BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

dokumen-dokumen yang mirip
YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian yang terjadi di Indonesia sekarang ini

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. impor gula. Kehadiran gula impor ditengah pangsa pasar domestik mengakibatkan

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

STRATEGI BISNIS DALAM MENGHADAPI PELEMAHAN EKONOMI DUNIA 2017 CORPORATE ENTREPRENEURSHIP

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa , , ,16

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

Permintaan Gula Kristal Mentah Indonesia. The Demand for Raw Sugar in Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk menghasilkan suatu barang. Pentingnya masalah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

ROADMAP INDUSTRI GULA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

BAB I PENDAHULUAN. berkembang yaitu untuk memberikan suatu kebutuhan masyarakat sehari-hari. Pabrik

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang kegiatannya mengolah

BAB I PENDAHULUAN. menggantungkan nasibnya bekerja disektor pertanian (Husodo, dkk, 2004:23- meningkatnya peranan sektor-sektor industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. Penggunaan model oligopolistik dinamik untuk mengestimasi fungsi

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ROADMAP INDUSTRI GULA

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Bagi perekonomian Indonesia, sektor pertanian merupakan sektor yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai kegiatan usaha, baik usaha jasa, dagang maupun. industri/manufaktur tujuan utama yang ingin dicapai perusahaan yaitu

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa gula dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu gula putih (white plantation), gula

V. GAMBARAN UMUM INDUSTRI GULA DI INDONESIA

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

I. PENDAHULUAN. Globalisasi perdagangan internasional memberi peluang dan tantangan bagi

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

BAB I PENDAHULUAN. sangat subur dan memiliki iklim yang baik untuk perkebunan tebu. Kepala Pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah memiliki peran vital untuk memajukan sumberdaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI GULA RAFINASI DIREKTORAT JENDERAL INDUSTRI AGRO KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN JAKARTA, OKTOBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. sumber pendapatan bagi sekitar ribu RTUT (Rumah Tangga Usahatani Tani) (BPS, 2009).

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CUPLIKAN KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 643/MPP/Kep/9/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR GULA.

BAB I PENDAHULUAN. Menuju Swasembada Gula Nasional Tahun 2014, PTPN II Persero PG Kwala. Madu yang turut sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN. PT Perkebunan Nusantara XI (Persero) atau PTPN XI adalah badan usaha

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat menjadi komoditi ekspor dapat ditemukan di Indonesia seperti perkebunan tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. Diantara semua jenis perkebunan di Indonesia tersebut, perkebunan tebu merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula. Secara historis, Industri gula pernah berjaya di tahun 1930-an. Bahkan pada tahun 1931, Indonesia mampu mengekspor 3 juta ton gula. Sayangnya industri gula saat ini berbeda jauh dengan keadaan di tahun 1930-an. Dalam hasil laporan diskusi antara Institute for Indonesian Agroindustry Development (INFIAD) dan Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Perikanan pada tahun 2010 lalu disebutkan bahwa, saat ini Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 2,7 juta ton Gula Kristal Putih (GKP) per tahun. Jumlah ini hanya cukup untuk memenuhi konsumsi rumah tangga Indonesia saja. Sedangkan konsumsi gula nasional yang mencapai 4,5 juta ton per tahun belum dapat sepenuhnya dipenuhi. Untuk mengatasi defisit gula tersebut, Indonesia masih harus mengimpor gula. Volume impor gula Indonesia selalu berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini diakibatkan oleh fluktuasi permintaan pasar dan fluktuasi produksi gula yang dihasilkan pabrik-

2 pabrik gula. Adapun fluktuasi perkembangan impor gula dapat terlihat pada tabel 1.1 seperti berikut : Tahun Tabel 1.1 Perkembangan Impor gula 2001 2008 Gula Kristal Putih Gula Kristal Rafinasi Raw Sugar Total 2001 18.688 239.801 1.026.301 1.284.790 2002 47.408 304.560 619.010 970.978 2003 125.882 466.914 896.829 1.489.625 2004 87.291 576.484 466.516 1.130.291 2005 402.648 702.412 893.307 1.998.367 2006 129.278 565.377 811.347 1.506.002 2007 375.603 710.025 1.887.160 2.972.788 2008 44.659 593.710 380.225 1.018.594 Sumber : Biro Pusat Statistika (2009) Dalam rentang 2001 2008, impor gula tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan total jumlah impor 2.972.788 ton gula. Dari tabel 1.1, dapat disimpulkan bahwa impor gula bergantung pada produksi dalam negeri, jika produksi semakin menurun maka impor akan semakin meningkat. Indonesia masih membutuhkan peningkatan produksi gula untuk memenuhi kebutuhan nasional terhadap komoditas tersebut. Secara umum, kondisi pergulaan nasional paling tidak memiliki tiga persoalan utama. Pertama, rendahnya harga beli bagi produksi petani karena rendahnya harga gula di pasaran dunia. Kedua, rendahnya produktivitas pabrik gula dan banyak yang tidak efisien. Ketiga, perkembangan industri gula nasional terus merosot. Rendahnya produksi gula nasional antara lain disebabkan oleh rendahnya produktivitas pabrik gula-pabrik gula di dalam negeri. Kondisi pabrik gula dengan

3 mesin-mesin yang telah berusia lanjut, mengakibatkan produktivitas gula yang dihasilkannya kurang maksimal (www.digilib.itb.ac.id). Adapun pertumbuhan produktivitas gula dan rendemen dapat terlihat pada tabel 1.2 sebagai berikut : Tabel 1.2 Jumlah Pabrik Gula, Pertumbuhan Produktivitas Gula dan Rendemen Menurut Manajemen Pengelolaan di Indonesia periode 2005-2009 Nasional/Menurut Tahun Manajemen Pengelolaan 2005 2006 2007 2008 2009 Pertumbuhan Nasional/ Jumlah PG 58 58 58 59 61 Rendemen (%) 7,20 7,63 7,35 7,97 7,60 1,52 Produktivitas GKP (Ton/Ha) 5,89 5,85 5,76 5,95 5,54-1,06 Swasta/ Jumlah PG 10 Rendemen (%) 8,2 8,47 8,42 8,73 8,23 0,38 Produktivitas GKP (Ton/Ha) 6,60 6,34 6,46 6,93 6,26-0,17 BUMN 1 )/Jumlah PG 51 Rendemen (%) 6,8 7,27 6,9 7,6 7,23 1,67 Produktivitas GKP (Ton/Ha) 5,59 5,63 5,45 5,51 5,15-1,86 Keterangan :1) PG BUMN adalah penjumlahan PG dibawah manajemen PTPN/RNI Sumber : Dihitung dari data AGI (berbagai tahun) Rendemen tebu adalah kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dalam persen (%). Bila dikatakan rendemen tebu 10% artinya bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di pabrik gula akan diperoleh gula sebanyak 10 kg. Pertumbuhan rendemen gula pada tingkat nasional mencapai 1,5% per tahun, sedangkan produktivitasnya menurun 1,06% per tahun. Pertumbuhan rendemen gula pada tingkat swasta mencapai 0,38% per tahun, sedangkan produktivitasnya menurun 0,17% per tahun. Pada tingkat BUMN rendemen gula mencapai 1,67% per tahun, sedangkan produktivitasnya menurun 1,86% per tahun. Pertumbuhan gula menurut manajemen pengelolaannya mengalami penurunan produktivitas per tahunnya. Sesuai dengan Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, Kementrian Perindustrian

4 mengimplementasikan Program Revitalisasi Industri Gula Nasional dengan visi mewujudkan industri gula nasional yang mandiri, berdaya saing dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Adapun misi program ini adalah: memperkuat struktur industri gula, meningkatkan produktivitas dan efisiensi, mendorong investasi pabrik gula ke luar Pulau Jawa, terpenuhinya kebutuhan gula konsumsi dan industri oleh industri gula dalam negeri dan mendorong industri permesinan dalam negeri untuk mendukung revitalisasi industri gula. Pelaksanaan program ini berkoordinasi dengan instansi-instansi lainnya. Program revitalisasi industri gula 2010-2014 ini diimplementasikan dengan sasaran pokok untuk mencapai swasembada gula nasional pada tahun 2014 dengan produksi gula konsumsi 2,96 juta ton dan gula untuk industri sebesar 2,74 juta ton. Dengan demikian, total produksi gula pada tahun 2014 diharapkan mencapai 5,7 juta ton. Sedangkan tingkat produksi industri gula nasional saat ini baru mencapai 2,7 juta ton, sehingga masih defisit 3 juta ton. Untuk menutupi defisit kebutuhan gula nasional serta mencapai swasembada gula pada 2014, diperlukan peningkatan produktivitas pabrik gula yang telah ada dan penambahan sedikitnya 20 pabrik gula baru. Selain itu, industri gula dihadapkan dengan ketentuan Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2015 nanti, tarif bea masuk untuk Gula Kristal Putih (GKP) harus turun menjadi 10% dan gula mentah (raw sugar) harus turun menjadi 5%. Gula produksi luar negeri akan membanjiri pasar Indonesia. Perbedaan harga gula produksi dalam negeri dengan luar negeri akan membuat gula Indonesia tidak mendapat tempat di pasar meskipun produksi dalam negeri dapat mencukupi

5 konsumsi nasional. Maka dari itu masih diperlukan usaha-usaha untuk membangun industri gula Indonesia agar memiliki daya saing. PT Raya sebagai salah satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang industri gula ikut berperan serta dalam pertumbuhan gula nasional. PT Raya yang berproduksi di Jl Raya Singaparna Km 9,8 Tasikmalaya ini memproduksi jenis gula cair yaitu glucose, fructose, caramel, dextrose monohydrate dan maltodextrin. Gula cair tersebut diditribusikan ke beberapa industri makanan dan minuman diantaranya PT Mayora Indah, PT Perfetti Vanmelle Indonesia, PT Yupi Indo Jelly Gum, PT Torabika, PT URC Indonesia, PT Unican Surya Agung, PT Internusa Food, PT Inkenas Agung dan sebagainya. Peningkatan konsumsi gula yang semakin meningkat dan perkembangan industri makanan dan minuman yang menggunakan gula, akan meningkatkan kebutuhan gula di dalam negeri. PT Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya sebagai salah satu industri yang bergerak di bidang gula dituntut untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi gula di dalam negeri, sehingga dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan swasembada gula nasional 2014. Pada beberapa tahun terakhir, perusahaan belum mampu mencapai target produksi sesuai yang telah direncanakan sebelumnya. Hal ini terlihat dari perbandingan laporan realisasi dan anggaran hasil produksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.3 sebagai berikut:

6 Tabel 1.3 Realisasi dan Anggaran Hasil Produksi PT Raya 2001-2010 Tahun Produksi (dalam rupiah) Realisasi Anggaran 2001 29,312,514,075 29,983,252,272 2002 34,804,526,044 34,471,498,351 2003 38,822,589,243 41,367,674,829 2004 38,007,507,819 44,508,075,883 2005 47,921,303,068 54,318,060,338 2006 52,158,032,631 52,500,475,950 2007 58,400,508,501 58,500,475,950 2008 68,628,805,642 68,975,485,766 2009 75,298,230,915 75,687,590,742 2010 85,839,983,243 85,975,608,317 Jumlah 529,194,001,181 546,288,198,398 Selisih 17,094,197,218 Sumber : Laporan Realisasi dan Anggaran Produksi dan Penjualan PT Raya tahun 2001-2010 Dari tabel 1.3 terlihat bahwa perusahaan belum mampu mencapai target produksi sesuai dengan yang direncanakan. Menurut manajemen perusahaan salah satu hal yang diduga menjadi penyebab tidak tercapainya produksi adalah manajemen mesin-mesin yang kurang dikelola dengan baik, padahal mesin dan sarana produksi lainnya merupakan sumber vital dari kegiatan proses produksi. Tujuan fungsi produksi adalah untuk mengolah sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efisien dan efektif sehingga dapat merealisasikan target produksi yang direncanakan. Hasil produksi yang dihasilkan oleh suatu perusahaan akan mencerminkan tingkat produktivitasnya. Produktivitas itu sendiri adalah mengenai besaran output/keluaran dengan input/masukan. Menurut Kendrick (Griffin, 2002:213) Produktivitas adalah

7 ukuran efisiensi ekonomis yang mengikhtisarkan nilai dari output relatif terhadap nilai dari input yang dipakai untuk menciptakannya. Menurut Mulyadi (2001:466) Produktivitas berhubungan dengan produksi keluaran secara efisien dan terutama ditujukan kepada hubungan antara keluaran dan masukan yang digunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Biasanya suatu kombinasi atau campuran masukan dapat digunakan untuk menghasilkan suatu tingkat keluaran tertentu. Dalam produktivitas, output adalah sejumlah barang dan jasa yang dihasilkan dari proses produksi, sedangkan input adalah faktor-faktor produksi. Menurut Suprihanto (Haryani, 2002:97) sumber-sumber ekonomi atau sering disebut dengan faktor-faktor produksi mencakup tanah, modal, teknologi, tenaga kerja dan bahan baku. Produktivitas perusahaan merupakan kemampuan untuk menghasilkan barang dan jasa dengan sumber daya atau faktor-faktor produksi yang dimiliki. Produktivitas perusahaan merupakan faktor penentu level profitabilitas yang utama dan selanjutnya kemampuan untuk bertahan hidup. Untuk meningkatkan produktivitas produksi diperlukan peralatan produksi dengan kondisi fisik yang baik. Sarana produksi dapat tetap beroperasi dengan baik jika perusahaan melakukan pemeliharaan terhadap peralatan produksi tersebut. Seperti yang dikemukakan Handoko (2000:157) sebagai berikut: Dua fungsi pelayanan penting kegiatan-kegiatan produksi adalah pemeliharaan (maintenance) dan penanganan bahan (material handling). Pemeliharaan yang baik menjamin bahwa fasilitas-fasilitas produktif akan beroperasi secara efektif. Hal ini dihasilkan dari suatu kombinasi pemeliharaan preventif yang mengantisipasi daya pakai mesin-mesin dan perbaikan kerusakan, bila terjadi, secepat mungkin sehingga biaya sistem mesin tidak produktif dan tenaga kerja menganggur dapat diminimumkan.

8 Berdasarkan pendapat tersebut, perusahaan harus mengeluarkan biaya untuk dapat menjaga peralatan dengan kondisi baik. Dalam hal ini, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya pemeliharaan. Maka, untuk meningkatkan produktivitas produksi, salah satunya bisa dilakukan dengan cara menggunakan biaya pemeliharaan secara efisien. Biaya pemeliharaan sebagai salah satu pembentuk biaya produksi, biaya produksi yang lebih rendah akan mengakibatkan produktivitas lebih tinggi. Efisiensi biaya produksi yang dilakukan dapat disebabkan oleh salah satunya adalah kegiatan pemeliharaan preventif terhadap setiap fasilitas produksi. Artinya, perusahaan dapat mengendalikan biaya produksi salah satunya dengan melakukan penghematan pada biaya pemeliharaan melalui pemeliharaan preventif. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Efisiensi Biaya Pemeliharaan Mesin Terhadap Produktivitas Produksi pada PT Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya. 1.2 Rumusan Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran efisiensi biaya pemeliharaan mesin yang terdapat pada PT Raya selama periode 2001 2010 2. Bagaimana gambaran produktivitas produksi pada PT Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya selama periode 2001 2010

9 3. Bagaimana pengaruh efisiensi biaya pemeliharaan mesin terhadap produktivitas produksi pada PT Raya 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui efisiensi biaya pemeliharaan mesin PT Raya Sugarindo Inti Tasikmalaya selama periode 2001 2010 2. Mengetahui produktivitas produksi PT Raya selama periode 2001 2010 3. Mengetahui pengaruh efisiensi biaya pemeliharaan mesin terhadap produktivitas produksi pada PT Raya 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang teori produktivitas dan pemeliharaan sehingga penulis dapat membandingkan dengan fakta yang terjadi dilapangan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna dalam pengembangan ilmu Akuntansi Biaya dan Manajemen Produksi dan Operasi, dan juga dijadikan bahan referensi untuk pengkajian lebih lanjut terutama yang berkaitan dengan efisiensi biaya pemeliharaan mesin dalam hubungannya dengan produktivitas produksi.

10 1.4.2 Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan saran yang positif untuk kemajuan perusahaan. Khususnya, dalam efisiensi biaya pemeliharaan mesin perusahaan yang akan berpengaruh pada produktivitas produksi.