BAB V PENDANAAN DAERAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

PROFIL KEUANGAN DAERAH

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

BAB 3. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

local accountability pemerintah pusat terhadap pembangunan di daerah.

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Struktur P-APBD TA. 2014

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

Bab-3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB 3 GAMBARAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja Pelaksanaan APBD

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

Bab III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah Dan Kerangka Pendanaan

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

c. Pembiayaan Anggaran dan realisasi pembiayaan daerah tahun anggaran dan proyeksi Tahun 2013 dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut:

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

III BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENGELOLAAN KEUNGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

Keuangan Kabupaten Karanganyar

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB IIIGAMBARAN GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

, ,00 10, , ,00 08,06

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DAN PENANAMAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Komplek Perkantoran Jl.

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY

ANALISIS KEMANDIRIAN FISKAL DALAM UPAYA MENDUKUNG PELAKSANAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAGIRI HULU

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi ini menandakan pemerataan pembangunan di Indonesia

Transkripsi:

BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang kemudian diperbarui dengan Undang-undang Nomor 32 2004 dan Undang-undang Nomor 33 2004, adalah terjadinya pergeseran dan perubahan paradigma yang sangat mendasar tentang tatanan pemerintah berkaitan dengan hubungan hierarkhi kewenangan serta organisasi pemerintahan. Dalam hal desentralisasi kewenangan atau kekuasaan, maka pada hakekatnya otonomi daerah merupakan refleksi dari Power Sharing yang dilakukan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, dimana ada 5 urusan pusat yang tidak diserahkan kepada daerah yakni : politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, agama, moneter dan fiskal. Hal ini mengandung pengertian bahwa di luar 5 urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat tersebut, maka urusan pemerintahan yang sebelumnya merupakan kewenangan pemerintah pusat beralih menjadi kewenangan pemerintah daerah. Selanjutnya desentralisasi kewenangan tersebut juga diikuti dengan desentralisasi fiskal sebagai bagian dari penyerahan tugas dan kewenangan kepada daerah. Sementara itu, banyak negara negara yang sedang berkembang beralih pada berbagai bentuk desentralisasi fiskal sebagai satu cara untuk keluar dari pemerintahan yang tidak efisien dan tidak efektif, dan pertumbuhan ekonomi yang tidak memadai (Bird, 1993:207). Sejalan dengan itu bahwa pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia telah menciptakan perubahan yang sangat besar dan mendasar dalam manajemen keuangan publik khususnya yang berkaitan dengan keuangan daerah. Desentralisasi telah mensyaratkan pemerintah pusat untuk mentransfer sejumlah dananya seiring dengan pengalihan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Munurut Laode Ida dalam Saragih (2003:16) terdapat paling sedikit ada tiga esensi dari otonomi daerah, yakni : 1. Pengelolaan kekuasaan berpusat pada tingkat lokal yang berbasis pada rakyat 2. Dimensi ekonomi, dimana dengan otonomi daerah maka daerah-daerah diharapkan mampu menggali dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi yang ada di wilayahnya yang mendorong kemampuan daerah untuk membiayai daerahnya sendiri paling tidak memperkecil ketergantungan terhadap pemerintah pusat 3. Dimensi budaya, artinya dengan otonomi daerah masyarakat lokal harus diberikan kebebasan untuk berekspresi dalam mengembangkan kebudayaan V - 1

lokal. Disinilah pentingnya memikirkan kembali strategi pembangunan secara mendasar, yakni pada upaya membangun ekonomi berbasis komunitas lokal. Oleh karenanya momentum otonomi luas tersebut memberikan diskresi yang tinggi kepada daerah untuk menentukan pengembangan otonominya sesuai dengan potensi dan kebutuhan lokal dalam batas wilayahnya sendiri. Konsekuensi logis dari manifestasi otonomi luas tersebut adalah bahwa daerah harus mampu membangun kemandirian terutama dalam membiayai penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan maupun membiayai program-program pembangunan daerah, dalam rangka penyediaan pelayanan publik. Hal tersebut dikarenakan tujuan dari desentralisasi fiskal itu sendiri adalah untuk memberikan kontribusi pada penyediaan pelayanan publik lokal yang lebih efisien dengan memungkinkan penyelarasan yang lebih baik antara pengeluaran dengan prioritas dan preferensi lokal. Untuk melaksanakan pembangunan, penyelenggaraan pemerintahan serta pelayanan publik lainnya di daerah, maka diperlukan sejumlah pendapatan dan berdasarkan Permendagri Nomor 13 2006 sumber pendapatan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari : 1) Pajak Daerah 2) Retribusi Daerah 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan 4) Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 2. Dana Perimbangan terdiri dari : 1) Dana Bagi Hasil A. Bagi Hasil Pajak B. Bagi Hasil Bukan Pajak 2) Dana Alokasi Umum 3) Dana Alokasi Khusus 3. Lain-Lain Pendapatan Daerah yang Sah. 1) Hibah 2) Dana darurat 3) Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi dan Pemerintah Daerah lainnya 4) Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 5) Bantuan Keuangan dari Propinsi atau Pemeirntah Daerah Lainnya 5.1. Arah Pengelolaan APBD 5.1.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Dari Komponen-komponen pendapatan tersebut, pada hakekatnya yang mencerminkan kekuatan otonomi daerah adalah Pendapatan Asli Daerah atau dikenal dengan Local Taxing Power. Untuk itu pemerintah daerah harus mampu V - 2

meningkatkan penerimaan daerah dari komponen PAD sebagai konsekuensi pemberlakuan otonomi daerah. Hal itu sejalan dengan adanya UU Nomor 34 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang telah memberikan ruang gerak kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi untuk mengumpulkan pajak dan retribusinya. Meskipun demikian, ruang tersebut dirasakan masih sangat terbatas dan lebih menguntungkan daerah dengan ciri perkotaan yang lebih besar. Hal tersebut dibuktikan dimana hampir semua daerah otonom memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap penerimaan Pemerintah Pusat, demikian juga dialami oleh pemerintah Kabupaten Subang. Berikut disajikan berturut-berturut peran PAD, Dana Perimbangan dan Bantuan Propinsi dibanding penerimaan pendapatan secara menyeluruh selama kurun waktu 6 tahun (2003-2008). Perkembangan target Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Subang selama kurun waktu 6 tahun (2003-2008), rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan sebesar 12,08%, sebagaimana Tabel 5.1. Tabel 5.1 Perkembangan Rencana dan PAD Kabupaten Subang 2003-2008 Rencana PAD Pertumbuhan PAD Pertumbuhan 2003 34,799,350,954-36,766,590,775-2004 38,959,402,146 11.95% 38,713,504,975 5.30% 2005 43,933,658,651 12.77% 45,794,386,764 18.29% 2006 47,639,652,395 8.44% 58,782,413,974 28.36% 2007 50,351,940,278 5.69% 55,690,532,118-5.26% 2008 61,200,511,067 21.55% - Rata-rata Per 12.08% 11.67% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 Berdasarkan tabel 5.1, apabila dilihat dari pertumbuhan realisasi PAD selama kurun waktu 2003-2007 rata-rata mengalami kenaikan sebesar 11,67%. Sedangkan apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan dan realisasi pendapatan yang dicapai pada tahun yang sama memperlihatkan bahwa rata-rata terjadi under target artinya target yang ditetapkan selalu dapat tercapai bahkan melampaui target. Hal ini berarti bahwa sumbersumber potensi pendapatan daerah masih cukup banyak yang dapat digali dan dikembangkan sebagai sumber pendanaan bagi pembangunan daerah. Memperhatikan kemampuan keuangan dari Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Subang dengan rata-rata kontribusi per tahun terhadap APBD sebesar 7,19% (Tabel 5.2), dapat diartikan bahwa kemampuan fiskal Pemerintah Daerah Kabupaten Subang termasuk dalam kategori tidak mampu, sehingga berakibat pada ketergantungan terhadap penerimaan yang bersumber pada dana perimbangan. V - 3

Tabel 5.2 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Dibandingkan dengan APBD Kab. Subang 2003 2008 PAD Pertumbuhan APBD proporsi 2003 36,766,590,775-478,305,832,761 7.69% 2004 38,713,504,975 5.30% 492,036,511,042 7.87% 2005 45,794,386,764 18.29% 510,248,005,661 8.97% 2006 58,782,413,974 28.36% 754,910,210,116 7.79% 2007 55,690,532,118-5.26% 1,030,846,970,569 5.40% 2008 61,200,511,067 1,122,729,459,036 5.45% Rata-rata Per 11.67% 7.19% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 Secara keseluruhan, struktur pendapatan Kabupaten Subang termasuk tidak kokoh, karena ketergantungan terhadap dana perimbangan dari Pusat terlalu besar. Ratarata proporsi PAD terhadap Penerimaan APBD adalah 7,22%, Dana Perimbangan sekitar 85,07% dan Pendapatan Lain Yang Sah termasuk yang bersumber dari APBD Propinsi sekitar 7,71%. NO Tabel 5.3 Total Pendapatan Pemerintah kabupaten Subang 2003-2008 JUMLAH URAIAN PENDAPATAN 2003-2008 A PAD 296,947,939,652 7.22% 1 Pajak Daerah 80,089,663,029 1.95% 2 Retribusi Daerah 159,432,283,632 3.88% 3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Pengelolaan 14,915,003,670 0.36% Kekayaan daerah yang dipisahkan - 0.00% 4 Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah 42,510,989,321 1.03% B Dana Perimbangan 3,499,021,460,901 85.07% 1 Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 616,771,084,901 14.99% 2 DAU 2,678,430,376,000 65.12% 3 DAK 203,820,000,000 4.96% % C Lain-lain Pendapatan Yang Sah 317,327,936,963 7.71% 850,000,000 0.02% 1 Bagi Hasil pajak dan Bantuan Propinsi 172,006,199,498 4.18% 2 Bantuan dana kontingensi dari Pemerintah 52,434,618,129 1.27% 3 Bantuan Keuangan dari propinsi 92,037,119,336 2.24% PENDAPATAN DAERAH 4,113,297,337,516 100.00% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 Dari tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sebetulnya sumber penerimaan dominan bagi APBD Kabupaten Subang adalah dari DAU sekitar 65,12 %, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak sekitar 14,99 % bagi hasil dan Bantuan Keuangan Propinsi sekitar 6,42 %, sedangkan dari Pajak Daerah hanya menyumbang 1,95 %. V - 4

Struktur penerimaan yang tidak kokoh ini sangat rentan untuk mempertahankan kapasitas pembangunan Kabupaten Subang, apabila fix cost dalam hal ini belanja pegawai tidak di jaga seketat mungkin, bahkan lebih parahnya akan menimbulkan ketidak konsistenan terhadap Perda-perda perencanaan pembangunan daerah baik jangka panjang, menengah maupun pendek. Dana perimbangan terdiri dari bagi hasil pajak/bukan pajak dan Dana Alokasi Umum (DAU). Pendapatan dari bagi hasil pajak yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan (PPh) Perorangan menunjukkan peningkatan terus setiap tahunnya, memiliki prospek yang cukup baik untuk lebih ditingkatkan dengan memperbanyak Wajib Pajak. Sementara untuk bagi hasil bukan pajak yang berupa bagi hasil sumber daya alam yang saat ini menunjukkan kecenderungan stagnasi memerlukan perhatian yang cukup serius dari pemerintah daerah untuk lebih dapat mengoptimalkan potensi sumber daya alam. DAU yang diluncurkan dari pemerintah ke daerah bertujuan untuk menghindari kesenjangan fiskal (fiscal gap) antar daerah yang ditetapkan berdasarkan kriteria tertentu yang menekankan pada aspek pemerataan dan keadilan yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang formula dan perhitungannya ditetapkan sesuai undang-undang, berdasarkan formula dan perhitungan tersebut sesuai tujuannya diharapkan apabila dari ke suatu daerah alokasi DAU-nya menurun, maka daerah tersebut dianggap atau dikategorikan sudah mandiri dalam kemampuan fiskalnya, namun diharapkan Pemerintah dalam melakukan operasi formula DAU sesuai undangundang bersifat transparan. Berdasarkan perkembangan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Subang selama kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung meningkat, hal ini menunjukkan bahwa kemampuan fiskal Kabupaten Subang dapat dikategorikan mendekati kearah tidak mandiri. Adapun perkembangan realisasi dana perimbangan selama 2003 sampai dengan 2008 sebagaimana Tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5.4 Perkembangan Rencana dan Dana Perimbangan Kabupaten Subang 2003-2008 Rencana Pertumb Pertum Perimbangan uhan Perimbangan buhan 2003 403,572,200,000-413,110,142,322-2004 410,502,727,000 1.72% 436,036,874,150 5.55% 2005 396,121,860,000-3.50% 425,826,186,976-2.34% 2006 634,762,910,700 60.24% 670,237,718,982 57.40% 2007 785,156,117,852 23.69% 807,065,866,636 20.41% 2008 855,770,111,400 Rata-rata Per 20.54% 20.25% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 V - 5

Perkembangan target dari dana perimbangan secara total selama kurun waktu 6 tahun terakhir (2003-2008) rata-rata pertumbuhannya per tahun adalah sebesar 20,54%. Sementara perkembangan berdasarkan realisasi selama kurun waktu 2003-2007 menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 20,25%. kontribusi dana perimbangan terhadap APBD dalam kurun waktu yang sama rata-rata sebesar 83,62% sebagaimana tabel di bawah ini. Tabel 5.5 Perkembangan Dana Perimbangan Dibandingkan dengan APBD Kab. Subang 2003 2008 Perimbangan Pertumbuhan APBD proporsi 2003 413,110,142,322-478,305,832,761 86.37% 2004 436,036,874,150 5.55% 492,036,511,042 88.62% 2005 425,826,186,976-2.34% 510,248,005,661 83.45% 2006 670,237,718,982 57.40% 754,910,210,116 88.78% 2007 807,065,866,636 20.41% 1,030,846,970,569 78.29% 2008 855,770,111,400 1,122,729,459,036 76.22% Rata-rata Per 20.25% 83.62% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 Perkembangan target dari dana APBD Propinsi secara total selama kurun waktu 6 tahun terakhir (2003-2008) rata-rata pertumbuhannya per tahun adalah sebesar 40,39%. Sementara perkembangan berdasarkan realisasi selama kurun waktu 2003-2007 menunjukkan pertumbuhan rata-rata sebesar 36,23%. kontribusi dana perimbangan terhadap APBD dalam kurun waktu yang sama rata-rata sebesar 4,66%. Tabel 5.6 Perkembangan Bantuan APBD Propinsi Dibandingkan dengan APBD Kabupaten Subang 2003 2008 Rencana APBD PROP Pertumbuhan APBD PROP Pertumbuhan 2003 10,050,000,000-16,373,194,309-2004 16,240,318,000 61.60% 17,286,131,917 5.58% 2005 34,401,783,181 111.83% 38,627,431,921 123.46% 2006 39,026,873,536 13.44% 25,890,077,160-32.97% 2007 29,144,117,852-25.32% 38,537,726,246 48.85% 2008 70,737,935,853 Rata-rata Per 40.39% 36.23% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 V - 6

Tabel 5.7 Perkembangan Bantuan APBD Propinsi Dibandingkan dengan APBD Kab. Subang 2003 2008 APBD PROP Pertumbuhan APBD proporsi 2003 16,373,194,309-478,305,832,761 3.42% 2004 17,286,131,917 5.58% 492,036,511,042 3.51% 2005 38,627,431,921 123.46% 510,248,005,661 7.57% 2006 25,890,077,160-32.97% 754,910,210,116 3.43% 2007 38,537,726,246 48.85% 1,030,846,970,569 3.74% 2008 70,737,935,853 1,122,729,459,036 6.30% Rata-rata Per 36.23% 4.66% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 Perkembangan realisasi total pendapatan Kabupaten Subang yaitu penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah dalam kurun waktu 2003-2007 mengalami peningkatan sebesar 19,14% per tahun dan kontribusinya terhadap APBD sebesar 95,48% per tahun sebagaimana Tabel 5.8 tersebut di bawah ini. Tabel 5.8 Perkembangan Total Pendapatan Kab. Subang 2003-2008 PENDAPATAN Pertumbuhan APBD proporsi 2003 466,249,927,406-478,305,832,761 97.48% 2004 492,036,511,042 5.53% 492,036,511,042 100.00% 2005 510,248,005,661 3.70% 510,248,005,661 100.00% 2006 754,910,210,116 47.95% 754,910,210,116 100.00% 2007 901,294,125,000 19.39% 1,030,846,970,569 87.43% 2008 987,708,558,320 1,122,729,459,036 87.97% Rata-rata Per 19.14% 95.48% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 5.1.2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah Belanja Daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan. Belanja tersebut diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundangundangan. Perkembangan target alokasi belanja daerah Pemerintah Kabupaten Subang V - 7

selama kurun waktu 6 tahun terakhir (2003-2008) mengalami kenaikan sebesar 20,56%, sementara perkembangan realisasi alokasi belanja daerah selama kurun waktu 2003-2007 rata-rata mengalami peningkatan sebesar 18,15% sebagaimana Tabel 5.9. Tabel 5.9 Perkembangan Rencana dan Belanja Kabupaten Subang 2003-2008 Rencana BELANJA Pertumbuhan BELANJA Pertumbuhan 2003 478,305,832,761-478,305,832,761-2004 493,283,773,594 3.13% 474,828,118,210-0.73% 2005 516,866,021,112 4.78% 501,913,221,521 5.70% 2006 735,496,952,380 42.30% 710,127,076,188 41.48% 2007 970,994,923,134 32.02% 895,676,069,639 26.13% 2008 1,072,229,459,036 Rata-rata Per 20.56% 18.15% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 Tabel 5.10 Perkembangan Alokasi Belanja Daerah 2003-2008 Dibandingkan dengan APBD 2003 2008 BELANJA Pertumbuhan APBD proporsi 2003 478,305,832,761-478,305,832,761 100.00% 2004 474,828,118,210-0.73% 492,036,511,042 96.50% 2005 501,913,221,521 5.70% 510,248,005,661 98.37% 2006 710,127,076,188 41.48% 754,910,210,116 94.07% 2007 895,676,069,639 26.13% 1,030,846,970,569 86.89% 2008 1,072,229,459,036 1,122,729,459,036 95.50% Rata-rata Per 18.15% 95.22% Sumber : APBD 2003-2007 dan Perda APBD-P 2008 Sesuai Pasal 37 Permendagri Nomor 13 2006 belanja daerah terbagi atas Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan dan belanja tidak terduga. Perkembangan belanja daerah Kabupaten Subang selama kurun waktu 5 tahun (2003-2007) rata-rata pertumbuhan per belanja SKPD mengalami kenaikan sebesar 18,72%, belanja langsung naik sebesar 15,27%, belanja pegawai naik sebesar 17,18%, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan naik sebesar 408,77% dan 122,68%, dan belanja tidak terduga naik sebesar 39,22%. Sedangkan proporsi masingmasing belanja terhadap total belanja rata-rata per belanja langsung SKPD meningkat sebesar 41,02%, belanja pegawai naik sebesar 48,77%, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan naik sebesar 2,91% dan 3,54%, dan belanja tidak terduga naik sebesar 0,19%, perkembangannya sebagaimana Tabel 5.11. V - 8

Tabel 5.11 Perkembangan Rincian Belanja 2003 2008 No Uraian 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Rata2 Pertumbu han per (%) Rata2 Proporsi per (%) Belanja 478,305,832,761 474,828,118,210 501,913,221,521 710,127,076,188 970,803,007,085 1,072,229,459,036 18.72% 96.42% 1 Belanja Tidak Langsung 257,596,253,468 290,199,914,983 293,512,288,845 364,010,844,964 543,476,304,007 686,460,711,399 22.69% 55.40% Belanja Pegawai 241,400,817,868 268,060,111,988 273,719,992,175 351,275,930,501 420,600,030,299 524,374,448,856 17.18% 48.77% Belanja Bagi Hasil 6,458,755,500 6,415,545,895 9,773,317,670 2,980,218,700 64,135,504,708 70,328,000,000 408.77% 2.91% Belanja Bantuan Sosial dan Hibah 8,742,665,100 14,539,790,200 9,229,585,000 8,926,951,666 55,808,122,000 90,258,262,543 122.68% 3.54% Belanja Tidak terduga 994,015,000 1,184,466,900 789,394,000 827,744,097 2,932,647,000 1,500,000,000 39.22% 0.19% 2 Belanja Langsung 220,709,579,293 184,628,203,227 208,400,932,676 346,116,231,224 427,326,703,078 385,768,747,637 15.27% 41.02% Volume APBD 478,305,832,761 492,036,511,042 510,248,005,661 754,910,210,116 1,031,803,007,085 1,122,729,459,036 20.00% Sumber : APBD 2003-2006 dan Perda APBD-P 2007 dan 2008 V - 9

5.1.3. Arah Pengelolaan Pembiayaan Daerah Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi selisih antara Pendapatan dan Belanja Daerah. Adapun pembiayaan tersebut bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran sebelumnya (SiLPA), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman daerah, penerimaan kembali pemberian pinjaman dan penerimaan piutang daerah. APBD Kabupaten Subang setiap tahun mengalami defisit anggaran namun dapat ditutup dengan pembiayaan, pertumbuhan defisit anggaran tersebut rata-rata per tahun selama kurun waktu 5 tahun (2003-2007) mengalami peningkatan sebesar 50,96 %, untuk menutupi anggaran defisit tersebut yaitu dari penerimaan pembiayaan dengan ratarata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan sebesar 92,44%, begitu pula pengeluaran pembiayaan rata-rata pertumbuhan per tahun mengalami kenaikan sebesar 9,7%. Tabel 5.12 Perkembangan Pembiayaan 2003 s/d 2008 Penerimaan 2003 - Pembiayaan Pengeluaran Pertumbuhan Penerimaan Pertumbuhan Pengeluaran Surplus/Defisit 2004 30.503.972.189 47.712.365.032 (17.208/392.843) Pertumbuhan Defisit 2005 79.450.013.521 160.49% 87.684.797.661 83.78% (8.234.784.140) -52.15% 2006 52.370.806.395-34.08% 97.153.940.323 10.80% (44.783.133.928) 443.83% 2007 129.552.845.569 47.38% 71.000.000.000-26.92% 58.552.845.569-230.75% 2008 134.170.900.716 3.56% 50.500.000.000-28.87% 83.670.900.716 42.90% target Rata-Rata per 92.44% 9.70% 50.96% Sumber : Data 2003 s.d 2007 Perda tentang Perhitungan/ APBD dan Perda tentang APBD-P 2008 5.2. Arah Kebijakan APBD 5.2.1. Arah Kebijakan Pendapatan Daerah Kebijakan Pendapatan Daerah untuk Anggaran 2009-2014, senantiasa memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar sebagai hak pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran; 2. Pendapatan daerah adalah merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan dalam kurun waktu satu tahun anggaran. V - 10

Kebijakan pendapatan daerah untuk APBD Anggaran 2009-2014 disesuaikan dengan kewenangannya, struktur pendapatan daerah dan asal sumber penerimaannya dapat dibagi berdasarkan 3 kelompok, yaitu: 1. Pendapatan Asli Daerah yang merupakan hasil penerimaan dari sumber-sumber pendapatan yang berasal dari potensi daerah sesuai dengan kewenangan yang dimiliki dalam rangka membiayai urusan rumah tangga daerahnya. Sedangkan Kebijakan pendapatan asli daerah dilakukan dalam berbagai upaya yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan daerah meliputi : a. Mengoptimalkan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan cara: membenahi manajemen data penerimaan PAD, menghitung potensi pajak melalui formulasi pajak yang jelas dan terukur, melakukan evaluasi dan revisi secara berkala peraturan daerah pajak dan retribusi yang perlu disesuaikan. b. Menetapkan sumber pendapatan daerah unggulan yang bersifat elastis terhadap perkembangan basis pungutannya. c. Pemantapan Kelembagaan dan Sistem Operasional Pemungutan Pendapatan Daerah; d. Peningkatan Pendapatan Daerah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi; e. Meningkatkan koordinasi secara sinergis di bidang Pendapatan Daerah dengan SKPD Penghasi dan wajib pajak f. Mengoptimalkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah untuk memberikan kontribusi secara signifikan terhadap Pendapatan Daerah; g. Meningkatkan pelayanan dan perlindungan masyarakat sebagai upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar retribusi daerah; h. Meningkatkan kualitas pengelolaan aset dan keuangan daerah. 2. Dana Perimbangan yaitu merupakan pendapatan daerah yang berasal dari APBN yang bertujuan untuk menutup celah fiscal (fiscal gap) sebagai akibat selisih kebutuhan fiskal (fiscal need) dengan kapasitas fiskal (fiscal capacity). Kebijakan yang akan ditempuh dalam upaya peningkatan pendapatan daerah dari Dana Perimbangan adalah sebagai berikut: a. Optimalisasi intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan PBB, Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh OPDN), PPh Pasal 21 dan BPHTB; b. Meningkatkan akurasi data Sumber Daya Alam sebagai dasar perhitungan pembagian dalam Dana Perimbangan; c. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dan propinsi dalam pelaksanaan Dana Perimbangan. V - 11

3. Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah adalah penerimaan yang berasal dari sumbangan pihak ketiga serta Bantuan dari APBD Propinsi, untuk itu perlu ditingkatkan kordinasi dengan pihak-pihak tersebut 5.2.2. Arah Kebijakan Belanja Daerah Dengan berpedoman pada prinsip-prinsip penganggaran, belanja daerah 2009-2014 disusun dengan pendekatan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input yang direncanakan dengan memperhatikan prestasi kerja setiap satuan kerja perangkat daerah dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsinya. Ini bertujuan untuk meningkatkan akuntabilitas perencanan anggaran serta menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran ke dalam program/kegiatan. Kebijakan belanja daerah tahun 2009-2014 diarahkan untuk mendukung pencapaian Visi dan Misi 5 tahun ke depan sesuai kebijakan kebijakan yang tertuang dalam Bab sebelumnya. Kebijakan belanja daerah tahun anggaran 2009-2014 diarahkan dengan pengaturan pola pembelanjaan yang proporsional, efisien dan efektif, upaya tersebut antara lain adalah: 1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah Kabupaten yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan perundang-undangan; 2. Efisiensi belanja dilakukan dengan mengoptimalkan belanja untuk kepentingan publik, melaksanakan skala prioritas dan tingkat efektifitas setiap program/kegiatan; 3. Penyusunan belanja daerah diprioritaskan untuk menunjang efektivitas pelaksanaan tugas pokok dan fungsi SKPD dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan daerah yang menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten Subang; 4. Belanja daerah diarahkan dalam rangka melaksanakan 16 kebijakan pembangunan melalui strategi pembangunan Desa / Kelurahan Mandiri Gotong Royong sebagaimana tertuang dalam Bab IV; 5. Kebijakan untuk belanja tidak langsung meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Mengalokasikan belanja pegawai yang merupakan belanja fix cost, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; b. Mengalokasikan belanja bantuan sosial yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat; V - 12

c. Mengalokasikan belanja hibah yang digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada kelompok masyarakat yang secara spesifik akan ditetapkan peruntukannya; d. Mengalokasikan belanja bagi Hasil kepada Desa dan kelurahan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. e. Mengalokasikan Belanja Bantuan Keuangan kepada Pemerintah Desa dan kelurahan yang digunakan baik bersifat umum atau khusus dalam rangka meningkatkan akselerasi pembangunan desa dan kelurahan f. Mengalokasikan belanja tidak terduga yang merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya. 5.2.3 Arah Kebijakan Pembiayaan Daerah Pembiayaan merupakan transaksi keuangan yang dimaksudkan untuk menutupi defisit anggaran yang disebabkan oleh lebih besarnya belanja daerah dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh. Penyebab utama terjadinya defisit anggaran adalah kebutuhan pembangunan daerah yang semakin besar serta penambahan belanja tidak langsung yang diakibatkan penambahan personil PNS, kenaikan tunjangan PNS dan lainlain. Pembiayaan dapat dikelompokkan dalam dua jenis yaitu penerimaan pembiayaan yang dapat diperoleh dari sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) tahun sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, penerimaan pinjaman, serta penerimaan kembali pinjaman. Pengeluaran pembiayaan terdiri dari pembentukan dana cadangan, penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran cicilan pokok hutang yang jatuh tempo dan pemberian pinjaman. Selisih lebih penerimaan pembiayaan disebut sebagai pembiayaan netto. Jumlah pembiayaan netto tersebut yang akan menjadi penutup terhadap defisit anggaran. A. Kebijakan Penerimaan Pembiayaan Sebagai upaya mengoptimalkan penerimaan pembiayaan, kebijakan pembiayaan tahun 2009-2014 adalah : 1. Penerimaan Piutang Daerah dari lembaga Keungan Bank dilakukan dalam rangka menjaga likuiditas kebutuhan pengeluaran belanja daerah 2. Menghindari pinjaman daerah yang tidak jelas dan tidak terukur potensi pengembaliannya V - 13

B. Kebijakan Pengeluaran Pembiayaan Sebagai upaya mengefisiensikan pengeluaran pembiayaan, kebijakan pembiayaan tahun 2009-2014 adalah : 1. Efisensi penyertaan modal kepada BUMD di Kabupaten Subang dengan menilai kinerja BUMD 2. Menghindari pembentukan dana cadangan, mengingat kebutuhan prioritas masih banyak yang belum terpenuhi 3. Penyimpanan Deposito ke lembaga Keuangan atau Bank dilakukan dalam rangka menjaga likuiditas kebutuhan pengeluaran belanja daerah 5.2.4 Perkiraan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Dengan mempertimbangkan trend pencapaian pendapatan daerah dan kondisi ekonomi makro secara nasional dan regional Jawa Barat serta Kabupaten Subang, maka diperkirakan penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Subang rata-rata secara keseluruhan mengalami pertumbuhan yang tidak signifikan. Hal ini dengan asumsi bahwa dalam kurun waktu lima tahun ke depan, upaya-upaya penggalian potensi pendapatan daerah termasuk didalamnya pendayagunaan asset daerah masih belum seluruhnya termanfaatkan secara optimal (selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.13) V - 14

Tabel 5.13. Proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah NO URAIAN 2009 2010 2011 2012 2013 2014 I PENDAPATAN DAERAH 1,030,615,420,247 1,016,110,682,757 1,032,939,945,053 1,058,598,933,530 1,088,062,270,541 1,120,293,083,359 1 PAD 68,800,635,851 69,638,429,027 73,329,798,773 78,103,669,635 83,679,749,919 90,094,157,528 2 Dana Perimbangan 901,553,994,396 884,768,890,588 893,844,147,995 909,656,753,428 927,729,134,250 946,976,423,607 3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah 60,260,790,000 61,703,363,142 65,765,998,285 70,838,510,467 76,653,386,372 83,222,502,225 - Dana Bagi Hasil Pajak dari 39,700,000,000 39,086,494,142 40,887,442,385 43,472,098,977 46,550,333,733 50,109,144,322 Propinsi - Bantuan Keuangan dari Propinsi 20,560,790,000 22,616,869,000 24,878,555,900 27,366,411,490 30,103,052,639 33,113,357,903 II BELANJA 1,045,615,420,247 1,016,110,682,757 1,032,939,945,053 1,058,598,933,530 1,088,062,270,541 1,120,293,083,359 1 BELANJA TDK LANGSUNG 715,183,335,737 729,487,002,452 744,076,742,501 758,958,277,351 774,137,442,898 789,620,191,756 2 BELANJA LANGSUNG 330,432,084,510 286,623,680,305 288,863,202,552 299,640,656,179 313,924,827,643 330,672,891,604 III DEFISIT (15,000,000,000) - - - - - Sumber : DPPKAD dan Bappeda Kab. Subang V - 15