BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB II DASAR TEORI 2.1 PHOTOVOLTAIC Efek Photovoltaic

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SEL SURYA BERBASIS TITANIA SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK ALTERNATIF

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

PERKEMBANGAN SEL SURYA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.2, (2013) X 1

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

SKRIPSI DELOVITA GINTING

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Tenaga Surya sebagai Sumber Energi. Oleh: DR. Hartono Siswono

DAFTAR ISI. Persetujuan Pernyataan Penghargaan Abstrak Abstract Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahapan penelitian ini secara garis besar ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Preparasi sampel. Pembuatan pasta ZnO dan TiO2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

PENGARUH FILTER WARNA KUNING TERHADAP EFESIENSI SEL SURYA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mariya Al Qibriya, 2013

PERBEDAAN EFISIENSI DAYA SEL SURYA ANTARA FILTER WARNA MERAH, KUNING DAN BIRU DENGAN TANPA FILTER

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB 2 TEORI DASAR. Gambar 2.1. Aplikasi TiO 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Sel surya generasi pertama berbahan semikonduktor slikon (Si) yang

Pengujian dan Analisis Performansi Dye-sensitized Solar Cell (DSSC) terhadap Cahaya

Gambar Semikonduktor tipe-p (kiri) dan tipe-n (kanan)

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH WAKTU SPIN COATING TERHADAP STRUKTUR DAN SIFAT LISTRIK SEL SURYA PEWARNA TERSENSITASI SKRIPSI

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

Studi Eksperimental Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Performa DSSC (Dye Sensitized Solar Cell) dengan Ekstrak Buah dan Sayur sebagai Dye Sensitizer

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DSSC TiO 2 /FIKOSIANIN

Pengaruh Konsentrasi Ruthenium (N719) sebagai Fotosensitizer dalam Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Transparan

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2013) ( X Print) B-15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KLOROFIL TERHADAP DAYA KELUARAN DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)

KAREKTARISASI FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSCC) PADA TiO 2 FASE ANATASE DAN RUTILE

Preparasi Lapisan Tipis ZnO Dengan Metode Elektrodeposisi Untuk Aplikasi Solar Cell

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FABRIKASI SEL SURYA PEWARNA TERSENSITISASI (SSPT) DENGAN MEMANFAATKAN EKSTRAK ANTOSIANIN UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L)

Jurnal Sains dan Matematika Vol. 19 (4): (2011)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SINTESIS DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN SENSITIZER ANTOSIANIN DARI BUNGA ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITISER ALAMI PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL

LAPORAN AKHIR PENELITIAN BIDANG ENERGI PENGHARGAAN PT. REKAYASA INDUSTRI LAPORAN PENELITIAN BIDANG ENERGI

STRUKTUR CRISTAL SILIKON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

KAJIAN PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPISAN TRANSPARAN TiO 2 TERHADAP PERFORMA KERJA SEL SURYA YANG DISENSITISASI DENGAN DYE (DSSC)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

PEMANFAATAN EKSTRAK ANTOSIANIN KOL MERAH (Brassica oleracea var) SEBAGAI DYE SENSITIZED DALAM PEMBUATAN PROTOTIPE SOLAR CELL(DSSC)

PEMANFAATAN EKSTRAK ANTOSIANIN KELOPAK BUNGA ROSELLA (Hibiscus Sabdariffa) SEBAGAI SENSITIZER DALAM PEMBUATAN DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

Pengaruh Penggunaan Elektrolit Gel Terhadap Arus dan Tegangan DSSC Prototipe DSSC Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia Mangostana L

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

Fabriksi Dye Sensitized Solar Cells(DSSC)Mengunakan Ekstraksi Bahan-bahan Organik Alam Celosia Argentums dan Lagerstromia sp

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.1, (2015) ( X Print)

EKSTRAK BETA KAROTEN WORTEL (DAUCUS CAROTA) SEBAGAI DYE SENSITIZER PADA DSSC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 Hasil dan Pembahasan

UJI BEDA KESTABILAN TEGANGAN DAN ARUS ANTARA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) YANG MENGGUNAKAN COUNTER ELECTRODE JELAGA LILIN DAN GRAFIT PENSIL

Sel Surya Berbasis Titania dengan Penyisipan Logam Cu pada Lapisan Titania

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

Kata kunci: Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC), Sensitizer, Fourine doped-tin Oxide (FTO), Klorofil, Spin Coating

Analisis Performa Modul Solar Cell Dengan Penambahan Reflector Cermin Datar

DAFTAR ISI. PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii. HALAMAN PENGESAHAN... iii. HALAMAN TUGAS... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... v. HALAMAN MOTO...

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB 2 TEORI PENUNJANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

TiO 2 jatuh pada 650 nm sedangkan pada kompleks itu sendiri jatuh pada 600 nm, dengan konstanta laju injeksi elektron sekitar 5,5 x 10 8 s -1 sampai

BAB I PENDAHULUAN. kita terima bahwa pemakaian energi berbahan dasar dari fosil telah menjadi salah

Mekanisme Pembentukan Lapisan ZnO

Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) dengan Sensitizer Antosianin dari Bunga Rosella

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi surya Energi surya merupakan sumber energi yang tak habis-habisnya berpotensi memenuhi sebagian besar energi masa depan dengan konsekuensi minimal yang merugikan lingkungan. Ini mengindikasi bahwa energi surya adalah yang paling menjanjikan sumber energi kon vensional (Kreith,1978). 2.2. Sel Surya Fotovoltaik 2.2.1 Umum Sel surya fotovoltaik merupakan suatu alat yang dapat mengubah energi sinar matahari secara langsung menjadi energi listrik. Pada asasnya sel tersebut merupakan suatu diode semikonduktor yang bekerja menurut suatu proses khusus yang dinamakan proses tidak seimbang (non-equibilirium process) dan berlandaskan efek fotovoltaik (photovoltaic effects) (Kadir,1995). Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6%. Sekarang ini, sel surya silikon mendominasi pasar sel surya dengan pangsa pasar sekitar 82% dan efisiensi lab dan komersil berturut-turut yaitu 24,7% dan 15%.

2.2.2 Prinsip Kerja Sel Surya Konvensional Silikon Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktor p-n junction. Pada sel surya terdapat junction antara dua lapisan tipis yang terbuat dari bahan semikonduktor yang masing-masing diketahui sebagai semikonduktor jenis p ( positif ) dan semikonduktor jenis n ( negatif ). Struktur sel surya konvensional silikon p-n junction dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Struktur sel surya Silikon p-n junction (sumber : Halme, 2002) Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika semikonduktor tipe-p dan tipe-n disambungkan maka akan terjadi difusi hole dari tipe-p menuju tipe-n dan difusi elektron dari tipe-n menuju tipe-p. Difusi tersebut akan meninggalkan daerah yang lebih positif pada batas tipe-n dan daerah lebih negatif pada batas tipe-p. Batas tempat terjadinya perbedaan muatan pada p-n junction disebut dengan daerah deplesi. Adanya perbedaan muatan pada daerah deplesi akan mengakibatkan munculnya medan listrik yang mampu menghentikan laju difusi selanjutnya. Medan listrik tersebut mengakibatkan munculnya arus drift. Namun arus ini terimbangi oleh arus

difusi sehingga secara keseluruhan tidak ada arus listrik yang mengalir pada semikonduktor p-n junction. tersebut. Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi material tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan elektronhole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari arean akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada Gambar 2.2 Gambar 2.2 Skema Kerja Sel Surya Silikon (sumber : Halme, 2002) 2.2.3 Performansi Sel Surya 2.2.3.1. Karakteristik I-V Fotovoltaik Daya listrik yang dihasilkan sel surya ketika mendapat cahaya diperoleh dari kemampuan perangkat sel surya tersebut untuk memproduksi tegangan ketika diberi beban dan arus melalui beban pada waktu yang sama. Kemampuan ini direpresentasikan dalam kurva arus-tegangan (I-V) (Gambar 2.3.).

Gambar 2.3 Karakteristik Kurva I-V pada Sel Surya (sumber Halme, 2002) Ketika sel dalam kondisi short circuit, arus maksimum atau arus short circuit (I ) dihasilkan, sedangkan pada kondisi open circuit tidak ada arus yang dapat SC mengalir sehingga tergangannya maksimum, disebut tegangan open circuit. (V ). OC Titik pada kurva I-V yang menghasilkan arus dan tegangan maksimum disebut titik daya maksimum (MPP). 2.2.3.2 Fill Factor dan Efisiensi Kuantum Karaktersitik penting lainnya dari sel surya yaitu fill factor (FF), dengan persamaan, =.. (2.1) Dengan menggunakan fill factor maka maksimum daya dari sel surya didapat dari persamaan,.. (2.2) Sehingga efisiensi sel surya yang didefinisikan sebagai daya yang dihasilkan dari sel ( ) dibagi dengan daya dari cahaya yang datang ( ) :

= (2.3) Nilai efisiensi ini yang menjadi ukuran global dalam menentukan kualitas performansi suatu sel surya. Efisiensi dari sel surya tergantung pada temperatur dari sel dan yang lebih penting lagi adalah kualitas illuminasi. Misalnya total intensitas cahaya dan intensitas spektrum yang terdistribusi. Oleh karena itu, standar kondisi pengukuran harus dikembangkan sejalan dengan pengujian sel surya di laboraturium (Halme, 2002). 2.3. Dye-sensitized Solar Cell 2.3.1. Umum Tingginya efisiensi konversi energi surya menjadi listrik dari DSSC merupakan salah satu daya tarik berkembangnya riset mengenai DSSC di berbagai negara akhir-akhir ini, selain dari proses produksi yang simpel dan biaya produksi yang murah. Beberapa hasil penelitian dari peneliti-peneliti DSSC.. Di Indonesia sendiri penelitian tentang DSSC telah banyak dilakukan seperti oleh Septina dkk pada tahun 2007, Penelitian tersebut dilakukan dengan metode nanopori TiO 2 yaitu sol-gell dan sebagai bahan dye digunakan buah delima. Hasil yang didapatkan adalah tegangan listrik sebesar 162,4 mv dari prototipe DSSC tersebut dengan intensitas penyinaran pada siang hari. Selain itu ada juga Pangestuti (Universitas Diponegoro) pada tahun 2010 yaitu pembuatan DSSC berbasis TiO 2 dengan dye buah buni. Dari penelitian tersebut didapatkan tegangan listrik sebesar 0,223 Volt. Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh Professor Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan disebut juga terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon.

Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya fotoelektrokimia sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Selain elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanopartikel TiO 2, molekul dye yang teradsorpsi di permukaan TiO, larutan elektrolit dan katalis 2 yang semuanya dideposisi diantara dua kaca konduktif, seperti terlihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Struktur Dye-sensitized Solar Cell (sumber : Sastrawan,2006). Pada bagian atas dan alas sel surya merupakan glass yang sudah dilapisi oleh TCO (Transparent Conducting Oxide) biasanya ITO, yang berfungsi sebagai elektroda dan counter-elektroda. Pada TCO counter-elektroda dilapisi katalis untuk mempercepat reaksi redoks dengan elektrolit. Pasangan redoks yang umumnya dipakai yaitu I - /I 3- (iodide/triiodide). Pada permukaan elektroda dilapisi oleh lapisan tipis TiO 2 yang mana dye teradsorpsi di lapisan TiO 2. Dye yang umumnya digunakan yaitu jenis ruthenium complex. 2.3.2. Prinsip kerja DSSC Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan reaksi dari transfer elektron. Proses pertama dimulai dengan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dye akibat absorbsi photon. Dimana ini merupakan salah satu peran dari sifat TiO 2 fasa anatase yaitu fotokatalis. TiO 2 fasa anatase memiliki aktivitas photocatalisis yang lebih tinggi

dibandingkan fasa rutil. Ilustrasi proses fotokatalis pada TiO 2 gambar 2,5. dapat dilihat pada Gambar 2.5. Ilustrasi proses fotokatalis (sumber : Subiyanto,H,dkk.2009) Elektron tereksitasi dari ground state (D) ke excited state (D * ). D + e - D * (2.4) Elektron dari excited state kemudian langsung terinjeksi menuju conduction band (E CB ) titania sehingga molekul dye teroksidasi (D + ). Dengan adanya donor elektron oleh elektrolit (I - ) maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya (ground state) dan mencegah penangkapan kembali elektron oleh dye yang teroksidasi. 2D + + 3e - I 3 - + 2D (2.5) Skema kerja dari DSSC dijelaskan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Skema Kerja dari DSSC (sumber : Halme, 2002) Setelah mencapai elektroda TCO, elektron mengalir menuju counter-elektroda melalui rangkaian eksternal. Dengan adanya katalis pada counter-elektroda, elektron - diterima oleh elektrolit sehingga hole yang terbentuk pada elektrolit (I ), akibat donor 3 elektron pada proses sebelumnya, berekombinasi dengan elektron membentuk iodide (I - ). I 3 - + 2e - 3I - (2.7) Iodide ini digunakan untuk mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi, sehingga terbentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini terjadi konversi langsung dari cahaya matahari menjadi listrik (Halme,2002).

2.3.3. Material DSSC 2.3.3.1. Substrat Substrat yang digunakan pada DSSC yaitu jenis TCO (Transparent Conductive Oxide) yang merupakan kaca transparan konduktif. Material substrat itu sendiri berfungsi sebagai badan dari sel surya dan lapisan konduktifnya berfungsi sebagai tempat muatan mengalir. Material yang umumnya digunakan yaitu flourine-doped tin oxide (SnO 2 :F atau FTO) dan indium tin oxide (In 2 O 3 :Sn atau ITO) hal ini dikarenakan dalam proses pelapisan material TiO 2 kepada substrat, diperlukan proses sintering pada temperatur 400-500 o C dan kedua material tersebut merupakan pilihan yang cocok karena tidak mengalami defect pada range temperatur tersebut. 2.3.3.2. Elektroda Penggunaan oksida semikonduktor dalam fotoelektrokimia dikarenakan kestabilannya menghadapi fotokorosi. Selain itu lebar pita energinya yang besar (3,2 3,8 ev), dibutuhkan dalam DSSC untuk transparansi semikonduktor pada sebagian besar spektrum cahaya matahari. Selain semikonduktor TiO 2, yang digunakan dalam penelitian ini, semikonduktor lain yang digunakan yaitu ZnO, CdSe, CdS, WO 3, Fe 2 O 3, SnO 2, Nb 2 O 5, dan Ta 2 O 5. Namun TiO 2 masih menjadi material yang sering digunakan karena efisiensi DSSC menggunakan TiO 2 masih belum tertandingi. Di alam umumnya TiO 2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan brookite. Fasa rutile dari TiO 2 adalah fasa yang umum dan merupakan fasa yang disintesis dari mineral ilmenite melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida besi yang terkandung dalam ilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat atau klor sehingga menghasilkan TiO 2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titania pada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel

kurang dari 11 nm, fasa brookite pada ukuran partikel 11 35 nm, dan fasa rutile diatas 35 nm. Untuk aplikasinya pada DSSC, TiO 2 yang digunakan umunya berfasa anatase karena mempunyai kemampuan fotoaktif yang tinggi. Selain itu TiO 2 dengan struktur nanopori yaitu ukuran pori dalam skala nano akan menaikan kinerja sistem karena struktur nanopori mempunyai karakteristik luas permukaan yang tinggi sehingga akan menaikan jumlah dye yang teradsorp yang implikasinya akan menaikan jumlah cahaya yang terabsorbsi ( Zhang,H dan Banfield,J.F,2000). 2.3.3.3. Elektrolit Elektrolit yang digunakan pada DSSC terdiri dari iodine (I - ) dan triiodide (I 3- ) sebagai pasangan redoks dalam pelarut. Karakteristik ideal dari pasangan redoks untuk elektrolit DSSC yaitu, 1. Potensial redoksnya secara termodinamika berlangsung sesuai dengan potensial redoks dari dye untuk tegangan sel yang maksimal. 2. Tingginya kelarutan terhadap pelarut untuk mendukung konsentrasi yang tinggi dari muatan pada elektrolit. 3. Pelarut mempunyai koefisien difusi yang tinggi untuk transportasi massa yang efisien. 4. Tidak adanya karakteristik spektral pada daerah cahaya tampak untuk menghindari absorbsi cahaya datang pada elektrolit. 5. Kestabilan yang tinggi baik dalam bentuk tereduksi maupun teroksidasi. 6. Mempunyai reversibilitas tinggi. 7. Inert terhadap komponen lain pada DSSC.

2.3.3.4. Katalis Counter Elektroda Katalis dibutuhkan untuk merpercepat kinetika reaksi proses reduksi triiodide pada TCO. Platina, material yang umum digunakan sebagai katalis pada berbagai aplikasi, juga sangat efisien dalam aplikasinya pada DSSC. Platina dideposisikan pada TCO dengan berbagai metoda yaitu elektrokimia, sputtering, spin coating, atau pyrolysis. Walapun mempunyai kemampuan katalitik yang tinggi, platina merupakan material yang mahal. Sebagai alternatif, O regan dan Gratzel, M. 1996 mengembangkan desain DSSC dengan menggunakan counter-elektroda karbon sebagai lapisan katalis. Karena luas permukaanya yang tinggi, counter-elektroda karbon mempunyai keaktifan reduksi triiodide yang menyerupai elektroda platina. 2.3.3.5. Dye Seperti telah dijelaskan diatas, fungsi absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye yang teradsorpsi pada permukaan TiO 2. Dye yang umumnya digunakan dan mencapai efisiensi paling tinggi yaitu jenis ruthenium complex. Walaupun DSSC menggunakan ruthenium complex telah mencapai efisiensi yang cukup tinggi, namun dye jenis ini cukup sulit untuk disintesa dan ruthenium complex komersil berharga mahal. Alternatif lain yaitu penggunaan dye dari buahbuahan, khususnya dye antocyanin. Antocyanin ini yang menyebabkan warna merah dan ungu pada banyak buah dan bunga. Salah satu pigmen cyanin yang memegang peranan penting dalam proses absorbsi cahaya yaitu cyanidin 3-O-β-glucoside. 2.3.4. Klorofil sebagai dye Penelitian dalam mencari dye yang murah dan berbasis tumbuhan (natural dye) terus dilakukan. Proses fotosintesis pada tumbuhan telah membuktikan adanya senyawa

pada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai dye. Zat-zat tersebut ditemukan pada daun atau buah, yaitu antosianin, klorofil, dan xantofil. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang muncul sesuai dengan ph tumbuhan. Antosianin merupakan pigmen vacuolar yang larut dalam air pada tumbuhan, terdapat pada buah, bunga, dan daun. Xantofil dan klorofil merupakan pemegang peranan penting dalam proses fotosintesis. Xantofil merupakan pigmen kuning grup karotenoid pada daun. Klorofil merupakan pigmen warna hijau dan paling banyak ditemukan pada tumbuhan hijau dan menjadi penyerap utama cahaya tampak penyinaran. Kesemua zat tersebut menyatu dalam daun untuk melakukan fotosintesis. Penelitian tentang antosianin pada DSSC ini telah lebih dulu dikembangkan. Akan tetapi, penelitian tentang klorofil dan xantofil terus dilakukan. Peneliti telah membuktikan bahwa klorofil dan xantofil dapat tereksitasi dengan adanya penyinaran pada penerapan dye. Sebagai hasil pengembangannya, peneliti telah mendapatkan efisiensi konversi energi yang lebih baik pada turunan dye klorofil tersebut karena memiliki gugus karboksilat. Klorofil adalah pigmen utama yang berfungsi menyerap cahaya dan mengubahnya menjadi energi kimia yang dibutuhkan dalam mereduksi karbondioksida menjadi karbohidrat dalam proses fotosintesis. Klorofil merupakan komponen yang menarik sebagai fotosensitizer pada daerah visible (Zat ini terdapat pada kloroplas dalam jumlah banyak serta mudah diekstraksi ke dalam pelarut aseton. Krolofil memiliki struktur klorofil seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7 mengandung satu inti porfirin dengan satu atom Mg yang terikat kuat ditengah, dan satu rantai dihidrokarbon panjang tergabung melalui gugus asam karboksilat (Arrohmah, 2007).

Gambar 2.7. Mg terdapat pada struktur molekuler klorofil (Poruka dalam skripsi Arrohmah, 2007) Gambar 2.8. Spektrum absorbsi klorofil a dan klorofil b (Poruka dalam skripsi Arrohmah, 2007) 2.3.5. Perakitan DSSC 2.3.5.1 Persiapan Substrat Terlebih dahulu substrat kaca dipotong sesuai dengan ukuran sel surya yang diinginkan. Gores kaca dengan glass cutter di bagian kaca yang tidak ada lapisan TCO nya. Jangan potong di bagian kaca yang ada lapisan TCO karena akan merusak sebagian lapisan TCO. Pakai bantuan penggaris untuk membuat goresan di kaca (Martineau,2011).

Substrat harus ditangani dengan hati-hati seperti halnya perangkat optik untuk menghindari goresan pada permukaan. Sebelum substrat dilapisi dengan TiO 2 atau karbon substrat kaca ditempatkan di dalam wadah bersih dan direndam dalam larutan 2-propanol atau ethanol selama 5 menit agar tidak ada penambahan nilai hambatan pada kaca TCO. Setelah pembersihan selesai substrat dikeluarkan dari wadah dan biarkan terlebih dahulu hingga semua pelarut menguap. 2.3.5.2 Persiapan Larutan Tio 2 dan deposisi karbon Larutan TiO2 yang digunakan untuk melapisi elektroda dibuat dari campuran bubuk TiO2 (ukuran partikel rata-ratanya adalah 25 nanometer) air suling, 2-propanol sebagai pelarut dan asam asetat glacial. Berbagai pelarut (etanol dan aseton) telah digunakan pada rasio yang berbeda dengan air suling dengan pelarut menunjukkan hasil yang optimal. Asam asetat membantu untuk mengurangi resistansi seri dari lapisan TiO2 dan meningkatkan penyerapan zat pada permukaan partikel TiO 2 Mawyin (2009) menyebutkan ada tiga teknik yang berbeda digunakan untuk deposit lapisan counter-elektroda. Pertama, substrat dilapisi dengan jelaga yang dihasilkan oleh lilin. Kedua, grafit dari pensil. Dan yang terbaik adalah counterelektroda dari platina, yang dapat dilihat pada gambar 2.9.. Gambar 2.9. Beberapa cara mempersiapan counter elektroda (sumber David Martineau,2011)

2.3.5.3. Deposisi Lapisan Elektroda dan Counter Elektroda Beberapa teknik yang dapat dipakai dan disesuaikan dengan larutan TiO 2 yang dibuat agar menghasilkan lapisan yang seragam. Beberapa teknik tersebut sebagai berikut : a. Doctor-blade Teknik ini adalah teknik yang paling sering digunakan. Pertama kali yang harus dilakukan adalah membentuk bingkai area TiO 2 yang akan dideposisikan pada substrat dengan menggunakan scocth tape yang berguna mengontrol ketebalan dari TiO 2. Kemudian dengan menggunakan rod glass untuk meratakan TiO 2 pada substrat, dimulai dari ujung bingkai. Namun, sedikit sulit untuk mengontrol keseragaman ketebalan lapisan TiO 2. Karena ketebalan dari lapisan TiO 2 bergantung pada banyaknya larutan TiO 2 yang dideposisikan pada substrat dan gerakan rod glass. Biasanya lapisan lebih tebal di tempat pertama kali kita mengaplikasikan TiO 2. Gambar 2.10. Doctor blade teknik (sumber David Martineau,2011) b. Electrospinning Teknik ini berusaha untuk mendeposisikan TiO2 pada permukaan yang lebih lebar menggunakan alat yang disebut electrospinning. Electrospinning terdiri dari jarum suntik yang mengandung bahan yang akan disimpan dan mounting plate yang menjadi target yang akan dilapisi. Target dan jarum suntik yang terhubung ke sumber tegangan yang akan menciptakan electropotential. Perbedaan antara alat suntik dan mounting

plate di kisaran 1000 volt. Ketika cairan di dalam jarum suntik secara perlahan dipompa keluar, solusi akan mendorong dengan kecepatan tinggi menuju target karena adanya medan listrik. Gambar 2.11. Electrospinning teknik (sumber http://www.neotherix.com/images/electrospinning.gif) Gambar di atas merupakan skema sederhana dari proses electrospinning. Sebuah larutan polimer (larutan TiO 2 ) diadakan di dalam tabung suntik (A) diumpankan ke jarum logam (B). Sebuah power supply tegangan tinggi (C) terhubung ke jarum dan dari jarum akan mengelurkan semprotan larutan polimer (D). Larutan akan mengering dalam perjalanan, sehingga akan terbentuk lapisan halus pada substrat (E). c. Screen Printing Setelah bekerja dengan teknik sebelumnya masalah yang paling penting yang harus dipecahkan adalah keseragaman ketebalan coating. Catatan beberapa perusahaan komersial telah mengembangkan fabrikasi skala industri untuk sel surya organic, teknik produksi yang digunakan untuk memproduksi sel-sel ini dengan mengekstrusi lapisan TiO 2 melalui mesh (saringan) dengan ukuran diameter pori yang sangat kecil, kemudian TiO 2 dipaksa melalui mesh (saringan) dengan alat penekan squeegee. Teknik ini tidak hanya digunakan dengan pembuatan sel surya organik tetapi juga telah diuji dengan jenis photovoltaic lain sebagaimana dilakukan oleh perusahaan

Matshushita Jepang dengan film tipis sel surya CdTe. Beberapa manfaat dari teknik ini adalah kesederhanaan prosedur, kemampuan untuk deposit lapisan TiO 2 pada susunan substrat pada saat yang bersamaan, seperti terlihat pada gambar 2.13. Gambar 2.12. Susunan elektroda yang akan dilapisi (sumber http://www.solarnenergy.com/contents_img/326074.jpg) Gambar 2.13. Screen printing teknik (sumber http://www.solarnenergy.com/contents_img/879099.jpg) d. Cold spraying Teknik terakhir yang menghasilkan hasil yang paling konsisten adalah variasi dari proses deposisi yang telah digunakan sebelumnya. Teknik ini terdiri dari lukisan permukaan substrat konduktif dengan menggunakan sikat udara. Perangkat cold spraying terdiri dari pistol penyemprotan dengan nozzle yang berfungsi untuk menembakkan TiO 2 pada substrat, yang didorong dengan udara terkompresi sehingga jumlah udara yang datang dari nozzle dapat dikontrol sehingga laju aliran dapat stabil.

Sebuah faktor penting untuk dipertimbangkan adalah rasio dari pelarut (misalnya 2- propanol) dengan TiO 2. Pelarut yang terdapat dalam larutan akan menguap dalam perjalanan menuju target. Oleh karena itu, jumlah pelarut dalam larutan TiO 2 harus lebih banyak dibandingkan dengan teknik Doctor-blade, dalam rangka menghindari gumpalan partikel (Mawyin,2009). 2.3.5.4. Annealing dan Sintering Titania Elektroda Elektroda yang telah dideposisikan TiO 2 pada permukaannya, kemudian disinter. Proses ini bertujuan membentuk kontak dan adhesi yang baik yang baik antara larutan dengan substrat kaca TCO. Temperatur annealing tidak terlalu tinggi untuk mengubah fase dari TiO 2 nano-partikel (anatase) yang digunakan dalam lapisan. Temperatur annealing yang lazim digunakan untuk elektroda adalah ~500 o C dan untuk counterelektroda ~450 o C. Sintering elektroda dapat menggunakan oven, atau kompor listrik dengan pengatur suhu. 2.3.5.5. Ektraksi Dye dan Pewarnaan Titania Elektroda Dye dapat diperoleh dari inorganic dye dan organic dye. Organic dye dapat diperoleh dari tumbuhan atau buah yang mengandung antocyanin yang kemudian diambil ekstraknya dan dicampurkan dengan methanol dan air untuk mendapatkan dye yang murni. Untuk inorganic dye dapat diperoleh dari perusahaan-perusahaan perakitan solar sel. Ketika Titania Elektroda sudah mencapai suhu kamar, proses pewarnaan dapat dilakukan. Biasanya dicelupkan ke dalam dye selama beberapa menit atau setangah jam. Semakin lama elektroda dicelupkan maka akan semakin baik pewarnaan pada elektroda (Martineau,2011).

2.3.5.6. Menumpuk Elektroda dan Penambahan Elektrolit Langkah terakhir dalam perakitan DSSC adalah menyatukan elektroda yang telah disiapkan terlebih dahulu. Substrat elektroda dan counter-elektroda dilekatkan bersama-sama dengan offset untuk membiarkan daerah yang tidak dilapisi dari sisi konduktif substrat sebagai kontak listrik. Substrat digabungkan bersama-sama menggunakan binder klip, klip diposisikan dekat dengan tepi untuk membiarkan jumlah maksimum cahaya yang dapat diterima sel. Kemudian teteskan elektrolit pada permukaan antara substrat. Tunggu 15 menit agar elektrolit diserap dengan sempurna di dalam substrat.