalaminya (Henderson, 2005). Salah satu faktor yang mempengaruhi kesiapan remaja dalam menghadapi menarche adalah pemberian pendidikan kesehatan. Memberikan pendidikan kesehatan kepada anak remaja awal sangatlah penting. Upaya ini sangatlah potensial dilakukan karena selama ini masih jarang orang tua memberikan pendidikan seks di usia anak pada awal remaja. Mendidik anak-anak tentang perubahan-perubahan seksual merupakan subyek yang sangat pribadi. Beberapa orang tua memulai hal ini secara dini, yang lainnya menunggu sampai pubertas dan beberapa orang tua membiarkan sekolah mendidik anak atau sesungguhnya, membiarkan anak menemukan sendiri (Lewer, 1996). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di SD N 1 Sucen Kabupaten Temanggung dengan cara wawancara tidak terstruktur kepada 5 siswi, diperoleh 1 orang yang sudah menarche dan 4 orang belum mengalami menarche. Empat orang siswa yang belum menarche mengatakan belum tahu bagaimana itu menstruasi. Mereka mengatakan bagaimana nanti yang harus mereka lakukan jika terjadi menstruasi. Mereka juga tidak mengetahui efek-efek yang nantinya akan timbul saat menstruasi. Sedangkan siswa yang sudah mengalami menarche mengatakan bahwa pada saat menarche dia menangis serta takut untuk mengadu kepada ibunya. Ketika ia melaporkan kepada sang ibu, ibunya hanya mengatakan itu tandanya ia sudah beranjak remaja atau dewasa tanpa penjelasan lain yang berkaitan dengan kematangan reproduksi anaknya. Kelima siswi tersebut
mengatakan mereka belum pernah diajari pelajaran tentang menstruasi di sekolahnya. Siswi yang sudah mengalami menstruasi mengatakan ia sangat kerepotan dengan datangnya menstruasi tersebut. Datangnya menstruasi tersebut ia menjadi merasa jijik dan malas untuk melakukan berbagai macam kegiatan karena merasa tidak nyaman. Ketidak nyamanan tersebut dikarenakan oleh sakit pada perutnya serta takut jika tembus, sehingga kemanakemana harus membawa pembalut. Kesiapan dalam Menghadapi Menarche Kesiapan menurut kamus psikologi adalah Tingkat perkembangan dari kematangan atau kedewasaan yang menguntungkan untuk mempraktikkkan sesuatu (Chaplin, 2011). Menurut Yusuf (2002) ada tiga aspek mengenai kesiapan, yaitu : 1. Aspek Pemahaman, yaitu kondisi dimana seseorang mengerti dan mengetahui kejadian yang dialaminya bisa dijadikan sebagai salah satu jaminan bahwa dia akan merasa siap menghadapi hal-hal yang terjadi. 2. Aspek Penghayatan, yaitu sebuah kondisi psikologis dimana seseorang siap secara alami bahwa segala hal yang terjadi secara alami akan menimpa hampir semua orang adalah sesuatu yang wajar, normal, dan tidak perlu dikhawatirkan. 3. Aspek Kesediaan, yaitu suatu kondisi psikologis dimana seseorang sanggup atau rela untuk berbuat sesuatu sehingga dapat mengalami secara langsung segala hal yang seharusnya dialami sebagai salah satu proses kehidupan. Menurut Hurlock (2004) seseorang yang telah siap untuk menerima sesuatu dari luar mempunyai tanda-tanda sebagai berikut: a. Mempunyai keyakinan akan kemampuan untuk menghadapi kehidupan. b. Menganggap dirinya berharga sebagai seorang manusia sederajat dengan orang lain. c. Individu tidak merasa malu. d. Berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya. e. Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri daripada bersikap nyaman terhadap tekanan sosial. f. Tidak menyalahkan diri sendiri atas keterbatasan yang dimilikinya atau mengingkari kelebihannya. g. Individu yang menerima dirinya tidak menyangkal impuls dan emosi atau merasa bersalah atas impulas tersebut. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbedaan tingkat kesiapan menarche pada remaja putri usia
10-12 tahun di SD N 1 Sucen Kabupaten Temanggung sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode pra aksperimen dengan one group pretestposttest design. Sampel pada penelitian ini yaitu 30 responden dengan karakteristik usia 10-12 tahun yang belum mengalami menarche dan dipilih menggunakan tekhnik total sampling. HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN Berikut akan disajikan hasil penelitian perbedaan tingkat kesiapan menarche pada remaja putri usia 10-12 tahun di SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan. 1. Kesiapan Remaja Putri Usia 10-12 Tahun dalam Menghadapi Menarche Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan. Tabel 5.1 Frekuensi Distribusi Berdasarkan Kesiapan Remaja Putri Usia 10-12 Tahun Sebelum Diberikan Pendidikan Kesehatan di SDN 1 Sucen Kesiapan Remaja Putri dalam Menghadapi Menarche Tidak Siap Siap Kec. Gemawang Kab. Temanggung, 2014 Frekuensi 20 10 Persentase (%) 66,7 33,3 Jumlah 30 100 Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa kesiapan remaja putri usia 10-12 tahun dalam menghadapi menarche di SDN 1 Sucen Kec. Gemawang Kab. Temanggung sebelum diberikan pendidikan kesehatan, sebagian besar dalam kategori tidak siap, yaitu sejumlah 20 siswi (66,7%). Kesiapan disini diartikan sebagai suatu keadaan remaja putri untuk mempersiapkan dirinya dalam menghadapi datangnya menarche, baik secara fisik, psikologis, maupun spiritual. Para remaja putri yang belum mengalami menarche sebaiknya selalu berpikiran baik terhadap datangnya menarche yang merupakan siklus alamiah dan normal sebagai seorang wanita. Menurut Santrock (2003) menarche merupakan indeks kedewasaan bagi seorang wanita. Masing-masing responden menanggapi datangnya menarche berbeda-beda, ada yang
menanggapinya dengan tanggapan yang positif dan ada juga yang menanggapi dengan tanggapan yang negatif. Menurut Henderson (2005) cara koping individu terhadap perubahan di masa pubertas bergantung pada beberapa faktor, meliputi pengalaman pada masa kanak-kanak, adanya model peran, kelompok teman sebaya mereka, dan sampai titik tertentu, pemahaman mereka tentang anatomi dan fisiologi. Misalnya, menstruasi pertama dapat menakutkan jika anak perempuan belum pernah mendiskusikan tentang menstruasi, baik dengan ibunya (yang mungkin merasa bahwa hal itu terlalu memalukan untuk dibicarakan) maupun di sekolah, karena topik tersebut bukan merupakan bagian dari kurikulum. Ketidaksiapan pada responden dikarenakan responden belum diberi penjelasan atau informasi tentang menstruasi khususnya baik di forum formal maupun informal. Hal ini ditunjukkan dimana responden masih bertanya-tanya tentang pernyataan yang ada dalam kuesioner saat pretest. Setelah kuesioner dikumpulkan kepada peneliti, kemudian peneliti mencoba menggali apa yang diketahui responden tentang menstruasi dan hanya lima orang responden yang menjawab pengertian menstruasi akan tetapi belum tepat dan mereka masih tampak malu-malu untuk menjawabnya dikarenakan anggapan mereka yang menganggap menstruasi adalah hal yang memalukan dan mengakibatkan mereka tidak percaya diri. Perempuan yang tidak siap menghadapi menarche mengindikasikan perasaan yang negatif terhadap menstruasi daripada mereka yang lebih siap menghadapi dimulainya siklus menstruasi (Santrock, 2003). Oleh karena itu saat usia 10-13 tahun ketika mulai terlihat perkembangan karakteristik seks sekunder perlu diberi informasi tentang perubahan tubuh untuk mengurangi rasa takut. Informasi ini diberikan kepada remaja, sebelum terjadi perkembangan pubertas (Hamid, 2008). Ketika peneliti menanyakan apa yang dimaksud dengan menstruasi mereka menjawab menstruasi adalah darah yang keluar dari janin. Sedangkan menurut Proverawati (2009), bahwa menstruasi adalah
perdarahan periodik dan siklik dari uterus disertai pengelupasan (deskuamasi) endometrium. Banyak responden yang termasuk dalam kategori tidak siap sebelum diberikan pendidikan kesehatan dapat dilihat pada hasil kuesioner saat pretest. Sebanyak enam responden yang menjawab tidak pada pernyataan rasa percaya diri saya akan hilang saat menstruasi datang. Sebanyak 23 responden menjawab tidak pada pernyataan saya akan menanyakan tentang menstruasi kepada ibu saya. Menurut Wong (2008) anak yang mendekati pubertas perlu memahami dan mengetahui proses maturasi sehingga akan menyebabkan kesiapan dalam menghadapi perubahan saat masuk masa pubertas. Sebanyak 13 orang menjawab ya pada pernyataan saya takut menghadapi menstruasi. Responden yang sudah siap tentunya tidak merasa takut jika mengalami menstruasi. Menurut Suryani (2010) usia 10-12 tahun akan mengalami perubahan secara paksaan bentuk seksualitas yang belum mencapai taraf kematangan (masak-dini). Tingkat maturasi yang belum mencapai kematangan menyebabkan anak belum bisa merubah anggapan negatifnya tentang menstruasi. Kemudian sebanyak lima belas responden yang menjawab ya pada pernyataan saya menganggap menstruasi adalah hal yang memalukan. Sedangkan salah satu tanda-tanda kesiapan menurut Hurlock (2004) adalah individu tidak merasa malu. Mereka merasa malu karena menarche merupakan hal yang baru yang harus mereka rasakan dan teman-teman mereka juga belum mengalami menarche. Informasi yang tidak cukup membuat mereka tidak mengetahui bahwa menarche akan datang diusia mereka. Hal ini yang membuat mereka tidak memiliki persiapan yang matang dalam menghadapi perubahan-perubahan ini. Banyak faktor yang menyebabkan responden tidak siap yaitu diantaranya adalah tingkat kematangan anak, dimana semakin muda usia gadis maka semakin ia belum siap menerima peristiwa haid (Suryani, 2010). Dukungan dari keluarga juga berperan penting untuk mengikis rasa malu dan rasa tidak percaya diri yang mulai timbul. Mereka merasa
keluarga saja tidak membantu mereka mengenal perubahan saat menginjak usia remaja sehingga mereka beranggapan hal tersebut bukan hal yang wajar di usia mereka. Menurut Suryani (2010) hal lain yang dapat mempengaruhi kesiapan responden adalah adanya informasi yang salah kemudian responden mengembangkan menjadi satu reaksi fantasi yang tidak riil, maka proses menstruasi itu kemudian dikaitkan dengan bahaya-bahaya tertentu. Juga dihubungkan dengan kotoran dan hal-hal yang menjijikkan. Hal ini dapat dilihat ada 27 orang dari responden yang menganggap menstruasi adalah hal yang kotor. 2. Kesiapan Remaja Putri Usia 10-12 Tahun dalam Menghadapi Menarche Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kesiapan Remaja Putri Usia 10-12 Tahun Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan di SDN 1 Sucen, Kec. Gemawang Kab. Temanggung, 2014 Kesiapan Remaja Putri dalam Menghadapi Menarche Tidak Siap Siap Frekuensi % 1 29 3,3 96,7 Jumlah 30 100 Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa sesudah diberikan pendidikan kesehatan, remaja putri usia 10-12 tahun di SDN 1 Sucen Kec. Gemawang Kab. Temanggung, sebagian besar dalam kategori siap dalam menghadapi menarche, yaitu sejumlah 29 siswi (96,7%). Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sudarma (2008) bahwa pendidikan kesehatan memiliki peranan penting dalam mendukung angka partisipasi kesehatan masyarakat dalam mendukung akselerasi kualitas kesehatan masyarakat. Secara umum pendidikan kesehatan bertujuan untuk perubahan perilaku individu dan budaya masyarakat sehingga mampu menunjukkan perilaku dan budaya yang sehat. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi tidak siap dalam menghadapi menarche. Responden yang belum siap tersebut dikarenakan belum
mempunyai pengalaman dengan menstruasi, dan dia juga merupakan anak pertama sehingga belum ada kakak yang bisa dimintai penjelasan tentang menstruasi yang nanti akan dialaminya. Sehingga menjadikan menstruasi sebagai tugas baru yang tidak menyenangkan. Ia menganggap menstruasi sebagai penghambat aktivitasnya karena merasa dibatasi kebebasannya. Menurut Suryani (2010) sering muncul pula anggapan yang keliru yaitu anggapan yang sesuai dengan teori cloaca yang menyatakan segala sesuatu yang keluar dari rongga tubuh itu adalah kotor, najis, menjijikkan serta merupakan tanda noda dan tidak suci. Atas dasar pandangan yang keliru ini timbul kemudian rasa malu, rasa diri tidak bersih atau tidak suci, merasa diri kotor bernoda, dan diliputi emosi-emosi negatif lainnya. Sedangkan sebagian besar dari responden termasuk dalam kategori siap karena setelah diberikan pendidikan kesehatan mereka akan menambah wawasan mereka dan sedikit pengalaman mereka tentang menstruasi. Mereka memiliki banyak pemahaman tentang hal-hal yang berkaita dengan menstruasi seperti hal apa saja yang sebaiknya dilakukan atau dipersiapkan menjelang menstruasi. Dengan informasi yang sudah didapat ini jika mereka mengalami menstruasi tiba-tiba mereka tidak akan terkejut dan tidak merasa bingung akan hal-hal apa saja yang seharusnya dilakukan. Dilihat dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa pemberian pendidikan kesehatan dapat merubah anggapan negatif responden tentang menstruasi menjadi anggapan yang positif. 3. Untuk mengetahui perbedaan tingkat kesiapan menarche pada remaja putri usia 10-12 tahun di SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung sebelum dan setelah diberikan pendidikan kesehatan. Untuk menguji perbedaan ini digunakan uji wilcoxon. Hasil analisis kemaknaan dengan uji wilcoxon disajikan berikut ini. Tabel 5.3 Perbedaan Tingkat Kesiapan Menarche Sebelum dan Setelah Diberikan Pendidikan Kesehatan pada Remaja Putri Usia 10-12 Tahun di SD N 1 Sucen Kec.
Variabel Tingkat Kesiapan Remaja Putri dalam Menghadapi Menarche Gemawang Temanggung, 2014 Perlakuan Sebelum Setelah N 10 10 Z Kab. p- value -4,359 0,000 Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa dari uji Wilcoxon diperoleh nilai Z hitung sebesar -4,359 dengan p-value 0,000. Terlihat bahwa p-value 0,000 < α (0,05), ini menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kesiapan remaja putri dalam menghadpai menarche sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan di SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung. Hasil yang sama juga didapat pada penelitian yang dilakukan oleh Widiawati (2010) yang berjudul Pengaruh Penyebaran Informasi Terhadap Sikap dan Perilaku Pegawai, yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh antara penyebaran informasi dengan sikap dan perilaku pegawai. Selain itu didukung oleh penelitian Anggraini (2009) yang berjudul Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Menstruasi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Kecemasan Menghadapi Menarche Pada Siswi Kelas IV dan V SD Negeri Sonosewu Ngestiharjo Kasihan Bantul Yogyakarta, dengan hasil terdapat pengaruh pendidikan kesehatan tentang menstruasi terhadap tingkat pengetahuan menstruasi dan kecemasan menghadapi menarche pada siswi kelas IV dan V SD Negeri Sonosewu Ngestiharjo Kasihan Bantul Yogyakarta. Responden yang mengalami ketidaksiapan sebanyak 1 responden (3,3%) setelah diberikan pendidikan kesehatan masih termasuk kedalam kategori tidak siap dikarenakan responden belum mempunyai banyak pengalaman seperti keluarga/orang terdekat yang sudah mengalami menstruasi. Sehingga responden masih merasakan ketakutan dan malu. Perubahan tingkat kesiapan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian pendidikan kesehatan. Dimana tujuan pendidikan kesehatan adalah terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat dalam
membina serta memelihara perilaku hidup sehat serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Nursalam, 2008). Pemberian pendidikan kesehatan yang diberikan kepada responden adalah sarana dalam pemberian informasi kepada individu atau kelompok tentang hal-hal yang belum diketahui oleh responden. Hal ini dapat memberi pemahaman yang lebih detail dan rinci terkait dengan menstruasi. Setelah responden banyak mengetahui tentang informasi yang mereka tidak tahu sebelumnya maka responden akan terlihat lebih siap jika akan mengalami suatu hal yang baru yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Menurut Suryani (2010) pengetahuan tentang kesehatan yang dimiliki seseorang amat penting peranannya dalam menentukan nilai kesehatan terhadapnya. Dengan berbagai informasi kesehatan akan menambah luas pengetahuan dan pemahamannya tentang kesehatan. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kesiapan remaja putri SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung usia 10-12 tahun sebagian besar dalam menghadapi menarche sebelum diberikan pendidikan kesehatan yaitu sebanyak 20 responden (66,7%) dalam kategori tidak siap. 2. Tingkat kesiapan remaja putri SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung usia 10-12 tahun sebagian besar dalam menghadapi menarche setelah diberikan pendidikan kesehatan yaitu 29 responden (96,7%) dalam kategori siap. 3. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkat kesiapan remaja putri usia 10-12 tahun dalam menghadapi menarche sebelum ddan setelah diberikan pendidikan kesehatan di SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung yang ditunjukkan dengan nilai p-value 0,000 < α (0,05). B. Saran Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian tersebut, maka saran yang dapat penulis berikan, antara lain :
1. Bagi siswi SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung Diharapkan peran aktif siswi untuk meningkatkan pemahaman tentang menarche dalam upaya mengatasi kesiapan menghadapi menarche dengan cara menambah informasi tentang menarche melalui media elektronik seperti internet dan tidak malu untuk bertanya kepada keluarga yang sudah mengalami menarche atau menstruasi. 2. Bagi Praktik Keperawatan Praktik keperawatan agar dapat memberikan pendidikan kesehatan secara berkala untuk membantu mengatasi ketidaksiapan dalam menghadapi menarche. 3. Bagi SD N 1 Sucen Kecamatan Gemawang Temanggung Kabupaten Diharapkan melakukan kerjasama dengan petugas kesehatan dalam pemberian pendidikan kesehatan di sekolah. 4. Bagi Masyarakat Diharapkan peran serta orangtua dan keluarga dalam memberikan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan usia anak. DAFTAR PUSTAKA Anggraini, T. & Wahyuni, A. 2009. Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Menstruasi Terhadap Tingkat Pengetahuan dan Kecemasan Menghadapi Menstruasi dan Kecemasan Menghadapi Menarche pada Siswi Kelas IV dan V SD Negeri Sonosewu Ngestiharjo Kasihan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta : Fakultas Kedokteran UMY. BKKBN. 2011. Kajian Profil Penduduk Remaja (10-24 THN : Ada Apa dengan Remaja?). Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. www.bkkbn.go.id. Diakses tanggal 20 Oktober 2013. Chaplin, J.P. 2011. Kamus Lengkap Psikologi. Rajawali Press. Djiwandono & Wuryani, S.E. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Grasindo. Gunarsa, S.D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Gunung Mulia. Hamid, A.Y.S. 2008. Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Henderson, C. 2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC. Hurlock, E.B. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga. Lewer, H. 1996. Belajar Merawat di Bamgsal Anak = Learning to Care on The Pediatric Ward. Jakarta : EGC. Manuaba, I.B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi, Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mochtar, R. 1989. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, edisi 2, Jakarta. Nurngaeni, S. 2003. Kesiapan Remaja Putri Sekolah Dasar Dalam Menghadapi Menarche Dini Studi Kualitatif Pada Siswa SD Islam Al Azhar 14 Semarang Tahun 2002. Semarang : Universitas Dipenegoro.
Nursalam & Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Proverawati, A. & Misaroh, S. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta : Nuha Medika. Santrock, J.W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta : Erlangga. Sudarma, M. 2008. Sosiologi Untuk Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika. Suryani, E. & Widyasih, H. 2010. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta : Fitramaya. Widiawati, W. 2010. Pengaruh Penyebaran Informasi Terhadap Perubahan Sikap dan Perilaku Pegawai. Serang : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang. Wong, D.L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 6, Vol 1. Jakarta : EGC. Yusuf, A. M. 2002. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta : Ghalia Indonesia.